November 17, 2016

[Intermeso] Tentang Giveaway


Cara bagi pecinta buku untuk memperoleh buku gratis yaitu ikut kontes buku atau lebih dikenal disebut giveaway. Pengertian kontes buku adalah sebuah promosi buku yang dikemas jadi kontes dengan hadiah berupa buku yang diberikan tidak secara langsung atau butuh waktu untuk mengirimkannya.

Pelaksana kontes buku ini biasanya dilakukan oleh penerbit, penulis, komunitas buku, dan blogger buku. Dengan tujuan untuk mengenalkan peristiwa atau buku baru dengan harapan peristiwa atau buku baru tersebut dikenal lebih luas. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi peserta untuk mengikuti kontes buku. Yang sudah umum digunakan adalah mempunyai alamat di Indonesia, harus mengikuti akun media sosial pelaksana kontes buku, harus mempromosikan kontes buku di media sosial, beberapa pelaksana mengharuskan menjawab pertanyaan, dan ada juga yang mengharuskan membuat ulang artikel kontes buku di media sosial atau blog peserta.

Pemenang kontes buku ini ditentukan dengan beberapa cara. Ada yang menggunakan sistem undian melalui aplikasi online, ada yang ditentukan berdasarkan jawaban yang paling menarik, dan ada juga yang ditentukan oleh keaktifan peserta mempromosikan kontes buku. Semua cara tersebut menurut saya sah, karena peraturan kontes buku dikendalikan oleh pelaksana.

Kontes buku diadakan dengan periode waktu tertentu. Bisa selama sehari, tiga hari, seminggu, bahkan sebulan. Pemenang akan diumumkan setelah masa kontes berakhir melalui blog atau media sosial.

Hadiah yang sudah dipersiapkan akan dikirim ke alamat pemenang setelah datanya lengkap. Pengiriman hadiah inilah yang menjadi alasan kenapa kontes buku biasa disebut giveaway.


Seiring dengan banyaknya buku yang terbit, banyak blogger buku yang sedang mengadakan kontes buku atau giveaway. Dan dari pengamatan saya, ada beberapa blogger buku yang artikelnya lebih banyak berupa kontes buku dalam setiap bulannya. Ini menjadi indikator blogger tersebut dipercaya banyak pihak untuk berpromosi. Saya yakin untuk mencapai posisi demikian ada proses panjang yang sudah dilalui.

Bagi blogger buku ada keuntungan menjadi pelaksana kontes buku yaitu mendapatkan buku gratis, menambah jumlah pengikut atau pengunjung blog, dan kadang menambah perkenalan. Berdasarkan pengalaman pribadi, sebelum jadi pelaksana kontes pengikut blog saya hanya lima orang, setelah menjadi pelaksana kontes buku pengikut blog saya melonjak ke angka delapan puluh lebih. Ini jadi cara yang mudah untuk menaikan jumlah pengunjung blog atau pengikut akun.

Kesulitan menjadi pelaksana kontes buku antara lain; harus mengikuti jadwal dan aturan yang sudah ditentukan (waktu artikel terbit, konten artikel), penilaian terhadap buku yang menjadi lebih lunak, wajib aktif berpromo tentang buku tersebut, dan harus melakukan perekapan peserta sebelum diundi. Untuk beberapa blogger buku, kesulitan tersebut sudah tidak terasa karena jam terbang mereka sudah banyak sehingga mereka sudah biasa mengatur langkah-langkahnya dengan baik. Bagi saya sendiri menjadi pelaksana kontes buku memang butuh komitmen. Itulah yang menjadikan alasan kenapa saya lebih suka menjadi peserta.

Demikian informasi yang saya tahu dan saya bagikan mengenai kontes buku atau giveaway. Semoga artikel ini menambah pengetahuan di sekitar kegiatan blogger buku. Jika ada pendapat saya yang keliru, silakan untuk tidak sungkan menyampaikannya melalui kolom komentar atau lewat email saya di hapudincreative(at)gmail(dot)com. Terima kasih dan sampai jumpa di artikel lainnya.

Kamu mau jadi penyelenggara giveaway atau peserta giveaway?

***

Artikel sebelumnya:

November 16, 2016

[Wishful Wednesday] Slammed by Colleen Hoover


Selamat hari Rabu!
Selamat Wishful Wednesday!

