Januari 08, 2018

[Resensi] The Girl on The Train - Paula Hawkins

Judul: The Girl on The Train
Penulis: Paula Hawkins
Penerjemah: Inggrid Nimpoeno
Penyunting: Rina Wulandari
Penerbit: Noura Books
Cetakan: September 2015
Tebal: 440 halaman
ISBN: 9786020989976
Harga: Rp79.000 (via bukabuku.com, sebelum diskon)

Efek dari keterpukauan saya pada novel thriller kedua Paula Hawkins yang Into The Water, saya mencari buku thriller pertamanya ini dan tanpa menunggu lama segera mulai membacanya. Perasaan bagai diterpa ombak besar menghantam benak saya. Lantaran ceritanya yang membuat saya sangat terkesan.

Di novel ini kita akan berkenalan dengan Rachel Watson, seorang janda yang pemabuk. Dia rutin naik kereta komuter pada pagi dan sore. Melintasi jalur yang sama setiap hari. Makanya dia hafal betul dengan dua rumah yang ia lihat dengan penuh perhatian dari kereta. Rumah nomor lima belas dan nomor dua puluh tiga. Rumah nomor lima belas dihuni oleh sepasang suami istri, Jason-Jess. Rachel iri melihat kemesraan mereka yang beberapa kali, bahkan sering, terlihat duduk di beranda rumah. Sedangkan rumah nomor dua puluh tiga adalah bekas rumahnya. Sejak Tom ketahuan selingkuh dan selingkuhannya, Anna, hamil, posisi Rachel sebagai istri Tom berakhir. Tom membawa Anna ke rumah itu. Rachel sendiri menginap di flat Cathy.

Pada Jumat pagi, Rachel melihat Jess di beranda. Namun, dia tidak berduaan dengan Jason. Di belakangnya ada pria lain yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Mereka kemudian berciuman. Rasa iri melihat kemesraan Jason-Jess berubah menjadi marah. Rachel marah terhadap Jess yang kelihatannya berselingkuh di belakang Jason.

Pada Minggu pagi, Rachel mendapati dirinya yang kacau. Selain masih menyisakan mabuk semalam, ia juga mendapati luka di belakang kepalanya. Ada sesuatu yang aneh sebab ia lupa dengan kejadian semalam. Pada Senin malam berikutnya, Rachel mendapatkan kabar di Yahoo jika Jess menghilang. Nama asli Jason-Jess yang ia karang akhirnya diketahuinya, Scott Hipwell-Megan Hipwell. Dari sinilah misteri bergulir. Kemana Megan pergi? Apakah hubungan luka di kepala Rachel dengan menghilangnya Megan?

Paula Hawkins kembali mengangkat tokoh sentral perempuan. Kali ini tiga orang; Rachel, Megan, dan Anna. Seperti novel Into The Water, penulisan tiap bab-nya serupa, menggunakan sudut pandang ketiga dari salah satu tokoh sentral tadi. Kesamaan lainnya, tokoh perempuan di novel Hawkins selalu memiliki masalah kehidupan kompleks dan mendalam. Rachel digambarkan jadi janda yang ditinggalkan karena suaminya selingkuh hingga selingkuhannya hamil. Rachel terpuruk menjadi pemabuk dan imbasnya ia dipecat dari pekerjaannya. Megan terlena dengan permainan selingkuh hingga masalahanya tambah runyam.Selain itu dia juga masih terjebak masa lalunya yang kelam. Sedangkan Anna menjadi perempuan yang merasa benar dengan menjadi selingkuhan. Dalihnya, karena sama-sama jatuh cinta ia tak berdaya mengambil pilihan lain walau pilihannya menyakiti perempuan lain.
Hawkins terlalu cerdas membuat misteri di bukunya untuk diikuti. Dengan memberikan kejadian akhir di awal, lalu cerita digiring ke asal mula kejadian itu secara perlahan-lahan, detail, dan lengkap. Selain alur maju, Hawkins juga kuat menarasikan kejadian lampaunya.

Yang paling mencolok dari keseruan novel Hawkins adalah bagaimana dia menciptakan tokoh dengan karakter yang bulat dan penuh jiwa. Sehingga kita akan mudah mengimajinasikan tokoh-tokohnya dan memahami apa yang dilihat, dirasakan, bahkan disentuh si karakter. Bahkan kunci misteri dari bukunya dapat Hawkins samarkan melalui karakter tokoh yang terlalu terasa nyata. Saya bahkan menyimpulkan karakter jahat di novel Hawkins tergolong psikopat.

