Januari 15, 2025

Resensi Novel Sekali Lagi Si Paling Badung - Enid Blyton

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul:
Sekali Lagi Si Paling Badung

Penulis: Enid Blyton

Penerjemah: Djokolelono

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Juni 2017, cetakan kesembilan

Tebal: 280 hlm.

ISBN: 9789792280319

Tag: novel, remaja, teenlit, asrama, sekolah, sahabat


SINOPSIS

Semester baru dimulai di Sekolah Whyteleafe dan kali ini kedatangan anak baru; Jennifer Harris, Kathleen Peters, dan Robert Jones. Jenny dikenal begitu baik dan periang. Kathleen suka bertengkar dan mukanya tidak menyenangkan. Robert berbadan besar dan wajahnya muram.

Kali ini Elizabeth benar-benar punya musuh. Ia tidak suka Robert karena menurut kabar yang beredar dia suka merundung anak di bawah tingkatnya. Sampai akhirnya ia memergoki Robert mengayun-ayunkan Peter dengan kencang hingga Peter ketakutan. Dan saat masalah ini di bawa ke Rapat Besar, Peter menyangkal hal itu. Sejak itu Elizabeth dianggap suka mencampuri urusan orang lain oleh Robert. Dan keduanya mulai saling memusuhi satu sama lain.

Jenny menirukan gaya Mam' zelle saat memarahi Kathleen dan dilebih-lebihkannya. Saat itu Kathleen memergoki aksinya itu dan sejak itu ia begitu marah pada Jenny. Keduanya berseteru saling menjelekan. Hingga akhirnya Elizabeth turun tangan dan keterlibatannya itu justru menyeretnya ikut dimusuhi Kathleen.

Kathleen dengan keji mengerjai Elizabeth dan Jenny agar mereka dihukum. Buku Elizabeth disembunyikan, peralatan berkebunnya dikotori. Tikus Jenny diletakan di meja Bu Ranger hingga ia marah besar hingga akhirnya kabur. 

Elizabeth yakin kalau pelakunya Robert. Ditambah ia memergoki Robert yang tengah mengintimidasi Leslie. Elizabeth pun mengadukan hal itu di Rapat Besar dan berharap Robert dihukum.

Sampai kapan Elizabeth akan salah menunjuk orang sebagai pelaku yang mengerjainya dan Jenny?

ULASAN

Saya melanjutkan buku kedua dari The Naughties Series dan kali ini konflik yang dibahas mengenai perseteruan Elizabeth dengan teman-temannya. Kehidupan sekolah Elizabeth jadi lebih berdinamika karena musuh-musuhnya; Robert dan Kathleen. 

Yang menarik di sini, dalam menyelesaikan kenakalan remaja harus dicari tahu akar masalahnya. Robert sebagai siswa yang suka mem-bully anak lemah ternyata mempunyai latar belakang yang membentuknya jadi seperti itu. Kathleen pun mempunyai kisah dibalik penampilannya yang begitu kusam, wajah berbintik-bintik, rambut tidak pernah rapi, dan sikapnya yang selalu murung.

Saya begitu terharu ketika Robert dan Kathleen menemukan titik balik untuk berubah jadi lebih baik. Keduanya seperti kempompong yang berubah jadi kupu-kupu. Saya juga salut dengan Rita dan William sebagai Ketua Murid yang bijaksana memutuskan apa-apa yang harus dilakukan untuk setiap aduan dan keluhan yang disampaikan peserta Rapat Besar. Termasuk menghukum Robert dan Kathleen namun tanpa mempersulit lagi keduanya.

Dan Elizabeth sebagai tokoh utama masih saja suka lupa dengan niatnya untuk jadi anak yang baik. Beberapa kali ia masih suka bertindak tanpa berpikir dan ujung-ujungnya menimbulkan masalah. Misalnya saat ia membakar sampah tanpa menunggu arahan John. Atau saat ia membiarkan Peter menaiki kuda yang rewel hingga hampir saja Peter mengalami hal buruk.

