Oktober 19, 2016

Wishful Wednesday: Being Henry David

Selamat hari Rabu!
Selamat wishful wednesday!

Ketemu lagi di hari Rabu ini, dan kembali saya akan menambah jumlah buku-buku apa saja yang masuk list harapan saya. Buku-buku yang bagus yang tiba-tiba ingin saya miliki dengan alasan tertentu. Saya tidak pernah takut akan banyaknya buku-buku yang menjadi incaran. Jika memang tidak berjodoh membaca, ya sudah, Insya Allah ada buku lainnya yang berjodoh dengan saya.

Mau tau buku apa minggu ini yang saya taksir?

BEING HENRY DAVID by Cal Armistead


'Hank' tersadar di Stasiun Penn, New York tanpa ingatan. Pemuda berumur tujuh belas tahun itu tidak tahu namanya, siapa dirinya, dan dari mana ia berasal. Satu-satunya petunjuk yang ia miliki adalah sebuah buku berjudul 'Walden' karya Henry David Thoreau yang ada di tangannya. Menggunakan buku itu, ia mencoba mencari jati dirinya. Dapatkah ia mengingat kembali siapa dirinya?

Atau lebih baik ia tidak mengingatnya sama sekali?

Berikut ini alasan saya ingin buku Being Henry David karya Cal Armistead:

  • Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Spring. Beberapa waktu lalu, saya memang mendapatkan kesempatan menjadi host giveaway buku The Girl On Paper by Guillaume Musso. Dan saya menyukai pilihan penerbit untuk menerbitkan buku tersebut. Sebab apa yang diceritakan di dalam novel karya Musso itu, ada nilai-nilai yang luas biasa. Karena itulah, alasan penerbit menjadi pertimbangan saya menginginkan buku ini.
  • Ide cerita yang menarik setelah saya membaca blurb-nya. Bagaimana pun, psikologi Hank akan 'seharusnya' dikulik oleh penulis selama perjuangannya mengenali identitas dirinya yang asli. Ditambah, adakah sisi percintaan di novel ini, secara Hank baru berusia 17 tahun? Percintaan yang seperti apa yang akan dimunculkan Cal.
  • Buku ini merupakan terjemahan dari novel dengan judul yang sama yang ditulis Cal dan menjadikannya Being Henry David sebagai novel debut. 

Oke, saya kira 3 alasan tadi yang saya pikirkan untuk buku selanjutnya yang saya harapkan segera akan punya. Lalu apa buku harapanmu minggu ini?

Jika kalian mau ikut serta membuat postingan Wishful Wednesday seperti ini, silakan kalian cek blog Mbak Astrid sebagai adminnya. Cek di PerpusKecil ya!

Sampai jumpa minggu depan! 
:) :) :)

Oktober 18, 2016

[Resensi] Renjana - Anjar

Perasaan damai di tengah konflik perasaan, itulah yang paling mengesankan saya setelah membaca tuntas Renjana ini. Banyak sekali renungan yang kemudian membuat saya terpekur sejenak untuk menyelami maksud yang ingin disampaikan si penulis.

Judul buku : Renjana
Penulis: Anjar
Editor: Dwi Ayu Ningrum
Desain cover: Sandra S. Hariadi
Layout: Rahayu Lestari
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, Desember 2013
Tebal buku: xiv + 242 halaman
ISBN: 9786020300948
Harga: Rp59.294 

Ola tak pernah mengira bahwa ia akan menyelam ke pusaran waktu, merasakan kembali gemuruh rasa yang dahulu menyapa hatinya tatkala di sebuah kapel kecil itu ia tak sengaja melihat sosok yang pernah mengisi sukmanya. Sosok yang telah menjadi brajanya. Daus. Romo Daus.  Renjana (rasa hati yang kuat) nyaris sepuluh tahun itu benar-benar berlimpah ruah hanya dalam beberapa menit melihatnya.

Dunia ini seolah menyempit. Pertemuan dua insan yang sama-sama pernah mencinta itu pun hadir. Getaran-getaran cinta menyeruak. Oh Tuhan, emngapa di antara kejenuhan menjalani rutinitas sebagai romo, ia justru hadir memberikan kesejukan? Pembawaan Ola yang tenang dan dewasa justru membuat gelombang rasa itu semakin bergejolak. Panggilan hati sang Romo untuk selamanya menyerahkan hidupnya pada Tuhan, kembali ditantang.

