Tampilkan postingan dengan label ebook. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ebook. Tampilkan semua postingan

Desember 17, 2021

[EBook] Kubah - Ahmad Tohari



Judul: Kubah

Penulis: Ahmad Tohari

Editor: Eka Pudjawati

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Januari 2019, cetakan ketujuh

Tebal: 216 hlm.

ISBN: 9789792287745

***

Tidak mudah bagi seorang lelaki mendapatkan kembali tempatnya di masyarakat setelah dua belas tahun tinggal dalam pengasingan di Pulau Buru. Apalagi hati masyarakat memang pernah dilukainya. Karman, lelaki itu, juga telah kehilangan orang-orang yang dulu selalu hadir dalam jiwanya. Istrinya telah menikah dengan lelaki lain, anaknya ada yang meninggal, dan yang tersisa tidak lagi begitu mengenalnya. Karman memikul dosa sejarah yang amat berat dan dia hampir tak sanggup menanggungnya.

Namun di tengah kehidupan yang hampir tertutup baginya, Karman masih bisa menemukan seberkas sinar kasih sayang. Dia dipercayai oleh Pak Haji, orang terkemuka di desanya yang pernah dikhianatinya karena dia sendiri berpaling dari Tuhan, untuk membangun kubah masjid di desa itu. Karman merasakan menemukan dirinya kembali, menemukan martabat hidupnya.

***

Sinopsis

Novel Kubah menceritakan tokoh Karman yang akhirnya bisa bebas setelah mendekam dalam pengasingan di Pulau Buru akibat dirinya yang tergabung dalam partai komunis. Kebebasan yang membuatnya bingung akan pulang kemana, sebab di Pegaten pernah menjadi tempat dia hidup dengan banyak kesalahan. Saat ia ditangkap dan diasingkan, Karman meninggalkan Marni, istrinya, bersama tiga anak. Berita buruk yang membikin patah hati muncul di tahun kelima, melalui sebuah kartu pos Marni meminta ijin menikah lagi. Hidup tanpa kepala keluarga bukan perkara mudah bagi Marni dan anak-anaknya. Karman yang tidak jelas kapan akan bebas tidak mempunyai pilihan selain melepaskan Marni dan berusaha rela. Tapi itu tidak mudah dilakukan.

Karman kemudian memulai hidup kembali dengan menemui sepupunya, Gono. Dia rumah saudaranya itu dia bertemu pertama kali dengan anak sulungnya, Rudio. Pertemuan yang mengharukan antara ayah-anak yang memendam rindu. 

Dari sinilah cerita Karman mulai benderang. Masa lalu kelam seperti ditimbun dengan sendirinya. Pegaten masih ramah menerimanya dengan senyuman. Dan Karman menjadi lebih matang sebagai ayah bagi anak-anaknya, Rudio dan Tini, yang kini sudah dewasa. Karman menemukan kesempatan kedua dalam hidupnya.

Resensi

Setelah sebelumnya dibuat terharu biru dan terkesan membaca novel Orang-Orang Proyek, kali ini pun saya dibikin menangis saking menikmati cerita yang disajikan penulis dalam novel Kubah. Dengan gaya bercerita yang sederhana, lugas, sopan, kisah Karman sangat enak diikuti. Sejarah masa kemerdekaan dan setelahnya tidak membuat novel ini seperti buku teks sejarah sekolahan. Unsur dramanya kental dan itu yang bikin saya ketagihan dengan karya-karya Ahmad Tohari.

Drama yang muncul dalam novel Kubah ini mengenai tobatnya salah satu anggota partai komunis. Kita tahu sendiri posisi mantan anggota partai komunis dan keluarganya masih dianggap penjahat di negeri ini. Apalagi pada masa itu, mantan anggota PKI pasti begitu tersisih. 

Dengan runut, penulis memaparkan kisah hidup Karman dimulai dari latar belakang orang tuanya, masa kecilnya, masa mudanya, hingga sampai pada titik dia terdoktrin oleh aktivis PKI. Sosok Karman begitu jelas terbayang oleh saya karena penulis dengan detail menceritakan biografinya secara lengkap.

Dari novel ini, saya jadi paham bagaimana anggota PKI merekrut anggota partai dengan cara menghasut dan mencuci otak pemuda dengan ajaran komunis agar menetang pemerintah. Intrik busuk yang dilaksanakan dengan halus, ditutupi dengan muslihat, membuat PKI jadi organisasi jahat di mata saya. Karman sebagai korban menjadi contoh memilukan. Dia seperti diperdaya. 

Yang membuat saya begitu emosional ketika membaca novel ini ada pada bagian ketika Paman Hasyim berdebat dan bertengkar dengan Karman. Paman Hasyim menghendaki Karman kembali ke jalan agama, tapi Karman bersikukuh jika agama adalah candu yang melenakan warga dengan penindasan yang dilakukan pemerintah. Komunis memang mejauhkan anggotanya dari agama dan ini yang bikin anggotanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Selain unsur sejarah kelam PKI yang dikemukakan penulis, ada juga unsur romansa dan drama keluarga. Karman mengalami polemik rumah tangga yang rumit saat dia akhirnya ditangkap dan diasingkan. Istri dan anak perlu melanjutkan hidup. Dan Karman harus berbesar hati menerima kondisi yang dipilih istrinya. Menghilangnya sosok Karman di tengah keluarga membuat dinamika yang tidak biasa bagi anak-anaknya. Apalagi ibu mereka sudah bersuami lagi dan memiliki anak. Kepulangan sang ayah membuat mereka berpikir apa yang akan terjadi nanti.

Romansa muncul ketika Karman masih muda. Lagi-lagi urusan cintanya tidak mulus. Rifah, anak dari Haji Bakir, yang ditaksirnya tidak bisa ia gapai. Pun setelah Rifah jadi janda, situasinya sudah berubah sebab dia memilih bersitegang dengan ayah Rifah. Kemunculan Marni menjadi obat. Sayangnya, masa indah itu tak lama karena mereka harus dipisahkan tragedi.

Novel Kubah begitu menggugah. Meski konfliknya kelam, tapi menguar aura sederhana yang muncul dari beberapa tokoh yang hadir. Jika pada novel Orang-Orang Proyek ada Pak Tarya yang bijak, di novel ini muncul Haji Bakir dan Paman Hasyim yang pembawaannya tenang dan berwibawa. Banyak sekali pengajaran dan perenungan hidup yang mereka sampaikan di novel ini. 

Dari novel ini saya juga merasakan nostalgia masa kecil yang begitu riuh menyenangkan. Masih bisa bermain-main di sawah, mengaji ramai-ramai di musolah, dan menikmati alam pedesaan yang masih asri. Melihat masa sekarang, kenangan masa kecil jadi ingatan berharga yang begitu diingat langsung menghangatkan hati. Pengen kembali ke masa itu kalau bisa.

Pelajaran moral yang saya dapatkan setelah membaca novel ini, "Seburuk-buruknya kita, sesalah-salahnya kita, selama masih bernafas kejarlah kesempatan kedua untuk menjadi lebih baik. Segala niat baik akan dimudahkan jalannya. Percaya itu!" Dan apa yang dialami Karman di ujung cerita novel ini membuat saya tersenyum senang.

Oya, judul Kubah pada novel ini merujuk pada pemberian dan balas budi Karman untuk lingkungan yang sudah menerimanya kembali dengan memberikan kesempatan kedua. Karman membikinkan kubah untuk mesjid dekat rumah Haji Bakir.

Dengan sangat bangga, saya ingin merekomendasikan novel ini bagi siapa pun. Ceritanya bagus. Dan saya mau memberikan nilai 5 dari 5 bintang untuk kisah tobatnya Karman.

Nah, sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!



Desember 15, 2021

[EBook] Orang-Orang Proyek - Ahmad Tohari



Judul: Orang-Orang Proyek

Penulis: Ahmad Tohari

Editor: Eka Pudjawati

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Januari 2019, cetakan keempat

Tebal: 256 hlm.

ISBN: 9786020320595

***

Aku insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini dengan keberpihakan kepada masyarakat miskin. Apakah yang pertama merupakan manifestasi yang kedua? Apakah kejujuran dan kesungguhan sejatinya adalah perkara biasa bagi masyarakat berbudaya, dan harus dipilih karena keduanya merupakan hal yang niscaya untuk menghasilkan kemaslahatan bersama?

Memahami proyek pembangunan jembatan di sebuah desa bagi Kabul, insinyur yang mantan aktivis kampus, sungguh suatu pekerjaan sekaligus beban psikologis yang berat. "Permainan" yang terjadi dalam proyek itu menuntut konsekuensi yang pelik. Mutu bangunan menjadi taruhannya, dan masyarakat kecillah yang akhirnya menjadi korban. Akankah Kabul bertahan pada idealismenya? Akankah jembatan baru itu mampu memenuhi dambaan lama penduduk setempat?

***

Sinopsis

Novel Orang-Orang Proyek ini menceritakan tentang seorang insinyur bernama Kabul. Dia mantan aktivis di kampusnya. Takdir membawanya untuk mengerjakan proyek Jembatan di sekitar sungai Cibawor. Seperti proyek lainnya, dalam pengerjaan pembangunan jembatan ini, Kabul menemukan praktik potong anggaran dari hulu ke hilir oleh oknum dan sudah dianggap biasa. 

Dana menipis, mutu prioritas. Kondisi ini membikin pusing Kabul. Padahal jiwa idealismenya menginginkan pembangunan jembatan ini berjalan baik dengan mutu teruji. Sebab menurut undang-undang, pemborong wajib menjamin bangunan yang dikerjakan bisa dimanfaatkan setidaknya selama sepuluh tahun.

Sikap Kabul membuatnya bertentangan dengan kepala proyek, Pak Dalkijo. Beliau justru mencemooh sikap Kabul yang dianggapnya naif. 

Di tengah pergulatan soal proyek, Kabul yang sudah berusia kepala tiga, dipusingkan perkara asmara. Apalagi ketika orang-orang yang ada di sekitar proyek membicarakan kedekatan dia dengan Wati, Kabul harus melakukan tindakan agar tidak semakin liar prasangka orang-orang. Dan keputusannya justru membuat Wati seperti bunga yang tidak pernah disiram.

Resensi

Saya menyesal sebab kenapa tidak dari dulu saya membaca novel bagus ini. Padahal ebook-nya sendiri sudah punya dari lama. Saya menyatakan novel ini bagus sebab konflik umum yang ada di sebuah proyek diceritakan dengan gaya tutur sederhana. Sehingga saya merasa senang membacanya sebab ceritanya terkesan renyah dan gurih.

