Januari 11, 2023

Resensi Novel Kisah Langit - Arum Effendi


Judul:
Kisah Langit

Penulis: Arum Effendi

Penyunting: Rini Nurul Badariah

Penerbit: Penerbit Qanita

Terbit: Juli 2013, cetakan pertama

Tebal: 324 hlm.

ISBN: 9786029225914

Kau berkas biru langit di jendelaku. Tetapi kau pergi, hari-hariku pun kembali diisi sunyi. Kini kau kembali, tapi tak lagi kulihat biru. Langit yang mengiringi langkahmu mendung dan penuh badai.

Sejak sakit merampas pendengarannya, dunia Rahani menjadi sunyi dan sepi. Tuli dan tak bisa bermain cello untuk mengejar kegeniusan sang kakak, dia tersingkir dari pandangan sang ibu yang memuja sang kakak. Pelarian Rahani adalah Bayu, yang selalu membawanya menikmati berkas biru langit di balik Jendela Laiden di rumah seberang jalan.

Tetapi, tragedi datang beurntun. Bayu pergi, kakak dan ayahnya meninggal dalam kebakaran. Tinggallah Rahani sendirian, merawat ibunya yang sakit akibat beban duka. Pelarian Rahani hanyalah menatap langit di Jendela Laiden rumah Bayu, sembari memainkan cello peninggalan sang kakak, meski musiknya tak bisa dia nikmati lagi.

Lalu, seorang pemuda misterius muncul ketika Rahani memainkan cello. Dia mengenalkan Rahani pada langit malam. Langit yang tak biru, tetapi menyajikan kilauan bintang. Bayukah dia? Dan mampukah dia mengusir mendung kesunyian di hati Rahani?

"Kau tak akan pernah menemukan Orion dan Scorpio berdampingan di satu langit malam."

***

SINOPSIS

Dari kecil Rahani dibanding-bandingkan oleh Bunda dengan kakaknya yang mahir memainkan alat musik harpa, Kak Rihan. Rahani tidak terlalu luwes bermain harpa karena ia lebih suka menggambar. Cita-citanya ingin menjadi arsitektur. Rahani juga harus kehilangan pendengaran akibat sakit meningitis sehingga kesehariannya harus menggunakan alat bantu dengar. Tragedi belum usai, Rahani harus kehilangan Ayah dan Kak Rihan pada kebakaran hotel saat mereka pergi ke luar kota untuk menghadiri pertunjukan. Bunda terpuruk dalam kesedihan dan Rahani makin tersisihkan. 

Sebenarnya Rahani punya kawan dekat bernama Bayu Narendra tapi dia pun harus pindah ke Jogjakarta. Rumah kosong, tepatnya di tangga dekat jendela besar yang disebut Jendela Laiden, yang merupakan spot favorit mereka makin tambah sunyi saja. Rahani sendirian melalui hari-harinya sampai ia dewasa dan bertemu lagi dengan Bayu di rumah kosong tersebut. Tapi Bayu datang tidak sendirian, ia bersama Antariksa Ganidar, sepupunya.

Bayu berubah menjadi sosok yang menyebalkan. Rahani yang kerap dikecewakan dibesarkan hatinya oleh Riksa. Takdir akhirnya membawa Rahani dan Riksa ke Belanda untuk kuliah berkat beasiswa. Tapi Riksa membawa misi lain berhubungan dengan keluarganya.

ULASAN

Menurut saya novel ini condong membahas soal hubungan keluarga antara anak dan orang tua yang tidak harmonis karena suatu hal. Rahani dengan Bundanya karena perlakuan pilih kasih. Riksa dan mamanya karena mereka harus berjauhan antara Indonesia dan Belanda. Konflik muncul dari hal ini.

Saya kurang suka dengan cerita di novel ini. Ceritanya terasa tidak punya roh. Dan bisa jadi gara-gara karakternya yang tidak loveable, ditambah alurnya yang kelewat dipaksakan. Resume fase di novel ini kurang lebih begini: konflik gara-gara dibandingkan, momen sakit parah, momen kehilangan, momen menghadapi orang tersayang yang berubah total, momen adaptasi di Belanda, momen cemburu, dan momen kecelakaan. Jujur saya agak capek karena dilempar ke begitu banyak fase walau setiap fase memiliki akhir. Padahal akan lebih dramatis kalau bisa menggabungkan fase tadi secara paralel.

Sebenarnya premis novel ini menarik, tapi karena terlalu banyak informasi yang dimasukan, saya tidak bisa merasakan emosi ceritanya. Informasi tersebut adalah soal astronomi, aritektur, penyakit meningitis, dan geografi Belanda. Bagus karena menambah wawasan bagi pembaca, tapi karena kebanyakan, saya tidak menemukan peleburan informasi tadi dengan alurnya. 

Beberapa momen menunjukkan kekonyolan dari tokoh-tokohnya. Misal ke-keukeuh-an Riksa menunggu mama dan adiknya di depan rumah saat badai salju. Menurut saya agak memaksakan banget harus begitu padahal teman Riksa sudah mengingatkan kalau badai salju tidak baik buat kesehatan. Dan tahu alasan apa yang dipakai Riksa, karena kangen. What?!! Receh banget untuk kekeraskepalaan yang bisa mengancam jiwa. Masih banyak kejanggalan lain di sepanjang novel ini dan itu yang membuat saya tidak bisa memasuki ceritanya.

Saya hanya bisa memberikan novel ini nilai 2/5 bintang. Tidak ada informasi apakah ini novel debutnya atau bukan. Tapi novel ini memang tidak berkesan buat saya.

Sekian ulasan saya untuk novel ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Januari 08, 2023

Resensi Novel Si Anak Emas (Sweet Valley Twins #2) - Francine Pascal


Judul:
Si Anak Emas (Sweet Valley Twins #2)

Penulis: Francine Pascal

Penerjemah: Amalia Th.

Editor: Harmiel M. Soekardjo

Penerbit: Dian Rakyat

Terbit: 1992, cetakan pertama

Tebal: iv + 100 hlm.

ISBN: 9795231383

Elizabeth dan Jessica Wakefield adalah penari terbaik di kelas balet mereka. Keduanya berhasrat untuk menari solo dalam resital yang akan datang. Elizabeth enggan bersaing dengan kembarannya, namun Jessica tak peduli. Ia yakin dirinya lebih baik dari kembarannya. Masalahnya adalah guru balet mereka. Apapun usaha Jessica, Bu Andre tak pernah memperhatikannya, bahkan ia selalu memuji Elizabeth.

Ini tidak adil - dan Jessica tak mau mengalah, hanya karena kembarannya itu kesayangan guru.

***

Buku tipis ini saya dapatkan secara gratis sebagai bonus ketika beli tiga novel preloved karya Cecillia Wang di salah satu akun eccomerce. Dilihat dari tampilan fisiknya, novel ini tuh jadul banget. Desain dan foto di sampulnya khas buku-buku lama. Dan untuk judul Anak Emas ini ternyata series nomor dua dari Sweet Valley Twins.

