Maret 16, 2016

Wishful Wednesday: Ove..Ove..!


Assalamualaikum!

Kembali ketemu di hari Rabu, harinya mengutarakan harapan pengen punya buku apa, hehehe. www.perpuskecil.wordpress.com yang menggoda saya untuk turut serta di wishful wednesday, sebab saya sadar terlalu banyak buku, terutama novel, yang saya inginkan.

Gara-gara membaca Kilas Buku: A Man Called Ove dari blognya http://buku.dibaca.in saya juga jadi ingin memiliki dan membaca buku ini.


Judul buku : A Man Called Ove
Penulis : Fredrik Backman
Penerbit : Noura Books

###
Alasan saya menginginkan buku ini, setelah membaca review dari blognya http://buku.dibaca.in, saya menangkap sosok Ove ini sebagai pribadi yang unik dan sederhana. Saya meyakini jika membaca novel ini, saya akan ditulari pikiran-pikiran adem ayem khas Ove.

Saya juga mengharapkan akan ditemukan banyak pelajaran dari pria bernama Ove ini. Sebab perjalanan pria yang sudah berumur memiliki cerita yang lebih bisa diceritakan kembali dengan bijaksana. Mungkinkah Ove menjadi parameter pria yang menginspirasi?

Besar harapan saya bisa memiliki buku ini secepatnya. Mohon doanya ya!

Maret 14, 2016

[Resensi] I Am Yours - Kezia Evi Wiadji



Judul buku : I Am Yours
Penulis : Kezia Evi Wiadji
Penyunting : Denis Agung
Desain cover dan tata letak : Amanda M. T. Castilani
Penerbit : Penerbit Bhuana Sastra
Terbit : 2014
Ukuran buku : vi + 274 hlm.
ISBN : 9786022495802

Blurb.
Alex: Loe milik gue & selamanya akan menjadi milik gue.
David: Aku mencintaimu sejak pertama kali melihatmua.
Daniel: Dia cantik. Dia berbeda. Dia sungguh istimewa.
Amelia: Seandainya aku bebas menentukan pilihan hidupku.

Kisah tentang cinta yang terkhianati.
Kisah tentang hati yang patah.
Kisah tentang harapan yang tak kunjung padam.
Kisah tentang ketidakpastian dan janji yang harus ditepati.
Haruskah Amelia menentukan pilihannya sendiri?
Atau justru takdir yang mengambil alih...


Resensi novel.
Saya memutuskan untuk membaca ulang novel I Am Yours lagi karena saya memang menyukai ceritanya. Dan novel ini juga merupakan pemberian dari penulisnya; Kezia Evi Wiadji, yang entah ganjaran giveaway atau apa, saya lupa momennya.

Menilai kover depannya, sangat berkarakter kalau novel ini karya dari penulis perempuan. Sepasang kekasih, seorang laki-laki yang memegang seikat bunga mawar merah dan perempuan, bergandengan tangan dan hanya menampakkan sebagian tubuh, menandakan jika di dalamnya menyajikan cerita cinta yang romantis. Dan untuk tulisan judulnya, saya menebak jika penulis menyukai drama korea. Entah ini benar atau salah, biar penulisnya yang mengkonfirmasi jika membaca review ini.

Novel I Am Yours mengambil tema perjodohan sejak bayi. Ini diungkapkan pada prolognya. Keseluruhan cerita kemudian dibagi menjadi dua bagian oleh penulis. Bagian pertama bercerita mengenai ketertarikan David pada sosok perempuan sederhana bernama Amelia. Sifatnya yang tidak agresif; tebakkan saya karena David ini punya sifat minder, membuatnya kalah cepat dengan temannya, Alex, untuk mendekati Amelia. Konflik di bagian pertama bertambah pelik ketika muncul perselingkuhan dan pengkhianatan dari orang terdekat. Konflik di bagian pertama ini diselesaikan dengan baik oleh penulis.

Pada bagian kedua, saya (yang rada-rada lupa jalan ceritanya) sempat menduga jika penulis hanya akan menyajikan cerita bagaimana David dan Amelia bisa bersatu. Awalnya memang cerita digiring ke hal tersebut. Namun di separuh bagian kedua ini, muncul konflik keluarga David dan muncul juga karakter baru bernama Daniel. Rumitnya perjodohan baru muncul di bagian kedua ini. Amelia sebenarnya dijodohkan dengan Daniel atau David? Mending baca aja bukunya dan silakan kalian pilih maunya dengan Daniel atau dengan David.

Saya mempunyai beberapa catatan mengenai novel I Am Yours ini. Pertama, saya mengakui kalau ending novel ini gampang ditebak. Tapi beberapa kejutan memang berhasil dibuat oleh penulis dengan tidak membeberkan petunjuknya di awal. Contohnya, hubungan antara Alex dan Sandra, sahabat Amelia. Kedua, saya penasaran dengan judul film Sandra Bullock yang mau ditonton oleh Amelia dengan Alex dan judul film Sandra Bullock yang ditonton bersama David. Soalnya, katanya filmnya bergenre romantis.

Ketiga, saya menemukan satu typo pada halaman 156. Naun,... seharusnya Namun,.... Typo itu tidak mengurangi saya menikmati cerita. Namun rasanya perlu disampaikan. Entah apakah masih ada atau tidak, sebab saya tidak terlalu fokus mencarinya. Kalau kebetulan saya menemukan, saya menandainya.