Praktik korupsi ketika dana proyek pembanguan digelontorkan menjadi kritik novel ini kepada pemerintah. Sekaligus menjadi wawasan bagi masyarakat sebagai pembaca jika proyek pembangunan pemerintah bisa menjelma jadi lahan basah untuk orang-orang jahat mengkayakan diri. Meski pada novel ini mengambil latar waktu tahun 1990, dan jika dikaitkan dengan masa sekarang, kebobrokan orang-orang pemerintah tidak pernah berkurang. Bahkan tindakan korupsi sekarang-sekarang ini terbilang lebih jahat. Misalnya kasus korupsi oleh menteri ketika wabah covid merebak. Pelakunya seperti tidak punya hati nurani, mengambil untung dari penderitaan masyarakat.

Kabul menjadi sosok jagoan di tengah sistem yang semrawut dan terorganisir, tentu menjadi yang kalah. Ada yang bilang, "Ketika masuk politik, menjadi orang baik di tengah orang jahat, akan menyusahkan. Pilihannya, ikut jadi penjahat atau tidak masuk politik sama sekali." Memang benar, novel ini membawa situasi tersebut melalui tokoh Kabul yang akhirnya menyerah dengan proyek jembatan yang diikuti syarat-syarat untuk kepentingan penguasa-penguasa jebolan partai. Kabul tidak bisa menyanggupi membuat jembatan dengan bahan-bahan bangunan yang mutunya buruk atau memakai bekasan. Kabul juga enggan menyelesaikan pembangunan jembatan dalam tempo singkat yang akan berimbas pada kualitas akhirnya.

Selain soal konflik proyek, penulis juga membawa telaahan bagi pembaca. Salah satunya mengenai makna kehidupan. Kabul lahir dari keluarga biasa. Dia beruntung karena memiliki ibu yang mengedepankan pendidikan anak. Walau sulit mewujudkan hal itu, perjuangan ibunya membuahkan hasil sebab Kabul menjadi insinyur yang masih bernurani.

Kabul pun membantu adik-adiknya agar memiliki masa depan lebih baik dengan berkuliah. Dia melepaskan sementara target berkeluarga sebab bertanggung jawab sampai adik-adiknya bisa mandiri. Kabul dengan pola pikir sederhana menganggap pilihan hidupnya sebagai kewajaran. Sehingga selama menjalani tugas tersebut, Kabul tetap menjadi Kabul yang sederhana, tidak terkontaminasi dengan iming-iming hidup mewah meski tempatnya di lahan basah.

Berkebalikan dengan Pak Dalkijo, yang sama berasal dari keluarga biasa, tapi ketika kesempatan memutus kemiskinan keluarganya datang, dia berpikir itu sebagai momen balas dendam. Cara tidak terpuji dihalalkan demi tujuannya itu. Padahal dia sadar tindakannya keliru. Ini ciri orang yang sudah terkontaminasi ambisi dan egois.

Perenungan lainnya akan kita temukan melalui sudut pandang Kabul ketika memperhatikan orang-orang proyek. Terutama mereka yang masih muda harus rela melepaskan kenikmatan masa muda dan justru memilih bekerja keras. Alasannya agar kehidupan terus berlanjut. Jadi pembaca perlu bersyukur sebab bisa mencicipi bangku kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang lebih bersih. Padahal di sekitar kita banyak orang-orang seperti orang-orang proyek yang tidak punya kesempatan seperti yang kita dapatkan.

Novel ini tidak melulu membicarakan tentang kritik orang-orang pemerintah atau penguasa, tapi penulis memasukan cerita romansa yang manis banget. Kabul dan Wati menjadi salah satu pasangan yang tidak tergesa-gesa dengan perasaannya. Kabul awalnya melihat Wati sebagai rekan kerja. Namun debar itu datang setiap kali Wati merengut. Meski Wati menunjukkan gelagat-gelagat berharap, Kabul menimbang tidak menanggapi sebab tanggung jawab kepada adik-adiknya tetap prioritas. Tapi hubungan mereka semakin dekat sampai rumor merebak gaduh. Kabul sebagai lelaki dewasa memilih mencari saran dari kawannya mengenai harus bersikap bagaimana.

Kenyataan Wati sudah punya pacar membuat Kabul semakin menjaga jarak. Dia sangat menghormati Wati dan pasangan. Meski gara-gara sikap Kabul membikin Wati merana, Kabul tetap pada prinsipnya. Tidak sopan mengganggu perempuan yang masih ada hubungan dengan orang lain. Dan berkat kesabaran Kabul dan Wati, mereka menemukan titik terang ketika Wati dengan berani meminta kejelasan dari pacarnya.

Yang paling membekas buat saya, novel ini menempatakn sosok ibu sebagai rumah terbaik bagi anak untuk pulang. Pun ketika Kabul dipusingkan dengan keputusan final atas posisinya di proyek jembatan, Kabul memilih pulang dan menceritakan kepada ibunya. Termasuk ketika dia gamang mengenai Wati, Kabul pun menceritakan kepada ibunya. Kabar jika Kabul sudah menambatkan hati membuat ibunya terharu biru.

Saya begitu tertarik dengan karakter-karakter yang ada di novel ini. Selain ada Kabul dan Wati, kita juga akan dikenalkan dengan Pak Tarya, pensiunan pegawai Kantor Penerangan yang hobi memancing dan bisa meniup seruling. Beliau memiliki pandangan luas soal hidup yang rupanya tajam diasah pengalaman. Lalu ada juga Mak Sumeh, pemilik warung di lokasi proyek yang rupanya menjadi teman curhat Wati. Beliau sosok ibu-ibu yang bawel tapi omongannya banyak benarnya. Ada juga kepala desa bernama Basar, kawan kuliah Kabul yang sama-sama aktivis. Beliau justru merasa salah menjadi kepala desa karena jabatan ini mengikatnya untuk berkolaborasi dengan orang-orang pemerintah atau penguasa. Pilihan sulit ketika harus menempatkan satu kaki pada penguasa, satu kaki pada warga. Dan masih banyak tokoh pendukung lainnya yang meramaikan suasana lokasi proyek dengan konflik kecil mereka.

Dari novel Orang-Orang Proyek ini saya mengambil nilai, "Hidup sederhana saja dengan mengembangkan rasa." Ini pendapat saya, dengan hidup sederhana, kita akan adem dan tenang sebab tidak menuntut terlalu keras harus mencapai sesuatu. Pikiran 'harus mencapai' ini yang sebenarnya menjadi beban dan membikin hidup tidak tenang.

Lalu 'mengembangkan rasa' menjadi kontrol atas hidup sederhana ini. Kita boleh mengingikan sesuatu tapi jangan menjadi obsesi. Dengan rasa sebagai indikator mencapai tujuan, akan ada dua pertimbangan. Jika itu membuat resah dan bikin hidup diburu-buru, itu obsesi. Tapi jika itu membuat hidup menyenangkan dan bersemangat, itu cita-cita.

Membaca novel Orang-Orang Proyek menjadi pengalaman yang menyenangkan dan membuat saya ingin menjadi pribadi lebih tenang. Maka saya memberikan nilai 5 dari 5 bintang. Novel ini saya sangat rekomendasikan.

Nah, sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!



November 12, 2021

[EBook] Seribu Wajah Ayah - Nurun Ala

gambar diunduh dari google playbook, diedit

Judul: Seribu Wajah Ayah

Penulis: Nurun Ala

Editor: Yayi Dewintya & Indah Sipahutar

Penerbit: Grasindo

Terbit: Maret 2020

Tebal: 144 hlm.

ISBN: 9786020522678

***

Malam ini, kamu dipaksa untuk menengok ke belakang sampai lehermu pegal. Kamu dipaksa untuk berkejar-kejaran dengan waktu untuk kembali memunguti potongan masa lalu. Beragam ekspresi wajah ayahmu seketika hadir membayang: bahagia, sedih, bangga, marah, murung, kecewa, dan aneka ekspresi lain yang kamu terlalu lugu untuk mendefinisikannya. Meskipun begitu, kamu yakin betul, masih banyak wajah yang ia sembunyikan di hadapanmu. Juga, yang tak benar-benar kamu perhatikan karena kamu terlalu asyik dan sibuk dengan duniamu. Ada sesal di sana, tentang ketulusan yang kamu campakkan. Tentang rindu yang dibawa pergi. Tentang budi yang tak sempat—dan memang tak akan pernah—terbalas. Seribu wajah ayah sekalipun yang kamu kenang dan ratapi malam ini, tak ‘kan pernah mengembalikannya.

***

Novel Seribu Wajah Ayah menceritakan tentang tokoh utamanya 'Kamu', berusia 22 tahun, yang berduka mendalam karena tidak bisa berada di sisi sang ayah ketika ajal menjelang. Kamu ada di luar negeri sedang menempuh kuliah S2 sehingga baru bisa sampai rumah di hari ke-2 setelah ayah dimakamkan.

Dari penuturan Om-nya kamu tahu bagaimana merindunya sang ayah, tapi sang ayah tidak ingin mengganggu kuliahmu sehingga memilih memendamnya seorang diri. Kamu semakin sedih karena tahu sang ayah pernah tidak mendukung kepergianmu ke luar negeri.

Album foto di kamar ayah yang berisi 10 lembar foto, merekam perjalanan kamu dari kecil sampai dewasa. 10 lembar foto yang menguak segala pelajaran yang diberikan ayah kamu. Dan setelah menapaki 10 lembar foto, kamu harus memilih meratapi kesedihan yang meluluhlantakkan hatimu atau memilih melanjutkan kehidupan dengan berdamai dengan masa lalu.

Novel ini tuh ibarat air yang menyiram kembang hampir mati di pot. Dari prolognya saja saya sudah dibuat berkaca-kaca karena muncul ketakutan yang sama dengan tokoh 'kamu', takut kehilangan ayah sebelum membahagiakannya.

Kemudian berjalannya cerita, dari 10 lembar foto itu kita akan mendapatkan banyak pelajaran hidup yang dipraktikan sang ayah bersama anak laki-lakinya itu. Pelajaran hidup yang beliau berikan itu sesuai dengan masalah yang muncul seiring pertumbuhan si anak. Disampaikan dengan lembut dan hati-hati sesuai ajaran agama Islam.