Nilai kehidupan yang dibawa Hawkins juga mengena. Pada novel ini dia menggaungkan pentingnya untuk jujur dan berani mengungkapkan (pikiran dan perasaan) dalam segala bentuk hubungan. Sebab, modal kejujuran dan keberanian mengungkapkan akan membawa alur hidup yang terkendali. Jika dalam perjalanan hidup ditemukan rintangan. Modal tadi cukup ampuh jadi pegangan.

Saya memberikan nilai 5/5 sebab saya mendapatkan lebih banyak (hiburan, pelajaran, perasaan deg-degan) setelah selesai membaca buku ini.

Januari 05, 2018

[Resensi] Into The Water - Paula Hawkins



Judul: Into The Water
Penulis: Paula Hawkins
Penerjemah: Inggrid Nimpoeno
Penerbit: Noura Books
Cetakan: Pertama, September 2017
Tebal buku: 480 halaman
ISBN: 9786023853366
Harga: Rp89.000 

Novel yang menarik itu yang bisa menghanyutkan pembaca. Perasaan deg-degan, penasaran kejadian berikutnya, dan bagaimana akhir kisahnya, membuat pembaca terus membuka halaman buku. Paket perasaan ini saya temukan di buku thriller kedua Paula Hawkins. Saya puas sekali bisa berkenalan dengan penduduk di Beckford dan sungainya yang penuh misteri.

Penulis mengajak kita ke Beckford, pemukiman yang masih sejuk, asri, tenang, dan damai bersama Jules Abbott. Kedatangan Jules kesana untuk mengurus kematian kakaknya, Nel Abbott. Tubuh Nel ditemukan tewas di Sungai Penenggelaman. Polisi menduga ia jatuh dari tebing, entah bunuh diri atau dijatuhkan seseorang. Inspektur Detektif Sean Townsend dan Sersan Erin Morgan menyelidiki kasus tersebut. Penelusuran merambat lebar pada kasus kematian sebelumnya; Katie Whittaker dan Lauren Slater. Ada banyak rahasia pada kasus kematian perempuan-perempuan di sungai itu dan melibatkan penduduk di Beckford.

Saya begitu tercengang mengikuti kisah Jules di Backford. Tidak menduga jika empat keluarga saling terhubung atas kematian-kematian yang terjadi di Sungai Penenggelaman. Semua orang menyimpan rahasia. Pepatah yang mengatakan ‘serapat-rapatnya menyimpan bangkai, akan tercium pula baunya’ berlaku di sana. Rahasia yang disimpan rapi akhirnya terkuak. Dan satu rahasia terbongkar, membongkar rahasia lainnya.

Suasana di Beckford yang damai berbeda dengan yang sebenarnya terjadi. Ada perselingkuhan, percintaan tak pantas, pembunuhan, bunuh diri, menutupi kebenaran, dan pemerkosaan. Semua kejahatan itu menghubungkan setiap orang bagai benang kusut. Sulit diurai tetapi harus diurai. Dan Hawkins berhasil meramu jalan cerita jadi tidak tertebak.


Di balik kekelaman Beckford, kita juga akan menemukan nilai kebaikan. Seperti kekentalan persahabatan Katie dan Lena yang patut ditiru. Keduanya saling membantu ketika ada masalah. Keduanya juga memegang janji yang dibuat. Selain itu, kita juga bisa meniru Jules yang akhirnya membuka hati dan belajar menerima Lena sebagai anak setelah kesalahpahaman antara Jules, Nel, dan Lena terselesaikan.

Novel Into The Water sangat menegangkan. Berkat terjemahan yang baik, saya bisa menyelesaikan cerita Jules dengan lancar. Awalnya memang pusing mengingat siapa-siapa karakter yang ada sebab setiap bab selalu berubah sudut pandang. Walau sudah ditulis pada bab itu sudut pandang siapa yang bercerita, saya beberapa kali harus membuka bab sebelumnya untuk memastikan karakter A itu siapanya karakter B dan karakter C. Namun sejalan proses membaca, akhirnya saya hafal posisi karakter-karakter yang muncul.