Keempat, biarpun novel ini bergenre romantis, jangan salah penulis juga memasukan genre keluarga. Konfliknya berkisar antara David, ayahnya dan Daniel. Ada pengajaran jika tidak ada orang tua yang menghendaki hal buruk pada anaknya. Dan ditekankan untuk selalu bisa memaafkan kekeliruan keluarga di masa lalu.

Kelima, novel ini mengandung adegan ciuman yang menurut saya sangat detail dan terjadi beberapa kali. Waspada! Ups!

Kurang bagus apa coba novel I Am Yours ini?

Plot. POV. Gaya bercerita. Karakter.
Novel I Am Yours menggunakan plot maju. Jika pun ada kilas balik, penulis menuturkannya dengan narasi dan sepenggalan saja. Sehingga tidak memperpanjang cerita dengan detail kilas balik tadi. Meski begitu, esensi cerita tidak berkurang sedikit pun.

POV-nya pun menguntungkan dalam menyampaikan perasaan kedua tokoh utama karena diperankan dari sudut pandang ketiga, baik sisi David maupun Amelia. Loncat-loncat antara POV-nya tidak membingungkan. Menurut saya sudah pas dalam rangka menyampaikan rasa dari versi kedua tokoh.

Mungkin ini PR besar buat penulisnya, novelnya terlalu banyak narasi. Tengok saja halaman 143 – 147, lebih dari tiga halaman. Gaya bercerita seperti ini tidak salah, tapi alangkah lebih baik jika dirangkai dengan pola kejadian. Novel ini kesannya informatif daripada komunikatif. Saya sendiri tidak tahu bagaimana cara merubah pola demikian, hanya sebagai pembaca kadang ada lelah juga selama membacanya. Keuntungan gaya informatif ini, detailnya disampaikan lengkap. Namun bolehlah untuk dipertimbangkan kembali gaya bercerita agar lebih komunikatif.

Giliran karakter yang saya kupas dan ini bagian menariknya menurut saya. Amelia, anak semata wayang yang kesepian sejak mamanya meninggal dan papanya sibuk  pulang-pergi Indonesia-Singapura. Penurut, ketika ia bersama Alex semua permintaan pacarnya dipenuhi dengan menanggalkan perasaan ketidaknyamanannya. Tangguh, peristiwa menyedihkan; pengkhianatan orang terdekat, kecelakaan,  kematian Alex dan Papanya, perusahaan papanya yang hampir bangkrut, membuatnya menjadi sosok yang kuat. Keadaan tidak baik menempanya untuk tidak larut dengan keterpurukan.

David, sosok yang pendiam dan pemikir. Gemes juga ketika ia keduluan Alex mendapatkan Amelia karena terlalu banyak pertimbangan. Namun semakin bertambah umur, ia menjadi sosok yang manis dan mampu memikirkan orang lain dari sudut pandang orang tersebut. Kekurangannya, saya tidak setuju dengan cara David meninggalkan Amelia dan menghilang pasca ia mengetahui sosok yang dijodohkan dengan Amelia. Kesannya terlalu feminim, mungkin ini efek karena penulisnya perempuan sehingga jalan pikiran pria belum dipahami total. Nah, fakta sebenarnya mengenai perjodohan akan membuat pembaca terkejut. Silakan cari di ending cerita.

Alex, sosok yang menurut saya punya tipe player. Dan dia ini memiliki kharisma untuk membuat nyaman lawan jenis. Tidak heran gayanya mendekati Amelia berhasil mutlak. Dan yang paling menonjol adalah karakter dominan sehingga Amelia bisa diperintahnya semau dia tanpa mempertimbangkan Amelia suka atau tidak suka. Karakter ini ada saya kira karena gaya hidupnya yang mewah. Sehingga semua kemauan dia sudah terbiasa harus sesuai keinginannya dan terpenuhi.

Sandra, sahabat dekat yang kemudian menjadi seperti sosok antagonis. Saya tidak melihatnya demikian. Perempuan itu mainnya hati, apalagi jika mencari pasangan. Saya tidak menyalahkan Sandra yang akhirnya mengkhianati Amelia. Siapa sih yang bisa menahan hati sukanya sama siapa? Dan Sandra akhirnya mau jujur mengenai resiko peran yang sudah ia lakukan. Itu positifnya kebesaran hati Sandra yang akhirnya mau jujur.

Daniel, karakternya belum terlalu kuat di novel ini. Kalau dikatakan baik, saya setuju. Namun kalau harus dicari yang paling dominan karakternya, sifat mengalah-menghargai mungkin yang paling tepat. Toh pada akhirnya ia tidak bisa memaksakan keinginannya kepada Amelia dan membiarkan Amelia menentukan keinginannya. Mungkin satu yang aneh, Daniel ini jatuh cinta kepada Amelia pas ketemu ketika Amelia terlambat masuk kuliah. Secepat itukah? Apakah ini cinta pada pandangan pertama?

Bagian favorit.
Dari semua bab yang ada, saya paling menyukai bab 17. Diceritakan kronologis manis bagaimana David bisa mencium Amelia berkat kehadiran tamu tak diundang; kecoak. Pokoknya, saya suka sekali dengan adegannya. Dibilang adegan sinetron banget, abaikan, yang penting indah. Hahaha.

Petik-petik.
Banyak sekali pesan yang bisa diambil di novel ini. Saya sebutkan beberapa saja ya. 
Pertama, jangan terlalu lama menimbang kesempatan kalau tidak mau keduluan orang lain. 
Kedua, hargailah orang lain sebab kadang beda hati beda keinginan. 
Ketiga, sabarlah dalam mengharapkan sesuatu. Akan selalu ada skenario terbaik untuk setiap jalan hidup orang. 
Keempat, jangan terlalu mendahulukan prasangka. Yang namanya prasangka tidak selalu benar.