Pada saat usia SD, si anak yang tidak pernah mendapatkan gambaran sosok ibunya, bereaksi kesal, takut, sedih, bingung, ketika dia mendapatkan tugas membuat puisi dengan tema ibu, dan mesti dibacakan untuk ibunya. Ekspresi si ayah ketika melihat anaknya begitu, dia cuma bisa memeluk anaknya itu dengan erat, sambil menahan luapan emosi sedih tak terkira. Akhirnya, si anak dibawa ke makam ibunya. Malam itu mereka berdua membahas dan menyelesaikan puisi tentang ibu yang akan dibacakan pada esok hari.

Pada saat SMP, si anak mulai mengenal pergaulan. Sampai pada saat kelulusan, si anak pulang larut malam dengan mengendap-endap. Ternyata si ayah memergoki dengan wajah kecewa. Si ayah marah tapi bukan yang meledak-ledak. Justru dia ajak si anak berbicara dari hati ke hati. Si ayah ingin si anak lebih bertanggung jawab dengan semua yang dilakukannya.

"Ayah dan ibu takut, enggak bisa menjaga dan mendidik titipan Allah dengan baik. Takut sekali. Karena pasti diminta pertanggungjawaban nanti. Bapak dan ibu enggak mau jadi orang tua yang durhaka. Perasaan takut itu mulai hilang waktu kamu balita, TK, SD, dan seterusnya-makin pudar. Ayah senang sekali, kamu enggak pernah melakukan yang aneh-aneh" (hal. 72)

Dan di usia SMA, dimana si anak mulai merasakan jatuh cinta, kembali si ayah memberikan nasihat sebagai bentuk kewaspadaan dia terhadap kemungkinan buruk yang banyak dilakukan remaja ketika jatuh cinta.

"Setiap orang bisa jatuh cinta, kapan saja, pada siapa saja. Tapi, kalau mencintai itu beda. mencintai itu, enggak mudah. Setidaknya, kita butuh dua hal. Kemantapan hati dan kemampuan. Ayah mulai menaksir ibumu berbulan-bulan sebelum menikah. Hati ayah sudah mantap. Tapi, waktu itu ayah merasa belum punya cukup kemampuan untuk membahagiakan ibu. Maka, ayah menyiapkan diri dulu sampai ayah mampu, baru berani mengungkapkan perasaan ayah dan keinginan ayah menikahi ibu." (hal. 84)

Konflik besarnya adalah ketika si anak dengan egois melanjutkan kuliah S2 di luar negeri padahal saat itu ayahnya menginginkan agar si anak dekat dengannya. Justru ketika debat itu si anak sampai membentak ayahnya untuk yang pertama kalinya. Bahkan si anak menyebut keinginan ayahnya sebagai sikap kekanak-kanakan. Kesedihan luar biasa dirasakan si ayah sampai sakit karena menanggung rindu selama anaknya berada jauh.

Cerita mengenai ayah-anak ini dibawakan dengan narasi sederhana tapi sangat tepat sasaran untuk dipahami pembaca. Dengan menggunakan sudut pandang orang kedua makanya muncul tokoh 'kamu' membuat ceritanya begitu dekat dengan pembaca. Alur yang dipakai dominasi alur mundur untuk kilas balik setiap perjalanan hidup yang sudah dilalui ayah-anak ini.

Membaca buku ini kita akan merasakan kemiripan dengan buku Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya. Sama-sama membahas soal sosok ayah dan kebaikannya. Sama-sama menggunakan benda untuk menyampaikan masa lalu dan pelajaran hidup. Kalau di novel Sabtu Bersama Bapak menggunakan rekaman video, sedangkan di novel Seribu Wajah Ayah ini menggunakan foto.

Kekurangan novel ini hanya satu, kovernya yang menurut saya terlalu biasa dan condong ke buram. Saya menilai demikian karena mengakui cerita di novel ini tuh cemerlang dan berbobot. Sayang saja kalau banyak pembaca menilai kovernya biasa sehingga bikin urung membaca ceritanya.

Dari novel ini saya belajar jika orang tua adalah prioritas utama dalam segala hal. Kita sebagai anak harus merendahkan hati ketika ada perbedaan pendapat. Melihat dari sudut pandang mereka dulu, baru menilai. Sebab, ketika kita kehilangan mereka, saat itu juga kita akan sadar sebanyak apapun yang sudah kita lakukan nggak pernah sebanding dengan cinta mereka. Saya beruntung masih memiliki ayah dan ibu, tapi saya sudah membayangkan jika mereka nggak ada nanti, saya nggak tau hidup saya akan sekacau apa. Saya pasti bakal merasa ada lubang besar di dada yang nggak akan pernah bisa ditutup oleh apapun.

Untuk novel yang menguras air mata ini saya memberikan nilai 5 bintang dari 5 bintang. Saya merekomendasikan buat semua pembaca untuk membaca buku ini sebab nilai-nilai hidup di dalamnya akan membuat kita seperti terlahir kembali.



Januari 27, 2021

[EBook] Seperti Bianglala, Pada Sebuah Akhir Kita Memulai - Galih Hidayatullah

 


Judul: Seperti Bianglala, Pada Sebuah Akhir Kita Memulai

Penulis: Galih Hidayatullah

Penyunting: Fariz Kelima

Penerbit: PT Bukune Kreatif Cipta

Terbit: Mei 2017, cetakan kedua

Tebal: vi + 178 hlm.

ISBN: 9786022202172


    Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada penulis dan penerbit ebook ini, karena sudah menyediakan secara gratis ketika awal pandemi kemarin, sebagai teman bacaan ketika pemerintah menggalakan #StayAtHome. Setidaknya dengan gratis, saya bisa menikmati beberapa buku tanpa merogoh kocek.

    Buku dengan tajuk Seperti Bianglala, Pada Sebuah Akhir Kita Memulai, bukan novel. Melainkan kumpulan tulisan pendek yang dikumpulkan penulis dengan tema roman. Kalau kita menilik sampulnya, pantasnya ini adalah novel, begitu juga dugaan saya di awal. Namun setelah membaca bab 'thanks to' yang merupakan pendahuluannya, di situ dikatakan tulisan ini merupakan catatan-catatan saja.

    Tema roman merupakan intisari semua tulisan di buku ini. Kita akan menemukan tulisan-tulisan pendek mengenai banyak keadaan manusia ketika dihadapkan dengan cinta. Ada catatan ketika jatuh cinta, bahkan jatuh cinta yang diam-diam. Ada juga catatan tentang putus cinta, ketika kehilangan. Ada pula catatan tentang rindu. 

    Tulisan yang dibuat penulis tersaji dalam banyak format. Ada yang seperti cerita pendek, ada juga yang seperti sajak, bahkan ada juga yang seperti tulisan jurnal pribadi. Bahkan tulisan per judulnya dibuat dengan unik, karena satu dengan yang lainnya dibuat berbeda, baik font, maupun susunan paragrafnya. Tidak lupa juga di buku ini kita akan melihat ilustrasi-ilustrasi sederhana yang menegaskan pada setiap tulisannya.

    Namun, secara pribadi saya kurang menyukai buku ini. Pertama, tulisannya memiliki tema yang diulang-ulang. Misalnya tulisan mengenai kerinduan, kita akan menemukan lebih dari dua judul yang membahas persoalan kerinduan ini. Atau tulisan mengenai patah hati karena kehilangan kekasih dibuat penulis menjadi beberapa judul. Yang kemudian membuat saya nggak nyaman adalah saya menemukan diksi yang diulang-ulang juga. Misalnya kata 'menganaksungai' yang dipakai penulis sebanyak lima kali untuk menggambarkan 'menangis'. Diksi yang diulang-ulang begini secara otomatis membuat saya merasa membaca kalimat template yang dibuat penulis untuk memperindah tulisannya. 

    Kedua, saya tidak menemukan pendalaman terhadap rasa dari masing-masing tulisan. Ketika berbicara rindu, saya tidak menemukan rasa rindu yang bisa menulari saya. Atau ketika berbicara jatuh cinta, saya tidak ikut merasakan jatuh cinta tadi. Atau ketika berbicara patah hati, saya tidak merasakan simpati. Dugaan saya karena tulisan di sini dibuat pendek, seperti jurnal, bahkan seperti sajak, sehingga rasa tulisan ini begitu personal untuk penulisnya, tetapi bukan untuk dirasakan pembaca. Singkatnya, rasa tulisan di sini belum menggali perasaan pembaca sampai dalam.

    Kita pernah mempertahankan sesuatu- cinta, impian, pekerjaan, atau apa saja yang menurut kita kebahagiaan- hingga menafikan luka, rasa sakit, kepedihan, dan kegetiran yang bertubi-tubi menghadang. Hanya karena begitu kukuh meyakini bahwa itu adalah kebahagiaan yang paling benar. Tak peduli lagi pada kebaikan diri sendiri (hal. 17).

    Paragraf di atas merupakan yang mengena di saya karena mengingatkan sekaligus memperingatkan untuk mengejar kebahagiaan tanpa harus mengorbankan kebahagiaan. Yang terlintas pertama kali saat membaca kalimat di atas adalah soal pekerjaan saya. Beberapa bulan ini saya mati-matian mengerjakan pekerjaan yang mendadak banyak, dan kerap saya lupa makan, kurang tidur, bahkan ketika sakit pun saya mencoba untuk tidak merasakannya. Hanya karena keyakinan semua usaha akan berbuah manis. Padahal bisa saja ketika manis itu datang, kondisi kita justru yang ambruk. Buah manis tadi tidak akan bisa dinikmati ketika kita sakit. Kesimpulannya, pengendalian diri, berjuang keras sah-sah saja, tapi bukan berarti menyakiti diri sendiri. Harus tahu batasan diri, karena kita semua masih manusia biasa.

    Setelah membaca buku ini, saya mengakui kalau membuat tulisan pribadi seperti jurnal harian akan sangat membantu menstabilkan emosi. Pun ketika kita berurusan soal cinta-cintaan, yang kapan waktu mood seperti dimain-mainkan, membuat tulisan perlu dilakukan untuk menumpahkan perasaan. Apalagi untuk sebagian pria yang susah mengungkapkan emosi rapuh, sedih, bahkan terpuruk, ke orang lain, dan lebih memilih menelan semuanya, menuliskan perasaan akan membantu mengeluarkan uneg-uneg yang terpendam.

    Sekian tulisan saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku.


[Buku selanjutnya dari penulis Galih Hidayatullah yang akan dibaca adalah buku Untukmu Di Hari Kemarin]



Januari 20, 2021

[EBook] Kami (Bukan) Sarjana Kertas - J. S. Khairen

 


Judul: Kami (Bukan) Sarjana Kertas

Penulis: J. S. Khairen

Penyunting: MB Winata

Penerbit: PT. Bukune Kreatif Cipta

Terbit: Februari 2019

Tebal: x + 362 hlm.