Di tempat lain, cinta lama Wie dan Tra mendadak datang tanpa permisi. Ikatan pernikahan dengan orang lain dan perpisahan dengan rentang waktu sekian lama ternyata tak bisa memupus rasa hati mereka.

Daus dan Wie sama-sama berada di persimpangan jalan yang membingungkan. Apa yang harus mereka lakukan dalam posisi tak menyenangkan kini, tapi telah menjadi pilihan mereka?

Ketika membacanya, anda tak akan pernah menyangka pilihan yang mereka ambil.

Novel Renjana ini menceritakan beberapa tokoh yang terhubung melalui perkenalan dan pertemanan, dan bergulat dengan perasaan masing-masing. Ada seorang Romo (Gabrielle Firdaus Abhipraya) yang keyakinannya goyah oleh masa lalu yang datang lagi. Ada seorang suami sekaligus ayah (Wylie) yang hampir melepaskan tanggung jawabnya hanya karena kemunculan email berisi puisi-puisi. Ada wanita (Carolina Wibowo) yang menjadi lebih bijaksana setelah melalui kegagalan-kegagalan asmara dan berakhir pada keputusan untuk tidak menikah. Ada juga seorang gadis (Gentra Laksmi) yang bimbang memutuskan untuk melanjutkan perasaan dengan pilihan yang sudah ada atau mengejar masa lalu yang tidak pernah memberikannya pilihan.

Saya katakan novel ini cukup ‘penuh’. Selain mengolah bentuk perasaan yang beragam, si penulis juga memasukkan beberapa hal untuk mempermanis jalan cerita. Dua agama; Khatolik dan Islam, disandingkan si penulis sebagai identitas tokoh untuk memperjelas latar belakang, dan bukan menjadi jurang untuk tokoh-tokohnya. Hubungan keluarga pun di masukkan si penulis sebagai pereda banyak gejolak dan kebimbangan. Seperti yang dialami Ola dengan papanya dan Daus dengan ibunya. Nilai persahabatan ditunjukkan oleh Ola - Aisyah, Ola - Wylie, dan Ola – Daru. Nilai rumah tangga diperlihatkan si penulis melalui keluarga kecil Wylie dan Dalimah yang didera sedikit prahara rumah tangga.

Renjana juga menyentil sisi manusiawi yang bisa rapuh dan goyah. Seperti ketika Romo Daus yang bimbang dengan pilihannya sebagai manusia sekaligus pria biasa. Di satu sisi ia ingin melepaskan perasaannya kepada lawan jenis. Di sisi lain, panggilannya sebagai Romo tidak mudah ditanggalkan. Lalu, dialami juga oleh Wylie yang sejak mendapatkan email berupa puisi-puisi, ia mengingat sosok masa lalu dan sejak itu gairah hidupnya untuk istri dan anak mulai kacau.

Kalau saya menggambarkan dengan diagram, novel Renjana ini bisa dikatakan novel yang datar. Mempunyai konflik perasaan tidak disajikan si penulis dengan meledak-ledak. Sepanjang cerita, si pembaca akan dibawa pada pikiran, suara hati, pertimbangan dan kegalauan tokoh-tokohnya. Biarpun demikian, novel Renjana sangat manis dengan cara si penulis bercerita melalui kalimat-kalimat puitis dan penggalan-penggalan puisi. Si pembaca akan hanyut dan dibuat penasaran dengan hubungan antara tokoh-tokoh yang ada, dengan apa yang akan diputuskan dan dengan apa yang akan dialami si tokoh tersebut.

Novel ini mengajarkan cinta sejati yang lebih dewasa dan menghormati pilihan hidup orang lain. Juga, mengajarkan hidup sederhana tanpa perlu menjadi sosok orang lain dan menghargai perbedaan yang ada di tengah masyarakat.