Final. Rating.
Novel I Am Yours cocok dibaca oleh pecinta cerita romantis. Namun terlalu dangkal membaca jika hanya melihat dari sisi tersebut saja. Sebab novel ini juga bertambah nilainya dengan memasukan nilai keluarga. Akhirnya untuk kisah cinta Amelia, saya memberikan rating 4 dari 5.

Seandainya.
Setelah membaca kedua kalinya, saya justru kepikiran konsep ‘seandainya’. Seandainya penulis (Kezia Evi Wiadji) membuat buku kelanjutannya yang mengambil karakter Daniel yang sudah bertambah dewasa, tentu akan menarik. Dia akan dipertemukan kembali dengan keluarga David-Amelia dan keponakan imutnya. Mengkhayal ya!

Penulis.
Akrab disapa Evi. Disela-sela waktunya sebagai karyawati sebuah bank swasta di Jakarta, dia mencoba terjun ke dunia tulis-menulis sejak tahun 2011. Dari tangannya telah hadir beberapa novel, cerpen, dan novela.

Melaluin berbagai kisah, penulis mencoba berbagi semangat hidup, inspirasi, dan pesan. Dan seperti keinginannya menuliskan nama Tuhan, dia berusaha melakukan yang terbaik selama Tuhan mempercayakan talenta ini.

Penulis dapat dihubungi melalui:
evi.wiadji@gmail.com
https://www.facebook.com/pages/Kezia-Evi-Wiadji/217869758362612
http://twitter.com/KeziaEviWiadji

Jawab ya!
Bagaimana penilaian terhadap perjodohan?


Maret 13, 2016

[Resensi] Complicated Thing Called Love - Irene Dyah


Judul buku : Complicated Thing Called Love
Penulis : Irene Dyah
Editor : Dini Novita Sari
Desain sampul : Orkha Creative
Foto : Budi Nur Mukmin & Irene Dyah Respati
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2016
Ukuran buku : 256 hlm.; 20 cm
ISBN : 9786020325576

Blurb.
Awalnya, alur cerita ini sedikit membingungkan. Tak jelas mana hulu mana muara. Tapi jangan menyerah. Percayalah, ada titik ketika semua keping puzzle itu bertemu. Seperti cinta.

Kalau Garin Nugroho punya cinta dalam sepotong roti, maka Nabila punya “Cinta (Monyet) dalamsepotong pisang”. Organik. Gadis yang biasanya patuh itu kali ini memilih berontak: tetap pacaran meski dilarang. Bisa ditebak, kisahnya berakhir dan monyet bernama Bayu itu harus diusir.

Lalu hadir Bagas, pria sempurna pilihan ibunda. Semua jadi terlihat mudah bagi Nabila. Sayang, Bayu belum betul-betul pergi dari hatinya. Duh, bagaimana bisa Nabila memilih di antara Bagas si calon suami idaman dan Bayu yang bengal dan bikin deg-degan? Dan kenapa Nabila mesti berguru pada kisah cinta para sahabatnya?

Sebabnya satu: cinta memang repot.

Ide cerita.
Saya memilih Complicated Thing Called Love (CTCL) karya Irene Dyah ini lantaran waktu saya membelinya sedang booming sekali informasinya di sosmed, terutama kalangan pecinta buku. Selain itu, karena CTCL juga salah satu novel berlabel Metropop. Saya kayaknya sudah beberapa kali menyebutkan kalau saya memang jatuh cinta dengan lini ini.

Di novel ini, penulis sengaja memberikan porsi perkenalan di awal-awal buku terhadap tokoh sentral yang terlibat. Selain Nabila, penulis memperkenalkan teman-teman Nabila: Mbak Sora, Mbak Dania,Mbak Aalika dan Mbak Dewi. Semua perkenalan keempat teman Nabila dikemas dengan menceritakan perkenalan, pergolakan, permainan, dengan benang merah, sisi lain cinta.

Membaca intro dari banyak tokoh, sempat membuat saya berpikir akan sangat susah memahami keseluruhan novel. Sudah terbayang saya harus menghafal plot cerita dari kelima tokoh. Pusing-pusing dah! Namun itu tidak terjadi, sebab cerita keseluruhan novel hanya berputar di tokoh Nabila. Keempat temannya menjadi pelengkap penguat dengan konflik yang dialami Nabila.

CTCL bercerita tentang Nabila yang dilamar oleh Bagas, pria pilihan ibunya. Nabila bimbang sebab jauh di dalam hatinya, masih bertengger sosok Bayu, cinta monyetnya. Dan intro keempat temannya seperti menjadi pertimbangan Nabila untuk memutuskan siapa yang akan dipilih. Konfliknya menurut saya sederhana namun penulis berhasil mengemas dengan plot yang sedikit berputar-putar sehingga membuat saya terus penasaran.

Plot. Gaya bercerita. POV.
Penulis menggunakan plot campuran maju-mundur. Kilas baliknya lumayan banyak. Saya menyebutnya plot yang berputar-putar. Keuntungan menggunakan plot ini, pembaca akan dibuat ketagihan dengan banyaknya potongan kisah yang terpenggal-penggal. Mau tidak mau, pembaca mengharuskan mengikuti keseluruhan cerita. Contohnya, Nabila akhirnya menikah dan di bab tersebut penulis tidak menyebutkan siapa mempelai prianya. Bab berikutnya, penulis mundur ke beberapa purnama sebelumnya. Trik yang keren bukan?