Saya memberikan nilai 5/5 untuk novel ini dan merekomendasikannya bagi pembaca yang suka cerita misteri. Tentunya, saya pun harus membaca buku thriller pertama Paula Hawkins yang The Girl on The Train, untuk membuktikan kedua kali jika Hawkins memang jempolan membuat cerita misteri.

Kengerian yang dimunculkan oleh pikiran selalu jauh lebih buruk daripada yang sebenarnya.

Januari 04, 2018

Selamat Datang Tahun 2018


Hari ini jadi hari keempat di tahun 2018. Pergantian tahun sudah lewat dan saya merasa perlu mengucapkan terima kasih kepada tahun 2017. Ada banyak hal baik yang saya terima. Itu berkah di sepanjang tahun.

Kebiasaan membuat artikel di blog ini sempat berhenti mulai bulan Mei sampai dengan November karena laptop rusak. Sampai sekarang pun belum ada gantinya. Lalu, saya memutuskan untuk menulis kembali artikel resensi buku di bulan Desember. Itu berkat komputer di tempat kerja. Saya akan membuat resensi di kertas A5 dengan tulisan tangan usai membaca buku. Di kantor saya mengetik ulang di komputer dan memasukkan ke blog. Semoga ini tidak berlangsung lama sebab saya merasa banyak keterbatasan.

Memasuki tahun 2018, saya punya beberapa harapan. Saya akan bekerja keras mewujudkan itu sambil menikmati kehidupan sehari-hari. Berikut daftarnya:

1. Target goodread 50 buku
2. Rutin membuat resensi buku di blog
3. Mengikuti workshop atau seminar menulis
4. Membuat tulisan fiksi sendiri
5. Lebih banyak belajar menulis yang efektif
6. Menguatkan brand blog

Sebenarnya banyak hal yang ingin dilakukan di blog ini. Biar sebagian lainnya saya simpan dan wujudkan langsung. Dan saya mohon doanya agar di tahun 2018 ini saya mendapatkan banyak kebaikan.

Desember 29, 2017

[Buku] Twinwar - Dwipatra

Judul: Twinwar
Penulis: Dwipatra
Editor: Miranda Malonka
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, Desember 2017
Tebal buku: 296 halaman
ISBN: 9786020376790
Harga: Rp69.000 

Dinobatkan sebagai juara 1 dalam kompetisi Gramedia Writing Project (GWP) Batch 3, novel teenlit ini bukan sekadar punya cerita ringan, tetapi berisi pesan moral yang secara khusus ditujukan untuk remaja. Mungkin salah satu pertimbangan itu yang membuat tim Gramedia meloloskan novel debut dari Dwipatra sebagai pemenang.

Bermula dari ingkar janji, Gara dan Hisa yang kembar identik tidak pernah akur sejak mereka masuk SMA sampai menjelang Ujian Nasional (UN). Keduanya tidak berhenti saling balas mengerjai. Puncak perseteruan mereka meledak ketika Hisa memeras Gara untuk bertukar peran saat ada ulangan matematika, dengan foto Gara yang sedang pacaran. Gara terpaksa menyetujui mengingat aturan ketat mamanya yang melarang mereka pacaran sebelum masuk perguruan tinggi. Namun, kesepakatan itu tidak berjalan semestinya hingga menimbulkan masalah baru yang lebih besar. Apakah Gara dan Hisa akan akur kembali?

Sebagai novel teenlit, Twinwar dipenuhi aneka peristiwa yang umum dialami remaja SMA seperti persoalan pacaran, perbedaan pendapat remaja dengan orang tua, kegiatan pendidikan di sekolah, persaingan eksistensi di sekolah antara senior-junior, dan percampuran egois-gengsi di kalangan remaja. Semua itu membuat kisah Gara dan Hisa lebih berwarna dan lebih seru sehingga pemicu untuk menyelesaikan sampai akhir cerita.

Si kembar sebagai tokoh utama digambarkan memiliki karakter yang bertentangan. Mahisa Aryaji (Hisa) bersifat cuek, urakan, usil, dan tidak begitu cerdas. Kebalikan dari Hisa, Hanggara Setiaji (Gara) lebih penurut, pendiam, rajin, dan pintar. Selain si kembar, beberapa karakter lain juga menghidupkan cerita. Ada Dinar (pacar Gara), Ollie (calon pacar Hisa), Johan dan Danu (teman Hisa), Miss Galuh (guru privat Ollie), Ali Akbari (?), Fasial (rival Hisa), Pak Syam (guru olah raga Hisa), dan orang tua Gara-Hisa.