Untuk ceritanya, novel ini mengangkat konflik persaingan Elizabeth dan Jessica untuk menjadi penari balet solo sebagai Swanilda pada pertunjukan. Jessica kadung kesal dengan pelatihnya, Bu Andre, karena beliau tidak pernah memperhatikannya, dan justru sibuk memuji dan menyanjung kembarannya, Elizabeth. Padahal kalau soal teknik menari, Jessica lebih unggul dibanding kembarannya. Dan karena itu, Jessica selalu menilai kalau Bu Andre tidak adil dengan mengistimewakan Elizabeth seperti anak emas. 

Persaingan ini membuat hubungan Elizabeth dan Jessica tidak harmonis. Ayah dan Ibu bahkan harus turun tangan agar keduanya bisa akur dan saling mengerti. Karena terobsesi menjadi Swanilda, Jessica berusaha keras menjegal Elizabeth agar gagal audisi. Tapi tetap saja Elizabeth yang akhirnya lolos ditunjuk sebagai penari utama. Jessica makin kesal dan sampai menjelang pertunjukan ia masih belum terima dengan kenyataan dan terus berupaya memberontak. Elizabeth sebagai kakak jauh lebih bijaksana. Ia pun merencanakan skenario agar hubungannya dengan Jessica kembali harmonis tanpa menggagalkan pertunjukan.

Novel Anak Emas ini tergolong buku anak-anak. Tokoh utamanya; Elizabeth dan Jessica, masih sekolah kelas enam. Sehingga konflik yang dibangun terbilang ringan. Karena membawa tema iri dan dengki, penulis mengemas persaingan antara si kembar dengan lembut. Kejahatan-kejahatan yang ditunjukan sebagai bentuk iri hati pun bukan yang tindakan kriminal, tetapi langkah-langkah yang mungkin banget dipikirkan dan dilakukan anak seusia itu.

Saya suka dengan karakter Elizabeth yang dewasa. Ia bisa memikirkan mana prioritas penting sehingga ia rela mengorbankan keinginannya demi hubungan harmonis dengan kembarannya. Dan walau sudah dijahati, Elizabeth tetap menganggap kalau Jessica adalah segalanya.

Penerjemahan novelnya pun bagus. Saya tidak mengalami kesusahan membacanya. Ada kata-kata nyeleneh masa kini yang ternyata sudah dipakai di novel lawas, rada mengagetkan memang. Tapi poin ini masih aman, tidak mengganggu proses mengikuti ceritanya. 

Ending ceritanya cukup melegakan. Saya memberikan nilai 4/5 bintang untuk cerita seru di kembar ini.

Dan yang terpenting, di akhir buku kita akan dibawa pada bagian pembukaan untuk novel lanjutannya. Setelah judul ini, kita akan dibawa berpetualangan memecahkan soal kehadiran anak perempuan seusia si kembar yang datang di rumah keluarga Mercandy yang dikenal berhantu. Judul lanjutannya Rumah Hantu. Saya penasaran banget dan kayaknya bakal pelan-pelan mencari buku lainnya.

Setelah mencari info di eccomerce, ternyata ada beberapa series Sweet Valley lainnya seperti Sweet Valley Kids dan Sweet Valley High. Untuk series ini saja, saya baru ketemu kalau punya 11 judul. Jadi pengen cepat-cepat mengumpulkan semua seriesnya, hehe.

Nah, sekian ulasan dari saya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa baca buku!




Januari 01, 2023

Selamat Datang 2023

Tahun demi tahun berganti, resolusi pun ikut berganti. Ada yang dicoret karena tercapai, ada juga yang dicoret karena sudah tidak relevan. Tapi pada dasarnya resolusi itu ada demi kebaikan. 


Tahun 2022 tidak begitu mengesankan untuk blog ini. Sebab semua harapan yang pada saat awal tahun ditulis, tidak ada yang terwujud dengan baik. Ternyata saya tipe orang yang ambisius tapi tidak sadar kemampuan. Tidak heran saya terkesan banyak wacana tapi tidak pernah direalisasikan. 

Pembelajaran banget sih untuk tahun 2023 agar lebih baik lagi.


Lalu, harapan saya di tahun 2023 sebagai berikut:

  1. Membaca 50 buku dan mengulasnya di blog.
  2. Membeli 2 buku sebulan, budget 120K.
  3. Mengadakan GA 1 kali sebulan.
  4. Membuat konten buku di youtube.

Saya kembali lagi belajar. Tapi semoga di tahun 2023 ini saya bisa mendapatkan peningkatan yang lebih baik. Saya kira apa yang saya tulis di atas, sangat mungkin dilakukan. Semoga fokus saya tidak lantas memudar oleh drama kehidupan yang memang tidak bisa dihindarkan memengaruhi mood membaca saya.

Demikian harapan saya di tahun 2023 ini, semoga keadaan membaik dan saya makin bisa menikmati proses ngeblog-nya.

Nah, apa harapan kalian di tahun 2023? Silakan sharing di kolom komentar ya!



Desember 21, 2022

Resensi Novel Le Petit Prince (Pangeran Cilik) - Antoine De Saint-Exupery


Judul:
Le Petit Prince (Pangeran Cilik)

Penulis: Antoine De Saint-Exupery

Penerjemah: Henri Chambert-Loir

Desain sampul: Marcel A. W.

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: November 2022, cetakan kedua puluh tujuh

Tebal: 120 hlm.

ISBN: 9786020323411


Pangeran Cilik termasuk buku yang paling banyak diterjemahkan di dunia. Konon pernah disadur ke 230 bahasa asing. Buku ini memang luar biasa. Tampaknya seolah cerita anak-anak, tapi sebenarnya dinikmati dan direnungkan juga oleh orang dewasa. Lewat cerita seorang anak yang mengamati dunia dengan mata naif dan lugu, Saint-Exupery menyentuh beberapa nilai dan pengalaman manusia paling dasar, seperti kekuasaan, tanggung jawab, dan cinta. Dongeng yang mengharukan sekaligus amat mendalam ini termasuk karya-karya agung sastra dunia yang tidak terlupakan.

***

SINOPSIS

Tokoh Aku, pada usia enam tahun, melihat gambar ular sanca yang melilit mangsanya pada sebuah buku. Lalu ia pun membuat gambar versinya sendiri; ular sanca menelan gajah, dan saat disodorkan kepada orang dewasa, persepsi mereka berbeda dengan pemahaman si Aku. Gambar tersebut dibilang gambar topi. Lalu si Aku menggambar versi terbuka yang menunjukan lebih jelas kalau yang ia gambar itu ular sanca memakan gajah. Tetapi orang dewasa mengatakan kalau ilmu bumi, ilmu hitung dan ilmu sejarah, dianggap lebih penting. Sejak itu si Aku berhenti menggambar dan memilih profesi menerbangkan pesawat terbang setelah ia dewasa.