ISBN: 9786022203049

[Terima kasih Bang J. S. Khairen atas ebook legal yang dibagikan gratis pas pandemi mulai parah dan pemerintah menggalakan #StayAtHome, dan akhirnya baru dibaca sekarang-sekarang ini.]

***

    Awalnya pas liat sampul buku ini, saya kira genrenya buku non-fiksi, memotivasi para lulusan kampus untuk nggak jadi 'sarjana kertas'. Diperkuat pula oleh judulnya yang kaku. Kalo fiksi, biasanya punya judul yang lebih puitis, atau satu kata tapi punya makna mendalam. Sedangkan buku ini punya judul mirip-mirip buku pengembangan diri yang sedang hits, yang ada seni-seninya begitu. Tetapi ketika ditilik lebih seksama, ini adalah sebuah novel.

    Novel ini punya cerita sekumpulan mahasiswa di sebuah kampus yang tidak terkenal, yang masing-masing punya perang atau perjuangan sendiri-sendiri. Awalnya kita akan dikenalkan dengan dua tokoh; Ogi dan Randi Jauhari. Dua temen, yang satu niat banget kuliah sedangkan satunya kagak, yang akhirnya kedua pemuda ini punya masa depan tidak terduga. Tokoh lainnya adalah Arko, orang ketiga yang masuk ke pergaulan Ogi dan Ranjau. Berikutnya ada Gala, mahasiswa penuh misteri, yang kerap ditemani bodyguard-nya. Lalu ada tiga perempuan yang mewarnai pertemanan mereka, Catherine, Juwisa dan Sania.

    Penulis secara mendalam menggali karakter tokoh dengan detail. Dilakukan dengan pelan-pelan, dicampur-aduk dengan permasalahan yang kerap dihadapi para mahasiswa. Misalnya permasalahan soal biaya kuliah, pilihan jurusan, kegiatan ospek, dan banyak masalah umum yang ada di kampus. Dan memang inti dari cerita buku ini adalah bagaimana kita memandang fase kuliah sebagai fase penting untuk merubah kehidupan. 

Apakah kalau nggak kuliah, hidup nggak bisa dirubah? 

    Jawabannya, bisa. Tapi faktanya lebih banyak orang kuliah yang punya kehidupan lebih baik. Setidaknya dengan kuliah memperbesar kemungkinan kita mendapatkan kehidupan yang layak, memperbesar kita mendapatkan posisi pekerjaan. Dan di buku ini secara gamblang disampaikan kalau mewujudkan masa depan tidak semudah ketika kita mengangankannya, atau seperti membalik telapak tangan. Ada jatuh bangun yang harus dilalui, ada air mata yang mesti tumpah, ada geram yang harus dikendalikan, dan ada syukur ketika semesta mempermudah jalannya.

    Pokoknya buku ini paling pas dibaca oleh mahasiswa di sela-sela kuliah. Bagi saya buku ini bisa memberikan sudut pandang baru atas pertanyaan-pertanyaan mahasiswa soal masa depan yang kadang masih sangat buram untuk diterawang. Dan sebagai pembaca kita akan diberikan nilai lain soal hidup, "Hidup selalu penuh cerita. Berusaha terus untuk menjalaninya, kalau mampu, berusahalah untuk menikmatinya."

    Oya, jangan kaget pas awal membaca cerita di buku ini, kita akan dihidangkan detail cerita yang banyak diparodikan. Misal nama kampus 'UDEL', nama merek, atau candaan lainnya. Saya sendiri sempat merasa risih dengan detail yang diparodikan tersebut. Sebab konsentrasi saya pecah ketika mencoba untuk menyelami alur ceritanya akibat membayangkan parodi yang mirip detail aslinya. Tetapi penilaian saya berubah begitu sudah membaca lebih jauh, ternyata penulis menggunakan cara itu untuk membangun fondasi cerita yang khas remaja kuliahan. Guyonan garing, sumbu pendek, sok-sokan arogan, semua itu dibangun untuk dirubah, tokoh-tokohnya kemudian berubah dari pemuda cuma senang-senang menjadi pemuda bertanggung jawab. Kayaknya kalau tidak dibangun demikian, perubahan karakter tokohnya nggak akan kerasa.

    Setelah membaca novel ini saya mendapatkan pelajaran, "Semua orang punya mimpi. Dan mimpi itu akan dipertaruhkan untuk diwujudkan atau dimatikan. Semua kembali ke keadaan realitas kita. Tapi satu hal yang penting, nggak ada yang salah ketika melakukan kesalahan, karena proses itu justru membuat kita benar dan belajar banyak."

    Setelah buku ini, saya bakal lanjut ke cerita berikutnya, Saya (Bukan) Jongos Berdasi. 

    Terakhir dari saya, jaga terus kesehatan dan terus membaca buku!




Januari 14, 2021

[EBook] Reclaim Your Heart - Yasmin Mogahed


Judul: Reclaim Your Heart

Penulis: Yasmin Mogahed

Penerjemah: Nadya Andwiani

Penerbit: Penerbit Zaman

Terbit: 2014, cetakan pertama

Tebal: 297 hlm.

ISBN: 9786021687383

    Saya sudah lama menginginkan punya buku ini sebab saya menaruh ekspektasi isi bukunya akan membawa perubahan, baik di hati atau di mindset saya. Tetapi semesta menunda sekian lama sampai akhirnya baru-baru ini saya membeli ebook-nya di google play book.

    Butuh dua hari untuk menyelesaikan bacaan ini. Dan benar saja, ada banyak hikmah yang saya petik dari isi bukunya. Baik tentang ibadah, atau pun tentang cara pandang melihat kehidupan sehari-hari.

    Ada tujuh pengelompokan pembahasan di buku ini: keterikatan, cinta, penderitaan, hubungan dengan sang pencipta, status perempuan, umat, dan puisi. Semua pembahasan berdasar pondasi nilai islam sehingga akan ditemukan banyak terjemahan ayat Al-Quran yang relevan. Cara penulis menyampaikan pembahasannya pun tidak terkesan mendesak, memaksa, atau menggurui. Bagi saya justru terkesan seperti mengingatkan.

    Pada pembahasan 'keterikatan' penulis mengajak kita untuk melepaskan ketergantungan kita terhadap dunia; harta, manusia, dan bentuk duniawi lainnya. Sebab dunia ini hanya sarana, dan jika bergantung padanya, maka siap-siap saja kita akan mendapatkan kecewa. Dunia ini titipan, dan kapan waktu pasti akan diambil lagi. Jika kita terikat dengan dunia, kehilangan sarana akan membuat kita terpuruk dan sedih. Sedangkan Allah tidak ingin hambanya mengalami hal itu. Makanya penulis mengingatkan kembali kepada kita untuk, "Letakan dunia di tangan, dan letakan Tuhan di hati." Jangan terbalik!

    Lalu, penulis juga membahas mengenai hubungan suami istri yang ideal. Ada prinsip yang mesti dipegang oleh pasangan, "Suami ingin dihormati, istri ingin disayangi." Dalam mengaplikasikannya tidak ada kata menuntut harus siapa yang lebih dulu. Sebab prinsip ini seperti lingkaran, harus dilakukan secara berbarengan.

    Penulis juga membahas tentang keburukan feminisme. Allah menciptakan manusia dengan kekhasan antara laki-laki dan perempuan. Dan tidak ada konsep perempuan harus mengejar standar laki-laki, sebab ketentuan ini sudah ditegaskan Allah, ada pembeda antara perempuan dan laki-laki.

    Reclaim Your Heart mengajak kita untuk kembali ke Allah, seperti kembalinya kita ke titik nol. Kita diajak untuk mengosongkan bejana. Jika sudah kosong, silakan isi dengan tahta Allah, bukan dunia. Maka segala urusan akan terasa lebih mudah karena kita akan sadar segalanya ada campur tangan Allah di baliknya.

    Saya yakin buku ini akan saya baca lagi, sebab pada proses bacaan pertama ini masih banyak yang belum terserap dengan murni. Tetapi saya mengakui jika buku ini membawa pengaruh yang baik. 

    Sekian ulasan saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku.



Januari 12, 2021

[EBook] Happily Ever After - Winna Efendi

 



Judul: Happily Ever After

Penulis: Winna Efendi

Editor: Jia Effendi

Penerbit: GagasMedia

Terbit: 2016, cetakan kelima

Tebal: x + 358 hlm.

ISBN: 9787807702

    Novel ini menceritakan tentang kehidupan Lulu yang didera masalah keluarga dan persahabatan di usia SMA-nya. Kehidupan bahagia Lulu berubah ketika sahabat dekatnya, Karin, menjadi pacar Ezra, yang pada saat itu berstatus pacar. Otomatis hubungan Lulu dan Ezra berakhir. Sejak itu Lulu kehilangan sahabat dan pacar. Selain itu Lulu dibuat kaget sekaligus sedih ketika ayahnya didiagnosa mengidap kanker stadium akhir. Hari-harinya yang diisi dengan dongeng-dongeng, seketika berubah menjadi kesedihan, ketakutan, kekesalan, bahkan kebingungan. Dan Lulu mulai mengerti jika dalam kehidupan ada kalanya menemukan akhir yang tidak bahagia.

    Secara garis besar novel ini menggali perasaan anak yang menghadapi orang tua yang mengidap penyakit serius, yaitu kanker. Penulis berhasil menggambarkan perubahan keseharian keluarga Lulu yang awalnya begitu harmonis, penuh canda tawa dan petualangan, secara tiba-tiba dilingkupi ketakutan kehilangan dan kesedihan yang luar biasa. Dan menariknya penyakit kanker yang dibahas di novel ini bukan sekadar tempelan semata untuk membuat kisahnya tragis. Penulis justru mengenalkan kanker ini lebih banyak, termasuk pendiagnosaan, proses pengobatan, dan bahkan efek-efek yang dialami oleh pengidapnya.

    Penyakit kanker sebenarnya salah satu penyakit serius yang kerap dipakai penulis di beberapa cerita roman, tetapi keunggulan novel ini justru memperlihatkan bagaimana perubahan dalam keluarga jika ada salah satu anggota yang mengidap penyakit ini. Sehingga pembaca dibuat hanyut oleh perubahan situasi di dalam keluarga yang mau tidak mau harus menyesuaikan dengan prioritas yang berubah. Misalnya Lulu harus menemani ayahnya berkunjung ke rumah sakit sementara ibunya mengganti posisi ayah mengurus usaha. Kolaborasi yang harus dijalankan mereka karena bisa dikatakan salah satu kaki dalam keluarga sedang rusak, sementara keluarga harus tetap prima.