Baca juga: Resensi Novel Cewek Paling Badung di Sekolah

Keburukan lainnya dari Elizabeth adalah gampang terpancing emosi. Sehingga ia sering tersulut amarah dan membuat teman-temannya segan. Namun semua orang di Sekolah Whyteleafe paham kalau Elizabeth itu anak manis dan dia sedang berusaha jadi anak baik dan mampu bersikap adil. Hanya kadang-kadang cara yang dipilihnya keliru.

Secara keseluruhan, novel ini sangat mengharukan dan pada beberapa bagian membuat saya hampir menangis. Ada banyak nilai-nilai kebaikan yang bisa diambil. Dan lebih baik novel ini dibaca oleh remaja sebagai pembelajaran.

Sekian ulasan saya kali ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!


Januari 06, 2025

Resensi Novel Cewek Paling Badung Di Sekolah - Enid Blyton

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]



Judul: Cewek Paling Badung Di Sekolah

Penulis: Enid Blyton

Penerjemah: Djokolelono

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Juni 2017, cetakan kesepuluh

Tebal: 264 hlm.

ISBN: 9789792280302

Tag: novel, remaja, teenlit, asrama, sekolah



SINOPSIS

Elizabeth Allen, anak perempuan sebelas tahun yang dikirim ke sekolah asrama, Sekolah Whyteleafe, karena orang tuanya akan bepergian selama setahun dan mereka tidak percaya untuk menitipkan Elizabeth kepada pengasuhnya, Nona Scott. Elizabeth adalah anak badung, bahkan pengasuhnya sudah berganti-ganti karena tidak tahan menghadapi ulahnya.

Karena tidak suka pergi ke sekolah, Elizabeth berjanji akan jadi anak nakal, badung, dan bandel di sekolah agar segera dikeluarkan dan dijemput ibunya pulang. Elizabeth berat meninggalkan rumah, kuda, dan Timmy, anjingnya. Dan yang membuatnya lebih berat, ia merasa tidak punya teman. Selama ini kenakalannya membuat Elizabeth tidak disukai teman-temannya. Kalau di asrama, mau tidak mau ia harus berbaur, itu yang membuat Elizabeth tidak ingin pergi ke sekolah.

Benar saja, awal-awal Elizabeth di sekolah tingkahnya sangat menyebalkan. Ia memasang wajah cemberut, tidak tersenyum, kalau bicara ketus, punya makanan tidak mau berbagi, dan suka menentang peraturan sekolah dan asrama. Kepribadiannya ini yang membuatnya tidak berteman dengan siapa pun. Bahkan saat belajar pun, ia sering membuat gurunya marah dan menghukumnya keluar dari kelas.

Sikap buruk Elizabeth bertujuan agar dia segera dikeluarkan dari sekolah. Tetapi teman-teman dan gurunya justru tidak terprovokasi. Saat Rita menjelaskan kalau ada teman sekamarnya yang lebih menderita dari dia, yaitu Joan, Elizabeth terenyuh ingin membantunya. 

Hubungan dingin Elizabeth dan Joan di awal-awal berupah mencair. Joan bisa melihat sisi lain dari teman sekamarnya itu. Elizabeth tidak seburuk yang selama ini ditampilkan. Keduanya semakin dekat layaknya sahabat. Suka duka dilalui bersama-sama. Ujian hubungan mereka muncul saat Elizabeth ingin membuat Joan bahagia tapi dengan cara yang salah. 

Lambat laun Elizabeth menemukan banyak hal menarik di Sekolah Whyteleafe. Teman-teman yang baik, guru musik yang memujinya, sahabat yang menemaninya, kegiatan berkuda, membantu berkebun, dan masih banyak lagi.

Beberapa kejadian membuat Elizabeth berubah jadi anak perempuan baik-baik. Perlakuan teman-teman dan guru kepadanya lebih menyenangkan. Namun pikirannya tambah bingung karena dia sudah sesumbar akan meninggalkan sekolah ini pada pertengahan semester karena waktu itu sekolah ini tidak menyenangkan, sementara sekarang dia sangat suka dengan sekolah ini. 

Perpisahan itu tetap harus ada atau Elizabeth mau mengakui kalau dulu ia salah menilai sekolahnya?