Keseruan melahap habis perjalanan cinta Nabila tidak bisa dilepaskan dari bagaimana penulis bercerita. Saya menyukai dengan cara aman penulis membuat cerita dari hal-hal yang dipahaminya. Sehingga setiap diksi kalimat bukan jenis yang sengaja diyakin-yakinkan. Hanya saja di novel ini saya menemukan banyak paragraf panjang yang kadang harus saya lewati sebab teramat panjang. Saya lebih suka paragraf singkat tapi banyak daripada paragraf panjang tapi sedikit. Soalnya selama membaca pikiran saya juga bekerja. Rasanya kalau kepanjangan, akan membuat otak lebih mudah lelah.

Untuk POV-nya, penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga dari beberapa tokoh yang muncul. Semacam penguatan kepada pembaca terhadap keadaan dan perasaan yang dialami tokoh. Dan sukses membuat saya kadang tersenyum, kadang ingin menangis.

Kesuksesan novel juga ditunjang oleh karakter-karakter yang hidup. Nabila, masih muda dan penurut. Sikap penurutnya ini saya duga akibat pengasuhan ibunda yang terlalu terorganisir. Dan efek baiknya, Nabila menjadi lebih teliti dan banyak perhitungan dalam memutuskan sesuatu. Tidak sembrono.

Bayu yang merupakan cinta monyet Nabila, terkesan seperti pria yang mengidap Peterpan Syndrom. Tidak bisa memikul tanggung jawab besar sebab terlalu banyak ketakutan. Meskipun ada penjelasan mengenai jalan pikirannya itu. Dan tokoh ini merupakan karakter yang saya benci. Alasannya, sebagai pria yang berkharisma bukan berarti bisa seenaknya menyakiti perempuan. Ketidakjelasan arah percintaan yang kemudinya dikendalikan Bayu membuat saya gemes sendiri. Melambungkan hati perempuan sangat ahli, memberi kejelasan atas sikap romantisnya malah tidak sanggup. Aneh.

Bagas adalah pria lainnya. Pilihan ibunda Nabila. Tidak ada cela. Mapan, tampan, dewasa, baik dan perhatian. Jika memang Bagas ini nyata, saya yakin akan banyak perempuan yang berharap bisa bersanding dengannya. Dan kebesaran hatinya terbukti ketika Nabila memilih mundur atas rencana pernikahannya.

Ibunda Nabila juga merupakan sosok penting yang ikut andil memberikan keseruan novel ini. Dia sosok yang realistis, tegas dan terencana. Semua dia lakukan demi memberikan semua hal terbaik kepada anak perempuannya. Dan saya sangat suka dengan karakter beliau.

Porsi keempat sahabat Nabila untuk karaternya, silakan dibaca saja. Kalau dari saya, mereka adalah sosok-sosok perempuan hebat bagi temannya, bagi keluarganya, bagi kehidupan pribadinya.

Bagian favorit.
“... Maafkan Ibu yo, Nduk. Ibu tahu aku terlalu banyak dan terlalu ingin campur tangan dalam kehidupanmu. Karena ibu eman dan sayang betul kepadamu....”Complicated Thing Called Love, hal.200
Sebelum acara pernikahan berlangsung, Nabila dan Ibunya terlibat obrolan intim anak-orangtua. Dan saya merasa terharu dengan hati mulia sang ibu yang ditunjukan dengan memohon maaf terlebih dahulu. Lebih lengkapnya silakan cek halaman 199 – 202.

Petik-petik.
Terlalu banyak pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis. Namun paling berkesan buat saya adalah dalam memilih pasangan gunakan logika. Kemudian cintai pasangan dengan segenap hati. Dalam berrumah tangga ada kalanya menemui kondisi harmonis dan kondisi kritis. Cinta yang besar dan tulus harusnya bisa mengamankannya sehingga kondisi bahtera terkendali.

Final. Rating.
Novel ini cocok untuk yang masih ragu dengan asmaranya. Juga menjadi cermin bagi mereka yang akan menikah. Di sini pembaca akan diberi training pra dan pasca nikah. Akhirnya saya meberikan rating 4 dari 5.

Penulis.
Irene Dyah Respati, nomadic sejak lulus SMA. Besar di Solo, tinggal berpindah ke Jogjakarta, Jakarta, Tokyo, Shizuoka, Bangkok; dan koleksi daerah jajahan itu terus bertambah seiring kesukaannya berkelana bersama keluarga. Punya (terlalu) banyak hobi, tapi hanya sedikit yang konsisten; membaca, menulis, menari, dan kucing-bila itu dapat disebut hobi.

Setelah melepaskan karir sebagai humas perusahaan otomotif terbesar di Indonesia, hingga kini Irene (baca: Airin) adalah ibu rumah tangga purnawaktu dengan 1001 jenis pekerjaan, termasuk penjinak dua bocah menggemaskan, dan menjadi kawan bermain seekor kucing ABG yang takut kesepian.

Novel Irene yang sudah beredar adalah Tiga Cara Mencinta (2014), Dua Cinta Negeri Sakura (2015), Wheels and Heels (2015), Love in Marrakech (2016), dan kumpulan kisah inspiratif Meniti Cahaya (2015). Dia berharap suatu saat bukunya akan difilmkan agar suaminya (yang tidak suka membaca tapi maniak film) bisa menikmati kisah-kisah yang dia tulis.

Jawab ya!
Perlu tidak dalam rumah tangga melakukan honeymoon kedua?

Maret 12, 2016

[Resensi] Pengantin Pengganti - Astrid Zeng


Judul buku : Pengantin Pengganti
Penulis : Astrid Zeng
Editor : Irna Permanasari
Desain sampul : Marcel A. W.
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2016
Ukuran buku : 264 hlm.; 20 cm
ISBN : 9786020325835

Blurb.