Kamu pasti bosan kalau saya membicarakan mengenai harapan. Soalnya saya selalu mengawali posting-an ini dengan ulasan yang sama. Kesempatan kali ini mau beda. Saya mau bercerita latar belakang saja mengenai pemilihan novel yang sedang ditaksir.

Bulan September 2016 kemarin saya membeli buku Point of Retreat by Colleen Hoover (artikel: Rekapan Buku September 2016). Waktu itu saya berpikir ingin mencicipi karya lainnya dari penulis yang namanya sudah sangat dikenal. Novel sebelumnya yang saya baca dari karya beliau adalah Finding Cinderella (lihat resensi, silakan klik). Karena kangen dan ingin mendalami ciri khas Colleen, saya pun memilih buku tadi.

Tapi eh tapi, ternyata buku ini adalah buku kedua dari serial Slammed. Keinginan membaca pun saya tunda sampai saya bisa punya buku pertamanya. Jadi, sudah bisa ditebak bukan buku apa yang saya mau untuk minggu ini?

Slammed (Cinta Terlarang)
Colleen Hoover
(klik judul untuk informasi)


"Layken harus kuat demi ibu dan adiknya. Kematian mendadak sang ayah, memaksa mereka untuk pindah ke kota lain. Bayangan harus menyesuaikan diri lagi dengan lingkungan baru sungguh menakutkan Layken. Namun semua berubah, begitu ia bertemu dengan Will Cooper, tetangga barunya.Will memang menarik. Dengan ketampanan dan senyum memikat, pemuda itu menularkan kecintaannya pada slams––pertunjukan puisi. Perkenalan pertama menjadi serangkaian hubungan intens yang membuat mereka semakin dekat, hingga keduanya bertemu lagi di sekolah...Sayangnya, hubungan mereka harus berakhir. Perasaan yang mulai tumbuh antara Will dan Layken harus dihentikan. Pertemuan rutin mereka di kelas tak membantu meniadakan perasaan itu. Dan puisi-puisi menjadi sarana untuk menyampaikan suara hati. Tentang sukacita, kecemasan, harapan, dan cinta terlarang mereka."

Saya berharap bisa segera punya buku ini agar saya bisa segera mulai membaca buku Point of Retreat. Dan untuk kamu yang mau ikutan membuat postingan serupa, silakan mampir ke blog PerpusKecil untuk mengintip ketentuan-ketentuannya.

So, buku apa yang kamu ingin punya minggu ini?

November 14, 2016

[Buku] Alang by Desi Puspitasari

Judul: Alang
Penulis: Desi Puspitasari
Editor: Triana Rahmawati
Cover: Resoluzy Media
Penerbit: Penerbit Mahaka Publishing
Cetakan: Pertama, Juni 2016
Tebal: iv + 235 halaman
ISBN: 9786029474091
Harga: Rp55.000 

Novel Alang menceritakan tentang memperjuangkan mimpi. Melalui tokoh Alang, April, dan Arif, penulis menggambarkan sisi-sisi yang beragam mengenai cara menyikapi cita-cita. Alang adalah anak dari tukang becak. Ia suka musik dan kemudian ia belajar tekun bermain gitar. Perjuangannya menjadi musisi terhalang oleh ketidaksetujuan Bapaknya. Di pikiran Bapaknya, seniman tidak akan membuat hidup menjadi layak dan kaya. Pertengkaran dan perang dingin menjadi jurang antara Alang dan Bapaknya. “Begitulah bila terlalu menggemari kesenian. Tidak akan memberi hasil apa-apa kecuali keburukan!” (hal. 19).

Berbeda dengan Alang, April mengalami tekanan batin dalam keluarga. Mamanya selalu membandingkan prestasi April dengan kakaknya, Mbak Kartika. Pilihan masa depan menjadi penyair pun ditentang sang Mama. April pun memperjuangkan mimpinya hingga ia harus rela drop out dari kuliah kedokteran demi mengejar impiannya itu.

Arif punya kisah sendiri. Ia yang jadi cucu dari kakek mantan tahanan politik pada masa lalu, masa depannya sudah suram. Orang yang memiliki keterkaitan dengan sejarah tahanan politik tidak punya kesempatan untuk menjadi sukses. Dengan kondisi begitu, Arif melihat hidupnya dengan sangat realistis. Selepas lulus SMA, Arif memilih bekerja dari pada kuliah.