ULASAN

Sengaja saya pilih bacaan ringan di awal tahun biar enggak tersendat-sendat menyelesaikannya. Rencananya saya mau baca series The Lord of The Rings di perpustakaan digital, tapi enggak jadi karena di Ipusnas ebooknya enggak bisa diunduh sebab eror, di Ijakarta dan Ruang Buku Kominfo tidak tersedia, dan di Eperpusdikbud masih antrian panjang. Hasilnya saya coba cari bacaan lain dan ketemu buku ini.

Ternyata buku ini berseri: The Naughties Girl Series. Di Goodread tampak ada 10 buku dan di Eperpusdikbud hanya ada 4 judul. Rencananya saya mau membaca semuanya.

Konflik di novel ini pasti membuat kita bernostalgia saat umur kita belasan tahun. Remaja yang keras kepala dan haus perhatian. Susah untuk mendengarkan wejangan dari orang dewasa karena saat itu pikiran kita masih pendek. Tapi momen saat itu bisa dibilang gerbang kita mencari jati diri. 

Tokoh Elizabeth keukeuh tidak suka Sekolah Whyteleafe padahal dia belum mencoba untuk berbaur dengan ritmenya. Di otak dia pokoknya harus keluar dari situ dan hanya ada satu jalan yaitu menjadi murid nakal agar sekolah mengeluarkannya. 

Dasarnya Elizabeth ini anak baik dan manis namun ia memilih menampilkan sikap yang bukan dirinya, hasilnya ia tidak bahagia. Beberapa perseteruan dengan rekan-rekannya tidak terhindarkan tetapi Elizabeth harus menghadapi dan menyelesaikannya. Hikmahnya adalah jadilah diri sendiri dalam versi terbaik. Kalau jadi diri sendiri tapi bersikap buruk, itu tetap saja pandangan yang salah.


"Memang, minta maaf sesuatu yang paling sulit di dunia. Tetapi hal kecil ini bisa membuat suatu perubahan besar. Cobalah..." (hal. 167)


Ada juga konflik sahabat Elizabeth bernama Joan yang menyoroti soal hubungan orang tua dan anak yang punya komunikasi tidak terbuka sehingga anak dan orang tua mempunyai pikiran masing-masing. Joan melihat orang tuanya tidak sayang kepadanya sehingga beberapa momen penting terlewat begitu saja. Sedangkan orang tua Joan masih berkutat dengan kesedihan di masa lalu dan melupakan anak yang lain karena si anak tidak komplen apa pun. Orang tua Joan menganggap Joan baik-baik saja padahal tidak begitu kenyataannya.

Saya suka penyelesaian konflik yang ada karena membuat karakter tokoh-tokohnya bertumbuh lebih baik. Perubahan yang dialami Elizabeth dan Joan begitu mengharukan. Banyak pelajaran karakter yang baik di novel ini yang dibutuhkan oleh remaja-remaja.

Selain Joan, banyak teman Elizabeth yang menarik dan seru. Nora adalah kepala kamar yang ditinggali Elizabeth. John Terry adalah kepala kebun yang diangkat karena kesukaanya berkebun walaupun ia masih siswa. Richard adalah kakak tingkat, teman duet Elizabeth di kelas musik Pak Lewis. Herry adalah teman yang suka memelihara kelinci dan pernah menghadiahi anak kelinci untuk Elizabeth dan Joan.

Ada juga guru-guru yang jadi pembimbing para siswa. Bu Belle dan Bu Best adalah pemimpin sekolah. Bu Ranger adalah wali kelas Elizabeth. Pak Lewis adalah guru musik.

Berkat novel ini saya bisa ikut merasakan keseruan sekolah berasrama. Kelihatannya sangat disiplin tapi peraturan-peraturan itu sengaja ditegakkan agar penghuni asrama bisa mengontrol dirinya. Misalnya ada aturan setiap anak hanya boleh menggunakan uang sejumlah tertentu setiap minggu dan sisa uang yang dikirim orang tua mereka harus dikumpulkan di ketua siswa. Kelihatannya sangat membatasi tapi tujuan dari aturan ini agar tidak ada kesenjangan. Dan sebenarnya siswa boleh menggunakan uangnya yang lebih tadi tapi harus jelas peruntukannya dan harus disetujui di Rapat Besar.