    Membaca tuntas novel ini membuat saya ingat dengan novel Winna Efendi lainnya yang pernah saya baca, Refrain. Pada kedua novel ini terlihat jika penulis mempunyai gaya bercerita yang detail dan romantis. Namun kalau harus jujur, saya sedikit terganggu dengan gaya bercerita yang terlalu detail karena di novel ini disebut banyak hal, banyak keadaan, banyak penekanan yang terkesan diulang-ulang. Misalnya penggambaran kedekatan Lulu dan Karin yang disebut di banyak halaman, padahal pembaca sudah sangat paham kedekatan persahabatan mereka sebelum akhirnya berseteru. Atau ketika penulis mengulang-ulang kedekatan Lulu dan ayahnya terhadap kebiasaan membaca buku cerita atau dongeng. Yang akhirnya membuat saya harus men-skip beberapa paragraf yang sudah diindikasi merupakan pengulangan.

    Ada yang membuat saya kurang greget ketika membaca novel ini yaitu ketika saya sudah mengikuti perjalanan Lulu menemani ayahnya berjuang melawan penyakitnya yang terasa melelahkan, harus ditutup dengan kepergian yang tidak dramatis sama sekali. Proses Lulu menghadapi kepergian ayahnya tidak menimbulkan simpati saya sebab pada bagian ini terasa dibuat sangat singkat. Cerita secara terburu-buru bergulir pindah pada urusan Lulu dan Elliot. Wait! Siapa Eli?

    Menurut saya inti cerita novel ini adalah bagaimana menghadapi kehilangan orang yang kita sayangi, terlebih adalah orang tua. Namun proses move on-nya dieksekusi penulis dengan mudah saja. Padahal saya membayangkan kesedihannya sama dengan ketika menonton video klip dari lagu Bidadari Surga yang dibawakan Siti Nurhaliza. Persamaannya adalah sama-sama ditinggal pergi seorang ayah.

    Kalau ngomongin tokoh-tokoh di novel ini, saya tidak bisa memilih mana yang jadi favorit. Baik Lulu atau pun Eli, keduanya tidak meninggalkan kesan. Tidak juga dengan Karin atau Ezra. Alasannya, tidak ada ada tokoh yang menginspirasi, mungkin karena karakter yang dipakaikan ke tokoh-tokohnya terlalu biasa. Lulu: gadis SMA yang tidak populer dan sampai cerita berakhir tetap tidak berkembang, melankolis dan introvert. Elliot: Penyuka fotografi. Bahkan saya tidak tahu seramah dan semenarik apa Eli yang membuat dia tampak akrab dengan banyak orang di rumah sakit. Karin: tokoh protagonis yang dibentuk oleh keadaan. Ezra: mantan pacar Lulu yang punya style musisi tapi tidak cukup banyak penggambaran sosoknya bergelut di musik.

    Kalau membaca ulasan tokoh di atas, saya tampaknya tidak puas dengan karakter yang dipakaikan penulis untuk tokohnya. Saya selalu mengukur 'tokoh yang menarik itu yang membuka mindset baru' daripada jalan pikiran orang pada umumnya. Jadi, di atas itu merupakan penilaian personal saya, jika berbeda, itu hal biasa.

    Lalu, hikmah yang bisa diambil dari cerita Happily Ever After ini adalah untuk menghargai waktu dan kesempatan. Selagi sehat, pergunakan sehatnya untuk hal-hal baik dan menyenangkan. Sebab waktu yang sudah berlalu, nggak bisa diminta balik.

    Terakhir dari ulasan saya, jaga kesehatan dan terus membaca buku!



Agustus 26, 2020

[EBook] Steal Like an Artist - Austin Kleon


Judul: Steal Like an Artist
Penulis: Austin Kleon
Penerjemah: Rini Nurul Badariah
Penerbit: Noura Books (PT Mizan Publika)
Terbit: Maret 2013
Tebal: 160 hlm.
ISBN: 9786021606810
Harga: Rp59.000

Rasanya seneng bisa menyelesaikan satu ebook lagi yang udah lama jadi PR buat dibaca. YEAYYYY!

Kali ini saya mau bahas mengenai buku yang mengupas tentang kreatifitas dengan judul "Mencuri seperti seorang seniman", dari sudut pandang penulis Austin Kleon.

Pada awal buku saya sudah tertohok dengan kalimat, "Bila orang memberimu saran, mereka justru berbicara dengan diri sendiri di masa lalu." (hal.11). Kenapa?

Soalnya baru-baru ini saya memang habis ngomongin adik perempuan saya, kelas XI SMA, mengenai beberapa hal. Misalnya harus serius belajar bahasa inggris sampai bisa, ikut organisasi dan mengembangkan pertemanan, dan jangan jadi mageran.

Jujur saja, rupanya nasehat yang saya kasih merupakan penyesalan dan dari pengalaman saya, yang dulu tidak saya lakukan. Saya kurang bisa bahasa inggris, kurang aktif di organisasi, kurang banyak teman, dan semua itu mempengaruhi keadaan saya sekarang.

Sayangnya, waktu nggak bisa diputar. Jadi, saya harap adik saya tidak merasakan penyesalan serupa. Dan saya berharap dia lebih berkembang jauh dibandingkan saya dan kakak-kakaknya yang lain.

Tetapi, inti dari buku ini lebih menekankan jika, "Semua kreasi berasal dari sesuatu yang pernah ada." (hal.17). Penulis menegaskan jika nggak ada karya yang 100% original. Semua hampir percampuran dari ide yang pernah ada. Saya pun mengaminkan pendapatnya ini. Analoginya adalah ketika kita terlahir, kita nggak membawa jati diri. Justru jati diri muncul setelah proses meniru sepanjang pertumbuhan kita jadi dewasa. Lama-lama terbentuklah jati diri kita. Nah, tugas seniman yang baik adalah memberikan sentuhan kepada ide hasil curian untuk menjadi ide versi kita.


Prinsip soal meniru menurut penulis adalah, "Jika kamu meniru dari satu orang, kamu akan disebut penerus si anu. Sedangkan jika kamu meniru dari seratus orang, kamu akan disebut orisinal. kita punya kekurangan yaitu tidak dapat meniru dengan sempurna. Namun, kegagalan meniru ini bisa menjadi jalan menemukan jati diri sendiri."

Lalu bagaimana proses kreatif ini dimulai?

Mulai belajar. Proses yang gampang diucapkan tapi sulit dilakukan, apalagi supaya konsisten. "Belajar itu mudah. Asal kamu punya keinginan."(hal.30) Related banget dengan apa yang saya alami saat ini.

Saya merasakan susah sekali menyelesaikan tugas kampus. Padahal sudah direncanakan sedemikian rupa, dari waktu hingga alatnya. Tetapi, selalu saja kalah dengan gangguan lain. Misalnya youtube, film baru, musik, dan lainnya. Setelah membaca kalimat ini, saya jadi paham, mungkin keinginan saya belum begitu teguh. Sehingga gampang diganggu dan akhirnya tidak pernah mewujudkan apa yang sudah saya rencanakan.

Dan silakan renungkan kalimat berikut ini:
"Gambar hal yang ingin kamu lihat, mulailah bisnis yang kamu ingin jalankan, mainkan musik yang kamu ingin dengar, tulis buku yang menarik bagimu, buat produk yang kamu ingin pakai-kerjakan apa yang ingin kamu selesaikan." (hal.59).

Semua orang kreatif menemukan ide cemerlangnya dengan melakukan apa yang mereka sukai. Bukan menunggu waktu yang tepat, keadaan yang memungkinkan, bahkan tidak menunggu sampai ide mampir. Dengan melakukan langkah pertama, sering melakukan apa yang kita sukai, kita akan menemukan ide hebat pada prosesnya.

Ada nasehat lain yang kontradiktif dari penulis buku ini yang mengatakan, "Membatasi diri saja." (hal.143). Maksudnya adalah ketika kita sedang mengerjakan karya, beri batasan dari informasi yang melimpah saat ini, terutama dari internet. Godaan untuk mengerjakan karya lainnya menjadi besar dan ini akan membuat karya yang sedang dikerjakan akan ditinggalkan. Masih menurut penulis, "Batasan yang tepat dapat mendatangkan karya terbaik." (hal.144)

Oya, ada juga nasehat buat siapa pun yang ingin jadi penulis, yakni, "Tulislah apa yang kamu sukai, bukan apa yang kamu tahu."

Prinsip ini dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sudah waktunya kita menyisihkan untuk melakukan apa yang kita sukai, dibandingkan melakukan apa yang kita tahu. Kalau Sabtu-Minggu, enak tuh menyempatkan diri membaca buku di kamar sambil ngemil. Dibandingkan ikut jalan-jalan hanya karena nggak enak sama teman. Capek euy, ngikutin maunya orang mulu!

Selain membahas bagaimana menjadi kreatif, penulis juga memberikan masukan yang lebih personal. Misalnya keharusan untuk selalu menerapkan "Bekerja lebih baik dan berbagilah", atau "Berteman di internet harus selalu mengatakan yang baik-baik saja."


Secara keseluruhan dari pembahasan di buku ini, penulis berharap siapa pun yang ingin menjadi kreatif harus tetap menjadi manusia yang beradab, lebih bijak, dan selalu berkarya.

Saya tetap kaget juga begitu selesai membaca buku ini karena saya menemukan hal-hal baru. Padahal ini jadi kali kedua saya menamatkan buku yang terbilang tipis ini. Nggak butuh banyak waktu kok untuk membabat habis semua halaman di dalamnya. Selain ringan, gaya penulisan sederhana, buku ini juga berbobot. Kerenlah pokoknya!

Agustus 23, 2020

[EBook] Man's Search for Meaning - Viktor E. Frankl


Judul: Man's Search for Meaning
Penulis: Viktor E. Frankl
Penerjemah: Haris Priyatna
Penerbit: Noura Books (PT Mizan Publika)
Terbit: Desember 2017
Tebal: 256 hal.
ISBN: 97860238541659786023854455
Harga: Rp61.000

Saya punya ebook buku ini sudah agak lama. Tetapi selalu saja urung dibaca. Padahal saya sempat membaca resensi buku ini, yang secara garis besar buku ini menceritakan tentang ketahanan penulis di kamp konsentrasi ketika Perang Dunia II berlangsung, dan menurut saya sangat menarik. Kemudian ketika akhir-akhir ini saya kesulitan membaca tuntas satu buku, saya memutuskan untuk membaca ebook agar bisa dibaca kapan dan dimana pun. Judul ini pun menjadi pilihan.