Untuk mengimbangi cerita yang berlatar SMA, Dwipatra berhasil meracik diksi yang sederhana, mudah dan lancar dinikmati, dan penulis tepat sekali menabur candaan atau umpatan di beberapa bagian.

Melalui perseteruan Gara dan Hisa, kita akan diingatkan pentingnya rukun sesama saudara. Perselisihan tidak akan pernah memuaskan, justru membuat jiwa dan raga lelah dan tidak tenang. Perselisihan itu akan berangsur-angsur hilang jika kita mau jujur. Nilai kejujuran ini dibahas secara vokal beberapa kali oleh Dwipatra.

Sedikit catatan, ada pernyataan kontroversial di buku ini tepatnya halaman 188 yang akan memicu kesalahpahaman mengartikan. “Zaman Mama dulu, hamil di luar nikah adalah aib yang sangat besar.” Bukan zaman dulu saja, hari ini pun kasus hamil di luar nikah tetap jadi aib sangat besar. Kesimpulannya, si mama menyatakan jika hari ini (saat ia berbicara), kasus tersebut sudah jadi aib biasa. Kalimat membandingkan itu yang bisa menjadi akar perbedaan pendapat.

Berkat keseruan cerita yang membawa ingatan SMA dulu seperti mengajak bernostalgia, Twinwar pantas diganjar nilai 4/5.

Catatan:
  • Cowok yang nggak berani ngakuin rasa sukanya ke orang lain, itu namanya pengecut. (Hal. 175)
  • Kalau kita selalu melihat sisi baik dari sesuatu, kita akan merasakan bahagianya. (Hal. 247)

Desember 28, 2017

[Buku] Heart Reset - Trissella

Judul: Heart Reset
Penulis: Trissella
Penyunting: Puspa Sari Ayu Yudha
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, Maret 2017
Tebal buku: 192 halaman
ISBN: 9786020338817
Harga: Rp 50.000 (via bukabuku.com, sebelum diskon)

Bukan, ini bukan tentang siapa yang dicintai lebih lama dan siapa yang bersamanya lebih lama. Ini tentang siapa yang berani mengambil risiko untuk mempertahankan perasaannya, apa pun yang terjadi. Tentang seberapa kuat dia menahan keegoisan agar yang lain bisa bahagia meski tak bersamanya. (Hal. 184-185)

Novel Heart Reset menceritakan tentang seorang gadis SMA bernama Anaya yang diam-diam menyukai teman sejak kecilnya, Dipta. Perasaannya tak terbalas sebab Dipta menyukai Airin yang justru berpacaran dengan Billy. Anaya menjadi saksi kegalauan Dipta yang patah hati yang justru membuatnya lebih sakit hati lagi. Di lain waktu, muncul Abi, cowok yang sejak dulu menyukai Anaya. Apakah Anaya akan tetap memilih Dipta atau justru memilih Abi?

Novel ini berhasil membuat saya sesak nafas. Kisah asmaranya kental, bahkan kadar getirnya membuat saya mengelus dada. Secara garis besar novel Heart Reset mengangkat konflik cinta bertepuk sebelah tangan. Ada banyak faktor penyebabnya: seseorang itu menyukai orang lain, seseorang itu terjebak di area friendzone, seseorang itu gengsi untuk berterus terang.

Penyebab tadi tidak pernah terungkap dan membuat kisah Dipta, Ayana. Dan Abi bertambah seru. Bagian paling menohok dada saya, ketika Dipta melepas Anaya untuk sekolah di luar negeri. Pada bagian ini sangat dramatis, merasa sangat kehilangan setelah dia pergi. Juga ketika Anaya bertekad menyerah atas perasaannya kepada Dipta.

“Gue mau ngelupain dia, tapi rasanya sakit. Gue mau nyerah, tapi nggak mau sakit kayak gini,” racau Anaya. (Hal. 105)

Menurut saya, penulis sukses menyajikan kisah teenlit yang dramatisnya pas. Interaksi antar tokoh tidak dibuat berlebihan. Dan saya menangkap sisi kedewasaan pada tokoh-tokohnya meski usia mereka masih usia SMA.

