Judul: Hari Tak
Selamanya Malam
Penulis: Suryawan W.
P.
Editor: Septi Ws
Desainer sampul: Teguh
Penata isi: Tim
Desain Broccoli
Penerbit: PT Grasindo
Tebit: Juli 2016,
cetakan pertama
Tebal buku: xi + 242
halaman
ISBN: 9786023755943
Harga: Rp 65.000
Skizofrenia adalah gangguan mental kronis yang menyebabkan
penderitanya mengalami delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan prilaku
sehingga penderita kesulitan membedakan kenyataan dan pikiran sendiri. Belum
diketahui penyebab skizofrenia secara
pasti. Diduga terbentuk kombinasi faktor psikologis, fisik, genetik, dan
lingkungan.
Cuplikan pengetahuan mengenai Skizofrenia di atas berkaitan erat
dengan isi novel Hari Tak Selamanya Malam.
Kalyana sudah pacaran dengan Radite selama 2 tahun. Radite tetap menyadari ada
dunia Kalyana yang tidak bisa ditembus. Kalyana tidak pernah terbuka soal ia
memiliki kakak, Kartina, yang sakit jiwa atau gila. Kalyana takut Radite tidak
terima dengan kenyataan itu dan akan meninggalkannya.
Tuhan, mengapa aku harus dilahirkan sebagai adik dari perempuan gila? Kenapa harus ada Kartina dalam hidupku? Seandainya saja aku bukan adik dari seorang Kartina. [hal. 38]
Lalu pada suatu hari ia
memaksakan diri pulang ke Semarang sesuai permintaan ayahnya. Pulang yang tidak
menyenangkan sebab di rumah itu terlalu banyak kenangan buruk menjadi adik dari
kakak yang gila. Kalyana mengalami banyak hinaan dari teman-temannya sejak
kecil, Kalyana juga direpotkan mengurusi kebutuhan kakaknya. Ia kerap
menginginkan Kartina untuk mati saja. Alasan itu yang membuat ia menunda-nunda
untuk pulang.
Pada kepulangan itu, ayahnya
mengungkapkan kejujuran yang selama ini ditutupi. Sejak itulah kehidupan
Kalyana bertambah suram.
Dari garis besar ceritanya di
atas, sudah bisa dirasakan novel ini bernuansa kelam. Penulis mengaduk-aduk
perasaan pembaca melalui kisah Kalyana yang menurut saya karakternya sudah
rusak. Akhirnya ketika selesai membaca buku ini, jika ingat nama Kalyana, yang
terlintas adalah kesedihan gara-gara punya kakak yang gila. Begitu melekat
citra itu.
Bisa dikatakan novel ini lebih
banyak bermain pada permainan psikologis.
Psikologis Kalyana jelas sangat suram. Kemudian ada psikologis orang tua
Kalyana yang kok tega membiarkan Kalyana
ikut mengurusi Kartina. Ini jadi pertanyaan. Kemudian ada psikologis Radite
sebagai kekasih Kalyana yang terus merasakan dan bertanya-tanya tentang sesuatu yang disembunyikan Kalyana
itu apa. Cerita makin luas dan muncul karakter baru seperti dokter Saka dan
Delano. Hadir juga psikologis dokter Saka yang merasa aneh untuk kehadiran
Kalyana yang tiba-tiba, setelah 5 tahun Kartina dirawat di rumah sakit jiwa.
Ada juga psikologis Delano, pasien rumah sakit jiwa yang bersinggungan dengan
kehadiran Kalyana.
Selain konflik keluarga, muncul
efek lainnya yaitu konflik asmara. Kalyana terus-terusan ragu untuk mengatakan
kejujuran soal Kartina yang gila. Ia sadar betul keluarga Radite bakal susah
menerima kondisinya. Dan kehadiran dokter Saka dan Delano, cerita asmara di
novel ini makin seru. Menariknya, cerita asmara Kalyana itu mengalami tarik
ulur. Satu waktu Radite meninggalkannya, lain waktu datang lagi ingin
memperjuangkan, lain waktu lagi giliran Kalyana yang ragu setelah ditelepon
mamanya Radite, dan terus saja ada kejutan-kejutan lain. Untuk menebak siapayang
dipilih Kalyana, lebih baik segera baca bukunya.
Saya juga sependapat dengan yang
diungkapkan Guntur Alam jika
Suryawan berhasil menghidupkan sosok Kalyana menjadi manusiawi. Kadang dia
marah, kadang dia senang, kadang dia geram, kadang dia pesimis, semua yang diceritakan
tepat dengan keadaan Kalyana yang berubah-ubah.
Ada yang justru lebih menarik
disoroti pada novel ini ialah latar tempat. Penulis memberikan rasa lokal yang
kental untuk menjadi panggung cerita. Beberapa lokasi menarik dibawa ke cerita
dan itu sukses membuat saya ingin piknik ke sana. Misalnya Curug Silawe dan
Pantai Goa Cemara.
Selain itu novel ini juga membahas
sejarah beberapa tempat. Misalnya, pendirian Mercusuar Anyer dan asal mula kata
Magelang. Sehingga novel ini jadi informatif.