Benar saja, akhirnya saya bisa menyelesaikan membaca buku ini, walau butuh semingguan.

Yeayyyyy, pencapaian yang menyenangkan.

Man's Search for Meaning bercerita mengenai penulis yang juga seorang psikiater, yang masuk ke kamp konsentrasi, dimana nasibnya tidak karuan, mungkin mati cepat, atau mati pelan-pelan dipaksa kerja. Selama di kamp, penulis bersama tawanan lainnya, mengalami banyak penyiksaan. Penderitaan dan bayang kematian mengincar setiap hari. Dipukul dan dimaki jadi makanan setiap hari.

Penulis menjelaskan ada tiga fase yang dialami tawanan. Pertama, tawanan kaget karena perlakuan tentara yang menyiksa mereka. Kebiasaan hidup bebas, menjadi terkontrol oleh orang lain, sambil dihujani pukulan dan makian. Kedua, tawanan mulai bebal, bahkan tidak lagi bisa merasakan emosi. Kondisi ini terbentuk dari penderitaan yang dialami setiap hari, sehingga psikis mereka kehilangan rasa selain penderitaan. Mereka akan kesulitan membedakan emosi sedih, senang, kecewa, gembira, dan emosi lainnya. Fase terakhir, ketiga, tawanan merasakan kebebasan yang hampa. Ketika mereka sudah dibebaskan, tapi mereka tidak bisa bergembira, karena tidak pernah terbayangkan titik bebas itu akan dialami mereka. Kebebasan selama ini hanya jadi mimpi. Teriakan dan pukulan menjadi hal yang mereka kenal, dan ketika itu hilang, mereka merasa kosong.

Yang menarik dari buku ini, selain cerita mengenai pengalaman penulis di kamp, dipaparkan juga buah pikiran penulis mengenai logoterapi (pencarian makna hidup). Pengalaman di kamp menjadi contoh nyata bagaimana logoterapi membantu siapapun memaknai hidup.

Logoterapi mengajarkan bahwa ada tiga jalan yang bisa ditempuh seseorang untuk menemukan makna hidupnya. Jalan pertama melalui karya atau tindakan. Jalan kedua, melalui pengalaman atau dengan mengenal seseorang; dengan kata lain, makna hidup tidak hanya bisa ditemukan di dalam pekerjaan, tetapi di dalam cinta. Jalan ketiga, orang-orang yang menghadapi nasib yang tidak bisa diubah, masih bisa tumbuh melampaui dirinya sendiri, berkembang di luar dirinya sendiri, dan dengan melakukan itu, mereka mengubah dirinya sendiri. (hal. 228-229)

Yang paling berkesan dari membaca buku ini dan paling terhubung dengan saya mengenai kebosanan. Menurut penulis, banyak sekali orang pada saat itu yang datang ke psikiater bukan karena jiwanya yang sakit, melainkan untuk mengeluh oleh kebosanan, yang dianggap sebagai sakit. Ternyata, kebosanan yang dialami banyak orang dikarenakan orang tersebut tidak mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

Saya termasuk ke golongan itu. Setiap Senin ke Sabtu saya bekerja dan menunggu datangnya hari Minggu karena libur kerja. Inginnya istirahat total. Saat hari Minggu berlalu, saya menyesal karena sebenarnya banyak sekali kegiatan/hal yang saya lewatkan. Idealnya, hari Minggu digunakan untuk melakukan yang menyenangkan, bukan dengan rebahan, apalagi melakukan pekerjaan kantor.

Menurut penulis, setiap orang harus mempunyai tujuan setiap harinya. Terlepas dari tujuan itu kadarnya besar atau kecil. Dengan adanya tujuan, kita akan dipaksa bergerak untuk mengerjakan sampai tujuan tercapai.

"Lebih baik merasa lelah setelah beraktifitas, daripada menyesal karena tidak melakukan apa-apa."

Sebenarnya masih banyak pelajaran hidup yang diceritakan penulis. Bahkan relevan dengan kondisi modern saat ini. Buat saya buku ini memiliki nilai besar untuk merubah pola pikir kita mengenai arti hidup. Dan kayaknya bakal saya baca ulang untuk memahami lebih dalam mengenai bagaimana cara memaknai hidup.

Dan saya tidak sabar pengen punya buku keduanya yang bertajuk: The Will of Meaning.

Rupanya membaca buku pengembangan diri membuat kita lebih sadar banyak hal. Ada sisi-sisi lain, mungkin kecil, yang selama ini tidak kita raba, tidak kita sadari, bahkan tidak terlihat, yang sebenarnya sisi itu ikut membentuk kita menjadi pribadi utuh.

Dan perlu diingat, "Mungkin kita tidak bisa menjadi atau berubah seperti yang diceritakan di buku. Tetapi dengan membaca buku pengembangan diri, membuat kita sadar apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan kita, lalu kita bisa berdamai dengan keduanya."

Desember 14, 2019

[EBook] Belenggu Ilse - Ruwi Meita


Judul: Belenggu Ilse
Penulis: Ruwi Meita
Editor: Dion Rahman
Penata letak: Divia Permatasari
Desainer sampul: Sukutangan
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Cetakan: I, Desember 2019
Tebal: 328 hlm.
ISBN: 9786230010033
ISBN digital: 9786230010040

Sinopsis
Setelah dua tahun menghilang, Ilse kembali datang ke rumah mewah miliknya dengan kondisi hilang ingatan dan tubuh yang tidak terurus juga penuh luka. Firas, suaminya, sangat terkejut. Padahal sebelumnya dia sudah memutuskan untuk membuka hati kepada Ralia, sahabat Ilse. Kembalinya Ilse mengubah semuanya.

Kemana saja Ilse selama dua tahun ini?
Dan bagaimana hubungan selanjutnya antara Firas dan Ralia?

Resensi
Nama penulis Ruwi Meita bukan nama baru bagi saya karena sebelumnya saya pernah tahu karya beliau, diantaranya: Misteri Patung Garam, Kaliluna: Luka di Salamanca, dan Carmine. Sayangnya, saya belum pernah membaca salah satu bukunya, dan baru kesampaian sekarang, setelah saya mengunduh ebook ini di Gramedia Digital.

Misteri Perempuan yang Menghilang dan Entah Siapa Pelakunya

Di buku Belenggu Ilse ini, penulis meramu cerita yang mengandung tema misteri. Kembalinya Ilse ke keluarganya setelah hilang dua tahun, memberikan pertanyaan kepada pembaca, kemana saja dia selama ini. Juga melihat penampilan Ilse yang tidak terurus dan dia bersikap seperti binatang (makan dan minum, meringkuk) menjadi pertanyaan, apa yang sudah terjadi dan dilewati Ilse selama dua tahun ini. Misteri inilah yang membuat pembaca bakal terus terpikat mencari tahu.

Rasa dari misteri yang disajikan Ruwi Meita dalam bukunya kali ini sangat pas dan memikat. Proses mengungkapkan jawabannya dibuat dengan melibatkan tokoh lain yaitu dua polisi: Saram dan Hana. Sehingga sepanjang buku pembaca akan dijejali cerita mengenai:


  1. Kehidupan Ilse setelah kembali ke tengah-tengah keluarganya. Di sini diceritakan hubungan Ilse dengan Firas suaminya, hubungan Ilse dengan Kale, anak perempuannya, hubungan Ilse dengan Ralia, dan hubungan Ilse dengan lingkungan pendukungnya (orang tua, tetangga).
  2. Kehidupan Ralia setelah Ilse kembali. Di sini Ralia memendam rasa kepada Firas dan berharap bisa hidup bersama. Tapi setelah Ilse kembali, harapan itu lenyap. Selain soal perasaannya kepada Firas, Ilse dipertemukan lagi dengan rekan kerjanya, Sura, chef di kafe yang desain interiornya dia garap. Ralia dan Sura mempunyai cerita yang panjang juga di buku ini.
  3. Proses menelusuri misteri deep website yang punya kaitan dengan kasus menghilangnya beberapa perempuan. Puncaknya adalah kebakaran sebuah rumah yang menewaskan seorang perempuan yang identitasnya sama dengan perempuan yang hilang beberapa bulan lalu. Dari kejadian itu Saram dan Hana mulai melakukan penyelidikan terhadap kasus besar ini.


Sepanjang membaca buku ini saya suka menebak pelaku utamanya. Sebab setiap babnya seolah memberi potongan-potangan jawaban. Namun ternyata dugaan-dugaan saya salah semua. Tetapi tokoh-tokoh yang saya curigai memang punya andil baik langsung maupun tidak langsung dengan menghilangnya Ilse.

Roman Yang Kata Orang Manis Memang Hanya Pemanis

Cerita misteri tanpa roman sebenarnya bisa saja tetap menarik. Tapi apa salahnya roman dimasukkan selama itu mendukung cerita, justru tambah mantap. Di buku ini sajian roman antar tokohnya terbilang rumit dan enggak manis. Firas dan Ilse mempunyai hubungan suami istri yang tidak harmonis sebelum Ilse menghilang. Dan ketika Ilse kembali, hubungan mereka bertambah pelik mengingat Ilse berubah, bukan Ilse yang dulu.

Hubungan Ralia dan Firas pun tidak berjalan lancar. Apalagi pada pembukaan buku ini diceritakan mereka telah tidur bareng. Begitu keduanya akan membuka hati untuk satu sama lain, Ilse datang dan otomatis mengurungkan niat mereka. Yang paling merana tentu saja Ralia yang harus memupus perasaannya.

Hubungan Ralia dan Sura pun tidak ada kemajuan. Bagaimana bisa maju kalau Ralia masih sibuk berkutat dengan perasaannya kepada Firas. Dalam sisi ini, Sura lah yang lebih banyak bersabar dan berusaha menarik perhatian Ralia meski lebih banyak diabaikan.

Kriminal Dan Kekejian Yang Tidak Manusiawi

Selama dua tahun Ilse mengalami kejahatan yang tidak manusiawi. Tujuan si pelaku adalah menghilangkan ingatan si korban dengan dalih membuat si korban lahir kembali sebagai manusia baru. Kriteria korban yang dipilih si pelaku adalah mereka yang memiliki dosa dan seharusnya mereka tidak ada di dunia ini. Pelaku memposisikan diri sebagai pengadilan manusia dengan menggunakan alter sejarah Yunani.