Yang menarik lainnya, guru-guru di Sekolah Whyteleafe tidak pernah menghukum muridnya. Yang menghukum murid adalah murid lainnya sesuai kesepakatan saat Rapat Besar. Aturan ini dibuat agar murid yang nakal sadar kalau kenakalannya tidak merugikan guru-guru tapi merugikan murid lainnya. Sehingga setiap murid bisa sama-sama merasakan sesama dan tidak mementingkan ego.

Secara keseluruhan, saya suka dengan cerita ringan seperti ini. Selain mudah diikuti alurnya, nilai moral yang disampaikan begitu lugas dan jelas. Saya tidak kesusahan menangkap bagian-bagian pesan yang ingin disampaikan penulis. Ke depannya, saya akan melanjutkan series ini karena seseru itu.

Demikian ulasan saya kali ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!

Januari 01, 2025

Halo 2025



SELAMAT TAHUN BARU!!!


Tahun 2024 sudah berlalu. Ada banyak cerita di tahun kemarin dan kalau saya harus mengungkapkan dalam satu kalimat, saya bakal bilang, "Tahun penyembuhan." Semua lini hidup ditata kembali. Lalu tahun ini harus lebih seru lagi. 

Saya juga bersyukur karena masih bisa mengisi blog ini dengan ulasan buku yang sudah dibaca. Walau beberapa waktu saya terserang reading slump, tapi sepanjang setahun kemarin saya bisa membaca sebanyak 34 buku. Belum berhasil memenuhi target Goodreads 2024 Reading Challenge sebanyak 50 buku. Tapi, it's OK. Tantangan itu untuk memotivasi bukan membebani.

Dan tahun 2025 ini saya sudah menulis apa saja yang akan jadi panduan dalam hal bebukuan. Berikut daftarnya:


  1. Target Goodreads 2025 Reading Challenge adalah 50 buku. Dan ulasannya akan saya terbitkan di blog. 
  2. Mengurangi TBR. Hitungannya begini: 35 buku TBR di bawah 2024, 15 buku beli baru.
  3. Konsisten memublikasikan artikel Bebukuan setiap awal bulan.
  4. Mengadakan 1 giveaway setiap bulan. Hadiahnya tidak melulu buku baru, buku preloved pun harusnya bisa ya. Doakan semoga rejeki saya lebih lancar dan berkah biar terwujud agendanya.
  5. Lebih aktif bersosialisasi di akun X: @adindilla. Harus banyak belajar menggunakan sosial media tersebut untuk kegiatan literasi.

Enggak usah banyak-banyak target terkait baca membaca, mengingat saya juga bakal lebih fokus ke pekerjaan. Ada target pribadi juga yang harus diupayakan sebaik mungkin.

Semoga tahun 2025 segala-galanya berjalan baik, semua harapan yang sudah didoakan bisa terwujud, dan sepanjang tahun disehatkan badannya.

Amin ya Rabb...


Cirebon, 01 Januari 2025

Hapudin



.

Desember 24, 2024

Resensi Novel Home Sweet Loan - Almira Bastari




Judul:
Home Sweet Loan

Penulis: Almira Bastari

Desain sampul: Orkha Creative

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Februari 2022, cetakan kedua

Tebal: 312 hlm.

ISBN: 9786020658049

Tag: novel, generasi sendwich, keluarga, drama, persahabatan, romansa, metropop




Sejak novel ini banyak dibicarakan orang-orang karena difilmkan, saya pun jadi tertarik untuk segera baca. Niat saya cuma satu, pengen tahu bagaimana perjuangan Kaluna membeli rumah saat gajinya enggak seberapa. Kayaknya bakal relate banget dengan kasus saya sendiri, umur sudah enggak muda, gaji enggak gede-gede banget, tapi pengen punya rumah. Akhirnya saya langsung beli novelnya dan langsung disikat baca.

Novel ini menghadirkan empat tokoh yang sahabatan dan sekerjaan; Kaluna, Miya, Thanis, dan Danan. Walau banyak tokohnya, sudut pandang diambil dari Kaluna saja. Garis besar kisahnya soal jatuh bangun keempatnya mencari rumah impian

Kaluna sebagai tokoh utama punya masalah berat banget. Umur sudah kepala tiga, punya pacar dari keluarga berada tapi dia yang dari keluarga biasa akhirnya punya gap dengan keluarga besar, dan dia tinggal di rumah orang tua bareng dengan dua keluarga kakaknya yang masing-masing sudah punya anak satu; Kak Kamala dan Kak Kanendra.