Rating dari saya: 3/5


Catatan:
  • Tapi tidak semua hal bisa dikonversikan ke dalam alat-alat kecanggihan seperti ini, apalagi urusannya untuk bertemu Tuhan [hal. 5]
  • Dalam kedekatan sekian lama ini, kehangatan dan perhatian banyak teman adalah obat mujarab dari kejenuhan dan masalah sehari-hari. [hal. 21]
  • Doa adalah senjata tercanggih untuk mengatasi kegundahan hatinya. [hal. 62]
  • “Masa lalu boleh kamu ajukan saat kembali menggundah. Tapi, jangan jadikan alasan untuk memudarkan semangat dan kekuatan masa kinimu...” [hal. 93]
  • “Uang itu urusan duniawi, Le... Kalau ada yang mencintai uang tanpa mengerti bagaimana cara menggunakannya dengan baik dan berguna bagi dirinya dan sesama, yo kuwi keliru. Tapi, Le, kamu mesti inget juga uang itu bisa menjadi bentuk dari energi yang bisa dipakai sebagai alat kebaikan. Jadi, Ibu pesan padamu..., sing bijak yo, Le menggunakan uangmu.” [hal. 100]
  • Tak peduli siapa ia, jika memang telah bersiap menuju cita, sebaiknya memang siap pula pada hadangan risiko di muka. [hal. 122]
  • “Aku tahu, keputusanku ini pasti akan berisiko banyak hal di depan. Tapi, bukankah tujuan hidup salah satunya adalah untuk memenuhi segala risiko dari keputusan?” [hal. 132]
  • Keseimbangan hidup itu adalah cara kita memandang orang lain dan membiarkan diri kita menjadi lebih baik karena kedua belah pihak. [hal. 156]
  • Menjalani hidup sekian waktu itulah, dengan gejolak yang terkadang mulus seperti jalan tol kadang memang membosankan. Tak aneh jika sering kali manusia membutuhkan tantangan baru agar yang membosankan itu bisa kembali berubah menjadi semangat untuk melakukannya. [hal. 178]
  • Tapi, pengalaman masa lalu banyak mengajarkannya agar mau merampungkan langkah yang telah diatur oleh-Nya tanpa terburu-buru. Tra percaya, segala sesuatu indah pada waktunya meski pikiran manusia kadang ingin segera mendahului masa indah itu. [hal. 187]
  • “Bagiku, menikah itu seperti menjadi manusia itu sendiri. Cukup sekali saja. Enggak perlu ada copy atau cloning segala. Kalau selama hidup sudah baik, mengapa harus dua kali. Belum tentu yang kedua juga lebih baik.” [hal. 214]

Oktober 16, 2016

[Resensi] Kabut Di Bulan Madu - Zainul DK

Buku ini berat. Bukan ceritanya, tapi perbaikannya. Sebagai novel debut, saya memang harus sabar menikmati. Cerita yang menarik dan bisa saya ikuti, tidak dibarengi dengan gaya bercerita yang enak, membuat saya harus berjuang menamatkan.

Judul: Kabut Di Bulan Madu
Penulis: Zainul DK
Penyunting: Nisaul Lauziah Safitri
Penata letak: Yuniar Retno Wulandari
Pendesain sampul: Hanung Norenza Putra
Penerbit: Ellunar Publisher
Terbit: Agustus 2016
Tebal buku: ix + 249 halaman
ISBN: 9786020805733
Harga: Rp73.000

Tersangka kasus penembakan di sebuah kafe yang menewaskan seorang preman adalah Roby. Ia melakukan penembakan itu karena tak terima kekasihnya, Linda, diganggu. Ia pun berhasil ditangkap oleh Inspektur Ariel untuk menjalani hukuman penjara. Tidak sanggup melihat sang kekasih bersedih mengetahui dirinya dijebloskan ke penjara, Roby menyuruh Linda untuk berlibur.

Di sisi lain, ada pasangan yang baru menikah hendak berbulan madu: seorang penyiar berita bahasa Jepang, Helena Lizzana, dan pria keturunan keturunan Jepang - Timur Tengah, Ihdina Shirota. Mereka berencana menikmati momen indah itu dengan naik kapal pesiar.

Pasangan muda tersebut berada dalam satu kapal pesiar yang sama dengan Linda. Tak disangka terjadi musibah: kapal pesiar itu menabrak karang dan karam. Dari hasil evakuasi, dinyatakan bahwa hanya ada satu korban jiwa meninggal, yaitu LINDA!

Memperoleh berita nahas ini, Roby tentu saja tidak terima. Menurutnya, ada keanehan yang menyebabkan kekasihnya saja yang menjadi korban. Ia percaya seseorang sengaja membunuh Linda. Ia pun menyusun rencana untuk kabur dari penjara, dan mencari tahu siapa pembunuh sang kekasih. Inspektur Ariel mesti mati-matian mencegahnya!

***

Novel Kabut Di Bulan Madu karya Zainul DK ini merupakan tawaran Bang Dion untuk diulas. Saya tidak bisa menolak mendapatkan bacaan gratis, terlepas akan menarik atau tidak menarik. Dan mengutip informasi pada ‘Ucapan terima Kasih’, novel ini jadi karya perdana penulis. Berbekal info itu, saya harus banyak memaklumi kondisi umum novel debut.

