Judul: Remedies
Penulis: Trissella
Editor: Dwi Ratih Ramadhany
Sampul: Orkha Creatives
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Oktober 2023
Tebal: 264 hlm.
ISBN: 9786020673509
Review
Gerry memendam rasa bersalah atas kehancuran keluarganya. Bunda lumpuh akibat kecelakaan saat dibonceng olehnya. Ayahnya menceraikan Bunda dan pergi karena kondisi Bunda yang tidak memungkinkan menjalankan perannya sebagai istri. Di susul Bunda memutuskan mengakhiri hidupnya. Beban ini terlalu berat. Gerry meninggalkan dunia Polo Air. Ia mulai merokok. Dan sejak kepergian Bunda, ia dihantui mimpi buruk setiap memejamkan mata.
Beruntung ia bertemu dengan Retha, salah satu teman sekolahnya dulu, yang kini satu sekolah dengannya. Pembawaan Retha yang cerewet dan berisik membuat Gerry antipati, meski sesekali ia bersyukur berada di dekatnya karena suara bawelnya bisa meredam suara gemuruh di otaknya. Peran Niko dan Farhan, teman sekelasnya, pun sangat membantu Gerry melewati masa-masa beratnya itu.
Setelah berbulan-bulan tidak ada kabar, bahkan ketika Bunda dimakamkan juga tidak hadir, Ayah Gerry muncul di hidupnya lagi. Rasa kangen dan marah bercampur. Mimpi buruk Gerry makin-makin bertambah.
Novel ini membawa tema remaja dengan konflik anak yang jadi korban atas keputusan keliru dari orang dewasa. Perceraian itu umum di masyarakat, tapi sangat lucu sekali ketika Ayah Gerry tidak muncul saat Bunda meninggal karena waktu itu berbarengan dengan calon istrinya yang habis operasi usus buntu. Jelas ini keputusan paling salah bagi seorang ayah untuk anaknya yang sedang butuh-butuhnya didampingi.
Saya juga belum jelas kenapa Bunda memilih mengakhiri hidupnya padahal ia sadar kalau mereka hanya hidup berdua saja; Bunda dan Gerry. Pikiran pendek ini yang saya sebut keputusan paling salah juga. Karena sosok Bunda pernah mengucapkan sesadar-sadarnya kalau mereka akan melanjutkan hidup berdua sampai tua nanti.
Gerry yang masih belum berdamai dengan masa lalunya membutuhkan dukungan dari orang sekitar. Ia beruntung memiliki Tante Nisa dan Om Irfan yang begitu peduli sampai-sampai mereka rela bergantian pulang kerja cepat agar Gerry tidak sendirian di rumah. Beruntung juga Gerry memiliki teman sekelas seperti Niko dan Farhan yang mau mengerti dengan misteri hidupnya dan tidak kepo.
Dua orang dengan masalah serupa pasti akan terkoneksi secara perasaan. Ini yang membuat Gerry perlahan-lahan bisa akur dengan Retha yang menurutnya sangat menggangu. Yang membedakan keduanya, Retha sudah lebih bisa mengendalikan diri atas luka hatinya akibat perceraian orang tua, sedangkan Gerry masih bergulat dengan perasaan menyalahkan diri sendiri untuk keputusan perceraian orang tuanya.
Plot | POV | Gaya Bercerita | Penokohan
Secara keseluruhan novel ini menggunakan alur maju dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga. Sepanjang ceritanya kita akan diajak mengikuti perkembangan Gerry yang dibantu Retha untuk berdamai dengan masa lalu. Dan ternyata prosesnya tidak mudah. Emosi kita bakal diaduk-aduk. Saya pun sampai hampir menangis di beberapa bagian, terutama kalau Gerry sedang terpuruk dan menyalahkan diri sendiri untuk semua kehilangan yang dialaminya.
Kak Trissella merajut ceritanya dengan diksi yang tidak bertele-tele. Ketika momen dramatis bisa dibuat dengan apik. Yang jadi ganjalan saya justru di lelucon para tokohnya yang susah dinikmati. Ini selera sih, saya lebih suka kekonyolan itu munculnya dari adegan para tokoh, bukan dari ucapan candaan.