Masalah domestik ini yang bikin saya bersimpati. Balik kerja sudah capek, datang ke rumah melihat kondisi rumah yang berantakan. Belum lagi ketemu hal sepele yang harusnya dingertiin kedua kakaknya tapi mereka cuek. Misalnya, alat makan kotor yang harusnya sudah dicuci tapi masih numpuk di dapur atau ember di kamar mandi yang dipakai tanpa dibalikin siap pakai. Belum lagi kamarnya harus digusur ke kamar pembantu demi dijadikan kamar buat keponakannya. Perihal lemari bekas yang rencananya mau dijual malah diambil kakak iparnya. Kaluna pun mung bisa sabar menahan nyeri di hati.

Ditambah punya ibu yang apa-apa selalu menyuruhnya mengerti kebutuhan kakaknya yang sudah menikah. Sumpah, siapa pun yang jadi Kaluna pasti makan hati tiap hari. Ini yang bikin Kaluna mati-matian hidup sederhana demi bisa menabung buat beli rumah agar bisa segera kabur. Ia sudah sangat sumpek dan muak dengan situasi dan kondisi di rumah.

Sementara ketiga temannya punya masalah yang memang tidak digali mendalam kecuali bagian mereka yang ikut berjuang mencari rumah impian. Thanis masalahnya dengan mertua yang ikut campur keluarga kecilnya. Miya yang punya impian jadi orang terkenal dan manajemen uangnya tidak terkontrol. Dan Danan sebagai pria, hanya berkutat mau mencari pasangan yang bisa membawanya ke kehidupan yang lebih baik.

Konflik gedenya muncul saat Kak Kanendra ceroboh memaksakan diri beli tanah yang ternyata sertifikatnya ganda. Uangnya dari pinjaman Bapak dan pinjaman online. Kaluna mau tidak mau harus terlibat untuk menyelesaikan masalah ini. Ini yang bikin dia merasa sudah capek lahir batin. Dia kerja sudah bertahun-tahun, nabung buat beli rumah sampai hidup hemat, tapi ujung-ujungnya harus dihabiskan untuk masalah keluarga. Fuck lah!

***


Saya suka dengan pesan yang dibawa novel ini: menabung dan hidup sederhana. Karena memang kita hidup bukan hanya sekarang, tapi sampai nanti kita tua. Kalau tidak direncanakan dengan baik, keuangan kita di masa depan malah berantakan. Tujuan agar hidup tua bahagia malah berubah jadi masa tua yang sengsara. Dan ceritanya kekinian juga, saat banyak anak muda sibuk flexing, novel ini jadi pengingat kalau PR kita yang muda-muda masih banyak lho soal perduitan.

Banyak contoh pengelolaan uang yang disajikan seperti melakukan budgeting dengan worksheet, menimbang antara kebutuhan dan keinginan sebelum belanja, dan beberapa trik hemat ala Kaluna salah satunya jarang jajan dengan bawa bekal.

Saya juga suka dengan cerita romansa yang disajikan. Terutama ketika Kaluna tegas kalau hubungannya dengan Mas Hansa tidak akan maju kemana-kemana dan akhirnya memutuskan untuk berhenti. Enggak kebayang gimana susahnya menyejajarkan standar hidup kita dengan orang yang kita sayangi, padahal gap-nya kelewat lebar.

Dan yang bikin gemas ya si Danan ini. Pria matang yang masalah hidupnya lebih sedikit dibandingkan masalah Kaluna, dan sudah memutuskan pilihan bakal berlabuh kemana, tapi masih nunggu momen yang pas. Dan bener juga, umur enggak menentukan seseorang sudah dewasa. Dan pria nggak bisa dipaksa dewasa kecuali atas kesadarannya. Untungnya Danan mau berubah.

Persahabatan keempatnya pun menarik karena masing-masing membawa masalah sendiri-sendiri. Hubungan mereka bukan sekadar teman yang hanya untuk haha-hihi, tapi mereka bisa sharing soal kehidupan. Jadi ketika senang bisa bareng-bareng merayakan dan ketiga galau bisa punya teman mengadu.

