Juni 16, 2023

[NOTICE!] Novel Malam Seribu Jahanam Karya Intan Paramaditha

Halo, halo, halo...

Apa kabar teman-teman? Semoga sehat-sehat terus ya!

Setiap kali ada Notice! itu artinya ada buku baru yang menarik perhatian. Dilirik aja dulu, sambil didoain biar ada rejeki buat belinya. Memang kalau soal beli buku suka banyak khilafnya. Dompet bisa sampe jadi tipis banget.

Kali ini saya mau menginformasikan novel baru yaitu Malam Seribu Jahanam karya Intan Paramaditha. Novel ini diterbitkan oleh Penerbit Gramedia.


Alasan kenapa novel ini menarik perhatian yaitu:

Satu, kovernya rada-rada serem gitu. Dominasi warna merah plus judulnya yang mengandung kata 'Jahanam' kayak ngasih tau kalau isi novelnya pasti dark. Dan begitu dibaca blurb-nya memang bakal senggol-senggol soal perhantuan. Kalau beneran bagus soal hantunya, kita bakal dibikin merinding disko nggak ya sama kisahnya?

Dua, nama penulisnya familiar sebab sebelum novel ini saya taunya beliau sudah menerbitkan novel Gentayangan dan buku kumcer Sihir Perempuan. Di kover Gentayangan memang tidak kelihatan ada sisi menyeramkannya, tetapi di kover Sihir Perempuan kental banget warna merah dan ilustrasi seramnya. Mirip-miriplah sama novel ini.

Gimana, menarik perhatian kamu? Kalau saya sih yes!

Buat kamu yang mau tahu informasi lebih soal buku ini, mending cek langsung ke website www.gramedia.com




Juni 13, 2023

Resensi Novel The Confession of The Sirens (Nanyian Sang Siren) - Shichiri Nakayama


Judul:
The Confession of The Sirens (Nyanyian Sang Siren)

Penulis: Shichiri Nakayama

Penerjemah: Joyce Anastasia Setyawan

Editor: Tiyas Puspita Sari

Ilustrator: Hastapena

Penerbit: M&C!

Terbit: Mei 2023, cetakan pertama

Tebal: 336 hlm.

ISBN: 9786230310645


Separuh bagian atas makhluk itu adalah tubuh seorang perempuan. Sementara separuh bagian bawahnya adalah burung atau ikan. Makhluk itu akan bernyanyi dan mengacaukan pikiran para awak kapal, mengundang mereka menuju kehancuran. Menurutku, kalian persis seperti siren itu. Dengan kata-kata manis, kalian mengundang para penonton ke dalam pusaran kecurigaan dan penghinaan.

Hati kecil Takami tak menerima ucapan menusuk dari Detektif Kudao mengenai pekerjaan itu. Di sisi lain, pikiran Takami terus berkecamuk mempertanyakan kebenarannya.

Kasus penculikan yang berujung pada pembunuhan telah terjadi di sebuah pabrik bekas di wilayah Yotsugi. Takami Asakura, seorang reporter muda yang bekerja di program berita Afternoon JAPAN bertekad untuk mendapatkan scoop terkait kasus tersebut. Bersama Satoya, partnernya, Takami berusaha keras menangkap pelakunya. Sebab bagi Takami, seorang reporter ada untuk menjadi pengingat sekaligus penunjuk jalan bagi masyrakat.

Namun, kasus tersebut justru menunjukkan kepadanya sisi kelam dunia jurnalisme. Takami yang naif pun dihadapkan pada keraguan mengenai apakah pekerjaan yang dijalaninya selama ini adalah hal yang benar?



Telepon masuk ke keluarga Higashira mengabarkan kalau putri mereka, Ayaka Higashira (16 tahun), telah diculik. Keluarga harus menyiapkan uang tebusan sebesar 100 juta yen. Kasus ini menjadi momen tepat bagi tim Afternoon JAPAN untuk mengembalikan nama baik Teito TV setelah tiga kali melakukan kekeliruan dalam penyiaran berita. Setelah beberapa hari, penculikan itu berubah menjadi kasus pembunuhan. Ayaka ditemukan meninggal dengan kondisi mengenaskan.