Diksi yang dipakai pun enak dibaca karena kesederhanaan, keringkasan, dan keefisiensian kalimat dalam menarasikan suatu kondisi atau peristiwa. Saya tidak mendapati kalimat yang bertele-tele. Untung buat saya, tidak ribet mamahami jalan cerita yang mengusung alur maju ini.

Jujur, saya tidak menyukai kovernya. Gambarnya terlalu kaku, pemilihan jenis hurupnya terlalu tegas, padahal saya merasakan cerita yang hangat di dalamnya. Dibutuhkan ilustrasi yang lebih lembut mengingat sudut pandang yang dipakai dominan dari seorang gadis (Anaya), isi cerita berupa kisah cinta yang miris, dan ada babak bahagia setelah perjalanan panjang mengeja hati.

Saya pun punya catatan ketidaklogisan satu bagian cerita di halaman 25. 110 detik lampu merah itu terbilang lama, namun disana diceritakan dengan pengucapan satu kalimat, 110 detik itu selesai. Bila saya keliru tentang ini, silakan dikoreksi.

Berbicara tokoh utama, di novel ini kita akan dipertemukan dengan tokoh Anaya, Dipta, dan Abi. Anaya adalah gadis yang sabar memendam perasaan dan rasa sakit di hati, tulus, dan feminim. Dipta tampil jadi sosok pemuda baik-baik, pengecut karena tidak berani mengungkapkan isi hati dan pikirannya, dan egois. Sedangkan Abi sosok yang urakan, berandal, dewasa, perhatian, dan bertanggung jawab. Kekurangan pada penokohan dalam novel ini terletak pada sedikitnya penulis menarasikan ciri-ciri fisik setiap tokoh. Sampai cerita selesai, saya masih bingung menggambarkan sketsa muka-muka mereka.

Selain ketiga tokoh tadi, ada Airin dan Billy yang porsi diceritakannya sedikit, ada teman-teman tongkrongan Abi: Rio dan Dika, dan ada Editha (sepupu Dipta).

Dari novel ini, pembaca akan mendapatkan pelajaran untuk selalu bisa jujur. Apa pun hasil dari tindakan jujur itu yang kemudian harus dihadapi. Percayalah, setiap masalah selalu ada jalan keluarnya. Bukan justru bersikap takut sebelum berperang. Karena sikap begini malah menambah rumit masalah.

Saya menyukai novel ini dan saya belajar kedewasaan dan kebesaran hati dari tokoh Abi. Saya memberi nilai 4/5 untuk novel ini.

Catatan:
  • Persahabatan lawan jenis, salah satunya pasti menyimpan perasaan lebih. Kalau beruntung, perasaannya berbalas (Hal. 36)
  • Lelaki sejati akan menempati janji apa pun yang terjadi (hal. 58)
  • Tiap pertemuan pasti berakhir pada perpisahan (Hal. 77)

Desember 27, 2017

[Buku] Carisa dan Kiana - Nisa Rahmah

Judul: Carisa dan Kiana
Penulis: Nisa Rahmah
Editor: M. Adityo Haryadi
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, April 2017
Tebal buku: 208 halaman
ISBN: 9786020339573
Harga: Rp 55.000 

Novel Carisa dan Kiana ini merupakan karya debut penulis Nisa Rahmah. Saya mengenal Mbak Nisa sebagai blogger buku yang ulasan bukunya sering wara-wiri di twitter. Kabar Mbak Nisa berhasil masuk penerbit untuk karyanya yang pernah ia publikasi di web Gramedia Writing Project (GWP), menarik perhatian saya karena penasaran dengan kemampuannya meramu cerita.

Novel Carisa dan Kiana ini bercerita tentang takdir dua siswi SMA Pelita Bangsa yang karena banyak hal harus bertentangan namun satu alasan mereka pun harus berdamai. Carisa dan Kiana juga dua pribadi yang bertolak belakang. Drama-drama sekolah membuat perseteruan mereka meruncing. Lalu, satu rahasia besar terbongkar. Rahasia yang membuat Carisa dan Kiana tidak bisa menolak takdir, dan memaksa mereka untuk belajar menerima satu sama lain. Apakah rahasia besar itu? Berhasilkah Carisa dan Kiana berdamai?