'Orang dewasa tidak pernah mengerti apa-apa sendiri, maka sungguh menjemukan bagi anak-anak, perlu memberi penjelasan terus-menerus.' -hal. 8-9

Suatu hari pesawat yang dikendarainya mengalami kerusakan dan ia pun mendarat di Gurun Sahara. Sendirian ia harus membetulkan kerusakan pesawatnya, dan air minum yang tersisa hanya cukup untuk seminggu.

Satu subuh, si Aku bertemu dengan sosok Pangeran Cilik yang memintanya menggambar seekor domba. Dan dari pertemuan ini, si Aku dan Pangeran Cilik mengobrol banyak hal hingga si Aku mengenali Pangeran Cilik lebih dalam.

Pangeran Cilik banyak bertanya dan secara tidak sadar ia menceritakan siapa dirinya. Tentang planet tempat ia berasal, tentang bunga mawar, tentang pohon baobab, dan tentang perjalanannya melintasi planet-planet hingga akhirnya ia mencapai Bumi.

Di planet pertama, Pangeran Cilik bertemu dengan raja yang berkuasa. Di planet kedua ia bertemu seseorang yang sombong. Di planet ketiga ia bertemu dengan pemabuk. Di planet keempat ia bertemu dengan pengusaha. Di planet kelima dihuni ia bertemu penyulut lentera. Dan di planet keenam ada ia bertemu lelaki tua yang menulis buku-buku tebal. Bumi adalah planet ketujuh yang disinggahi Pangeran Cilik dan ia terdampar di Gurun Sahara.

Di Bumi, Pangeran Cilik bertemu dengan ular gurun, bunga berkelopak tiga, kebun mawar, seekor rubah, tukang wesel rel kereta api, dan penjual pil. Orang terakhir yang ditemui Pangeran Cilik sepertinya adalah si Aku ini.

Perjalanan yang penuh petualangan membuat Pangeran Cilik mendapatkan pengetahuan baru. Selain itu, ia juga mendapatkan pengajaran moral soal kehidupan.

***

IDE CERITA

Kalau ada yang bilang ini buku anak, bisa benar. Soalnya karakter Pangeran Cilik ini memang masih anak-anak, walau enggak jelas umur berapa. Dan gaya dia bicara dan berpikir juga masih polos seperti anak-anak pada umumnya, yang serba tidak tahu dan penasaran pada banyak hal.

Di buku ini Pangeran Cilik berpetualang melintasi planet-planet dan bertemu penghuninya. Tema petualangan bukannya tema yang umum di buku anak-anak. Ditambah unsur fantasi khas dongeng sangat kental ditemui di buku ini. Misal, Pangeran Cilik bisa bercakap-cakap dengan tumbuhan dan binatang. Jadi pantaslah kalau buku ini bisa dikategorikan sebagai buku bacaan anak-anak.

Lalu, kalau mau dibilang buku untuk pembaca dewasa, ada benarnya juga. Isu yang disinggung di beberapa bagian memang lebih pas dibaca oleh orang dewasa sebagai pengingat. Contohnya seorang astronom Turki yang mengabarkan soal keberadaan Asteroid B 612, tidak dipercayai orang-orang hanya karena ia memakai baju daerahnya. Tapi selang bertahun-tahun kemudian, dia menyampaikan informasi yang sama dengan memakai baju modern, orang-orang langsung percaya. Perkara baju bisa merubah penilaian. Ini sifat manusia sih, gampang menilai dari apa yang tampak di mata. 

Manusia dewasa juga disindir sebagai orang yang suka angka-angka. Dibilangnya, orang dewasa jarang menanyakan hal penting di luar angka kepada orang lain, misalnya apa kegemarannya, bagaimana kesehatannya, atau bagaimana kondisi keluarganya. Tetapi kebanyakan mereka menanyakan pertanyaan yang ada angkanya, misal tinggal di rumah nomor berapa, cicilan rumah berapa, gaji sebesar apa, sudah punya anak berapa, dan masih banyak pertanyaan serupa lainnya.

Banyak sekali pelajaran moral yang disinggung oleh pertanyaan Pangeran Cilik kepada si Aku. Kita sebagai pembaca akan diingatkan nilai-nilai yang mungkin sudah tidak kita perhatikan. Walau buku ini lucu, tapi kalau dibaca oleh pembaca dewasa, buku ini justru mengajak untuk merenung.

Untuk ending ceritanya dapat saya pahami secara garis besar. Tapi untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi, kayaknya perlu dibaca ulang sebab beberapa kalimat malah membingungkan alurnya.

"Jadi bukan kebetulan kalau pagi-pagi hari aku mengenalmu, delapan hari yang lalu, kamu sedang berjalan-jalan sendirian, seribu mil jauhnya dari pemukiman orang? Kamu waktu itu sedang kembali ke tempat jatuhmu?" -hal. 101

Dan setelah saya membaca sampai akhir buku, saya berasumsi jangan-jangan si Pangeran Cilik ini tuh hanya halusinasi si Aku ketika ia terdampar di Gurun Sahara seorang diri. Jadi, dengan sendirinya dia menciptakan satu tokoh khayalan di otaknya yang ia ajak bicara dan diajak berkeliling gurun, saking si Aku ini mengalami dehidrasi dan guncangan mental karena mesti bertahan sendirian. Ini PR sih buat saya untuk membaca ulang bukunya agar lebih mengerti secara keseluruhan. Kalau sekali baca, bisa saja ada pemahaman yang terlewatkan.

PLOT/GAYA BERCERITA/POV/KARAKTER

Alur novel Pangeran Cilik ini menggabungkan alur maju dan mundur. Namun dominannya alur mundur, sebab penulis mesti menjabarkan siapa Pangeran Cilik, dari mana dia berasal, dan bagaimana perjalanan dia yang akhirnya bisa sampai ke Bumi.

Menurut saya penulis berhasil membuat cerita sederhana tapi berbobot. Terkesan buku anak-anak tapi banyak isu orang dewasa yang diangkat. Makanya tidak heran kalau buku ini laris dimana-mana. Dan untuk kualitas terjemahannya sudah sangat bagus. Cerita Pangeran Cilik ini mudah dinikmati berkat diksi-diksi yang tidak aneh-aneh.

POV yang dipakai penulis adalah sudut pandang orang pertama. Tetap mempertahankan ke'aku'annya meski fokus cerita sebenarnya lebih banyak ke Pangeran Cilik. 

Si Aku ini tidak tampak spesial. Dia hanya orang dewasa yang suka menerbangkan pesawat setelah mengubur mimpinya menjadi pelukis. Sedangkan Pangeran Cilik adalah sosok kecil yang polos, lugu, dan punya keingintahuan yang besar. Biar pemikir, tapi tidak dengan pikiran yang liar dan aneh. Karakternya mewakili sifat anak-anak pada umumnya, yang kepo.