Satoya dan Takami menjadi tim lapangan untuk mengejar berita ini. Sebagai pegawai yang pengalamannya belum banyak, Takami kerap melakukan tindakan teledor dalam peliputan berita. Satoya yang sudah senior punya kesabaran lebih untuk menyampaikan pelajaran-pelajaran dalam dunia jurnalisme kepada Takami.

Dalam jurnalisme liputan berita, wartawan berkejar-kejaran untuk menjadi yang pertama menyiarkan update pada kasus tertentu. Ini akan berpengaruh pada rating stasiun TV. Sehingga dalam proses peliputan, semua berita harus divalidasi dengan benar-benar agar berita yang disiarkan bukan berita palsu dan agar tidak menimbulkan masalah bagi masyarakat.



Penyelidikan pelaku yang dilakukan Satoya dan Takami tertuju kepada Akagi dan Miku. Walau sudah dilakukan sensor, penyiaran berita dugaan pelaku tersebut membawa pengaruh besar, terutama bagi Miku hingga ia melakukan percobaan bunuh diri. Saat selangkah lagi menuju penangkapan terduga pelaku pembunuh Ayaka, kepolisian menyatakan fakta lain. Dugaan tersangka yang disampaikan pada konferensi pers berbeda dengan yang diberitakan Teito TV. Ada kekeliruan yang dilakukan Satoya dan Takami.

Imbasnya tim berita Afternoon JAPAN harus diganti karena kekeliruan fatal berita tadi. Satoya harus dimutasi ke afiliasi TV di bagian hiburan. Takami bertahan sebab Satoya sudah mempersiapkan jika hal buruk terjadi semua tanggung jawab hanya pada dirinya. Takami mau tidak mau harus melanjutkan penyelidikan lanjutan sendirian karena kasus Ayaka belum selesai. Ada sesuatu yang janggal meski terduga pelaku yang disebutkan kepolisian sudah ditangkap.

Pengejaran selanjutnya justru membuat Takami hampir menjadi korban berikutnya. Bagaimana kronologis pembunuhan itu terjadi? Siapa pelaku pembunuh sebenarnya?


Novel The Confession of The Sirens ini menggabungkan tema misteri dan dunia jurnalisme berita televisi. Kita akan diajak mengungkap kasus pembunuhan Ayaka melalui sudut pandang wartawan berita televisi. Setelah Ayaka ditemukan meninggal, kita diajak menebak siapa pelakunya. Penulis sukses mengecoh kita dengan temuan penyelidikan Satoya dan Takami yang meyakinkan. Bahkan temuan kepolisian pun ternyata belum mengungkap sebenarnya, masih ada layer yang belum terbuka untuk membuktikan pelaku pembunuh sebenarnya.

Di novel ini, sisi jurnalisme dan profesi wartawan berita dipaparkan dengan detail. Bagaimana mereka meliput berita, bagaimana mereka mewawancarai nara sumber, dan masih banyak gambaran dunia jurnalisme berita TV diungkapkan di sini. Dan yang paling mengesankan saya adalah pemaknaan profesi wartawan itu sendiri.

"Iya, Papa-Mama yang bilang. Katanya, hal-hal yang paling jahat di dunia ini adalah TV, koran, dan majalah mingguan. Katanya, kalian mengambil rahasia otang untuk dijadikan bahan hiburan. Kakakku berubah gara-gara itu. Dulu ia sangat baik." -hal. 181-182

"Yang kami kejar sebagai pelaku bukanlah orang, tapi kejahatan. Apa yang menjadi pekerjaan kami juga bukan demi mengungkap kebenaran, kami hanya mengindentifikasi pihak yang melanggar hukum. Itu saja. Tapi, yang kalian kejar adalah target kebencian. Yang ingin kalian ungkapkan adalah tragedi dan sisi buruk manusia yang dianggap tidak ada hubungannya dengan diri sendiri." hal. 188



Secara tipis-tipis novel ini juga menyindir soal kasus pembulian dan parenting orang tua terhadap remaja. Dua hal ini memang krusial yang menyebabkan pembunuhan itu terjadi. Andai semua mau melihat dan mengajak diskusi Ayaka, mungkin bunuh diri itu tidak harus terjadi.