Di novel ini ada bagian yang bikin saya nangis yaitu pas Kaluna di telepon Kak Kamala. Kakaknya minta maaf dan bilang kalau Ibunya selalu memasak makanan kesukaan Kaluna tapi beliau segan menyuruh Kaluna pulang ke rumah. Sumpah, dramanya nonjok hati banget :(

Kesimpulannya, saya suka dengan cerita di novel ini. Relate, mengena, dan bikin mikir, "Kayaknya sudah waktunya berbenah sebelum semuanya terlambat." Dan jangan sampai duit yang mengendalikan kita tapi kita yang harus mengendalikan duit. Satu lagi, ayo berjuang lebih keras biar punya rumah.

Sekian ulasan saya untuk novel Home Sweet Loan ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa baca buku!

Desember 19, 2024

Resensi Novel The Jolly Psychopath - Ki Yoonseul

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]



Judul:
The Jolly Psychopath

Penulis: Ki Yoonseul

Penerjemah: Dewi Ayu Ambar Rani

Desain sampul: Fahrul Kesampulan

Penerbit: Baca

Terbit: Juli 2024, cetakan pertama

Tebal: 296 hlm.

ISBN: 9786238371266

Tag: psikopat, thriller, keluarga, pembunuhan, literasi korea



Karena di sampul novel ini ada menyebut psikopat, saya makin tertarik untuk segera membaca isinya. Ditambah kali terakhir membaca novel yang ada pembunuhan ya di novel 1Q84 karya Haruki Murakami. Dan saat memulainya, saya berekspektasi akan menemukan kisah pembunuhan yang mengerikan.

Novel ini menceritakan remaja laki-laki bernama Yongin, berusia 15 tahun, dan dia baru mendapatkan orang tua asuh sejak ia dititipkan ibunya di panti asuhan saat usianya baru 6 tahun. Pasangan suami istri, Pak Yoon Jangpal dan Bu Namgoong, memilih Yongin dengan tujuan menjadikannya teman untuk putrinya Dongju, yang dikenal sebagai psikopat.

Suatu hari tetangga mereka, Pak Kim, ditemukan meninggal di rumahnya. Dia dibunuh dengan cara dijerat pada lehernya. Hasil penyelidikan polisi menunjuk Kak Dongju sebagai pelakunya. Bukti yang ditemukan adalah jejak sepatu Kak Dongju.

Hidup dengan psikopat tidak tenang dan Kak Dongju yang akhirnya dipenjara justru membuat Yongin kebingungan antara senang karena bebas dari tekanan Kak Dongju dan sedih karena musibah ini membuat orang tua angkatnya kehilangan gairah hidup. Yongin juga merasa bersalah sebab jejak sepatu di rumah Pak Kim adalah ulahnya.

Keadaan tidak memberi pilihan bagi Yongin selain memenuhi permintaan Kak Dongju untuk menyelidiki pembunuh sebenarnya. Sebab pada malam itu, Kak Dongju tidak melakukan pembunuhan itu, ia justru sedang menyantap daging sapi panggang bersama Bu Yangsun.

Dalam proses penyelidikan itu, Yongin dibantu oleh Paman Song Romyeon, yang merupakan putra kedua dari Nenek Toserba Manmul, sekaligus mantan kawan dari Detektif Wang Gojin, detektif yang menangani kasus Kak Dongju. Yongin harus menelan amarah saat ia ingin mengirimkan surat permintaan peninjauan ulang kasus Kang Dongju dengan dibantu oleh Pak Romyeon, justru Pak Romyeon mengkhianatinya. Pak Romyeon yang tidak akur dengan Detektif Wang Gojin, pada hari itu mereka justru sedang asik bermain Go-Stop.

Yongin akhirnya mengajukan peninjuan ulang kasus Kak Dongju tanpa dibantu siapa pun. Itu berhasil, Kak Dongju dibebaskan. Dan mereka berdua akhirnya bekerja sama memecahkan kasus kematian Pak Kim.