BAGIAN FAVORIT

Siapa sih yang enggak sedih pas perpisahan? Apa lagi selama delapan hari mereka ngobrol bareng, bahas banyak hal, dan tiba-tiba terucap perpisahan. Huhuhu, sedih. 

'Hanya tampak satu kilat kuning dekat pergelangan kakinya. Sejenak ia tidak bergerak. Ia tidak berteriak. Ia rebah dengan pelan bagaikan pohon tumbang. Tanpa bunyi, karena pasir.'-hal. 110.

PETIK-PETIK

Terlalu banyak pesan moral yang diungkapkan melalui petualangan Pangeran Cilik di buku ini. Pesan pertama yang disampaikan penulis melalui tokoh si Aku yang galau sejak gambar gajah di tubuh ular dibilangnya gambar topi adalah jangan pernah mematahkan semangat seseorang. Bukan kepada anak kecil saja, kepada orang dewasa pun. Kita punya keberanian yang beda-beda dalam membuat keputusan. Bagi sebagian orang, pendapat orang lain bisa menjadi gunting yang jika salah digunakan akan memutus semangatnya.

Lalu, sindiran halus mengenai kekuasaan dan cara berkuasa disampaikan saat Pangeran Cilik singgah di planet pertama yang dihuni oleh seorang raja. Menurutnya, kekuasaan dan perintah dari penguasa harus masuk akal agar dipatuhi rakyatnya. Kayaknya buku ini harus dibaca oleh penguasa dan anak buahnya di Indonesia ini, biar paham salah satu nilai yang harus dimiliki oleh seorang penguasa.

"Tepat! Setiap orang harus diminta apa yang dapat ia berikan," sambung Raja. "Kekuasaan berasaskan akal. Jika kamu menyuruh rakyatmu menceburkan diri ke laut, mereka akan memberontak. Aku berhak menuntut kepatuhan, sebab perintah-perintahku masuk akal." -hal. 46

Di planet lima yang dihuni oleh penyulut lentera, kita bisa belajar mengenai konsep taat aturan dan bertanggung jawab. Di sini penyulut lentera akan mematikan dan menghidupkan lentera dalam satu menit. Ia melakukannya secara taat walau ia tidak punya waktu untuk istirahat. Menurut si Penyulut Lentera, "Aturan adalah aturan." Bayangkan kalau kita berada di posisinya, kita pasti akan meninggalkan tugas tersebut dengan mengeluarkan banyak pembenaran. Dari cerita ini kita memang harus benar-benar melakukan tugas dengan baik dan bertanggung jawab.

Masih banyak nilai moral lain yang bisa kita petik, tapi alangkah lebih baiknya jika kalian membaca bukunya langsung. Akan lebih mengena ke relung sebab kita sendiri yang menentukan kapan mau meresapi nilai-nilai tersebut.

NILAI

Membaca buku terkenal yang sering wara-wiri dibicarakan orang-orang menjadi kebanggan sendiri. Setidaknya sebagai pembaca buku, saya pernah membaca buku yang dibaca banyak orang di seluruh dunia juga. Dan untuk cerita Pangeran Cilik dan petualangannya ini saya berikan nilai 4/5 bintang

Novelnya punya cerita ringan dan menyenangkan tapi mengajak kita untuk menjadi lebih baik pula. Bukankah berharga banget kan bisa baca buku yang seperti ini?

Hal menyenangkan lainnya, di buku ini kita disuguhi ilustrasi berwarna yang cakep-cakep pisan. Tidak membosankan membuka halaman demi halamannya.

Nah, sekian ulasan saya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Desember 19, 2022

[Buku] The Good Earth (Bumi Yang Subur) - Pearl S. Buck


Judul:
The Good Earth (Bumi Yang Subur)

Penulis: Pearl S. Buck

Penerjemah: Gianny Buditjahya

Desain dan ilustrasi sampul: Staven Andersen

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Maret 2019, cetakan keenam

Tebal: 512 hlm.

ISBN: 9789792241051

Kisah tentang keluarga Wang Lung-keluarga petani Cina sederhana yang mendapat kemuliaan dari tanah yang diolahnya. Wang Lung mencintai tanahnya melebihi cintanya kepada keluarga dan dewa-dewanya. Dan tanah itu membuat hidupnya makmur. Wang Lung mempertahankan tanahnya dari bencana alam dan gerombolan bandit. Dan dia berhasil. Dia menanamkan akar sebuah dinasti yang berkuasa. Dinasti yang terdiri atas istri-istri, selir-selir, dan banyak anak-anak yang kelak mengkhianatinya.

***

SINOPSIS

Wang Lung adalah pemuda miskin yang tinggal dengan ayahnya di rumah sederhana. Mereka memiliki sebidang tanah tepat di seberang rumahnya. Dalam keterbatasan, Wang Lung akhirnya bisa menikahi  seorang budak perempuan tidak cantik, berwajah kotak, berkaki dan berbadan besar, yang dijemputnya dari Rumah Keluarga Hwang, bernama O-lan. Meskipun O-lan sangat pendiam, tapi ia tangkas, rajin, dan berpengalaman melakukan pekerjaan rumah. Semua kegiatan mengurus rumah yang dulunya dilakukan Wang Lung kini dikerjakan O-lan. Dan berkat perawakan O-lan yang besar, tenaganya sangat membantu untuk menggarap sawah.

Keuletan dan kerja keras O-lan patut diacungi jempol. Ia bisa melahirkan anak tanpa bantuan siapa pun. Ia juga bisa pergi ke sawah padahal beberapa saat lalu baru saja melahirkan. Wang Lung begitu terharu dengan kesetiaan O-lan.

Perlahan-lahan ekonomi keluarga Wang Lung membaik. Tapi belum lama merasakan ketenangan dan ketentraman hidup, kemarau panjang hingga menyebabkan kelaparan memaksa keluarga Wang Lung harus pindah ke daerah selatan. Di desanya tidak ada yang bisa dimakan, bahkan desas-desusnya sampai ada yang makan daging sesamanya. Di selatan, O-lan dan anak laki-lakinya mengemis, Wang Lung menarik angkong. Tapi hidup tetap saja pas-pasan. Wang Lung semakin rindu dengan tanahnya di desa. 


Satu kejadian pemberontakan hingga mendobrak gerbang rumah orang kaya, membuat Wang Lung mendapatkan sekantung emas dan berkat uang itu ia dan keluarganya memutuskan kembali ke kampung halaman. Tak disangka O-lan pun ternyata mendapatkan mutiara dari rumah keluarga kaya tersebut. Mutiara lebih berharga nilainya dibandingkan emas. Mereka mendadak menjadi kaya.