Blurb buku di atas, sudah banyak memberi gambaran mengenai jalan ceritanya. Proses balas dendam Roby atas kematian tunangannya, Linda, sewaktu ikut liburan di kapal mewah Phoenix. Di sisi lain, Iptu Ariel Stallone bekerja keras mengejar Roby yang kabur dari rumah tahanan demi menuntaskan balas dendamnya kepada pemilik kalung inisal H. Ide yang seru, menurut saya. Label ‘novel thriller romance’ yang disematkan di kover depan, membuat saya berharap novel ini akan menegangkan. Namun, baru pada seperempat buku menjelang akhir, novel ini mulai bisa dinikmati rasa thriller-nya.

Jujur saja, diksi yang digunakan penulis banyak yang janggal. Misal, penggunaan kata ‘you’ yang diucapkan aparat hukum terasa aneh, penggunaan kata ‘total’ untuk menyebutkan sangat, amat, atau lebih. Ada juga kata ‘deh’ yang rasanya janggal diucapkan pria dewasa, polisi lagi. Beberapa kalimat juga banyak mengutip kalimat terkenal. Misal, kalimat ‘Jangan ada dusta di antara kita’, ‘Sakitnya tuh di sini’, ‘saya minum tiga’. Kelirunya, tema cerita buku ini tergolong serius dan kalimat-kalimat tadi membuat novel ini jadi lucu. Mungkinkah maksud penulis agar novel ini lebih santai?

Tokoh yang banyak dibicarakan di novel ini antara lain; Roby, Iptu Ariel, Helena Lizzana, Ihdina Shirota dan Wandi Rekzen. Tidak ada yang jadi tokoh favorit. Karakter mereka tidak kuat dan kadang menyebalkan sebab banyak dialog yang berlebihan atau lebay. Tapi, pada akhir buku, pembaca akan dikejutkan oleh satu tokoh yang memang tidak disangka-sangka menjadi kunci utama cerita. Penulis berhasil membuat saya geleng-geleng kepala, tidak mengira cerita akan dibawa ke tokoh itu.

Eksekusi cerita menjadi kesan yang akan diingat pembaca, dan tugas mahapenting ini harus diperhatikan penulis. Di novel ini, menuju akhir buku terasa sekali kalau kasus balas dendam mulai meruncing dan tentu saja akhirnya klimaks. Walau pun, proses klimaks itu dikecoh tokoh Iptu Ariel yang ganjen kepada Helena.

Lalu, kover dengan warna dominan hitam, dan tergambar dua orang berpelukan, memberi tahu itu adalah pasangan Helena Lizzana dan Ihdina shirota. Kalung inisial H, menjadi aksesori yang penting dalam cerita. Kover gelap dengan pemilihan judul sangat relevan. “Kabut Di Bulan Madu”, definisi dari tragis bulan madu yang seharusnya menyenangkan menjadi trauma bagi Helena.

Oh iya, buku ini juga berbonus CD lagu. Ada 6 lagu yang merupakan karya penulis. Tapi, maaf seribu maaf, saya tidak bisa menikmati lagunya. Ini soal selera sih, jadi kalau saya tidak menyukai, belum tentu yang lain juga sama. Dan jika boleh berpendapat, saya lebih suka puisi di novel ini dibaca saja dengan ada backsound musik.

Sedangkan, pesan moral yang bisa dipetik pada novel ini, banyak sekali manusia yang memiliki sisi tidak terungkap. Di luar bisa saja berkilau seperti emas, namun dilihat ke dalam bisa jadi tidak sekilau emas. Prinsipnya, ada batas-batas untuk mengenal orang di sekitar sehingga di masa depan tidak ada yang merasa dicurangi.

Akhirnya, saya sarankan penyuntingan novel ini harus diperbaiki agar lebih enak dibaca. Sebab, ide ceritanya sangat menarik. Penulis juga berpotensi membuat cerita yang asyik, jadi besar harapan saya agar novel ini diperbaiki kembali, untuk diterbitkan ulang. Dan tentu saja, penilaian ini tidak membuat saya kapok untuk membaca karya selanjutnya.