Apakah benar semua cita-cita harus diperjuangkan?

***
Poin besar novel ini membicarakan mengenai pandangan terhadap seniman. Citra menjadi seniman tidak bisa kaya, memang sudah berakar dari zaman dulu. Dan penulis mencoba memberi jawaban pada paradigma tadi. Dengan tema keluarga, persahabatan, roman, dan seni, penulis membuat kemasan yang bagus sehingga pada beberapa bagian cerita bisa membuat saya berkaca-kaca.

Klimaks cerita merangkap di eksekusi cerita. Setelah perjalanan panjang Alang mengejar cita-citanya, ia kembali ke titik dimana semua dimulai dan memutuskan memulai kembali. Adegan ini sukses membuat saya nangis. Saya paham pergulatan batin Alang yang menentang pendapat Bapaknya. Tidak ada yang mudah jika berkaitan dengan perusakan hubungan keluarga. Saya punya pengalaman sendiri, dan karena itu mudah sekali cerita di novel ini mempengaruhi emosi saya (dan emosi kalian). “Alang...” suaranya serak. “..minta maaf... nyuwun ngapunten.” (hal. 233).

Untuk setting cerita yang mengambil kota Madiun dan Jakarta, belum tergali maksimal. Saya tidak bisa menggambarkan lokasi-lokasi ketika tokoh-tokoh tadi diceritakan. Setahu saya, Madiun menjadi lokasi yang asri dan tenang, sedangkan Jakarta penuh dengan kekacauan. Dengan modal pengetahuan ini, saya coba meresapi kisahnya.

Tokoh utama novel ini adalah tiga karakter yang di awal saya sebutkan; Alang, April, dan Arif. Alang itu pemuda yang pekerja keras dibuktikan dirinya mau mencari belalang demi tujuan punya recorder, keras kepala karena ia tetap kuliah jurusan musik meski Bapaknya tidak pernah setuju, sedikit labil ketika dibutakan perasaan suka pada April sehingga sempat menanggalkan daya juang mengejar cita-citanya, dan berani meminta maaf dan memaafkan  ketika kesadaran menghampiri mengenai kekeliruan yang sudah ia lakukan.

April itu gadis yang jutek dan tegas untuk urusan pergaulan sehingga semasa SMP dan SMA ia tidak punya banyak teman, tekun dan berpikir sempit untuk pendapatnya kenapa pelajaran sastra di sekolah jamnya sedikit hingga ia kerap menggunakan jam pelajaran lain untuk mengasah kemampuan menulisnya, dan mudah terpengaruh keadaan ketika fasilitas orang tuanya dicabut, ia kelimpungan untuk mengejar cita-citanya lalu lebih memilih mundur.

Arif itu pemuda yang realistis dan pesimis. Ia selalu berpikir untuk hidup berada di area jangkauannya dan tidak pernah memimpikan hal diluar kemampuannya. Sehingga kehidupan Arif terbilang stagnan. Sedangkan karakter lain yang berkesan buat saya ada Siska, Mia, dan Ibunya Alang.


Kover novel Alang terbilang sederhana. Hanya gambar gitar saja yang punya korelasi dengan isi cerita. Dan saya tidak bisa berkomentar pemilihan kover dengan gaya lukisan cat air ini (di mata saya terlihat begitu) karena penerbit memang punya ciri demikian untuk buku-bukunya. Padu padan pemilihan warna setidaknya tidak membuat mata sakit dan itu sudah lebih dari cukup sebagai kover yang aman.

Pesan yang coba disampaikan penulis adalah untuk realitis menggantungkan mimpi dan mengejarnya dengan penuh tanggung jawab. Sebab tanpa kerja keras, mimpi akan tetap jadi mimpi yang suatu hari akan menghadirkan penyesalan. Dan penulis juga menegaskan pentingnya untuk serius bersekolah.