Lalu Wang Lung membeli tanah baru yang terkenal subur dan ia garap dibantu tetangganya bernama Ching. Tahun-tahun berikutnya ia menjadi tuan tanah kaya raya. Uang perak banyak ditabung, tanah-tanah terus bertambah. 

Harta ternyata membawa ujian. Wang Lung terpikat dengan perempuan cantik di sebuah kedai teh dan perak demi perak menggelontor ke tangan perempuan itu. Bahkan dua mutiara yang dimiliki O-lan pun diambilnya demi menghadiahi perempuan itu.

Masalah lain, keluarga pamannya yang pemalas datang meminta tinggal bareng dan diurus segala-galanya. Wang Lung tidak bisa menolak dan sejak itu tambah banyak mulut yang harus ia beri makan. Meski sebanyak apa pun kebutuhan yang harus ia penuhi, Wang Lung berusaha keras agar tanahnya tidak dijual.

***

IDE CERITA

Novel The Good Earth ini mempunyai tema keluarga sebab membahas tokoh Wang Lung dari mulai ia menikah, punya anak, punya cucu, dan sampai ia berumur 65 tahun. Perjalanan membangun dinasti keluarganya berawal dari tanah yang subur. Pada prosesnya Wang Lung harus melalui lika-liku yang tidak mudah. Wang Lung menemukan banyak masalah seiring banyak kemajuan yang ia dapatkan baik dari sisi keluarga, maupun tanahnya.

Punya banyak harta membuat Wang Lung mulai memasuki kedai teh dan akhirnya terpikat perempuan cantik bernama Lotus. Uangnya diperas untuk hadiah-hadiah dan Wang Lung merasa itu hal biasa. Ongkos menikahi Lotus dan biaya hidup sehari-harinya membutuhkan banyak uang. Ditambah ia harus membayari kemewahan untuk pembantunya dan istri dari pamannya yang pemalas karena malah berteman dengan Lotus.

Anak laki-lakinya yang sudah dewasa mulai bertingkah karena nafsunya sedang bergejolak. Wang Lung memergoki anaknya itu tengah berduaan dengan Lotus dan membuatnya marah besar. Wang Lung pun memilih untuk mengawinkan anaknya itu. Pesta yang dibuat pun lagi-lagi mahal. Dan Wang Lung sudah bisa membayangkan untuk menghadapi masalah serupa sebab masih ada anak laki-lakinya yang lain, yang ketika usianya sudah dewasa akan bertingkah sama.

Sejak ada Lotus, Wang Lung tidak lagi memperhatikan istri pertamanya O-lan. Walau ruangan kedua istri itu di lokasi yang berdekatan, hidup Wang Lung dan O-lan seperti sendiri-sendiri. O-lan yang pendiam menahan sakit diperutnya sendirian. Setelah O-lan meninggal, Wang Lung dan anak-anaknya baru sadar peran besar seorang ibu. Tanpa ibu, rumah menjadi tidak terurus. Lotus yang cantik tidak bisa diandalkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang kasar.

Masih banyak masalah lain yang dihadapi Wang Lung seiring bertambahnya usia. Dan saya sangat suka bisa mengikuti kisah perubahannya dari petani miskin menjadi tuan tanah kaya.


PLOT/GAYA BERCERITA/POV/KARAKTER

Karena membahas soal perubahan Wang Lung dari petani miskin menjadi tuan tanah kaya raya, plot yang digunakan penulis adalah plot maju. Buku ini meringkas perjalanan bertahun-tahun dari Wang Lung sampai ia berumur sekitar 65 tahunan. Mulai dari ia yang malu-malu menjemput calon istrinya sampai ia bisa menikmati masa tenang ketika bisa melihat dan bermain-main dengan cucu-cucunya.

Saya agak terkejut ketika tahu kalau buku ini memuat perjalanan panjang dari Wang Lung. Buku ini adalah buku pertama dari trilogi Wang. Kalau di buku pertamanya saja Wang Lung si tokoh utama sudah tua, lalu di buku kedua dan ketiga akan dibahas pada fase mana lagi. Saya sangat penasaran.

Karena fase panjang itu membuat penulis membawa ceritanya dengan meringkas banyak hal. Tidak semua momen diceritakan dengan detail. Walau cukup nyaman diikuti, tapi saya merasa penulis terlalu ambil resiko dengan menceritakan Wang Lung sampai seusia itu. Terjemahan pun sangat baik. Saya tidak kaku mengikuti kisahnya. Kalau ternyata saya butuh seminggu untuk bisa selesai membacanya bukan karena ceritanya tidak menarik, hanya saja tipe cerita di novel ini tuh memang lambat. Tidak banyak momen seru dan meledak-ledak yang disajikan, kebanyakan hanya membahas soal apa yang terjadi dengan keluarga Wang saja.

Sudut pandang yang digunakan penulis adalah sudut pandang ketiga serba tahu. Pilihan ini membuat penulis leluasa menjabarkan pemikiran semua tokoh yang ada sehingga pembaca diuntungkan mengenal lebih dalam situasi yang terjadi.

Wang Lung adalah lelaki sederhana yang sangat cinta dengan tanahnya. Dia pekerja keras dan baik. Kalau pun dia terpeleset di tengah jalan, itu karena proses yang akan membuatnya lebih bijaksana. O-lan adalah istri pertama Wang Lung yang tidak cantik. Dia sangat telaten mengurus rumah tangga. Sama pekerja kerasnya dengan Wang Lung. Dan yang membuat saya menaruh hormat dengan O-lan, dia sangat setia. Meski Wang Lung membawa istri kedua, O-lan tetap mengerjakan tugasnya sebagai istri yaitu memasak makanan dan mengurus ayah Wang Lung. Lotus adalah istri kedua Wang Lung. Tipe perempuan cantik yang maunya dilayani. Tidak kenal kerja keras sebab semua pekerjaan dikerjakan oleh pembantunya.

Anak Lelaki Sulung Wang Lung tipe yang agak bebal meski pun ia pemuda yang pintar. Darahnya panas sehingga kadang ia membangkang kepada ayahnya. Setelah berumah tangga, barulah diketahui kalau ia tipe lelaki yang boros. Anak Lelaki Kedua Wang Lung berkebalikan dari anak pertama. Tidak banyak bicara, tapi dia cerdas, Pandai berhitung dan pandai berdagang. Dan kemudian ia dikenal sebagai lelaki kikir yang segala-galanya diperhitungkan. Anak Lelaki ketiga Wang Lung jauh lebih pendiam. Tapi pada akhir cerita dketahui kalau dia tipe anak yang berkemauan keras. Jika dilarang, ia akan makin memaksa. Wang Lung juga punya dua anak perempuan. Yang paling besar ternyata terbelakang karena sewaktu hamil kondisi sedang musim kelaparan. Sedangkan si bungsu harus dipingit ketika usianya sudah cukup untuk segera dinikahkan. Wang Lung terpaksa mengirim si bungsu ke keluarga calon suaminya agar anaknya tidak diganggu oleh pamannya.