Alur yang dipakai oleh penulis adalah alur maju. Ada banyak bagian yang menyinggung masa lalu tapi disampaikan melalui narasi baik oleh penulisnya atau pun oleh tokoh di dalamnya. Cara ini membuat kita yang baca akan dibuat terus penasaran dengan perkembangan kasus Ayaka ini.

Sudut pandang di novel ini adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Kita akan paham secara adil melalui banyak sisi. Tapi lampu sorot penceritaan tetap mengedepankan sisi Takami. Dan patut diberikan apresiasi sebab penerjemahan novel ini sudah sangat baik, tidak kaku, dan membacanya jadi turning page.

Takami Asakura adalah gadis amatir di Teito TV. Terlihat sekali kalau Takami tipe yang menurut dengan atasan. Dia juga tipe yang peka, mungkin karena dia perempuan, dan sisi feminim ini cukup berguna di beberapa situasi peliputan. Belum cukup mandiri meliput meskipun ia sudah dua tahunan kerja di Teito TV.

Lain hal dengan Taichi Satoya, dia senior yang sudah makan asam garam. Pembawaannya tenang meski di situasi genting. Mampu berpikir cepat untuk menemukan celah keberuntungan. Dia juga bijaksana ketika memberikan pelajaran peliputan kepasa partner-nya yang masih anak bawang.

Walau bukan plot twist yang membuat menganga, misteri pembunuh Ayaka cukup bikin saya geram. Pelaku yang tidak disangka-sangka. Dan motif pembunuhannya ternyata perkara ketidakrukunan dan umpatan-umpatan kasar.



Dari novel The Confessions of The Sirens, kita bisa belajar dan meyakinkan kembali jika keluarga itu kesatuan. Sudah semestinya saling menarik satu sama lain agar tercipta situasi harmonis. Jangan biarkan salah satu anggota keluarga kita tersesat. Luangkan waktu dan buka telinga, sebab semua orang memiliki beban yang ingin ia ceritakan. karena jika kita tidak mendapatkan tempat yang pas untuk berkeluh kesah, pelariannya adalah lingkungan lain. Ini yang bahaya jika lingkungan itu bobrok. Kalau sudah terperosok, lantas siapa yang akan disalahkan?

Untuk cerita misteri ala-ala wartawan ini saya berikan nilai 4/5 bintang. Sebuah pengalaman yang baik membaca cerita misteri dari penulis yang karyanya belum banyak diterjemahkan di Indonesia.

Nah, sekian resensi novel The Confessions of The Sirens dari saya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Juni 12, 2023

[NOTICE!] Novel Tangerine Green Karya Cho Nam-joo

Halo, halo, halo...

Apa kabar teman-teman semuanya? Semoga sehat selalu ya.

Seperti biasa, kalau ada artikel Notice! berarti ada buku baru yang menurut saya perlu diantisipasi. Emang ya buku baru yang kayaknya bagus terus aja terbit...

Kali ini saya bener-bener tertarik dengan novel Tangerine Green karya Cho Nam-joo.

Tangerine (Citrus tangerina)[1] adalah sebuah buah sitrus berwarna jingga yang sangat dekat dengan, atau mungkin sebuah jenis dari, jeruk mandarin (Citrus reticulata).

Nama tersebut mula-mula digunakan untuk buah berasal dari TangierMaroko, yang dideskripsikan sebagai varietas mandarin.[2] Di bawah sistem klasifikasi TanakaCitrus tangerina dianggap sebagai spesies terpisah. Di bawah sistem Swingle, tangerine dianggap sebagai kelompok dari varietas mandarin (C. reticulata).[3]


Yang pertama kali membikin saya penasaran adalah kover novelnya ini yang simple dan menggunakan warna pastel. Kelihatan teduh dan calm. Kovernya mirip-mirip buku kumcer Orang Pertama Tunggal karya Haruki Murakami.