Rating dari saya: 2/5




Catatan:
  • “Pria boleh saja datang dan pergi untuk menyakiti hati wanita, tetapi bahasa jepang takkan pernah menyakitiku dan hati semua wanita!” [hal. 6]
  • “Jawab jujur! Apakah you menyesal telah menembak mati korban? Walau preman, tapi korban juga memiliki hak hidup, sama halnya you dan seluruh masyarakat. Paham?” [hal. 22]
  • “Kejadian ini di luar basat kemampuan kita sebagai manusia. Manusia hanya dapat berencana, tapi semuanya balik lagi pada di atas yang menentukan” [hal. 70]
  • If you educate a man, you just educate A MAN. If you educate a woman, you educate A GENERATION. [hal. 74]
  • “Ditunggu ya besok. Pesan terakhir untuk Mr Roby, mumpung masih muda, tetaplah semangat. Jangan pernah putus asa! LIVE WHILE WE’RE YOUNG” [hal. 82]
  • “Sejujurnya tak ada masalah. Bukankah kepercayaan itu fondasi terpenting dalam membangun satu hubungan?” [hal. 84]
  • Luka di badan seiring waktu dapat sembuh, tapi luka di hati oleh perkataan kasar, hanya waktu dan kerelaan yang kuasa menghapusnya. [hal. 200]

Oktober 15, 2016

[Giveaway] The Girl On Paper by Guillaume Musso


Alhamdulillah, saya bersyukur sekali bisa diberikan kesempatan untuk mengadakan giveaway pertama kali bekerja sama dengan Penerbit Spring. Dan ini menjadi momen yang membahagiakan, sebab saya diberikan kepercayaan. Kepercayaan itu yang kemudian harus saya pelihara.

Kali ini, saya akan membagikan 1 eksemplar novel The Girl On Paper karya Guillaume Musso yang akan dikirim oleh Penerbit Spring, bagi kalian yang beruntung. TAPI, sebelum saya sebutkan syaratnya, silakan komentar ya di review buku The Girl On Paper by Guillaume Musso.

Kalian sudah siap mendapatkan novel The Girl On Paper!!! 
Perhatikan syarat-syarat berikut ini ya:

  • Follow blog saya melalui GFC
  • Follow akun twitter saya @adindilla dan penerbit Spring @penerbitspring 
  • Share ya informasi giveaway ini dengan hastag #GATheGirlOnPaper dan mention kedua akun di atas
  • Silakan tulis pada komentar format berikut ini; akun twitter kalian - link share
  • Pemenang akan saya pilih dengan cara diundi dan akan saya umumkan tgl 22 atau 23 Oktober 2016. Doakan semoga tidak ada halangan ya!


Sepertinya syarat di atas tidak terlalu susah. Semoga tidak menghalangi kalian untuk mengikuti giveaway di blog saya ini ya!

Oke, jadi berdoalah semoga novel ini datang ke tangan kamu dan coba tangkap berbagai keajaiban di dalamnya.

Tunggu update pemenangnya ya di postingan ini juga!



***[ UP DATE ]***

#GATheGirlOnPaper sudah berakhir ya tadi malam.

Saya ingin mengucapkan terima kasih untuk Penerbit Spring yang sudah memberi kesempatan kepada saya untuk menjadi host giveaway. Dan jangan bosan untuk mengajak saya kembali di kesempatan lain.

Saya juga ingin berterima kasih kepada 78 peserta yang sudah ikut. Maunya semua menang, tapi buku yang disediakan hanya 1 eksemplar. Jangan berkecil hati ya, Insya Allah setelah ini masih ada giveaway lainnya.

Penasaran siapa yang menang di #GATheGirlOnPaper?

Jreng!
Jreng!
Jreng!


Selamat! Kamu mendapatkan 1 eksemplar buku The Girl On Paper karya Guillaume Musso yang akan dikirim Penerbit Spring. 

Silakan pemenang mengirimkan data format: nama – alamat – nomor telepon, via DM twitter @adindilla atau email ke hapudincreative(dot)gmail(dot)com.

Bagi yang belum beruntung, sampai jumpa di giveaway selanjutnya ya!


[Resensi] The Girl On Paper - Guillaume Musso


Ungkapan di atas saya ungkapkan setelah beberapa detik menyelesaikan novel The Girl On Paper ini. Ada perasaan membuncah yang susah diungkapkan. Banyak hal positif yang saya terima dari Tom Boyd, Billie, Milo, dan Carole. Saya harus menegaskan, “Siapa pun kalian yang mengaku suka baca buku, rugi sekali tidak membaca buku ini!”.