Nico, dokter muda dari keluarga dokter terkenal yang dijodohkan dengan Beatrice, mengatakan rencananya yang hanya akan menikahi Beatrice selama setahun. Nico yakin bahwa tunangannya, yang pergi dua bulan menjelang pernikahan mereka, akan kembali. Jadi, ia hanya memerlukan wanita yang mau menjadi istri pengganti untuk membuat keluarganya tidak malu dan menekannya terus-menerus untuk melupakan tunangannya.

Di sisi lain, Beatrice sudah gerah dengan sikap orangtuanya yang terlalu protektif kepada dirinya maupun kedua adik perempuannya. Ia memutuskan bahwa setahun bersama Nico berarti membuka pintu kebebasan dari kekangan orangtuanya.

Tanpa berpikir panjang,Beatrice menyetujui tawaran Nico. Ia tidak pernah membayangkan, menjadi pengantin pengganti bagi Nico malah membuatnya tertarik kepada suaminya. Apa yang harus Beatrice lakukan? Haruskah ia memanfaatkan waktu selama setahun ini untuk berusaha merebut hati suaminya? Akankah Benita, tunangan Nico, benar akan kembali sesuai keyakinan Nico?


Ide cerita

Jika mau tahu secara garis besar cerita ‘Pengantin Pengganti ‘ ini, silakan kembali baca blurb yang saya tulis ulang dari kover belakang novel. Di situ jelas sekali dipaparkan mengenai pernikahan kontrak antara Nico dan Beatrice. Alasan mereka terhubung dalam kontrak pranikah juga dibocorkan dalam kaver tersebut. Alasan Nico adalah untuk menyelamatkan harga diri keluarganya atas kepergian Benita, tunangan Nico, yang pergi keluar negeri untuk melanjutkan pendidikan kedokteran menjelang pernikahan mereka yang tinggal dua bulan. Alasan Beatrice untuk membebaskan diri dari sikap protektif orang tua. Sikap protektif orang tuanya akibat trauma kejadian penculikan Beatrice dan kedua adiknya, Bibiana dan Bellatrix, sewaktu mereka berusia kanak-kanak.

Saya merasa alasan Beatrice untuk menerima pernikahan kontrak tidak masuk akal, rasanya alasan tersebut sangat remeh sekali. Karena di benak saya, pernikahan itu sakral karena ada prosesi agama dan melibatkan banyak orang-orang penting dalam hidup mempelai. Sehingga keputusan menikah kontrak dengan alasan keegoisan pribadi terlalu mengada-ada.

“Aku sudah melakukan hal gila. Setuju menikahi laki-laki yang baru beberapa menit aku temui dan sekarang kamu mengatakan bahkan untuk acara pernikahan, aku hanya perlu datang tanpa mempersiapkan apa pun.” Pengantin Pengganti, hal.29

Pernah menonton drama korea “Full House” yang dibintangi Rain dan Song Hye Kyo? Novel Pengantin Pengganti ini menurut saya sama manisnya. Chemistry antara Nico dan Beatrice terbangun dengan baik. Perbedaannya, di drama korea itu kedua tokoh harus saling membenci di awal-awal, sedangkan di novel ini jurangnya hanya soal kekakuan hubungan antara kedua tokohnya. Saya menduga hal ini terjadi karena perbedaan usia antara Nico dan Beatrice yang terlampau jauh. Nico berumur 34 tahun sedangkan Beatrice berumur 22 tahun. Sehingga karakter Nico lebih dewasa dan tidak meledak-ledak.

Coba tengok lagi ke kover belakang novelnya. Ada tulisan Novel Dewasa. Yup! Novel ini memang kategori novel dewasa yang konten cerita di dalamnya ada bagian yang memaparkan hubungan seksual. Sepanjang buku, pembaca akan dibuat iri dengan keromantisan antara Nico dan Beatrice. Meskipun pernikahan kontrak, urusan hati tidak ada yang bisa membendung. Dan karena sudah menjadi urusan hati, taraf romantis pasangan suami istri dekat dengan ciuman, rabaan dan desahan. Penulis sangat blak-blakan menunjukkan pemandangan suami istri seperti aslinya di kehidupan nyata. Sebagai pembaca pria, saya seperti bernostalgia dengan cerita seks yang biasa saya baca via blog. Kipas-kipas panas.

Kerumitan hubungan suami istri pun diungkap salah satu penyebabnya, soal kepercayaan. Apalagi dalam rumah tangga Nico dan Beatrice ini, penulis menghadirkan pihak ketiga yang menguji kekokohannya lewat karakter Benita, masa lalu Nico.

Plot. POV. Karakter. Gaya menulis.

Plot yang digunakan penulis adalah plot maju. Pembaca digiring kebanyak babak kehidupan rumah tangga Nico – Beatrice yang sewaktu-waktu manis sekali, sewaktu-waktu penuh curiga dan cemburu. Yang disayangkan oleh saya adalah kekurangan penulis menceritakan perpisahan antara Nico dan Benita. Bisa dengan menggunakan bab terpisah atau narasi saja. Sebab saya tidak bisa merasakan sedalam dan sebesar apa perasaan yang dimiliki Nico untuk Benita. Padahal perasaan Nico pada tunangannya itu jelas beberapa kali menguji hati Beatrice.