Rating dari saya: 3/5

Catatan:
  • Kenyataan hidup yang keras sering kali tanpa ampun mengubah penampilan seeorang dengan cepat. [hal. 4]
  • Dalam menjalani kenyataan, tak elok dan tak ada manfaatnya bila terlalu sering berkata ‘seandainya’. [hal. 8]
  • “Hidup di dunia nyata mengajarkan bahwa yang dibutuhkan dalam hidup ini sesungguhnya hanya duit!...” [hal. 26]
  • “... Kau harus bercita-cita tinggi. Pergi ke luar negeri. Menjadi pemusik seperti Jimmy Hendrix yang musiknya sangat begitu progesip.” [hal. 38]
  • Tapi tidak semua keberhasilan terwujud karena bakat. [hal. 40]
  • “Orang pandai karena mau belajar dan latihan. Tidak cuma masalah bakat.” [hal. 41]
  • Imajinasi seringkali membantu memberi dorongan seseorang untuk meraih mimpi. [hal. 71]
  • “Pekerjaan yang tidak memiliki masa depan hanyalah yang tidak diusahakan dengan sungguh-sungguh.” [hal. 77]
  • Seorang ibu bisa begitu misterius, mengerti segala hal yang dirahasiakan anaknya entah dari mana. [hal. 92]
  • Menjadi dewasa memang prihal berani mengambil keputusan dengan segala resikonya. [hal. 153]
  • Jatuh cinta barangkali memang membuat orang-orangnya menjadi bodoh. [hal. 182]
  • “Orang-orang gagal adalah mereka yang bersemangat hanya pada awalnya saja. Keinginan kuat itu akan menurun seiring berjalannya waktu –mereka sadari atau tidak.” [hal. 205]

November 13, 2016

[Buku] Deep Down Inside by Pia Devina

Judul: Deep Down Inside
Penulis: Pia Devina
Desainer kover: Dyndha Hanjani P.
Penata isi: Phiy
Penerbit: Penerbit Grasindo
Terbit: Agustus 2014
Tebal: vi + 194 halaman
ISBN: 9786022516538
Harga: Rp40.000 

Novel Deep Down Inside ini bercerita mengenai perempuan 27 tahun bernama Audrey Vanissa yang mengalami patah hati oleh dua sebab. Pertama, ia tidak sangka kalau Galang, pacarnya selama dua tahun ini akan bertunangan dengan perempuan lain. Buruknya, kabar itu disampaikan oleh Faya, sahabat baik Audrey. Kedua, kenyataan Faya yang mengatakan jika selama ini dirinya mencintai Galang. Pengakuan ini membuat Audrey memikirkan ulang rasa percaya kepada sahabatnya itu.

Selama masa patah hati itu, muncul teman pria sewaktu SMA, sekaligus rekan kerja Galang, bernama Panji. Dua kali Panji mengaku suka kepada Audrey, dua kali juga ia ditolak Audrey. Pengakuan pertama saat mereka masih SMA dan pada saat itu konteks Panji hanya untuk memenuhi taruhan. Pengakuan kedua dilakukan Panji ketika ia bertemu kembali pertama kali di kantornya. Sayang sekali, waktu itu Audrey sudah berpacaran dengan Galang.

Panji yang kemudian berada di sisi Audrey selama masa menata hati untuk melepaskan Galang. Dan siapa yang bisa menebak kalau kedekatan mereka itu menghadirkan takdir baru, sekaligus membuka tabir-tabir yang selama ini tertutup.

Secara kasar menyebut, novel ini akan terkesan dipenuhi cerita yang mendayu-dayu dan sedih sebab berbicara soal patah hati. Jangan terkecoh, nyatanya novel ini punya diagram plot yang naik-turun, kadang menarik simpati dan kadang memunculkan senyum. Pengamatan saya, penulis seperti menjiwai penulisan kisah Audrey ini. Penulis membuat tikungan cerita yang tidak biasa dengan mengemas patah hati menjadi bukan kisah kelam. Dan saya paling suka adegan ketika Panji menghibur Audrey. Bagi saya, hubungan mereka pada saat itu sangat manis dan menghibur.

Ide besarnya, novel Deep Down Inside ini membahas proses penyembuhan patah hati, bukan proses meratapi patah hati. Sehingga kamu akan menemukan banyak sisi positif bagaimana menerima takdir yang tidak sesuai harapan kamu. Untuk klimaks cerita, saya tidak menemukan yang benar-benar menghantam dan membuat saya merasa ‘wow’. Semua puncak konflik ter-setting hanya di tengah ketinggian saja. Misalkan, pertemuan Galang dengan Audrey untuk menjelaskan kabar pertunangan dibuat narasi saja oleh penulis. Padahal, seharusnya kejadian itu akan seru jika diceritakan prosesnya. Perasaan hati yang hancur akan lebih mengena ke pembaca jika diceritakan dengan rinci.