Untuk para tokoh yang dimunculkan sudah sangat hidup dan membawa peran yang saling terkait. Gerry sebagai tokoh utama digambarkan beraura gelap, tertutup, dan ketus. Saya bersimpati dan mengerti kenapa Gerry bisa sebegitu memilukannya. Dan perubahan yang dialami Gerry pun cukup memuaskan karena penulis membangun hal itu dengan sangat sabar, tidak ujug-ujug berubah akibat satu momen. Retha sebagai tokoh utama kedua pun punya peran penting sebagai pembanding atas masalah yang dihadapi tokoh utamanya. Tipikal remaja yang cerewet, kepo, dan penuh empati. Perbedaan warna karakter ini yang membuat hubungan keduanya menarik diikuti. Dan bisa dibilang tipis sekali sisi romansa yang mau dibangun penulis, tapi saya sendiri masih samar melihatnya.
Tokoh yang patut diacungi jempol tentu saja untuk Tante Nisa dan Om Irfan. Mereka pasangan yang tulus banget memperhatikan keponakan. Berusaha memahami Gerry yang sedang di fase susah diprediksi, secara emosi dan mentalnya belum stabil dan solid. Apalagi cara mereka berbicara dengan Gerry yang tidak menghakimi, tidak menyudutkan, tidak menambah beban pikiran, dan justru kelihatan sekali keduanya begitu bijak menghadapi remaja. Mereka sangat hati-hati sekali bersikap di depan Gerry.
Tambah meriah saja ceritanya dengan kemunculan teman-teman Gerry; Niko dan Farhan. Duo yang memahami posisi sebagai teman baik, tidak mau mengorek masalah Gerry, justru memahami situasi. Mereka lebih memilih menunggu Gerry yang mengutarakan dibandingkan harus kepo. Selain mereka, ada juga Reno (kakaknya Retha) dan Kendra (teman Retha).
Petik-Petik
Membaca novel ini membuat saya makin yakin kalau mental anak bisa dilihat dari kondisi di rumahnya. Jika keluarganya harmonis, akan lebih besar kemungkinannya membentuk mental dan sikap anak lebih baik. Tetapi jika orang tuanya tidak harmonis, anak-anaknya pasti akan terpengaruh, mental dan sikapnya bisa buruk.
Satu lagi, seberat apa pun masalah yang menimpa kita, semuanya harus dihadapi. Kalau kita merasa tidak sanggup berjuang sendirian, minta tolong orang sekitar kita. Saya yakin dan sudah membuktikan sendiri kalau di sekitar kita itu ada banyak orang-orang baik yang bakal membantu kita asal kita mau bercerita.
Penutup
Saya ingin berterima kasih kepada Kak Trissella yang sudah menghadiahi saya novel bagus ini. Dan saya mohon maaf ternyata proses bacanya tidak cukup mulus sehingga baru saya ulas sekarang.
Oya, ini pengalaman kedua saya membaca buku Kak Trissella. Sebelumnya saya sudah membaca karya lainnya berjudul Heart Reset.
Saya merekomendasikan novel ini untuk kalian yang pengen nangis dan membayangkan gimana terlukanya ketika kita kehilangan orang tua tapi kita belum siap. Ada bagian-bagian ketika Gerry meratapi nasibnya dan itu makin bikin saya mengingat kalau saya harus lebih berusaha berbakti kepada orang tua mumpung mereka masih sehat.
Nah, sekian ulasan novel kali ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!
Bener sih.. perceraian orang tua pasti berimbas pada perkembangan mental si anak, walau cara perpisahan kedua ortunya agak-agak gimana gitu ya, apalagi si anak ngerasa bersalah banget karena perceraian itu dia merasa dialah penyebabnya,anak memang butuh support dari sekeliling yg seharusnya di dapat dari ortu atau keluarga terdekat, soalnya saya juga termasuk salah satu dari korban itu, tapi Alhamdulillah baik-baik saja.
BalasHapusWaduh, pasti berat menyesuaikan diri di situasi seperti itu. Setiap anak pasti berharap orang tuanya tetap harmonis. Salut bagi siapa pun yang bisa melewati konflik orang tua yang bercerai
Hapus