Sudut pandang penulis bercerita sudah sangat sesuai yaitu orang ketiga. Jalan pikiran dan perasaan kedua tokoh tersampaikan mengena ke saya sebagai pembaca. Pemilihan POV ini akhirnya membuat saya memaklumi penyebab naik turun emosi Nico dan Beatrice.

Berbicara karakter, di novel ini tokoh-tokohnya sudah sangat hidup. Beatrice adalah sosok perempuan yang masih memiliki keegoisan mengingat usianya yang masih muda. Bagusnya Beatrice ini, dia bukan tipe perempuan yang akan ceroboh memutuskan sesuatu. Sehingga sepanjang perjalanannya sebagai istri, perannya sudah sangat sesuai. Jika pun dia manja, ingin diperhatikan, pernah marah, gampang curiga dan cemburu, kesemuanya bisa dimaklumi sebagai kesatuan sosok perempuan yang utuh. Nico yang sudah cukup berumur memang berkepribadian tenang, bijaksana dan bertanggung jawab. Karakter Nico itu menyeimbangkan karakter Beatrice. Lalu sosok Benita di sini ditempatkan sebagai tokoh antagonis. Perempuan yang akhirnya melakukan cara kotor untuk mendapatkan keinginannya dengan bumbu mengintimidasi.

Selain tokoh sorotan penting tadi, tokoh Bibiana dan Bellatrix sebagai saudara kandung Beatrice juga lumayan menarik perhatian. Bibiana yang ceplas-ceplos, Bellatrix yang cengeng, keduanya mewakili pencitraan sebagai sudara yang baik. Hubungan Beatrice-Bibiana-Bellatrix sangat harmonis dan saling mendukung. Dan karakter pendukung lainnya sudah mempunyai porsi yang manis demi melengkapi warna kedua tokoh utamanya.

Penuturan penulis menuangkan cerita rumah tangga Nico-Beatrice menggunakan diksi yang sederhana. Karakter lini Amore yang menyesuaikan dengan setting cerita orang-orang dengan tokoh dewasa, gaya berceritanya dipenuhi mutlak oleh penulis. Tidak menjerat pembaca dalam kejenuhan mengikuti perjalanan manis Nico dan Beatrice.

Bagian favorit.

“Aku ingin pulang... Semua sudah selesai! Mulai detik ini aku yang menceraikanmu.” Pengantin Pengganti, hal.239

Dialog ini seperti klimaks rasa curiga dan cemburu Beatrice terhadap Nico. Beatrice meradang ketika mendapati Nico sedang berduaan dengan Benita di kamar hotel. Emosi saya pun ikut sakit dan prihatin dengan kondisi Beatrice. Keseruan cerita ada di halaman 233 – 243.

Petik-petik

Saya menikmati rasa romantis hubungan suami sitri selama membaca novel ini. Pelajaran terbaik yang saya tangkap dalam menjalankan rumah tangga adalah keterbukaan. Semua harus serba terbuka antara suami dan istri, dalam hal apa pun. Sedikit saja ada yang disembunyikan, kepercayaan pada pasangan akan dipertaruhkan. Dan jangan heran jika kehilangan kepercayaan akan memunculkan konflik-konflik lain yang sepele namun jumlahnya banyak. Jumlah yang banyak inilah yang akan menjadi badai.

Final. Rating.

Pengantin Pengganti akan membuka pikiran pembaca jika berumah tangga tidak selalu manis. Akan selalu ada lika-liku namun percayalah jika semua bisa diatasi selama bisa mengendalikan kemudinya. Akhirnya saya memberi rating 4 dari 5.

Penulis.

Astrid Zeng ini sebagai author, designer dan restaurateur.

Instagram: @ZENGbyAstridZeng
Facebook: /ZengStore
Twitter: @astridzeng
Blog: http://astridzeng.tumblr.com/
www.astridzeng.com

Jawab ya!

Bagaimana mengatasi rasa curiga dengan pasangan?

Maret 09, 2016

Wishful Wednesday : Menikmati Indonesia Bareng Gagas Media


Mungkin, yang namanya keberhasilan novel salah satunya adalah membuat pembaca ingin kembali menikmati cerita serupa lagi-lagi dan lagi. Terlepas dari siapa penulisnya dan apa penerbitnya. Ini pula yang saya rasakan setelah membaca novel Kasta, Kita, Kata-Kata karya Ardila Chaka dari penerbit PING. Novel ini membawa setting Kalibiru dengan pemandangan Waduk Sermo yang sangat indah. Setting yang sangat Indonesia dan kedaerahan.

Di wishful wednesday yang digagas www.perpuskecil.wordpress.com ini, saya berharap bisa mengkoleksi dan membaca novel seri #indonesiana yang baru-baru ini diluncurkan oleh penerbit GagasMedia. Total novel dengan label #indonesiana ada 5 judul. Cek di bawah ini ya!

1. Satu Kisah yang Tak Terucap oleh Guntur Alam


Satu Kisah yang Tak Terucap mengambil setting Kota Palembang. Guntur Alam memperkenalkan tokoh yang dijodohkan; Ratna dan Lee. Lebih lengkapnya silakan mampir di blognya Mbak Anggun: http://mbakanggun.blogspot.co.id/2016/02/membaca-satu-kisah-yang-tak-terucap.html

2. Kita Dan Rindu yang Tak Terjawab oleh Dian Purnomo


Kita Dan Rindu yang Tak Terjawab membawa pembaca kepada kebudayaan orang Batak. Mbak Dian Purnomo memperkenalkan sosok Naiza Rosauly Situmorang. Lengkapnya silakan cek di blognya http://morraquatro.tumblr.com/