Eksekusi cerita dibuat manis dengan ending cerita yang adil, meski lagi-lagi penulis menghapus bagian serunya. Misal, proses pertemuan Galang, Saskia, Deira, dan Audrey tidak dibuat rinci (hal. 185-187). Saya kehilangan adegan pembicaraan mereka dalam rangka menyelesaikan konflik. Justru bagian ini yang ingin saya pahami untuk mengetahui apa yang ada di benak keempat orang tadi. Apa yang dilakukan penulis terkesan terburu-buru mengakhiri ceritanya.

Profesi yang muncul di karakter dalam novel ini berpotensi memikat pembaca. Arsitek adalah profesi Panji dan Galang, Staff Regulatory Affairs adalah profesi Audrey. Namun, job desk mereka hanya dijelaskan sepintas sehingga dunia kerja mereka tidak cukup menempel pada karakternya. Oke, soal ini hanya selera saya, dan juga novel ini bukan novel yang mengedepankan cerita profesi.

Penulis menuturkan cerita dengan gaya bahasa yang lugas dan mengalir. Membantu sekali cara saya membaca dan dibuktikan hanya butuh waktu beberapa jam untuk menyelesaikan buku ini tanpa ada penundaan. Yang mengganggu adalah cara penulis membuat kalimat yang bertumpuk dengan menandai oleh tanda setrip (-). Contohnya, ‘Karena mungkin – tebaknya- mamanya Galang menyuruh anaknya itu pulang ke Jakarta karena rindu’ (hal. 13). Banyak sekali contoh kalimat yang demikian.

Tokoh utama novel ini adalah Audrey Vanissa, Galang Winanta, dan Panji Raihandra. Audrey Vanissa itu perempuan kuat yang bisa mengendalikan emosi buruknya untuk tidak melakukan hal bodoh pascapatah hati, bijaksana ketika ia menyadari kekeliruan kisah kakaknya dan membuat ia mendendam, dan pemikir sebab butuh waktu untuk menyadari dan mengakui apa yang ia rasakan terhadap Panji. Galang Winanta itu pria yang penurut pada orang tua meski akhirnya keputusan yang ia ambil menyakiti Audrey, tidak bisa komitmen karena setelah pernikahan ia masih membiarkan perasaannya untuk Audrey bercokol di hatinya, dan pesaing yang sombong dan suka meremehkan ketika ia dan Panji berkompetisi untuk mendapatkan Audrey dan tender. Panji Raihandra itu pria yang humoris dan konyol sehingga ia bisa membuat Audrey perlahan melupakan Galang, pekerja keras yang dibuktikan dengan usahanya untuk mendapatkan tender, dan penimbun benci terutama untuk mamanya atas masa lalu kelam yang ia harus lewati.


Kover yang memilih warna pink dan ungu sebagai latarnya menjadikan novel ini terlihat kalem, lembut, dan feminin. Kali ini saya tidak protes mengenai sisi feminin yang ditampilkan kovernya sebab tokoh yang ada di cerita adalah sosok perempuan dan penulis buku ini juga perempuan, sehingga perpaduannya sudah pas. Sedangkan siluet putih perempuan yang berpose seolah tenggelam, mewakili kondisi Audrey yang gamang sebab patah hati. Untuk judul novelnya, sampai saya menulis artikel ini belum tahu artinya apa, hehehe.

Pesan besar dari novel ini yang saya pahami adalah kita tidak boleh menghadapi hal atau kejadian buruk dengan berpikir negatif. Cara tanggap yang buruk akan melahirkan keburukan lainnya. Akhir yang akan dituai hanya penyesalan. Sebab itu, menjadi bijaklah dengan berpikir positif, dan jika ada masalah sebaiknya diceritakan kepada orang terpercaya untuk mencari opini yang netral. Sehingga keputusan yang dibuat akan lebih steril dari emosi.