Yang kedua, tentu saja nama Cho Nam-joo sendiri yang bikin saya ingat dengan novel sebelumnya berjudul Kim Ji-Yeong Tahun 1982. Saya sudah mengulasnya dan memberikan nilai 4/5 bintang. Novel itu memberikan kesan mendalam karena membahas diskriminasi gender di dalam keluarga dan menyentil soal kesehatan mental.

Yang ketiga, setelah membaca blurb-nya yang membahas soal persahabatan, kayaknya pembaca akan diajak merenung dengan makna bersahabat. Hemm, bakal deep banget ini sih!

Sebenarnya Penerbit Gramedia ini sudah menerjemahkan buku atau novel lain dari penulis Cho Nam-joo seperti: Saha Mansion, Novel Dear, Hyun Nam, dan Her Name Is, tapi baru yang novel Kim Ji-Yeong Tahun 1982 yang saya baca. Semoga saya bisa menyusul untuk mengoleksi novelnya, termasuk novel yang ini, dan membacanya.

Untuk teman-teman yang penasaran dengan informasi novel ini silakan cek di website www.gramedia.com ya!



Juni 07, 2023

Resensi Novel Confessions - Minato Kanae


Judul:
Confessions

Penulis: Minato Kanae

Penerjemah: Clara Canceriana, Andry Setiawan

Desain sampul: Pola

Penerbit: Penerbit Haru

Terbit: Juli 2022, cetakan kesebelas

Tebal: 304 hlm.

ISBN: 9786025385889


Moriguchi Yuko adalah seorang guru SMP. Saat anaknya yang berusia 4 tahun ditemukan meninggal, semua orang mengira itu cuma kecelakaan nahas.

Akan tetapi, Moriguchi yakin anaknya dibunuh oleh dua dari anak didiknya. Karena itu, dia tidak akan membiarkan kedua anak itu bebas. Dia ingin membalas dendam, dan balas dendam yang dia lakukan itu hanyalah awal dari sebuah mimpi buruk...


Novel Confessions ini menceritakan tentang pembunuhan anak perempuan bernama Manami, 4 tahun, anak dari wali kelas bernama Moriguchi Yuko. Tubuh Manami ditemukan mengambang di kolam renang sekolah SMP S. Polisi menyimpulkan kalau ini kasus kecelakaan. Manami jatuh ke dalam kolam renang setelah dia memberi makan anjing, sampai ia meninggal.

Yuko menemukan kejanggalan atas kematian putrinya. Putrinya tidak serta merta jatuh ke kolam tapi dia dibunuh. Yuko melakukan penyelidikan sendiri dan dugaan kuat mengarah kepada dua muridnya: Watanabe Tsuya dan Shimomura Naoki . Ia pun memilih mengundurkan diri dari SMP tempat ia mengajar dan berniat balas dendam. Menurutnya, jika pelaku ditangkap polisi, itu akan jadi hukuman yang ringan untuk mereka. 

Pada perpisahan caturwulan, Yuko berpamitan di depan kelas sekaligus mengultimatum pembunuh putrinya. Ia membuat pengakuan yang mengejutkan seisi kelas.



Saya mencampurkan darah  yang baru saja saya ambil tadi pagi ke dalam susu kalian berdua. -hal. 68

Ancaman mematikan sebab darah itu berasal dari ayah Manami yang mengidap HIV. 

Apa yang sebenarnya terjadi dengan Manami di kolam renang itu? Dan bagaimana nasib pelaku pembunuhnya?