3. Di Bawah Langit yang Sama oleh Helga Rif


Di Bawah Langit yang Sama menghanyutkan pembaca dengan narasi Pulau Bali dan adatnya. Helga Rif memperkenalkan tokoh bernama Indira. Informasi bisa dibaca di blognya Rido Arbain : http://www.ridoarbain.com/2016/02/review-di-bawah-langit-yang-sama-helga.html#more

4. Perempuan-Perempuan Tersayang oleh Okke 'sepatumerah'


Perempuan-Perempuan Tersayang menculik pembaca jauh ke daerah Nusa Tenggara Timur bersama tokoh yang direka Mbak Okke, bernama Fransinia (kayaknya iya deh, soalnya diblog Alvi tidak disebutkan namanya, apa saya yang kelewatan). Bocoran info buku di http://www.alvisyahrin.com/2016/02/kerja-untuk-hidup-atau-hidup-untuk-kerja.html

5. Pertanyaan Kepada Kenangan oleh Faisal Oddang


Pertanyaan Kepada Kenangan mengupas adat yang ada di daerah Toraja bersama tokoh yang diciptakan Faisal Oddang bernama Rinai. Mau baca info bukunya sok mampir ke sini: https://vildasintadela.wordpress.com/2016/02/15/dilematika-mencintai-budaya/

****
Kelima novel di atas merupakan novel yang 'katanya' mengusung keindonesiaan dan kedaerahan. Masing-masing judul membawa satu nama daerah dengan kebudayaan lokalnya. Saya semakin penasaran dengan jalan cerita yang dibangun. Apakah penceritaannya akan sederhana seperti daerah-daerah indonesia atau justru terjebak penceritaan ala luar negeri? 

Semoga secepatnya saya bisa membaca seri ini.

Catatan:
*gambar diambil dari akun twitter @GagasMedia
*gambar untuk novel Pertanyaan Kepada Kenangan tidak bisa diunduh, jadi saya ganti.

Februari 27, 2016

[Resensi] Kasta, Kita, Kata-Kata - Ardila Chaka


Berawal dari hati yang terusik. Galih memperjuangkan sesuatu yang bukan kewajibannya untuk meyakinkan seorang gadis bahwa hidup bisa lebih indah dari senja di Kalibiru. Berawal dari rasa terima kasih, sang gadis penikmat senja berhasil merobohkan dinding keterbatasan. Melalui pena, ia merangkai kata dan menggores cerita dalam lukisan. Sehingga, surat-suratnya menjadi pelecut semangat bagi Galih untuk mengoyak segala ketidaksempurnaan. Dari sebuah dataran tinggi di Yogyakarta, kisah ini bermula.

Cinta ialah tentang bagaimana kekurangan bisa menjadi sumber kekuatan.


Judul buku : Kasta, Kita, Kata-Kata
Penulis : Ardila Chaka
Penyunting : Avifah Ve
Penyelaras akhir : RN
Tata sampul : Wulan Nugra
Tata isi : Violetta
Pracetak : Endang
Penerbit : PING
Terbit : 2016
Ukuran buku : 188 hlm; 13 x 19 cm
ISBN : 9786022961833


Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih untuk penerbit Divapress yang menghadiahi saya novel istimewa ini. Dan saya berusaha objektif ketika harus menceritakan kesan setelah membacanya hingga halaman terakhir.

Novel ini istimewa karena sederhana. Tema yang sederhana; persahabatan, keluarga dan sedikit bumbu cinta-cintaan. Gaya bercerita yang sederhana; menggunakan diksi yang apik percampuran bahasa puisi dan bahasa sehari-hari. Setting yang sederhana; desa wisata bernama Kalibiru dengan Waduk Sermo-nya yang menawan (saya menilai demikian setelah meng-googling). Pesan sederhana; jangan pernah patah semangat untuk belajar.

Kasta, Kita, Kata-Kata, berkisah seorang gadis 16 tahun bernama Ajeng yang memiliki gangguan bahasa afasia broca (penjelasan di halaman 49) yang dipertemukan dengan Galih, pemuda 17 tahun. Benang merahnya ditonjolkan pada perjuangan Galih membuat Ajeng bisa baca tulis, dan perjuangan Ajeng belajar agar bisa memenuhi harapan Galih dan orang tuanya.

Kasta, membahas latar belakang kedua tokoh utama yang tidak sepadan. Galih anak dari pemilik sawah yang digarap orang tua Ajeng. Sehingga perbedaan ini pun sempat mencuat menjadi konflik.

Kita, menerangkan hubungan Ajeng dan Galih yang terjalin dengan sangat murni, perasaan sederhana ingin menolong. Galih memiliki kepekaan peduli terhadap orang lain yang tinggi. Demi dilihatnya seorang Ajeng yang sering menjadi bahan omongan karena kekurangannya, Galih memutuskan membantu Ajeng belajar dengan dibantu Mbak Lia, mahasiswa KKN UGM.

Kata-Kata, salah satu poin yang kemudian menjadi pusat kedua tokoh utama bisa bersinggungan. Ajeng tidak lancar berbicara, Galih merasa terpanggil merubahnya.

Saya sangat menikmati novel ini. Jika harus saya melabelkan kata pada novel ini, indonesia dan kedaerahan adalah dua kata yang tepat. Penulis berhasil membangun situasi sebuah desa yang masih asri dengan keindahan waduknya. Saya sebagai pembaca diajak untuk membayangkan bukit Joglo dengan pemandangan Waduk Sermo. Tidak ada kemacetan, tidak ada narasi teknologi yang berlebihan, saya merasa ikut berada di sebuah kampung yang keasriaannya masih terjaga.