Proses menghapus ingatan korban mengingatkan saya dengan serial Treadstone. Bedanya, di buku ini korban yang dihapus ingatannya akan lahir sebagai manusia yang seperti binatang. Sedangkan di serial itu, korban akan menjadi senjata mematikan untuk membunuh target yang diincar.

Cerita Panjang Yang Mencoba Mengupas Sampai Akar

Sebelumnya saya sudah menuturkan tiga cerita besar di buku ini. Terbilang buku ini punya kepadatan cerita sehingga membuat saya merasa kelelahan membacanya. Dalam waktu bersamaan saya mesti memahami cerita ketiganya dan cerita di buku ini bukan cerita ringan, melainkan punya sisi kelam dan sisi tebak-tebakan yang bikin pembaca ikut menduga-duga. Kebayang bukan lelahnya menyelesaikan cerita Ilse!

Tetapi begitu menuju akhir cerita, rasa lelah tadi terbayar sebab memang ceritanya seru dan ekspektasi saya terhadap akhir ceritanya memang terpuaskan. Akhir cerita yang enggak buru-buru dan enggak dipaksakan. Rapi dan runut pokoknya.

Petik-Petik
Awal mula dari kasus besar itu adalah bentuk kebencian. Saya jadi ingat pernah menonton sebuah video yang berisi pesan kurang lebih begini, "Kamu boleh tidak suka dengan sesuatu. Tapi jangan pernah membencinya. Sebab kebencian itu bukan saja merusak sesuatu tadi, melainkan secara bersamaan merusak diri sendiri dari dalam."

Akhirnya dan Rating
Sebuah petualangan dan proses pemahaman akan misteri hilangnya Ilse membuat saya ikut simpati, pusing menebak-nebak, bahkan geram kepada si pelaku. Dan akhirnya saya memberikan nilai untuk buku Belenggu Ilse ini adalah nilai 4 dari 5.

*****


  • "...seorang lelaki yang bisa begitu cepat berubah pikiran biasanya nggak bisa diandalkan. Kalaupun ada, karena sesuatu hal yang terjadi, dia harus meluruskannya...." (Hal. 165)
  • "...Perasaan memang nggak bisa dibunuh, tapi kamu harus belajar untuk mendidik perasaanmu." (Hal. 223)


[gambar kover diunduh dari situs Goodreads]

Desember 12, 2019

[EBook] Pendakian Terlarang - ArgaNov


Judul: Pendakian Terlarang
Penulis: ArgaNov
Penyelaras aksara: Agnes O.
Desain sampul & tata letak: Pandu S.
Penerbit: Bhuana Sastra
Cetakan: I, Desember 2019
Tebal: 116 hlm.
ISBN: -

Sinopsis
Delapan anak muda yang tergabung dalam grup hiking Devil Expedition akhirnya berkesempatan menaklukan puncak Gunung Marapi di Sumatera Barat. Perjalanan ini sudah dinantikan sejak tahun-tahun sebelumnya namun selalu gagal terlaksana karena berbagai halangan. Yang terakhir membuat mereka gagal mendaki karena salah satu teman mereka, Lisa, mendadak meninggal dunia.

“Jika siapa pun yang memasukkan langkahnya di seberang puncak Gunung Marapi, maka pilihannya adalah menjadi dari kami atau mati.”

Semua tahu ada larangan yang harus mereka taati kalau tidak mau berurusan dengan orang Kampung Bunian.

Akankah perjalanan mereka berhasil mencapai puncak Gunung Marapi?

Resensi
Salah satu alasan saya mengungguh ebook ini di aplikasi Gramedia Digital adalah judulnya yang memuat kata “Pendakian”. Saya selalu suka bacaan yang ada cerita tentang pendakian gunung. Ini dikarenakan saya belum pernah naik gunung. Padahal keinginan melakukannya sudah sangat menggebu dan beberapa kali merencanakan tapi masih belum ketemu jadwalnya. Alam memang tampaknya belum menghendaki saya menikmati suasana pegunungan.


Buku Pendakian Terlarang ini menceritakan sekumpulan anak muda yang melakukan pendakian Gunung Marapi yang ada di Sumatera Barat. Benar-benar menceritakan pendakian tanpa ada sisipan konflik drama lainnya. Dimulai dari mempersiapkan segala keperluan untuk pendakian. Misalkan mempersiapkan tenda dan alat lainnya, termasuk logistik. Ketepatan untuk menghitung persiapan ini setidaknya harus mendekati pas. Kalau sampai kurang siap, maka bersiap saja untuk mengalami kesusahan selama pendakian.

Di dalam buku ini dijelaskan beberapa adab yang harus ditaati oleh pendaki selama mendaki gunung. Pertama, kita harus meminta ijin kepada pemimpin lingkungan setempat sebelum memulai pendakian. Dalam buku ini tim Devil Expedition meminta ijin kepada kepala desa. Sebenarnya untuk beberapa gunung sudah ada pos perijinan pengelola sehingga urusan perijinan bisa dilakukan di tempat itu. Tujuannya adalah supaya para pendaki terawasi ketika naik dan turun gunung. Sehingga jika sesuatu terjadi dengan para pendaki, misalnya pendaki hilang, kepala desa atau kru di pos perijinan bisa segera melakukan pencarian.

Dan yang kedua, para pendaki dilarang meninggalkan sampah di gunung. Sampah yang ada harus di bawah lagi ke bawah ketika turun gunung. Cara ini wajib dipatuhi untuk menjaga lingkungan gunung tetap bersih dari sampah.

Adab ketiga adalah pendaki dilarang merusak lingkungan gunung, salah satunya adalah jangan memetik bunga atau pohon yang ada di lingkungan gunung. Tujuannya agar habitat gunung tetap terjaga seperi semula.

Sebenarnya ada beberapa aturan mendaki yang biasanya disampaikan kru perijinan tetapi karena saya belum pernah mendaki, jadi saya kurang paham yang lainnya. Ketiga adab tadi merupakan yang disebutkan di dalam buku ini. Yang lainnya, yang pernah saya dengar, selama pendakian, kita dilarang berucap yang buruk atau melakukan hal buruk. Katanya kalau kita tidak mematuhi, kita akan mengalami hal-hal aneh. Salah satu yang sering dibicarakan, yang melanggar aturan tadi, bukan tidak mungkin akan dibikin berputar-putar tanpa menemukan jalan yang benar. Ngeri ya membayangkannya!

Tampaknya untuk pendakian Gunung Marapi pun ada tambahan larangan lainnya bagi para pendaki yaitu dilarang mengusik atau mengganggu dunia lain yang ada di sekitar gunung, yang biasa dikenal dengan sebutan Orang Kampung Bunian. Kampung ini merupakan kampung yang tak kasat mata. Keberadaannya susah dipastikan. Sehingga kepala desa menekankan adab-adab tadi agar dipatuhi untuk menjaga para pendaki dari sesuatu yang aneh.

Jujur saja saya merasa ketakutan selama membaca buku ini. Ini bukti keberhasilan penulis menyampaikan ceritanya dengan diksi yang tidak bertele-tele dan tepat penggunaan untuk menggambarkan suasana. Padahal sebelum membaca buku ini, saya membaca buku horor lain, tapi baru di buku ini saya merasakan ketakutan yang luar biasa.

Awalnya rasa takut itu saya rasakan ketika Mila menyadari perubahan Nina yang menjadi pendiam sejak mereka berangkat. Ditambah ketika Mila pun mendengar suara samar-samar yang memanggil namanya. Suasana mencekam bertambah ketika perjalanan malam hari dan Nina semakin bertingkah aneh. Dalam kondisi lelah dan pegal, mereka harus mengurus Nina yang tiba-tiba pingsan. Begitu Nina sadar justru dia meracau seperti orang kesurupan.

“Tadi seperti suara kepala desa, panggil namaku,” katanya bingung.
Aku mengedarkan pandangan ke sekitar, diikuti yang lainnya. Tidak asa siapa pun di sekitar sini. Lagipula hari sudah menjelang Maghrib, mana mungkin masih ada orang di ladang. (Hal. 18)
Beberapa kejadian yang membuat saya bergidik ngeri seperti hembusan angin dingin yang berasal dari kegelapan, suasana hening namun seperti tengah diawasi, suara bisikan yang muncul sesekali tanpa ada sumbernya, kemunculan sosok orang berbadan besar di kegelapan, dan adegan kesurupan yang dialami Nina. Pokoknya saya sarankan jangan membaca buku ini malam hari. Takutnya kalian susah tidur lantaran sensasi mencekam masih menyelimuti. Karena itu yang saya alami, saya membacanya malam hari dan saat mau tidur masih kebayang suasana gunung malam hari yang dingin dan keramat.

Biarpun temanya horor dengan latar pegunungan, buku ini mengingatkan banyak hal untuk pembaca diantaranya:

  1. Jangan menganggap remeh keramat sebuah gunung. Sebab gunung memiliki rahasia aneh yang akan susah ditangkal jika kita berbuat ceroboh selama pendakian.
  2. Kita harus peka dengan tanda restu dalam hal apa pun. Bisa saja asalnya dari alam atau bahkan dari orang-orang sekitar. Di buku ini diceritakan jika Mila dan teman-temannya sebenarnya tidak diijinkan berangkat mendaki oleh orang tua. Tetapi mereka memaksakan kehendak dan benar saja pendakian mereka berujung maut.

Akhirnya dan Rating
Buku ini pas dibaca untuk kalian yang menyukai cerita horor. Dan pas juga dibaca oleh kalian yang suka mendaki gunung atau punya keinginan mendaki gunung seperti saya. Terakhir, buku Pendakian Terlarang ini saya beri nilai 5 dari 5.

***** 

  • ...tapi kami tahu kalau persaudaraan itu bisa dibentuk dengan cara naik gunung bersama, menikmati indahnya tantangan medan yang mempersatukan kami bagai saudara. (Hal. 38)

[gambar Gunung Marapi diunduh dari: http://www.gosumatra.com/gunung-marapi-sumatera-barat/]

Februari 26, 2017

[Ebook] Trio Detektif: Misteri Nuri Gagap by Robert Arthur

Judul: Trio Detektif – Misteri Nuri Gagap
Penulis: Robert Arthur
Alih bahasa: Agus Setiadi
Desain cover: Martin Dima
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Juli 2014
Tebal buku: 240 halaman
ISBN: 9786020306650
Harga: Rp36.600 

Blurb.
Awalnya Trio Detektif diminta Alfred Hitfiled untuk menelusuri hilangnya burung nuri yang dimiliki Mr. Fentriss. Ketika berkunjung ke rumah Mr. Fentriss, Jupiter dan Peter justru bertemu dengan Mr. Claudius yang berpura-pura jadi Mr. Fentriss. Mereka hampir saja tertipu. Berkat analisa Jupiter mereka bisa menyelamatkan Mr. Fentriss yang asli yang terikat tali dan mulutnya disumpal. Mr. Claudius adalah pencurinya.