Judul: The Girl On Paper
Penulis: Guillaume Musso 
Penerjemah: Yudith Listiandri
Penyunting: Selsa Chintya
Proofreader: Titish A.K.
Desain Kover: Chyntia Yanetha
Penerbit: Penerbit Spring
Terbit: September 2016
Tebal buku: 448 halaman
ISBN: 9786027432246
Harga buku: Rp85.000

Buku ini dibuka dengan prolog yang unik, perpaduan cuplikan berita koran yang memberitakan penulis best seller bernama Tom Boyd dan pianis Aurore Valancourt Laureate, dan email dari pembaca sekaligus penggemar Tom. Selain berita kesuksesan Tom dan Aurore, ada juga berita hubungan mereka yang menjalin cinta hingga berita mereka putus.

Efek putus cinta membuat Tom terpuruk dan tidak bisa menulis. Kedua sahabatnya, Milo dan Carole berusaha mengembalikan gairah hidup Tom. Lalu pada suatu malam berhujan, Tom bertemu dengan perempuan yang mengaku bernama Billie, salah satu tokoh dalam novelnya. Billie mengaku jatuh dari novelnya yang salah cetak.

Tom susah untuk mempercayai Billie. Lalu keduanya terikat perjanjian. Jika Tom mau menuliskan novel ketiga dari Trilogie Des Anges agar Billie bisa kembali ke dalam buku, Billie akan membantu Tom mendapatkan kembali Aurore. Berhasilkah perjanjian tersebut dipenuhi Tom dan Billie?

Ternyata novel The Girl On Paper adalah novel pertama dari Guillaume Musso yang diterjemahkan ke bahasa indonesia. Aslinya, novel ini sudah diterjemahkan ke 25 bahasa, termasuk bahasa indonesia. Dengan tema percintaan, persahabatan, petualangan, profesi kepenulisan, penulis meramu dengan porsi seimbang, masing-masing 25%. Plot yang digunakan campuran, maju mundur. Ada beberapa bagian cerita yang merupakan kilas balik dari para tokoh.

Gaya bahasa penulis menyampaikan cerita juga enak sekali, ini berkat penerjemah tim penerbit Spring juga. Dan yang membuat saya menyukai novel ini adalah bagian profesi penulis Tom yang diceritakan dengan elegan, rinci, dan akan menginspirasi pembaca dan calon penulis. Banyak diceritakan proses bagaimana penulis membuat karyanya. Salah satu yang dibeberkan adalah dalam membuat tokoh, Tom akan menulis detail identitas satu tokoh bisa dalam 20 halaman secara terperinci. Lalu ¾ bagian itu tidak akan muncul di novel dan menjadi rahasia penulis. Masih banyak rahasia menulis novel yang dibagikan Tom. Pokoknya, ini panduan menulis yang asyik untuk kalian yang mau membuat novel. Jadi masih ragu untuk baca novel ini?

Bagian lain yang menyenangkan buat saya ketika Tom dan Billie melakukan perjalanan ke Meksiko untuk bertemu Aurore yang sudah memiliki pacar baru seorang pembalap F1. Pada bagian ini penulis mengobrak-abrik rasa kedua tokoh yang tidak saling suka menjadi suka melalui banyak kejadian yang pada akhirnya menjadi kenangan spesial untuk keduanya. Yang melekat di ingatan saya adalah ketika mereka singgah di bar dan terlibat percakapan yang menyakitkan.

“Kenapa... kenapa kau membuatku mengalami semua penderitaan itu dalam novelmu?” [hal. 173]

Selain cerita Tom dan Billie, buku ini mengupas Milo dan Carole. Bentuk persahabatan yang sangat tulus dan penuh liku. Persahabatan yang layak diteladani kita semua. Pada bagian akhir buku, penulis belum cukup rela untuk membuat ceritanya mudah. Lagi-lagi gambaran persahabatan diungkap secara gamblang dan mengharukan.

“Tidak, Tom. Masalahmu adalah masalahku. Kurasa itulah persahabatan, bukan begitu?” [hal. 28]

Saya kasih tahu juga, buku yang gagal cetak sejumlah 99.999 dihancurkan. Menyisakan 1 copy yang oleh penulis dibawa berkelana jauh melalui beberapa pemilik yang mempunyai kisah unik masing-masing. Mengingatkan kepada kita, di belahan bumi lain ada mereka-mereka yang memiliki kehidupan berbeda, memiliki masalah berbeda, memiliki pandangan berbeda, namun perbedaan itu ternyata indah untuk diceritakan, justru tidak untuk diperdebatkan.


Menjelang akhir cerita, pembaca (saya) dibuat gemes dengan fakta mengenai sosok Billie ini. Fakta yang tidak membuat cerita berakhir begitu saja. Dan jujur saya merasa sedih ketika ceritanya berakhir. Lalu saya pun berharap penerbit Spring bisa menerbitkan novel Guillaume Musso yang lainnya. Saya penasaran dengan kisah-kisah seru, bagus dan apik dari beliau.