Selain Ajeng dan Galih, novel ini juga menghadirkan peran-peran sampingan yang ikut memberikan warna. April, adik Ajeng yang normal, cantik, supel dan pinter. Karakternya berkebalikan dengan kakaknya, Ajeng. Dia ditempatkan oleh penulis sebagai saingan Ajeng. Orang tua Galih, yang secara pola pikir sudah lebih luas ketika membicarakan soal keadaan di masyarakat Kalibiru. Kecuali untuk Bapaknya, ada penilaian pesimis terhadap pendidikan tinggi. Orang tua Ajeng, merupakan gambaran orang tua dengan pola pikir kampung yang tidak terlalu tahu hal-hal di luar kesehariannya di kampung. Namun keunggulan orang tua Ajeng terletak pada bagaimana mereka mendukung semua keputusan anak selama hal itu baik.

Plot yang digunakan penulis merupakan percampuran plot maju dan mundur. Pemilihan plot mundur yang dikemas dengan narasi, membuat novel ini tetap pada jalur mengulik perjalanan Ajeng dan Galih. Jika diceritakan dengan kemasan penceritaan seperti masa sekarang, saya punya keyakinan novel ini akan lebih tebal dan akan membuat cerita berputar-putar jauh dahulu sebelum kembali ke jalur utamanya.

Ada tiga bagian cerita yang membuat saya hampir ikut menangis. Pertama, ketika Mbak Lia harus kembali ke kota dan meninggalkan Ajeng (halaman 113 – 117). Posisi saat itu, Ajeng sudah mengalami perkembangan pesat dalam belajar membaca dan menulis. Kemajuan itu berkat kegigihan Mbak Lia juga. Hubungan mereka yang kurang dari 2 bulan tersebut telah membentuk ikatan seperti kakak adik. Ajeng merasa sedih karena dia kehilangan sosok pengajar yang hebat. Narasinya benar-benar mengharukan dan pembaca akan sangat gampang turut ikut sedih sebab pembaca sudah dijejali bagaimana Mbak Lia membimbing Ajeng.

Kedua, ketika Galih sudah kembali ke rumah setelah dirawat di rumah sakit karena kecelakaan, Bapaknya berbohong soal teman dekatnya bernama Agung (halaman 144 – 150). Saya pun akan marah kalau kekhawatiran saya pada teman baik dianggap baik-baik saja oleh Bapak, padahal teman baik saya itu sudah dimakamkan. Emosi yang muncul karena kesal, marah, sedih, bercampur dan bingung harus merasakan yang mana dulu.

Ketiga, ketika Galih akan berangkat ke sekolahnya untuk bertemu guru BK menanyakan soal beasiswanya di UGM, ia dilarang mengendarai motor oleh ibunya karena baru sembuh kecelakaan. Lalu sang Bapak muncul menawarkan diri. Ini yang paling mengharukan. Padahal Bapaknya tidak pernah setuju dengan keinginan Galih kuliah. Berminggu-minggu Galih berusaha menyampaikan niatan itu, namun sang Bapak keukeuh tidak setuju. Dan ketika akhirnya Bapak menawarkan diri mengantar Galih, itu isyarat kalau ia setuju dengan keinginan Galih kuliah. Kesabaran Galih berbuah manis.

Dan dua jempol bagi penulis yang menyisipkan bumbu cinta-cintaan untuk kedua tokoh utama tanpa merusak kesederhanaan tema lainnya. Halus sekali penulis membahas perasaan kertertarikan Ajeng pada Galih, Galih pada Ajeng. Yang akhirnya disuguhkan terang-terangan justru perasaan April pada Agung, namun justru memilukan. Mungkin penulis mempertimbangan hubungan percintaan anak muda umur 16-17 tahunan dengan setting pedesaan tidak bisa dieksplor seperti percintaan ala anak metropolitan atau kota besar lainnya. Terlalu tabu, bahkan sekedar berpelukan.

Tidak ada karya yang sempurna, begitu pun dengan novel ini. Saya masih menemukan beberapa typo yang jumlahnya tidak banyak dan tidak mengganggu proses saya membaca. Kemudian saya juga menemukan keanehan pada sifat Ajeng yang sangat polos berubah menjadi sosok yang cuek dan pengumpat di halaman 98-99.

Aku sendiri sedang tak ingin ambil pusing. (hal.98)
Sial! Aku memimpikan Galih. (hal.99)

Berikut ini beberapa kutipan menarik yang saya tandai selama membaca:

  • “...Dewasa itu di pikiran, Pak....” (hal.12)
  • Begitulah hidup. Selalu ada yang dibandingkan,.. (hal.22)
  • Banyak batasan yang seharusnya bisa dilepaskan. (hal.29)
  • ...setiap perbuatan yang dilakukan selalu dapat timbal balik. (hal.31)
  • “Orang berbuat salah memang terkadang tidak terasa...” (hal.31)
  • Belajar memang perlu sabar. (hal.84)
  • Perpisahan harus tetap terjadi. Layaknya pertemuan yang tak terelakan. (hal.114)
  • Air mata setetes justru lebih tulus dibandingkan dengan yang mengalir deras. (hal.126)

Akhirnya, saya bersyukur dijodohkan dengan novel yang istimewa ini. Banyak hal yang saya dapatkan dari cerita Ajeng dan Galih. Novel ini saya rekomendasikan untuk pembaca yang ingin menikmati bacaan dengan setting pedesaan ditambah cerita dengan nilai kemanusiaan yang benar-benar murni. Saya memberikan rating 4 dari 5 untuk Kasta, Kita, Kata-Kata.