BAGIAN FAVORIT

Karena tokoh yang saya sukai hanya O-lan, jadi bagian paling berkesan ketika Wang Lung meminta dua mutiara yang disimpan istrinya untuk diberikan kepada perempuan di kedai teh. 

"Kupikir aku ingin membuatkan giwang dari mutiara ini, nanti," dan karena ia takut Wang Lung menertawakannya, O-lan berkata lagi,"kuharap aku bisa memberikannya pada anak perempuan kita yang terkecil kalau dia kawin nanti." - hal.254

Selain itu, saat O-lan tahu kalau dua mutiara itu diberikan untuk perempuan lain, aura kesedihannya begitu terasa. Nasibnya saat itu sangat tragis.

"Dan rupanya mutiaraku larinya ke dia, ya, kepada siapa lagi!"

Seketika itu juga pegangan Wang Lung terlepas dan petani itu tak dapat menjawab apa-apa lagi. Detik itu juga amarahnya lenyap, lalu dengan kemalu-maluan ia melangkah pergi dari situ... -hal. 281

PETIK-PETIK

Pepatah yang bilang kalau ujian lelaki itu harta, tahta, dan wanita, itu dibenarkan dalan novel ini. Setelah Wang Lung mendapatkan harta yang banyak, ia mulai menempatkan diri sebagai orang kaya. Ogah diperlakukan seperti dulu saat ia masih miskin. Lalu, uang banyak membuatnya gampang mendapatkan wanita dan mudah membelinya.

Sayangnya ujian dari itu semua belum membuat Wang Lung terpuruk sekali. Mungkin akan kita temukan di buku ketiganya yang berjudul A House Divided (Runtuhnya Dinasti Wang). 

Poin penting yang perlu diingat dari novel ini sebagai berikut:

  • Tanah merupakan aset diam yang snagat berharga. Investasi paling baik memang di tanah.
  • Bekerja keras tidak pernah mengkhianati hasil.
  • Selain bekerja keras, bekerja cerdas pun perlu agar semakin banyak yang didapatkan.

NILAI

Novel ini tergolong tebal dengan cerita yang dipadatkan. Butuh waktu dan kesabaran untuk menyelesaikannya, tapi itu sebanding dengan pengalaman mengenal keluarga Wang Lung dan proses perubahannya. Karena itu saya memberikan nilai 4/5 bintang. Saya pasti akan membaca novel selanjutnya: Sons (Wang si Macan) dan A House Divided (Runtuhnya Dinasti Wang).

Nah sekian ulasan dari saya. Terakhir, terus jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Desember 06, 2022

[Buku] Chasing The Blue Flames - Saufina


Judul:
Chasing The Blue Flames

Penulis: Saufina

Penyunting: Raya Fitrah & Irna Permanasari

Desain sampul: IG @Sijarjamil

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Agustus 2022

Tebal: 304 hlm.

ISBN: 9786020664538

Dalu 'Lulu' Aksara Latif sadar, dia dan damar tidak seharusnya menjalin hubungan. Harus siap jika hubungan mereka berakhir karena alasan yang sudah sama-sama mereka ketahui. Namun, apakah pernah ada kata 'siap' untuk berpisah dengan seseorang yang dicintai?

Andai waktu bisa kembali diputar, Lulu ingin kembali ke masa lalunya. Ia akan berusaha sekuat tenaga untuk mengubah jalan takdir dan tak membiarkan Damar masuk dalam cerita kehidupannya. Atau... sekadar menghapus segala kenangan tentang Damar di ingatannya.

Tetapi, bagaimana jika keinginannya itu benar-benar terjadi? Bagaimana jika Lulu benar-benar punya kesempatan memilih ulang takdirnya? Apakah ia akan menemukan jawaban yang ia cari, atau justru terjebak dalam kesalahan yang sama?

***

SINOPSIS

Novel Chasing The Blue Flames ini menceritakan tentang putusnya hubungan Dalu 'Lulu' Aksara Latif dengan Damar yang sudah terjalin selama 5 tahun. Mereka tidak bisa melanjutkan hubungan lebih lama apalagi untuk bersatu karena perbedaan agama. Lima tahun adalah waktu yang cukup untuk menyudahi. Lulu sudah 26 tahun. Mereka tidak melihat gambaran masa depan makanya harus berhenti.

Putus dari orang tersayang bukan momen yang mudah dilewati. Lulu begitu menderita sebab Damar tidak bisa diajak untuk ketemu terakhir kali. Pesan yang dikirimnya tidak ada yang dibalas. Lulu jadi overthingking, jangan-jangan Damar memang baik-baik saja setelah putus darinya. Hanya dirinya yang menderita sampai kerjaan pun kacau.

Sebagai pelarian patah hati, Lulu memutuskan untuk mendaki gunung ke Kawah Ijen. Pada perjalanan itu, sebuah kejadian membuat Lulu terlempar ke 7 tahun silam, ke masa ia kuliah dan awal mula mengenal Damar. Dikiranya dengan kembali ke masa lalu ia bisa merubah masa depan, tetapi ternyata  tidak.

Lalu apa gunanya bisa pergi ke masa lalu kalau masa depannya tidak berubah?



IDE CERITA

Kembali ke masa lalu untuk mengubah masa depan merupakan ide cerita yang menarik. Apalagi kalau kita tahu ternyata masa depan kita tidak cukup baik. Kita semua pasti ingin merubah keputusan-keputusan salah di masa lalu. Ini juga yang dilakukan Lulu saat ia terbangun ke masa ia kuliah. Ia berharap bisa mengubah takdirnya agar tidak dekat bahkan pacaran dengan Damar. Dengan begitu ia tidak perlu mengalami patah hati gara-gara putus. 

Kenyataannya ternyata Lulu tidak bisa merubah takdir. Beberapa kejadian tetap hasil akhirnya sama, misalnya saat Lulu terlambat tiba di kampus dan telat menyerahkan tugas, sudah ia antisipasi apa yang menyebabkan hal itu terjadi di masa lalu, dan ia rubah caranya, tapi hasil akhirnya tetap sama, tetap terlambat datang dan tetap telat mengumpulkan tugas. Dari kejadian ini Lulu sadar kalau takdir tidak bisa dirubah. Yang bisa dirubah adalah sikapnya. Dulu dia gampang marah dan kesal ketika segalanya tidak berjalan lancar, kini ia bisa lebih santai menghadapinya. Perubahan sikap penerimaan ini membuat hubungannya dengan Sarah lebih erat. Walau Sarah justru yang merasa aneh dengan perubahan sikap Lulu ini.