Rating dari saya: 3/5


Catatan:
  • “Bukan waktu yang bakal nyembuhin lo. Tapi gimana lo berusaha buat nyembuhin diri lo sendiri.” [hal. 82]
  • “Cara yang ampuh untuk membalas luka hati lo adalah dengan nunjukin bahwa lo bahagia dengan hidup lo, tanpa hadirnya si berengsek yang bikin lo sakit hati...” [hal. 86]
  • “... Bukannya sebenci-bencinya gue sama seseorang, gue harus tetep menangin logika gue?...” [hal. 97]
  • “Bukannya cewek emang memprioritaskan perasaan dibandingkan logika?” [hal. 111]

Typo:
  • Membuayarkan = Membuyarkan [hal. 44]
  • Sibuk-sibut = Sibuk-sibuk [hal. 165]
  • Daritadi = Dari tadi [hal. 174]

November 09, 2016

Wishful Wednesday: Rumah Kertas


Selamat Hari Rabu!
Selamat Wishful Wednesday!

Seperti biasa, setiap hari Rabu saya akan memberi bocoran buku apa yang sedang memikat saya serta alasannya. Buku-buku yang saya sebutkan di program wishful wednesday ini kebanyakan buku yang pada minggu itu sedang ramai diperbincangkan, bahkan di-review oleh banyak blogger buku. Sebagai orang yang mudah dipengaruhi, saya ikut penasaran juga.

Buku apakah yang saya taksir minggu ini?

Rumah Kertas karya Carlos Maria Dominguez


Seorang profesor sastra di Universitas Cambridge, Inggris, tewas ditabrak mobil saat sedang membaca buku. Rekannya mendapati sebuah buku aneh dikirim ke alamatnya tanpa sempat ia terima: sebuah terjemahan berbahasa Spanyol dari karya Joseph Conrad yang dipenuhi serpihan-serpihan semen kering dan dikirim dengan cap pos Uruguay. Penyelidikan tentang asal usul buku aneh itu membawanya (dan membawa pembaca) memasuki semesta para pecinta buku, dengan berbagai ragam keunikan dan kegilaannya!

Katanya, buku ini membahas dunia buku dan orang-orang yang mencintai buku. Ada juga sisi perjalanan yang mengantarkan tokoh utama kepada tokoh-tokoh unik lainnya. Sehingga buku ini sangat memikat saya ingin segera punya.

Bagi kalian yang mau ikutan membuat postingan wishful wednesday seperti ini, silakan cek ke Perpuskecil untuk melihat aturan mainnya.

November 07, 2016

[Buku] Seriously, I'm In Love by Armadi S. Pambudi

Judul: Seriously, I’m In Love
Penulis: Armadi S. Pambudi
Penyunting: Rahmatika Sari
Proofreader: Ratri P. Ayu
Desain sampul: Ryan W. Januardi
Tata letak: Ukhti Winar
Penerbit: Penerbit Ratisa Media
Cetakan: Pertama, November 2015
Tebal buku: vi + 194 halaman
ISBN: 9786021087848
Harga: Rp40.000

Saya beli buku Seriously, I’m In Love ini karena berharap menemukan cerita seru hasil karya penulis pria. Sampai saat ini, saya masih menaruh ekspektasi tinggi untuk cerita yang lebih berbeda jika ditulis oleh penulis pria. Tetapi, harapan itu tidak terjawab di buku ini.

Seriously, I’m In Love bercerita tentang gadis bernama Riana Mentari yang berumur 16 tahun. Ia tinggal di Kota Jakarta bersama ayahnya, ibu tiri, dan saudari tiri bernama Rasya. Hubungan Riana dengan keluarga tiri tidak terlalu baik, terutama hubungannya dengan Rasya. Tidak dijelaskan kenapa hubungan Riana dan Rasya buruk. Saya menduga karena hubungan tiri itu. 10 tahun di Jakarta membuat Riana ingin pergi ke Solo. Di awal, ayahnya menolak keinginan Riana. Lama kelamaan, ijin itu pun turun. Selain ingin menenangkan diri, Riana juga ingin berkunjung ke makam ibunya dan tentu saja misi kecilnya mencari anak laki-laki yang ia temui sewaktu masih kanak-kanak bernama Tio.

Di Solo ia berjumpa dengan Anandha Ardhi Pambudi, biasa dipanggil Pampam. Pemuda inilah yang menjemputnya di stasiun . Cerita bergulir manis khas anak SMA dan akan membuat kamu bernostalgia dengan kemeriahan abege.