Novel ini sangat menginspirasi dan membuat saya memandang hobi membaca sebagai sesuatu yang istimewa dan harus dipertahankan. Tentu saja novel ini harus kalian baca, jika tidak sekarang, mungkin besok atau lusa. Tapi kalau boleh saya tegaskan sekali lagi, rugi tidak membaca novel ini paling tidak seumur hidup sekali. Jika sudah baca novel ini, silakan mention twitter saya. Dan ingatkan saya jika review dan pujian saya ini berlebihan.

Rating saya: 5/5


Catatan.
  • “Ya Tuhan, kau harus berhenti berkubang dalam penderitaanmu! Kalau kau tidak segera keluar dari sana, kau akan tenggelam untuk selamanya. Memang lebih muda menghancurkan dirimu sedikit demi sedikit daripada mengumpulkan keberanian untuk kembali berjuang, kan?” [hal. 125]
  • “Tapi apa enaknya sendiri? Kesepian adalah hal terburuk di dunia.” [hal. 243]
  • “Kukira kita sudah melewati hal yang paling sulit, tapi aku salah. Bagian tersulit bukanlah untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, tapi menjaganya begitu kita mendapatkannya.” [hal. 258]

Typo.
  • Tecermin = Tercermin [hal. 8]
  • Meneluk = Memeluk  [hal. 262]

Oktober 14, 2016

[Resensi] San Francisco - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Segar, itu yang saya rasakan membaca novel ini. Banyak keunggulan yang dimunculkan penulis sehingga membaca menjadi kegiatan yang dinamis. Pengetahuan musik pun menjadi bobot yang menambah pengetahuan pembaca, saya.

Judul: San Francisco
Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Editor: Septi Ws
Desain sampul: Teguh
Ilustrator isi: Tim Desian Broccoli
Penata isi: Tim Desain Broccoli
Penerbit: PT Grasindo
Terbit: Juli 2016
Tebal buku: iv + 220 halaman
ISBN: 9786023755929
Harga buku: Rp60.000 

Satu-satunya yang menarik dari cowok bernama Ansel adalah badannya yang tinggi, kegemarannya akan musik klasik, dan senar-senar harpa di ujung jarinya. Ansel bekerja di Suicide Prevention Center, bertugas mengangkat telepon, hingga akhirnya ia menemukan hal menarik yang baru: Rani – gadis dari negeri asing yang mengiris nadi setiap dua hari sekali.

Sekarang sebagian besar kehidupan Ansel berputar di sekitar Rani. Dan, Ansel bertanya-tanya apakah pertemuan mereka di Golden Gate Bridge San Francisco adalah takdir, atau sekedar kesialan? Karena dari sini, mobil kabel yang membawa kisah mereka bisa saja menanjak terus hingga setengah jalan menuju bintang, atau justru terjebak dalam kabut di atas perairan biru dan berangin San Francisco.

***

Jujur saja, saya merasa jalan cerita pada novel ini dibuat buram oleh ‘pritilan’ mengenai musik klasik dan informasi di dalamnya, entah kisah penciptaan musiknya, atau kisah hidup si penciptanya. Sehingga benang merah yang seharusnya menonjol, tidak begitu saya rasakan. Emm, tepatnya, saya seharusnya mendapatkan banyak momen berkesan dari alur yang diciptakan. Singkat saja, novel ini sebenarnya soal tokoh punya pacar – ketemu tokoh lain yang punya pacar –merasakan rasa sayang – memilih akan bagaimana. Itu saja, tapi bisa menjadi novel 200-an halaman karena banyak dialog tambahan. Kalau saya harus mencari momen atau adegan mana yang favorit, saya harus katakan tidak ada. Sorry...

Di penyajian ide cerita yang tidak memikat versi saya, saya harus mengakui jika penulis bercerita dengan sangat baik. Penulis seperti memilih adegan-adegan yang tidak biasa sehingga rasa yang ditimbulkan dari plot maju itu, tidak normal. Contoh adegan yang membuat saya kaget, ketika Ansel tidur di apartemen Rani kemudian bangun pagi dan mendapati di sampingnya ada sosok pemuda. Saya sempat kaget siapa si pemuda itu, dan bukannya harusnya Rani yang tertidur di samping Ansel, begitu kalau di novel-novel penulis lain, biasanya. Dan masih banyak lagi adegan yang tidak normal lainnya. Juga, diksi yang dipakai penulis sangat – sangat lugas dan saya seperti membaca novel terjemahan. Efeknya tentu saja tidak akan bosan baca sampai halaman terakhir.