Walau novel ini memiliki cerita misteri, tapi tema yang paling kerasa banget adalah tema keluarga. Bukan yang hartwarming sih, tapi lebih ke tragis. Di sini kan pelaku pembunuhan itu anak SMP, dan yang paling sedih dengan fakta ini tentu saja ibunya. Kelihatan banget penggambaran pengorbanan ibu untuk melindungi anaknya walaupun anaknya sudah melakukan kejahatan. Ada juga bagian cerita yang menunjukan kalau bagaimana pola asuh (ilmu parenting) anak di keluarga berefek pada perilakunya. Contoh di novel ini adalah perceraian orang tua, kekerasan orang tua, dan ketiadaan sosok ibu bisa membuat anak terobsesi mencari perhatian orang tua dengan cara yang berlebihan.

Saya juga suka dengan konsep cerita misterinya. Pada awal bab, pembaca sudah diberi tahu siapa pembunuhnya jadi kita tidak perlu menebak-nebak lagi siapa pelakunya. Berikutnya penulis mengembangkan cerita dengan plot maju, untuk menunjukkan efek peristiwa pembunuhan tersebut bagi orang-orang yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Kejutan akan diberikan penulis di beberapa tempat dan cukup mengagetkan. Usaha penulis mengelabui dugaan pembaca sangat berhasil. 



Format plot begini ternyata tidak mengurangi keseruan membaca novelnya. Karena setelah itu kita akan disodorkan lebih banyak detail tentang masa lalu para tokohnya, kondisi psikologi mereka, kehidupan mereka di masyarakat-keluarga-sekolah, dan tentu saja harapan-harapan mereka yang kemudian menjadi motif kenapa pembunuhan itu terjadi.

Ada enam bab yang setiap babnya diceritakan dengan sudut pandang berbeda-beda. Urutannya sebagai berikut: Yuko, Mizuki (ketua kelas), Kakaknya Naoki, Shimamura Naoki, Watanabe Tsuya, dan terakhir kembali lagi ke sudut pandang Yuko. Di sinilah penulis mempreteli setiap tokoh sampai dalam sekali. Penokohan yang benar-benar utuh. Pembaca tidak akan diberi ruang untuk menghakimi siapa yang baik dan siapa yang jahat. Karena setiap tokoh punya pembenaran atas pilihan tindakannya. Terlepas pembenaran itu dibenarkan atau justru kekeliruan.


Moriguchi Yuko adalah tipikal seorang ibu yang baik. Pilihannya untuk balas dendam karena dia kehilangan hal paling berharga dari hidupnya yaitu putrinya. Jadi wajar kalau dia memutuskan untuk menjadi iblis dan menghukum si pembunuh. Shimomura Naoki digambarkan sebagai murid baik-baik yang tidak menonjol pada prestasinya. Saking baiknya, dia akhirnya terbawa arus untuk terlibat pembunuhan. Mentalnya juga lemah yang akhirnya membuat dia memilih untuk tidak sekolah setelah kejadian ultimatum wali kelasnya. Sedangkan Watanabe Tsuya adalah murid yang cerdas tapi secara psikologi terganggu. Dia punya trauma masa kecil dan itu melahirkan obsesi untuk melakukan kejahatan demi menarik perhatian. Selain itu masih ada beberapa tokoh tambahan yang masing-masing memiliki peran penting dalam membeberkan pelaku pembunuhan.

Dari novel ini juga saya mendapatkan wawasan baru mengenai pendidikan di Jepang. Dari latar belakang Yuko, kita akan tahu suka dukanya jadi pengajar di Jepang. Dari latar belakang tokoh murid , kita akan tahu program dan kegiatan murid selama di sekolah, Termasuk dari latar belakang orang tua murid, kita akan tahu apa saja yang menjadi tuntutan sekolah kepada mereka dan anaknya.

Setelah tuntas di halaman terakhir, saya justru terkesan dengan poin penceritaan mengenai cara pengasuhan anak (parenting) yang berefek pada perilaku anak. Novel ini mengingatkan dengan tegas jika anak itu dibentuk oleh orang tua, jika cara membentuknya keliru, hasilnya akan jelek. Dan pertaruhan dari pengasuhan ini adalah kesehatan jiwa anak. Jika jiwa anak terganggu dan tidak lekas disembuhkan, akan terus terbawa sampai anak jadi dewasa, dan bukan tidak mungkin anak tadi akan tumbuh menjadi sosok penjahat.