Ada poin bagus ketika Lulu bertanya kepada Sarah mengenai jika diberi kesempatan untuk kembali ke masa lalu, apakah ada yang akan dilakukannya untuk merubah masa depan. Jawabannya cukup menohok.

"Rasa benciku ke Ayah sekarang nggak ada apa-apanya dibanding kenangan menyenangkan yang udah dia kasih selama delapan belas tahun. Daripada capek-capek ngubah takdir, aku lebih milih nikmatin momen bareng Ayah baik-baik, siapa tahu ada satu momen yang akhirnya bikin aku paham bahwa kami emang lebih baik pisah, demi menemukan happily ever after masing-masing." -hal. 136

Isu hubungan beda agama sebenarnya menjadi sumbu konflik di novel ini. Sayangnya memang tidak digali lebih dalam oleh penulis. Mungkin karena tujuan penulis ingin mengedepankan cerita mengenai kondisi orang patah hati dan proses move on-nya. Tapi kesimpulan penulis dalam novel ini terkait hubungan beda agama adalah Big No. Tidak ada solusi yang pro yang dikasih penulis untuk hubungan beda agama.


Isi sebagian besar novel ini membahas mengenai move-on. Siapapun sepakat sih, kalau putus itu bikin sakit hati. Apalagi kalau umur hubungannya bukan hitungan bulan. Kalau tahunan, sudah pasti banyak kenangan baik yang tercipta, sudah punya impian masa depan bersama, bahkan sudah punya rencana-rencana yang akan diwujudkan bareng. 

Tapi begitu berpisah, semuanya lenyap. Menangis, sudah pasti. Dada sesak, sudah iya. Mood langsung terjun bebas, rasanya hidup sudah enggak ada artinya. Dan untuk menerima kenyataan ini butuh waktu, butuh support system yang menguatkan, dan butuh sudut pandang baru agar menerima takdir bahwa tidak semua hal bisa jadi jodoh. Kita tidak bisa memaksakan takdir sesuai keinginan kita. Siapa tahu dengan berpisah, kita justru menemukan lebih banyak kebaikan daripada kebaikan yang kemarin-kemarin. Tapi sebagai manusia, kadang kita terlalu takut dengan perubahan. Banyak yang terjebak dengan zona nyaman sehingga sejelek apa pun hubungan akan tetap diperjuangkan.

Seseram-seramnya keadaan yang berubah, nggak bakalan lebih mengerikan daripada harus stuck di keadaan yang bikin kita nggak nyaman. Kita sendiri tahu manusia punya batas kontrol yang nggak bisa dipaksain. Kalau udah nggak memungkinkan, lebih baik pindah. -hal.185

Membaca cerita novel ini saya seperti sedang menapak tilas beberapa tahun lalu ketika patah hati dari orang yang disayang. Kangen setengah mati tapi tidak bisa bertemu karena saat putus ada perdebatan yang prinsipil. Saya yang terpuruk sering merasa sakit di dada. Bahkan saya sampai harus menelan pil antimo (obat antisipasi mabuk kendaraan) bertahap dari 1 pil sampai 4 pil supaya bisa tidur. Karena hanya saat tidur saya bisa melepaskan ingatan soal mantan Miris ya, dan baru setahun kemudian saya bisa bertemu dia untuk menyelesaikan apa yang belum selesai dans sejak itu saya bisa lebih mudah melanjutkan hidup tanpa bayang-bayang mantan.

Selain membawa cerita cinta-cintaan, novel ini juga membahas soal hubungan anak-orang tua, yang digambarkan oleh hubungan Lulu dengan ibunya. Lulu memiliki kakak perempuan yang meninggal karena tertabrak. Padahal dia adalah kakak yang selalu diandalkan dan dibanggakan orang tuanya. Namun sejak kakaknya meninggal, semua ekspektasi kesuksesan seorang anak melimpah kepadanya.

Ibunya yang terkesan tidak peduli dengannya ternyata memiliki cara berbeda menunjukkan cinta kepada anak. Tapi di balik semua nilai buruk ibunya, Lulu tidak tahu kalau ibunya punya beban yang lebih berat. Hubungan ibu dengan nenek sangat kaku karena ternyata ibu kerap dibanding-bandingkan, kerap disepelekan, soal bagaimana ia mengurus suami dan anak-anaknya. Lulu baru tahu rahasia dan beban ini ketika ia kembali ke masa lalu.

Sepanjang saya membaca bagian yang membahas hubungan anak-orang tua, saya tidak bisa menahan air mata. Tema keluarga memang selalu membuat saya melankolis. 


PLOT/GAYA BERCERITA/POV/KARAKTER

Saya kira novel ini menggunakan plot maju walaupun sebagian besar menceritakan tentang masa lalu yang dilalui Lulu. Tapi masa lalu yang dilalui Lulu bukan masa lalu yang benar-benar masa lalu. Ada alasan kenapa Lulu bisa mengalami hal itu.

Gaya bercerita penulis sangat bagus karena bisa menjabarkan sebab-akibat dengan baik. Apalagi soal twist, penulis berhasil menyimpannya dengan rapi dan saat dibuka, saya sampai menggumamkan, 'Oh jadi yang itu tuh ini!'. Saya cukup terkejut pada 2 hal: soal Dikta dan soal hubungan ibu dengan nenek.

Cerita di novel ini menggunakan dua sudut pandang. Pada bagian 1 dan bagian 3 penceritaan menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Bagian ini membahas keadaan saat Lulu putus dengan Damar dan saat dia mulai berdamai dengan takdirnya.

Pada bagian 2 penceritaan menggunakan sudut pandang orang pertama. Bagian ini membahas soal perjalanan Lulu menjalani masa lalu. Pemilihan sudut pandang yang berbeda ini pilihan paling baik agar pembaca bisa menjadi Lulu secara utuh dan emosi karakter Lulu bisa tersampaikan dengan baik ke pembaca.

Dan jika bicara soal karakter, penulis berhasil membangun karakter dengan hidup. Lulu adalah gadis yang sensian, penuh semangat, perasa, dan bucin. Bener kata Damar, Lulu termasuk gadis yang takut dengan perubahan. Begitu beneran berubah, dia paling terpuruk. 

Damar sebagai pacar Lulu memang dijabarkan sebagai pemuda yang santai, kelihatan cuek, tapi bucin juga. Sayangnya, umur hubungan lima tahun, sebagai lelaki dia tidak memberikan pengertian kepada Lulu soal jika mereka beneran harus berpisah, harus bagaimana prosesnya. Bukan yang ujung-ujung putus, menghilang, dan membenarkan caranya. Saya ingat, kekurangan Damar adalah menghindar. Jadi ketika pembahasan soal hubungan yang nggak akan berhasil menjadi obrolan, tak tak sedikit menjadi pertengkaran, Damar akan dengan licin mengalihkan ke topik lain. Selalu saja begitu. Bahkan jika ada masalah pribadi pun, dia akan menghilang tanpa kabar, lalu muncul kembali dengan enteng tanpa memikirkan Lulu yang mencari-cari dan menduga-duga.