***


Lumayan susah menebak pembunuh aslinya. Apalagi saya sempat terkecoh dengan informasi awal kalau Dongju adalah psikopat dan sejak awal saya sudah menaruh curiga. Hanya tinggal mencari tahu bagaimana Dongju melakukan pembunuhan itu. Namun prasangka saya keliru, misterinya tidak selurus itu.

Penulis mengupas semua misteri kasus Pak Kim secara pelan-pelan. Latar belakang setiap karakter dibeberkan dan itu penting diungkapkan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi hingga Pak Kim dibunuh. Masa lalu Dongju yang tinggal dengan pembunuh berantai saat ia masih kanak-kanak. Awal mula orang tua Dongju terikat hutang dengan Pak Kim. Cerita lengkap hubungan Paman Romyeon dan Detektif Wang Gojin dari yang awalnya dekat hingga berubah renggang.

Saya suka dengan perubahan sikap Yongin dan Kak Dongju setelah keduanya bahu membahu menyingkap rahasia pada kasus Pak Kim. Pada akhirnya mereka bisa melihat nilai baik dalam diri masing-masing dan itu sangat mengharukan. Saya juga suka dengan novel ini diakhiri, benar-benar menghangatkan hati.

Di sisi lain misteri pembunuhan, novel ini juga menyinggung soal hubungan orang tua dan anak. Tema yang pasti relate dengan banyak pembaca. Poin utamanya menunjukkan kalau cinta orang tua kepada anak itu sepanjang zaman. Orang tua Dongju tetap menyayangi anaknya meski dikenal di masyarakat sebagai psikopat. Nenek Toserba Manmul yang rela menyembunyikan fakta demi anaknya tidak terusik. Ibu Yongin tetap datang menjemput walau mereka sudah berpisah 9 tahunan.

Sepanjang membaca novel ini, kita akan menemukan gambar belalang sembah, di sampul dan di halaman isinya. Ini simbol untuk psikopat, dimana karakter psikopat hanya memangsa korban yang lebih lemah. Belalang sembah pun demikian, hidup dengan memangsa serangga lain yang lebih lemah dari dirinya.

"... Untuk memelihara belalang sembah, kamu perlu memberinya umpan berupa serangga lain. Meskipun sama-sama serangga, belalang sembah memerlukan serangga lebih kecil sebagai mangsanya...." (hal. 51)

Dalam setiap bacaan fiksi sekalipun, pasti ada hikmah yang bisa dipelajari. Dalam novel ini saya diingatkan kembali untuk tidak mudah menilai orang lain, lebih terlarang lagi jika penilaian kita buruk kepada orang lain. Seperti yang dilakukan Yongin kepada Kak Dongju, menilai buruk di awal, tapi sebenarnya Kak Dongju tidak semenakutkan itu walau dia psikopat.

Kekurangan novel ini ada pada bagian akhir cerita, saya merasa pembongkaran misteri yang sudah dibangun disampaikan dengan tidak menarik sebab dibuat dalam rangkuman yang disampaikan oleh salah satu tokoh di sini. Bahkan beberapa kali saya membaca pengulangan narasi yang isinya misteri dalam kasusnya. Terkesan dibikin cepat oleh penulisnya dan itu membuat perhatian saya mendadak turun signifikan karena harapan saya pembongkaran misterinya dilakukan di momen paling penting, misal saat persidangan pelakunya.

Kesimpulannya, novel The Jolly Psychopath ini menarik dibaca dan bikin kita menebak-nebak pada kasus pembunuhan Pak Kim. Alur yang penuh misteri dan pendalaman cerita yang memuaskan saya. 

Sekian ulasan saya untuk novel ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku ya!


November 21, 2024

Resensi Buku Tanpa Rencana - Dee Lestari

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul:
Tanpa Rencana

Penulis: Dee Lestari

Penyunting: Ardhias Nauvaly

Desain sampul: Fahmi Ilmansyah

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: November 2024, cetakan pertama

Tebal: xii + 208 hlm.

ISBN: 9786231864352


Sebuah cerita akan mengesankan jika di dalamnya mengandung 'sesuatu' yang baru bagi pembacanya. Dan itu yang selalu disajikan oleh Dee Lestari dalam karya-karyanya. Alasan ini juga yang membuat saya memutuskan untuk segera punya buku Tanpa Rencana ini.