Saya kira tema keluarga akan terasa kental di novel ini, namun yang terjadi justru sisi romance yang lebih pekat memenuhi hampir seluruh buku. Keluarga tiri yang tidak akur memancing konflik yang menarik seandainya digarap penulis. Seperti ada kegalauan membawa arah cerita, akhirnya penulis mengisi konflik dengan hubungan percintaan dan persahabatan yang dialami tokoh-tokoh usia SMA ini. Bagaimana penulis mengemas premis ‘cinta sebaiknya diungkapkan dengan jujur’ memang menarik perhatian. Dengan membuat banyak tikungan cerita, ending kisah yang sebenarnya mudah ditebak pun menjadi yang ditunggu. Hubungan Riana dan Pampam sudah jelas memberi kode akan berakhir dimana, ketika mereka bertemu pertama kali. Penulis dengan berani membuat tokoh Pampam mengalami banyak kebodohan dan kesalahan dengan menerima kisah cinta yang lain sehingga ending cerita menjadi tidak mudah berakhir.

Selain sisi romance, kita akan menemukan bagian positif dari persahabatan Riana dengan Cantya, Sari, dan Riris. Persahabatan yang digambarkan penulis memang kerap ditemukan di lingkungan SMA. Mendukung ketika salah satu mengejar sesuatu, mengingatkan ketika salah satu ragu, dan menjadi andalan ketika salah satu butuh sandaran.

Yang mengganggu di novel ini terletak pada gaya bercerita penulis yang menggunakan POV pertama dari sisi Riana dan Pampam. Kebanyakan narasi dibuat seperti tulisan curhatan seseorang. Banyak kalimat yang strukturnya tidak nyaman dibaca. Paling parah di novel ini, ditemukannya banyak typo. Banyak sekali jumlah typo-nya sampai saya bingung untuk menandai. Selain typo penulisan kata, kesalahan penggunaan tanda baca pun berserakan. Saya gemas sekali ingin memperbaiki penulisan novel ini karena ceritanya memang sudah menarik. Dan tentu saja ini jadi pekerjaan rumah penyunting penerbit Ratisa Media.

Menilai kovernya, pemilihan warna biru telur asin dan gambar gadis memakai jaket bertudung sudah sangat pas. Satu bagian yang harus diperbaiki, gambar bayangan bunga-bunga sebaiknya dihilangkan. Bagian tadi mengesankan feminim sedangkan penulis novel ini adalah penulis pria. Ah, ini soal selera saja, saya lebih menyukai kover buku yang unisex, yang aman dibawa oleh pembaca pria juga.

Ada juga selipan menarik mengenai perbedaan tari dan Sendratari.
“... kalo tari itu kita hanya main olah tubuh. Nah, meski sama-sama ada pesan yang disampaikan, tapi yang ditonjolkan adalah pengemasannya, bagaimana seni olah tubuh itu tampak menarik dan tak membosankan. Kalo Sendratari itu menggabungkan seni tari dengan seni treatrikal, jadi yang lebih ditonjolkan adalah isi ceritanya dengan kemasan yang tak kalah menarik juga....” [hal. 122]
Seriously, I’m In Love mengajarkan kita untuk selalu jujur mengungkapkan perasaan. Jangan memundurkan kesempatan. Bukan tidak mungkin, dengan mengelak sekali, sekali itu juga kita akan menyakiti yang lain. Percayalah kejujuran sebenarnya selalu membawa pada banyak kebaikan.

Rating dari saya: 2/5


Catatan:
  • Sahabat memang harus saling mendukung, meski itu sakit sekali pun. [hal. 34]
  • “Intinya, kalau kamu punya masalah utarakan saja, jangan terus dipendam sendiri. Kamu gak hidup seorang diri. Bagaimana orang lain bisa mengerti dirimu jika kamu tidak berusaha menunjukkannya? Belajarlah untuk saling mengerti dan mengungkapkan sesuatu.” [hal. 67]
  • “Tidak semua hal di dunia ini bisa kita mengerti, Riana.” [hal. 71]
  • Mengawali sesuatu yang baru itu bukanlah perkara mudah. [hal. 83]
  • “Riana, kalau kamu percaya jodoh tak akan kemana. Kamu tak perlu khawatir, sedih, atau pun takut. Percayalah, jika cintamu itu tulus, maka akan indah pada waktunya.” [hal. 125]