Karena seri novel ini mengangkat kota istimewa yang dibalut kisah cinta, kota San Francisco tidak terkulik total, menurut saya. Hanya spot jembatan Golden Gate Bridge yang dimunculkan. Kelirunya jelas, karena musik klasik itu yang mendominasi dan hampir memenuhi objek cerita yang menghidupkan kisah Ansel dan Rani. Saya tidak kemana-kemana dan saya disuguhi musik yang tetap asing. Itu jelas masalah sebab saya harusnya membaca buku ini serasa piknik.

Saya juga perlu berterima kasih kepada penulis oleh dialog bahasa inggris yang kemudian ia terjemahkan. Sumpah, kalau pola demikian tidak dipilih oleh penulis, saya lebih memilih segera menutup novel dari pada pusing. Makanya, ini pola yang renyah dan nyaman. Thanks to you, Ziggy!

Ansel itu tidak spesial, penyuka musik klasik. Di novel ini, di mata saya, perannya hanya sebatas penyampai cerita dan salah satu benang warna yang dihubungkan dengan karakter lainnya yang lebih berkesan. Rani itu sensitif, suka putus asa, dan bisa jadi negatif thinking. Hasrat bunuh diri itu parameternya. Kok bisa sedepresi itu sehingga bunuh diri baginya sangat normal? Tokoh favorit jatuh pada Benji, serba selalu bisa, tidak egois, dewasa dengan caranya, dan tentu saja unik. Lalu tokoh samping lainnya; Ada, Gretchen, Dexter, Maria, teman-teman band Benji, punya porsi yang pas di cerita, tidak ada yang berusaha mendominasi.

Lalu menilik kovernya yang merah, ini elegan. Ah, seperti kover Roma karya Pia Devina. Tentu saja, saya suka kover-kover seri A Love Story yang lainnya juga. Terasa baru dan aman buat saya sebagai pembaca pria ketika meletakkannya di meja kerja dan bukan tidak mungkin dilihat orang lain.

Kemudian yang saya terima sebagai pesan moral di sini adalah mencintai itu tugas yang tidak bisa dibarengi egois. Tidak semua yang kita perjuangkan akan diberikan Tuhan sebagai reward. Termasuk jodoh. Seberapa kita ingin bersama si A, lalu Tuhan menulis takdir jodoh dengan si Z, maka itulah yang akan terjadi. Maka, terimalah jalan cerita hidup seaneh apa pun dengan pikiran yang luas. Di situ akan ditemukan rasa syukur jika ini bagian hidup terbaik yang dirancang Tuhan.

“Ini cuma pemikiranku saja, tapi menurutku tidak semua orang harus menikahi orang yang dicintainya, tidak semua orang harus mendapatkan pekerjaan yang sesuai untuknya, atau menjadi orang yang selalu diinginkan. Kau harus selalu ingat kalau, bahkan dalam buku cerita, setelah ‘akhir yang bahagia’, semua tokoh harus meneruskan hidup mereka. ‘Akhir yang bahagia’ itu cuma fase, dan ia akan segera berakhir.” [hal. 201]

Rating dari saya: 3/5



Catatan:
  • “Maksudku, sulit kalau dia tidak menyukai sesuatu yang merupakan fondasi seluruh kehidupanku, paham tidak? Orang-orang yang sangat berbeda bisa saja tetap hidup bersama, tapi kalau mereka bertentangan dalam hal paling dasar, sepertinya sangat sulit dijalani.” [hal. 198]
  • “Benar. Itukan seperti penyalahgunaan kekuatan. Yah, kurasa dia mau orang menyukainya bukan karena dia membuat mereka merasa seperti itu. Dia mau orang menyukainya karena mereka memang menyukainya. Tanpa alasan, tanpa syarat.” [hal. 116]
  • “Aku membentuk, menyulut, membakar, memukul, menjepit... Logam-logam yang kukerjakan mungkin menyakitiku, tapi aku juga menyakiti mereka. Yang melukaimu mungkin juga sama hancurnya denganmu. Tapi, mungkin kaliansama-sama merasakan sakit karena kalian dalam proses penciptaan sesuatu yang luar biasa. Kalaun kau memutuskan untuk mundur, kau merasa sakit dengan sia-sia.” [hal. 114]