Saya beruntung akhirnya bisa membaca novel ini setelah sebelumnya mendengar puja-puji pembaca lain pada novelnya. Benar-benar pengalaman yang seru. Saya sangat merekomendasikan novel ini untuk penggemar bacaan misteri. Dan saya memberikan nilai 5/5 bintang.

Sekian resensi novel Confessions karya Minato Kanae dari saya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Mei 31, 2023

Resensi Novel Convenience Store Woman (Gadis Minimarket) - Sayaka Murata


Judul:
Convenience Store Woman (Gadis Minimarket)

Penulis: Sayaka Murata

Penerjemah: Ninuk Sulistyawati

Editor: Karina Anjani

Ilustrasi kover: Orkha

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Juni 2022, cetakan ketujuh

Tebal: 160 hlm.

ISBN: 9786020644394


Dunia menuntut Keiko untuk jadi normal, walau ia tidak tahu 'normal' itu seperti apa. Namun di minimarket, Keiko dilahirkan dengan identitas baru sebagai 'pegawai minimarket'. Kini Keiko terancam dipisahkan dari dunia minimarket yang dicintainya selama ini..



Novel Gadis Minimarket ini menceritakan tentang perempuan bernama Keiko. Usianya sudah 36 tahun tetapi masih bekerja paruh waktu di minimarket dan dia belum menikah. 

Sudah 18 tahun dia menikmati pekerjaannya. Jiwa raga sudah menyatu dengan kehidupan minimarket.

Suatu hari dia memutuskan menampung lelaki bernama Shiraha. Shiraha adalah mantan pegawai minimarket di tempat Keiko kerja. Berkat kesepakatan berdua, keputusan tinggal sekamar dianggap menguntungkan kedua pihak. 

Karena Shiraha, Keiko harus berhenti bekerja di minimarket. keputusan paling besar dalam hidupnya karena minimarket sudah menjadi surga baginya. 

Apakah Keiko sanggup melanjutkan hidup setelah berhenti kerja?




Walau tipis tapi novel ini berbobot. Soalnya banyak hal yang dibahas dan bikin pembaca jadi tambah wawasan. 

Pertama, soal psikologi. Keiko dan Shiraha memiliki karakter yang aneh. Keiko sudah aneh sejak kecil. Saat TK, dia menyarankan ibunya untuk memasak burung yang mati. Saat SD, dia memukul dua teman lelaki yang berkelahi dengan sekop. Tujuannya agar mereka cepat berhenti berkelahi. Pernah juga Keiko menurunkan rok gurunya supaya gurunya berhenti histeris, berteriak-teriak, dan memukul-mukul meja dengan buku di depan kelas. Keiko kepikiran cara ini berkat tayangan TV.

Walau sudah dewasa pun, Keiko tetap aneh. Dia suka meniru gestur dan nada ucapan pegawai lain. Bahkan dia menganggap keponakannya seperti binatang. Yang menurutnya untuk menghentikan tangisan si bayi dapat dilakukan dengan pisau. Keiko sadar kalau dia bermasalah tapi dia tidak tahu apa masalahnya. Kadang pikiran dia bisa kita terima, tapi lebih banyaknya di luar nalar.

Sedangkan Shiraha digambarkan sebagai lelaki dewasa yang suka meremehkan, pemalas, banyak omong, suka berhutang, dan tidak bertanggung jawab. Kasarnya, Shiraha itu parasit untuk siapa pun. Gara-gara omongannya yang besar, Keiko mau-maunya membuat kesepakatan dengannya untuk tinggal sekamar.

Kedua, soal budaya masyarakat. Novel ini blak-blakan menunjukkan bagaimana masyarakat melihat dan memperlakukan orang yang secara usia sudah matang tapi belum punya pencapaian. Pencapaian yang jadi standar masyarakat seperti pekerjaan yang baik dan pernikahan. Di kehidupan nyata pun banyak orang yang memandang sebelah mata kepada orang lain yang belum mencapai standar masyarakat.