Novel Hari Tak Selamanya Malam diceritakan menggunakan sudut pandang
orang pertama - ‘Aku’. Pilihan yang menjadikan pembaca disulap menjadi sosok
Kalyana. Dan bersiaplah untuk ikut merasakan kesuraman, rasa marah, rasa senang
dan jenis rasa lainnya. Saya hanya menyarankan untuk segera mencari hal
menyenangkan setelah selesai membaca novel ini. Nuansa muramnya lekat diingat.
Kemudian untuk karakter yang
paling menonjol tentu saja Kalyana.
Gadis 24 tahun yang rusak hatinya dan psikologisnya oleh masa lalu. Dan itu
membentuk Kalyana jadi sosok yang suka berubah-ubah sifatnya. Bisa gampang
sensitif, bisa gampang menangis, bisa jadi konyol ketika senang. Baik Radite
dan dokter Saka, mereka pria yang baik. Radite
yang sempat meninggalkan Kalyana bukan karena ia pecundang. Dia hanya kaget
dengan kejujuran Kalyana. Sedangkan dokter
Saka itu pria yang lembut, pembawaannya bijak dan mengayomi. Penulis juga
membuka bagian alasan kenapa Saka bisa menjadi dokter dan bekerja di rumah
sakit jiwa. Berkaitan juga dengan masa lalu lho.
Menyelesaikan membaca novel Hari Tak Selamanya Malam, saya
mendapatkan banyak pelajaran. Pertama,
pentingnya memaafkan sepahit-pahitnya masa lalu untuk bisa bahagia di masa
depan. Kalyana menjadi contoh manusia yang pilu dan menyedihkan akibat
menyangkal dan menghindari masa lalu. Kedua,
jangan pernah berprasangka terhadap sesuatu yang belum terjadi. Kalyana tidak
pernah berani mengambl langkah pertama untuk memeluk masa lalu. Namun saat ia
bisa melakukannya, bayangan buruk yang ada di benaknya tidak pernah terjadi.
Pelajaran ketiga, tidak ada kebohongan yang bisa menyelsaikan masalah.
Hubungan Kalyana dan Radite menjadi cermin pertaruhan dengan dasar kebohongan
itu. Keempat, ibu tetaplah seorang
ibu, seburuk apa pun beliau. Adegan mengharukan ketika Kalyana untuk pertama
kalinya melihat ibunya dengan tatapan dan perasaan berbeda. Rasa yang
ditimbulkan ternyata sangat dasyat.
Selain typo yang saya tulis di bawah, cara penulis berpindah-pindah antara
masa kini dan masa lalu terlalu samar. Sehingga saya merasa pada beberapa
bagian sering tersendat membaca untuk memastikan si Aku ini sedang bercerita
masa kini atau masa lalu. Lebih elok jika memang ada pemisahan saja, entah
dengan tiga bintang (***) atau pindah bab untuk memisahkan masa lalu dan masa
kini.
Jadi, kalau kamu ingin membaca
novel yang berat konfliknya dan suram, Hari
Tak Selamanya Malam saya sodorkan. Dan novel ini juga pas untuk kamu yang
mau tau dunia di sekitar keberadaan orang gila. Karena kadang kita luput
memahami ada orang-orang waras di sekitar orang gila yang punya kisahnya sendiri-sendiri.
Rating Hari Tak Selamanya Malam dari
saya: 3,5/5
Catatan:
Terkadang pertanyaan itu hanya perlu untuk dijawab sekenanya
karena seseorang tidak begitu peduli dengan isi jawabannya. [hal. 7]
Bagaimana mungkin aku bisa membuat pacarku nyaman kalau aku
tidak nyaman dengan diriku sendiri? Bagaimana mungkin aku bisa membuat pacarku bahagia
kalau aku tidak bahagia dengan keadaanku sendiri? [hal. 11]
Ada hal-hal yang sebenarnya lebih menyenangkan untuk
dikerjakan atau dibagi bersama seseorang. [hal. 11]
Sayangnya waktu sering menjadi terasa singkat saat kita
dalam keadaan bahagia, dan berjalan amat lambat saat hati sedang nelangsa.
[hal. 45]
Terkadang seseorang perlu waktu bukan untuk memantapkan diri
agar tetap tinggal, tapi meyakinkan diri untuk benar-benar pergi. [hal. 156]
Kita lebih sering iba melhat kucing atau anjing yang
kelaparan di jalan daripada melihat orang gila yang jelas-jelas manusia sama
seperti kita. [hal. 216]
Typo
Terlau = terlalu [hal. 77]
Memberlambat = memperlambat [hal. 116]
Radite tampak tralis dengan keadaan ini = saya
bingung maksudnya apa [hal. 154]
Saah = salah [hal. 222]
*******
[Oya, resensi ini belum mencakup cerita setengah bukunya. Sebab ada poin penting yang saya sama sekali tidak sentuh karena akan jadi spolier. Dijamin bikin kalian geleng-geleng kepala tidak percaya. Kalian temukan sendiri di bukunya ya]
gambar Curug Silawe : https://tempatwisataindonesia.id/curug-silawe/
gambar Mercusuar Anyer: http://jelajahin.com/tempat-wisata-di-anyer/