Buku ini bukan novel melainkan kumpulan cerita. Ada 18 judul yang isinya berupa cerpen dan prosa. Beberapa tulisan benar-benar memuaskan saya akan 'sesuatu' itu. 

Dalam cerita pembuka Asam Garam kita akan diajak mencicipi garam hitam yang dihasilkan dari mata air asin di Gunung Mili, Papua. Aneh, garam dibuat dari laut tetapi khusus yang ini justru dibuat di ketinggian gunung. Dan yang menakjubkan, bagi siapa pun yang mencicipi garam ini, akan dibuat menangis dengan sendirinya. Ini dialami Gaspar, seorang wartawan, sebagai tokoh utama setelah ikut Pak Rian, selaku pemilik Kedai Asam Garam, melakukan ritual di depan mata air asin tersebut.

"Berapa banyak kehilangan yang sudah kamu alami, Gaspar?" (hal. 19). Kuncinya ini, kehilangan, dan garam hitam jadi perekam kenangan itu. 



Bagi yang kangen dengan tokoh-tokoh di series Supernova, Dee memunculkan mereka di cerita The Supernova Lounge. Mereka kumpul sedang reuni. Ada tamu istimewa pula, Jati Wesi, tokoh dari buku berbeda tapi diundang hadir di tengah-tengahnya. Yang patut ditunggu, dari obrolan mereka dengan Dee sendiri, bakal ada buku baru dari mereka lagi. Tapi yang paling dekat bakal terbit adalah buku kedua dari Aroma Karsa, begitu kodenya.

"Saya sudah memutuskan untuk mengerjakan judul yang lain dulu. Saya harus menyelesaikan arc Jati Wesi dan Tanaya Suma." (hal. 48).


Yang unik dari cerita Surat Cinta di Botol Kaca menceritakan dua sahabat; Fia dan Tinus, yang masih akrab padahal keduanya sudah umur lima puluhan. Fia sudah menyerah dengan asmaranya setelah bercerai dari Alfian dan ia mengandalkan keajaiban harapan kalau-kalau ia menemukan surat cinta yang disimpan dalam botol apa pun. Kini ia menjalani hari-hari dengan anak perempuanya bernama Lili yang sudah 22 tahun. Sedangkan Tinus sendiri masih gemar mencari pasangan lewat aplikasi dating walau hasilnya selalu gagal. 

Keakraban Fia dan Tinus justru menginspirasi Lili agar punya pasangan serasa sahabatan. "Kan, katanya jodoh terbaik itu sahabat kita sendiri." (hal. 90).

"Dua orang yang nggak bisa hidup tanpa satu sama lain," bisiknya di telingaku. "Itu lebih dari cukup." (hal. 96)

Hal menarik sekaligus cerita yang menghangatkan hati saya temukan di cerita Temu & Power Rangers. Pak Ramli punya anak perempuan bernama Selma yang suka sekali main dengan ayam jago yang dinamai Temu. Kehilangan Temu jadi momen awal bagaimana Pak Ramli lebih dimengerti Emak dan ia belajar sekecil apa pun kebaikan kepada orang lain pasti akan berbalik ke diri sendiri. 



Rupanya buku ini begitu personal ditulis oleh Dee. Tak heran ada juga tulisannya yang berupa ungkapan hati Dee sebagai penulis. Di Balik Papan Tik mengungkapkan bagaimana susahnya jadi penulis ketika ide tulisannya mentok.

Hari ini berbeda. Aku ingin kamu bicara. Jangan diam. Hari ini, aku begitu kosong tanpamu dan terdesak sehingga tak punya pilihan lain. Ketiadaanmu memaksaku untuk akhirnya bercerita tentangmu. Ide. (hal. 103)


Kesan saya setelah membaca buku kumpulan cerita Tanpa Rencana ini, saya masih menemukan 'sesuatu' itu dan menyenangkan bisa membaca cerita yang begitu singkat tapi bermakna. Keunggulan seorang Dee dan karyanya itu adalah setiap tulisannya bertutur dengan niat sehingga pembaca bukunya pasti menemukan 'sesuatu', padahal sebelumnya tidak sedang kehilangan.

Sekian ulasan singkat saya untuk buku Tanpa Rencana ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku ya!