Burung nuri yang hilang bukan hanya milik Mr. Frentiss saja. Burung nuri milik Miss Irma Waggoner juga dicuri. Apa yang membuat Mr. Claudius mencuri burung nuri yang sebenarnya bisa dibeli dengan mudah?

Ide cerita.
Trio Detektif: Misteri Nuri Gagap merupakan seri Trio Detektif kedua yang saya baca. Sebagai novel misteri, saya paham di buku ini akan ditemukan petualangan Trio Detektif dalam mengungkap satu kasus. Kali ini objek cerita yang diangkat adalah burung nuri.  Burung nuri tersebut menjadi pemegang petunjuk untuk satu misteri yang harus dipecahkan.

Sesuatu yang baru bagi saya, ketika kemampuan burung dalam menirukan suara manusia, dijadikan bahan cerita misteri. Saya sebenarnya pernah membaca fabel yang mengangkat kemampuan burung beo menirukan suara orang untuk mengusir kancil-kancil yang hendak mencuri mentimun. Fabel itu terasa asyik diikuti sebab ada muatan moral. Tapi pada kisah Misteri Nuri Gagap, kemampuan tersebut digunakan sebagai petunjuk yang harus dipecahkan. Ditambah, ucapan yang ditirukan burung nuri tersebut merupakan penggalan sastra inggris. Ini menjadi menarik karena penelusuran mencari burung nuri yang hilang, membawa Trio Detektif pada kasus yang besar.

Robert Arthur selaku penulis, pada Misteri Nuri Gagap sukses mengecoh saya dalam melihat tokoh Mr. Claudius. Di awal buku pun, Mr Claudius sudah diterangkan sebagai pencuri burung nuri. Saya menilai jika dia sosok yang jahat. Sebut saja tokoh antagonisnya. Tapi setelah cerita berkembang, kejutan mengenai Mr. Claudius membuat saya bergumam ‘Kok, begini?’. Saya merasa dibohongi karena sudah terlalu banyak adegan adu cepat antara Trio Detektif dan Mr. Claudius dalam mendapatkan burung nuri lainnya. Ya, burung nuri yang saya maksud bukan hanya dua ekor, melainkan ada enam ekor dan satu lagi burung beo. Burung-burung itu diberikan nama yang unik dan mengucapkan petunjuk yang sulit dipecahkan.


Dan kasus besar yang akhirnya menyeret Trio Detektif adalah pencurian lukisan berharga yang dilakukan John Silver. Dengan cerdas sekali, ketika John Silver merasa dirinya tidak akan lama lagi hidup, ia memberikan teka-teki kepada rekannya supaya dipecahkan. Tujuannya adalah menemukan lukisan berharga itu.

POV. Plot. Karakter. Opini.
Dominan sudut pandang ketiga yang dipakai penulis. Namun, pada  Pendahuluan dan Tambahan Dari Alfred Hitfiled, penulis memakai sudut pandang pertama dari sutradara kenamaan itu. Sedangkan alurnya menggunakan alur maju.

Karakter utama adalah Jupiter Jones, Peter Crenshaw dan Bob Andrews. Jupiter merupakan karakter yang cerdas. Peter jadi karakter yang kuat fisik dan bisa diandalkan dalam situasi sulit. Sedang Bob menjadi si ahli tulis dan berwawasan luas. Pada seri kali ini muncul Mr. Claudius yang gampang panik dan marah. Ia juga tipe orang yang berobsesi tinggi sehingga untuk mewujudkannya kadang segala cara dilakukan. Ada juga Mr. Hugenay, si pencuri barang seni yang cukup cerdik. Namun, ia tipe pencuri yang berkelas sebab ketika ia kalah oleh Trio Detektif, Mr. Hugenay mengakuinya terus terang dengan menelepon langsung pada Trio Detektif.

Karakter pendukung lainnya masih banyak. Disarankan untuk dibaca saja serinya. Dan ternyata, karakter Carlos yang pernah muncul pada seri Misteri jeritan Jam, itu bermula dari seri ini, bagaimana ia bisa tinggal di Jones Salvage Yard.

Adegan favorit.
Saya paling suka ketika adegan kejar-kejaran mobil yang dikendarai Mr. Claudius oleh mobil Mr. Hugenay. Lumayan menegangkan. Menurut deskripsi, settingnya ada di pinggiran tebing. Lumayan ngeri dibayangkan jika sampai mobil Mr. Claudius sampai jatuh. Tamatlah riwayat Peter dan Bob. Baca saja halaman 169 – 180.

Petik-petik.
Setelah membaca keseluruhan cerita, yang paling berkesan adalah ketika Trio Detektif memberikan hadiah kepada Carlos. Mereka menunjukkan rasa peduli yang tinggi begitu mengetahui kehidupan Carlos dan Paman Ramos yang tinggal digubuk reot. Saya tersentuh dan diingatkan untuk menjadi pribadi yang mudah menolong.

Final. Rating.
Setelah membaca dua seri Trio Detektif, saya terpacu untuk membaca seri yang lainnya. Ceritanya memang menagih dan menyenangkan diikuti. Lalu, Misteri Nuri Gagap ini saya berikan rating 4/5.

Agustus 14, 2016

[EBook] Trio Detektif: Misteri Jeritan Jam - Robert Arthur

Ini pertama kalinya saya membaca buku Robert Arthur. Dikira buku dengan sampul yang memuat tiga anak laki-laki adalah karya penulis lokal sehingga saya beberapa kali melewatkan untuk mengoleksi. Dan baru kemarin saya ngeh dengan penulisnya yang Robert Arthur, penulis asing. Buku  ini dipilih sebab mengingatkan saya dengan buku paling berkesan (menurut saya); Tom Sawyer by Mark Twain. Untuk Trio Detektif ini, mengesankan, menagih, dan menyenangkan.

Judul: Trio Detektif - Misteri Jeritan Jam
Penulis: Robert Arthur
Alih bahasa: Agus Setiadi
Desain cover: Martin Dima
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Maret 2015
Tebal buku: 200 halaman
ISBN: 9786020314648
Harga : Rp 40.000
Format baca: EBook

Pada awalnya hanya beker yang bunyinya menjerit, kemudian berlanjut pada pencarian orang bernama Albert Clock yang tidak ada kabar. Ini bukan sekedar pengusutan biasa karena ternyata berhubungan dengan kasus pencurian lukisan berharga dua tahun silam. Mampukan Trio Detektif mengungkapkan misteri beker menjerit ini?

Saya tidak memahami jalan pikiran Jupiter Jones yang menganggap beker dengan suara menjerit menjadi misteri. Keingintahuannya membuat dia memandang segala yang tidak biasa menjadi tanda tanya. Kemudian jiwa menyidiknya terpanggil untuk mencari tahu. Beker menjerit itu pun dijadikan pangkal petualangan berkat sebuah memo kecil yang mengantarkan pada pesan lainnya.

Petulangan yang saya maksud konsepnya seperti pada film detektif. Memecahkan petunjuk yang aneh untuk menuju ke kejelasan. Di buku ini saya harus mengakui kalau semua dugaan yang dipikirkan Jupiter hampir benar. Robert Arthur menjadikan Jupiter dilimpahi keberuntungan. Saya memang merasa salut dengan sifat deduksi Jupiter sehingga pengusutannya gemilang. Kalau pun ada halangan dalam menyukseskan penyelidikan itu bukan faktor intern pada tokoh utama, melainkan faktor ekstern berupa tokoh antagonis (Carlos, Jerry, Mr. Jeeters).

Teki-teki yang dihadirkan penulis sangat memusingkan. Saya ikut menerka maksud pesan yang dibuat oleh Albert Clock tapi gagal mengerti. Di sini, kecerdasan Jupiter berguna, wawasan luas Bob terbukti, sehingga perlahan-lahan pesan tadi terjawab maksudnya. Lalu peran Pete bagaimana? Saya menangkap karakter Pete ini kurang tertarik dengan teka-teki sehingga timbul ucapan-ucapan pesimis. Bukan berarti Pete tidak layak di Trio Detektif ini ya, sebab menurut informasi Pete bisa diandalkan dalam kondisi harus beraksi.

“Kalau kita sudah berhasil!” Pete tertawa hambar. “Saat itu kisa sudah jadi kakek-kakek berjangkut panjang, kalau melihat kerumitan pesan-pesan yang kita dapat... [hal. 95]
Alur cerita di sini menggunakan alur maju seiring petualangan ketiga detektif dengan dibantu Harry mencari pesan-pesan yang tersebar. Tidak banyak Robert Arthur memasukkan narasi mengenai masa lalu. Sebagian lagi dikemas dengan menjadi tutur tokoh seperti kejadian dituduh dan dipenjaranya Ralph Smith, ayah Harry, yang dituturkan Harry sendiri.

Apakah Robert Arthur berhasil menceritakan petualangan ketiga detektif? Saya akui novel ini memikat dan menghanyutkan berkat perpaduan gaya bercerita penulis yang tidak berbelit-belit dan penggunaan sudut pandang ketiga. Penulis bukan sedang bercerita tapi sedang menunjukkan aksi ketiga detektif. Menagih, seperti reaksi saya di paragraf awal, maksudnya sulit sekali untuk menghentikan membaca bagian kelanjutannya. Saya ikut dibuat penasaran dengan pesan-pesan Albert Clock, kasus pencurian lukisan berharga dua tahun silam, nasib ketiga detektif dari Carlos dkk., dan bisakah ketiga detektif membuktikan jika ayah Harry tidak bersalah.

Karakter-karakter yang muncul: Jupiter Jones, Bob Andrews, , Pete Crenshaw, Titus Jones, Mathilda Jones, Hans, Konrad, Tom, A. Felix, Harry, Mrs. Smith, Harry Smith, Mr. Jeeters, Alferd Hitfield, Worthington , Mrs. King, Mrs. Imogene Taylor, Mrs. Martha Harris, Carlos, Gerald Cramer/Jerry, Mr. Gerald Watson, Chief Reynolds, Officer Zebert, Miss Benneth, Mr. Hugenay, Mr. Crenshaw, Mrs. Crenshaw.

Saya rekomendasikan novel ini untuk pembaca yang menyukai cerita dengan tema detektif, petualangan, teka-teki. Saya juga memberikan rating 4 bintang dari 5 bintang.