Ada juga katakter tetangga Lulu, Diktayang dijabarkan sebagai pemuda lurus, kesayangan keluarga, pintar, dan kalem. Tipikal cowok baik-baik yang kelihatannya bukan cowok seru untuk dijadikan pasangan. Hemm, saya meraskannya begitu ya. Atau mungkin karena porsi Dikta ini tidak lebih banyak dari pada Damar. Aha! Apa sebaiknya cerita Chasing The Blue Flames ini dibikinkan sekuelnya lagi untuk melihat progres hubungan Lulu dan Dikta yang entahlah?

Selain ketiga tokoh ini ada tokoh sampingan yang meramaikan cerita Lulu ini, seperti ibu, ayah, Sarah, dan Wimar. Sebagai tokoh pendukung memang porsinya tidak banyak tapi beberapa tokoh ini diberikan bagian latar belakang untuk sekilas mengenal lebih dalam.


BAGIAN FAVORIT

Seperti yang saya bilang, saya tuh gampang melow kalau membaca cerita yang membahas hubungan anak dengan orang tua. Ada dua bagian di novel ini yang membuat saya terharu.

Pertama, ketika Lulu yang kembali ke masa lalu dan meminta uang kepada ayahnya. Di situ dijelaskan kalau kita yang sudah dewasa, sudah bisa nyari duit sendiri, pasti kangen dikasih uang oleh orang tua. Dan itu bikin kita pengen kembali ke masa kecil, dimana segalanya terasa mudah tanpa harus memikirkan soal kerjaan, soal ekspektasi, dan pikiran-pikiran lainnya. Poin kangen dengan masa kecil ini yang membuat saya terharu sebab memang bener, setelah kita dewasa banyak tanggung jawab yang harus dipikul dan itu melelahkan. Pengen berhenti tapi enggak bisa. Berbeda saat kita kecil, ketika ada masalah pun, masih ada orang tua yang siap mengulurkan tangan dan pasang badan. 

Bagian kedua, yang bikin saya menangis tersedu-sedu saat Lulu dan Ibu pergi berduaan ke toko es krim. Di situ Lulu mulai memperhatikan wajah ibu dengan seksama dan ternyata dia banyak luput memperhatikan hal-hal kecil terkait ibunya. Kemudian keduanya membahas soal Kak Nasti, kakak Lulu. Sampai akhirnya sang Ibu mengucapkan maaf kepada anaknya. Sumpah, saya sehancur itu membayangkan ada orang tua yang meminta maaf kepada anaknya. Maaf dari mereka itu bisa menggambarkan kalau mereka mengakui kalah mendidik anak, mereka mengakui kalau mereka banyak salah. Padahal bagi saya, salah mereka tidak bisa lebih besar dari kasih dan sayang yang sudah dicurahkan. 

"Maafin Ibu ya. Maaf karena kurang perhatiin Lulu. Maaf karena sempet ragu Lulu bakal selamat. Ibu takut... takut banget waktu itu." -hal.247

Selain itu ada bagian pertengkaran Lulu dengan damar yang sangat dramatis. Saya sangat suka membaca bagian ini.

"Cepat atau lambat, kita emang harus putus," tukas Damar. Ibu benar, kita cuma buang-buang waktu. Kita nggak akan pernah bisa menikah."

"Kenapa kamu malah bahas soal nikah sih? Kita masih 26."

"Kamu mau kita begini terus?" tanya Damar. Nadanya menuntut. "Lanjutin hubungan yang nggak ada tujuannya, iya?"

"Ya udah ayo kita menikah, kalau emang itu yang kamu mau," tantang Lulu. Ia mengentakkan kedua tangannya sampai terlepas dari genggaman Damar. "Apa pun. Asal jangan minta putus."

"Kita nggak akan pernah bisa menikah," tegas Damar.

"Bisa!" jawab Lulu keras kepala. "Pernikahan beda agama udah mulai umum, Damar. Kalaupun ayahmu masih berat, aku bisa ikut keyakinan--"

"Stop!"...

(Dialog ini ada di halaman 30-31)

PETIK-PETIK

Setelah membaca novel ini, saya sangat terkesan dengan bagian yang membahas soal hubungan anak dan orang tua. Cinta orang tua kepada anak tidak berbanding, walau kadang cara mengungkapnya tidak selalu sama dengan yang diharapkan.


KUTIPAN

  • "...sedih-sedih yang lo rasain sekarang sifatnya sementara. Masa lo mau ngerusak semuanya gara-gara sesuatu yang nggak kekal?" -hal. 13
  • "Nggak ada putus baik-baik, anyway. Yang namanya putus, mau model gimana pun tetep bikin nyesek." -hal.101
  • Ada waktunya menggenggam. Ada waktunya melepaskan. Dan ada satu waktu yang akhirnya membuat kita tahu beberapa perasaan sebaiknya tetap tersimpan alih-alih diutarakan. -hal.150
  • "Tapi jadi nyusahin kalau ekspektasinya lebih gede dibanding kemampuan membereskan perasaan nyesel atau kecewa ketika semua rencana gagal. Biasanya bakal berakhir nyalahin orang lain dan keadaan." -hal.184
  • Takdir nggak cuma tentang bersukacita atas pertemuan, tapi menerima bahwa perpisahan merupakan kepastian yang nggak bisa manusia ubah. -hal.210
  • "Satu-satunya yang bertanggung jawab atas perasaan kita ya diri sendiri. Hidup jadi nggak asyik kalau galau terus-terusan." -hal.213
  • "... Bagaimanapun, masa lalu membentuk kita hari ini. Jadi cukup ingat bagian baik-baiknya aja. Katanya, kenangan baik bakal datang pas kita lagi bener-bener butuh." -hal. 225

NILAI

Novel Chasing The Blue Flames ini memiliki cerita roman yang kental dan dibumbui dengan cerita keluarga yang mengharukan. Cukup mengesankan walaupun menurut saya cerita soal gunungnya kurang banget. Saya kira bakal menemukan deskripsi yang lebih banyak dan detail mengenai pendakian ke Kawah Ijen, atau paling tidak dibahas cerita sejarah atau budaya yang berhubungan dengan gunung tersebut. Tapi ternyata soal Kawah Ijen-nya minim sekali, padahal kalau banyak pasti lebih nendang. 

Akhirnya saya memberikan nilai 4/5 bintang untuk novel ini. Saya merekomendasikan novel ini untuk pembaca yang mau bernostalgia dengan momen ketika putus dan jadi patah hati terhebat. Siapa tau saat membaca novel ini kita bisa menertawakan betapa bodohnya kita sampai begitu terpuruk seolah-olah hidup hanya isinya mantan saja.

Nah, sekian ulasan dari saya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!