gambar diunduh dari gramedia.com, diedit |
Judul: Katarsis
Penulis: Anastasia Aemilia
Editor: Hetih Rusli
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Maret 2019, cetakan kedua
Tebal: 272 hlm.
ISBN: 9786020322025
***
ka·tar·sis: n (Psi) cara pengobatan orang yg berpenyakit saraf dengang membiarkannya menuangkan segala isi hatinya dng bebas; (Sas) kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat suatu lakuan dramatis.
Seluruh keluarganya tewas dalam pembunuhan sadis, sementara Tara ditemukan dalam kondisi mengenaskan di kotak perkakas kayu. Dengan bantuan Alfons, psikiaternya, polisi berusaha menemukan sang pembunuh lewat Tara yang mengalami trauma berat. Teka-teki pembunuhan ini makin membingungkan setelah muncul Ello, pria teman masa kecil Tara. Kematian demi kematian meninggalkan makin banyak tanda tanya. Apakah Tara sesungguhnya hanya korban atau dia menyembunyikan jejak masa lalu yang kelam?
***
Novel Katarsis ini menceritakan sebuah tragedi pembantaian di rumah milik pasangan Arif dan Sasi Johandi yang ada di Bandung. Yang tewas pada tragedi itu adalah Sasi dan Bara Johandi (ayah Tara), sedangkan Arif terluka parah. Tapi ditemukan juga di dalam kotak perkakas keponakan mereka yang bernama Tara Johandi. Yang lebih mencengangkan, sepupu Tara yang bernama Moses ditemukan tubuhnya dimutilasi dan sudah membusuk. Pada kasus ini yang kemudian tertuduh adalah buronan pencuri; Martin Silado dan Andita Pramani. Mereka mengelak karena pada saat itu mereka mengaku sedang merampok rumah di sebelahnya.
Polisi kemudian mulai mencari tahu kejadian yang sebenarnya di rumah itu dengan menggali kisahnya dari korban yang selamat. Tara yang secara mental terguncang dimasukkan ke rumah sakit jiwa dengan pendampingan psikiater bernama Alfons. Tara merupakan pasiennya sebelum tragedi ini terjadi. Pelan-pelan Alfons mencoba menggali kepribadian Tara yang memiliki obsesi aneh dengan koin lima rupiah.
Di Jakarta justru muncul teror pembunuhan berantai dengan ciri yang sama pada setiap korbannya: korban dimasukkan ke kotak perkakas dan ada koin lima rupiah di jasadnya. Alfons pun diminta oleh temannya, Jerry, untuk memberikan analisis terhadap kasus ini. Alfons merasa kasus ini ada kaitannya dengan Tara karena memiliki penghubung yaitu koin lima rupiah.
Alfons membawa Tara ke Jakarta untuk terus dilakukan perawatan sampai akhirnya Tara mengalami kemajuan pesat. Tara bahkan bertemu dengan Ello, pemuda yang menurutnya bisa mengerti keadaannya, dan mereka memiliki kedekatan sebagai pasangan kekasih.. Tapi hubungan mereka tidak membuat Tara merasa harus membuka masa lalunya yang sangat kelam kepada Ello. Alfons yang akhirnya terlibat dalam kasus pembunuhan berantai ini menemukan titik terang. Tapi sebelum dia mengungkapkan siapa pelakunya, dia menjadi korban selanjutnya.
Novel Katarsis ini memiliki genre Thriller Mystery karena ceritanya berkutat pada kasus pembunuhan dan pembaca diajak untuk menebak siapa pelaku sebenarnya. Sebenarnya semakin dibaca ke halaman berikutnya, kita akan mudah menebak si pelaku yang kejam ini. Dan yang kemudian menjadi poin menariknya adalah apa motif pembunuhan itu dan akan berakhir bagaimana kisah Katarsis ini.
Yang paling mengena buat saya, novel ini secara terang-terangan menguliti keadaan psikologi orang psikopat. Menurut website Alodokter, psikopat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak memiliki emosi, perasaan, dan hati nurani. Meski sering digunakan, psikopat bukanlah istilah medis yang tepat untuk kondisi ini, melainkan gangguan kepribadian antisosial.
Kengerian psikopat berupa mereka bisa membunuh siapa saja tanpa melihat siapa korbannya, bahkan mereka bisa membunuh keluarganya sendiri. Otak psikopat tidak melihat tindakan kejianya sebagai kesalahan. Mereka tidak kenal yang namanya penyesalan. Justru mereka akan menemukan alasan pembenaran kenapa tindakan itu harus dilakukan. Dan tentu saja alasan itu akan bersifat egois, demi kepentingan kondisi dirinya.
Orang yang psikopat biasanya tidak memiliki rasa sakit. Mereka tidak akan meringis atau mengerang ketika terluka. Makanya mereka bisa memanipulatif lingkungan dan orang sekitar dengan membuat dirinya terluka seolah-olah jadi korban. Mereka juga suka melihat darah. Warna merah segar yang menggenang akan membangkitkan sisi psikopat mereka sehingga tindakannya bisa lebih brutal. Bagi mereka darah itu seperti tombol on untuk menghidupkan naluri sadisnya.
Cerita thriller identik dengan adegan bunuh-bunuhan dan pada novel Katarsis ini pembaca akan dipuaskan dengan narasi yang jelas dan detail mengenai kesadisan yang dilakukan tokoh-tokoh psikopatnya. Salah satu contohnya adegan menguliti kulit kaki korban berhasil membuat saya ngilu membayangkan prosesnya. Dan unsur misteri dalam novel ini pun dibuka dengan pelan-pelan. Yang memuaskan tentu saja misterinya yang bertahap-tahap sehingga sepanjang membaca novelnya kita akan dibuat kaget, geram, sekaligus bingung harus bersimpati dengan pelakunya atau dengan korban yang ketika meninggal perannya di novel ini pun selesai.
Penulis menggunakan gaya bercerita yang lugas karena genre novel ini lebih memerlukan detail ketimbang keindahan bahasa. Alurnya terbilang campuran dan disampaikan dengan POV Pertama dari tokoh yang berganti-ganti: Tiara, Alfons, dan Ello.
Dari novel Katarsis ini pada akhirnya kita sebagai pembaca akan memahami jika ada beberapa orang yang terlahir dengan memiliki gangguan emosi. Dan jika tidak diketahui selagi masih gejala, ini akan berbahaya bagi si pengidap maupun bagi orang-orang di sekitarnya. Mereka perlu terapi dari ahlinya dan support system dari lingkungan. Kasus psikopat begini sebenarnya mengingatkan kepada kita semua pentingnya memiliki kesehatan jiwa, health mental. Jangan sampai depresi, frustasi, dan traum,a membuat pengidapnya memiliki gangguan jiwa yang lebih parah.
Untuk keseruan mengikuti ketegangan dan misteri yang disajikan penulis dalam novel Katarsis ini saya memberikan nilai 5 bintang dari 5 bintang.
Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!
0 komentar:
Posting Komentar