Kalau ditelaah lebih dalam, Keiko dan Shiraha belum mencapai standar masyarakat karena pilihan hidup yang mereka ambil selalu tidak tepat. Sikap dan karakter keduanya yang membuat mereka tertinggal. Bukan karena takdir ya. 


Ketiga, soal pekerjaan. Nilai seseorang ditentukan dari pekerjaannya. Beruntung bagi kita yang punya pekerjaan sebab pengangguran itu tidak berharga. Novel ini menyinggung sikap profesional yang harus dimiliki pekerja. Salah satu yang paling vocal disinggung adalah harus mematuhi peraturan pekerjaan. 

Shiraha menjadi contoh buruk sikap pekerja. Dia meremehkan pekerjaannya, menggunakan ponsel di jam kerja, suka terlambat, memakan stock makanan yang hampir kadaluarsa, dan paling parah dia menguntit pelanggan minimarket. Hasilnya, dia harus dipecat. Buruknya sifat Shiraha, pemecatannya dianggap ketidakadilan.

Keempat, soal keluarga. Saya salut dengan adik dan orang tua Keiko yang tidak lepas tangan menghadapi keanehan Keiko. Selain support, mereka juga memperhatikan kehidupannya. Ini yang mematahkan dugaan keanehan Keiko diakibatkan keluarga yang tidak harmonis. Nyatanya keluarga Keiko baik-baik saja tapi Keiko tetap aneh.

Kelima, soal mencari jati diri. Setelah Keiko berhenti kerja, hidupnya jadi kacau, tidak tentu arah sebab tidak ada panduan. Ada satu kejadian, Keiko masuk ke minimarket dan reflek dia mengerjakan pekerjaan pegawai. Momen ini jadi titik balik Keiko sadar siapa dia dan apa yang ia sukai.


Novel ini tidak punya puncak konflik yang seru. Tipikal alur cerita yang datar tapi tidak sampai bikin bosan. Alurnya campuran, sesekali mundur untuk menjelaskan latar belakang yang membuat Keiko seperti sekarang.

Dengan sudut pandang orang pertama, pembaca diajak menyelami karakter Keiko lebih dalam. Dan karena saking memahami cara dia berpikir dan bertindak, saya tidak bersimpati dengan yang dialaminya. Bukan lingkungan yang salah, bukan pola didik orang tua yang salah, tetapi memang karakternya yang keliru. Ditambah Keiko tidak berjuang keluar dari zonanya selama ini, yang akhirnya sampai dia seusia segitu pun karakternya tetap tertutup.

Gaya bahasanya enak dan mudah dipahami. Ini juga berkat penerjemahan yang bagus. Ditambah kovernya yang mencolok berwarna kuning dengan ilustrasi Keiko yang minimalis, membuat novel ini gampang menarik pembaca.


Setelah membaca novel Gadis Minimarket ini saya semakin diyakinkan untuk menjadi orang yang lebih baik. Saya ingin membentuk nilai diri lebih positif seperti ramah, bertutur dengan bahasa santun, pekerja keras, gemar menebar tindakan baik, gampang menolong, dan masih banyak lagi sikap-sikap terpuji lainnya. Sebab, jika diri kita baik, masyarakat pun akan menilai baik. Dan jadi orang baik tidak akan rugi.

Untuk pengalaman membaca kisak Keiko dan minimarketnya, saya memberikan nilai 3/5 bintang. Tetap enak diikuti dan layak direnungkan.

Nah, sekian ulasan atau resensi novel dari saya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku.


Mei 30, 2023

Resensi Novel A Monster Calls (Panggilan Sang Monster) - Patrick Ness


Judul:
A Monster Calls (Panggilan Sang Monster)

Penulis: Patrick Ness

Ilustrasi: Jim Kay

Penerjemah: Nadya Andwiani

Editor: Barokah Ruziati

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Juli 2016

Tebal: 216 hlm.