Ketakutan pertama saya membaca lini teenlit ini adalah takut menemukan drama, cerita, dan dialog yang lebay. Sebab, imajinasi saya sudah menolak hal demikian karena kesadaran kehidupan sebenarnya tidak se-drama itu. Namun, begitu memulai baca saya langsung bersyukur penulis tidak menghadirkan ketakutan saya tadi. Bahasa yang digunakan formal dan sederhana. Sehingga penguasaan saya pada cerita di dalamnya sangat lancar.

Latar sekolah yang dipilih penulis juga berimbang antara ilmu pengetahuan sekolah dengan ceritanya. Penulis tidak membuat novel ini penuh data-data pelajaran, melainkan disajikan dalam alur secara apik tanpa mengesankan sedang menggurui. Sehingga saya boleh mengatakan kalau novel Carisa dan Kiana ini memiliki kekuatan di sisi cerita.

Konflik utama novel ini adalah perseteruan antara Carisa dan Kiana. Sepanjang alur konflik tersebut, penulis membuat subkonflik lainnya yang menguatkan konflik utama dari segi karakter figuran, latar belakang konflik utama, dan proses klimaks konflik. Contohnya, latar belakang Stella, hubungan Rico dan Stella, perasaan Kiana kepada Rama, dan masih banyak subkonflik lainnya. Dan semua itu menjadikan diagram alur novel ini naik turun dan mencapai titik akhir yang cukup menggembirakan. Ditambah penulis menempatkan titik-titik penasaran di tempat yang tepat. Efeknya, saya tidak sabar menyelesaikan kelanjutan kisah Carisa dan Kiana ini sampai akhir buku.

Karakter utama yang muncul di novel ini adalah Carisa dan Kiana. Carisa itu gadis yang aktif, berani, cerdas. Saya menduga sedikit banyak karakter Carisa dipengaruhi keadaan keluarganya yang broken home. Sedangkan Kiana merupakan sosok anggun, pendiam, pintar, dan pemalu. Lalu karakter lain yang muncul adalah Rahman Ramadhan, Rico, Stella, Bang Aldo, dan beberapa lagi, termasuk Mamanya Carisa, Papanya Kiana, dan Zio (adik Kiana).

Kover bukunya menarik. Gambar dua gadis, yang satu membaca buku, yang satunya lagi memetik gitar, memberikan gambaran jelas kedua tokoh utama yang berbeda karakter. Juga pemilihan warna yang condong ke warna lembut, cocok sekali dengan sasaran pembaca remaja.

Novel Carisa dan Kiana membawa cerita yang bisa membuat pembaca dewasa bernostalgia ke masa SMA. Dimana pada waktu itu disibukkan dengan kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pensi, kesibukan menjalankan organisasi, dan euforia pemilihan ketua OSIS. Dan berbobot lagi ketika pesan moral dalam novel ini diurai. Mengajarkan untuk memaafkan, santun terhadap orang tua, keharusan giat belajar, memilih teman yang baik, bertanggung jawab terhadap keputusan yang dipilih, dan masih banyak nilai-nilai kebaikan lainnya.

Sedikit catatan dari saya adalah paragraf di halaman 9 yang menerangkan Kelompok Ilmiah Remaja, sedikit mengagetkan karena menurut saya tidak terkait dengan paragraf sebelumnya. Saya sempat membaca ulang bagian tersebut untuk tahu maksud dari paragraf itu. Selain itu, detail pertunjukkan musikalisasi puisi, menurut saya terlalu panjang mendetailkan. Saya mengerti maksudnya agar pembaca merasakan betul suasananya, tetapi mengikuti alur cerita yang terbilang cepat pada bagian sebelumnya, membuat saya mau tak mau melewatkan bagian tersebut ke cerita berikutnya.

Terlepas dari catatan saya tadi, saya menyukai berkenalan dengan karya Mbak Nisa ini dan saya pun berani memberikan nilai 4/5 untuk novel Carisa dan Kiana ini.

Catatan:
  • Penerimaan terhadap takdir yang rumit adalah langkah kecil untuk berdamai dengan diri sendiri. (Hal. 96)
  • Orang yang berpikir bunuh diri itu sama aja dengan pengecut. Menganggap kehidupan setelah kematian seolah nggak ada. (Hal. 134)
  • Seorang anak belajar apa pun dalam kehidupannya, sebenarnya orangtua sedang belajar bagaimana cara menjadi orangtua yang baik. (Hal. 185)