ISBN: 9786020320816


Sang monster muncul persis lewat tengah malam. Seperti monster-monster lainnya. Tetapi, dia bukanlah monster yang dibayangkan Conor. Conor mengira sang moster seperti dalam mimpi buruknya, yang mendatanginya hampir setiap malam sejak Mum mulai menjalani pengobatan, monster yang datang bersama selimut kegelapan, desau angin, dan jeritan... Monster ini berbeda. Dia kuno, liar. Dan dia menginginkan hal yang paling berbahaya dari Conor.



Novel A Monster Calls atau Panggilan Sang Monster menceritakan tentang anak laki-laki berusia 13 tahun bernama Conor, yang hidupnya berubah sejak ibunya dinyatakan sakit keras, kayaknya kanker sebab kepalanya sampai dibotak, persis seperti pasien yang menjalani kemoterapi.

Sejak itu, Conor kerap bermimpi aneh pada setiap tidurnya. Dan kehidupan di sekolahnya tambah kacau sejak sahabatnya, Lillian Andrews, menyebarkan informasi ibunya yang sakit. Ia tidak ingin dikasihani sebab semua baik-baik saja. Conor juga kerap di-bully oleh teman sekelasnya: Harry dan teman-temannya, dan dia memilih tidak melawan.

Suatu malam, pada pukul 00.07, Conor didatangi oleh monster pohon yew. Walau namanya monster, Conor tidak takut, sebab monster pohon yew tidak lebih menakutkan dibandingkan monster dalam mimpinya. Pertemuannya dengan monster pohon yew seperti mimpi saja, tapi setiap ia bangun pagi, selalu saja ada jejak kehadiran monster itu seperti daun-daun pohon yew, buah berry pohon yew, atau anak pohon yang tumbuh dari lantai kayu.



Bagi Conor masalah bertambah saat neneknya datang ke rumah untuk mengurus ibunya. Hubungan Conor dan neneknya tidak harmonis jadi Conor merasa tidak nyaman dengan kehadirannya. Belum lagi kemudian muncul ayahnya yang kini sudah memiliki keluarga baru di Amerika, menambah beban hati Conor.

Ternyata kehadiran monster pohon yew memiliki misi menyembuhkan Conor. Setelah tiga kisah diceritakan oleh si monster, kisah keempat adalah tugas Conor untuk menceritakannya.

Kira-kira kisah apa yang akan disampaikan Conor? Dan apa yang harus disembuhkan dari Conor padahal yang sakit ibunya?


Judul sama gambar kovernya benar-benar menipu. Saya kira membaca buku ini bakal mendapatkan sensasi merinding seperti ketika sedang nonton film horor yang penuh jumpscared. Tapi eh tapi, justru saya malah menangis.

Betul, semenyentuh itu kisahnya sebab tema novel ini adalah tema keluarga. Walau menghadirkan monster, nilai keluarga di novel ini tetap paling menonjol. Di sini kita akan menemukan dinamika permasalahan keluarga seperti konflik antara anak dengan orang tua, konflik antara suami dan istri yang bercerai, dan konflik antara cucu dengan neneknya. 

Melihat masalah yang dihadapi Conor, kita akan bersimpati dengannya. Kita akan diajak memahami emosi Conor yang terus mengelak soal penyakit ibunya. Dia tahu sakit ibunya parah dan susah disembuhkan tapi Conor terus membohongi diri sendiri bahwa ibunya bakal sembuh. Itu dia lakukan karena dia belum mau mengaku dan siap kehilangan ibunya. Sumpah, bagian ini sedih banget membayangkannya.



Conor juga tidak ingin diperlakukan berbeda pasca seluruh penghuni sekolah tahu kondisi ibunya. Ia menjadi pemurung karena sebagian besar penghuni sekolah menghasihani situasinya. Conor muak dengan situasi itu.

Saya juga cukup tersentuh ketika Conor dan ayahnya berdebat soal kemunculannya sekarang saat ibunya sudah parah. Di situ jelas sekali Conor terluka dengan perceraian orang tuanya. Bahkan secara tidak langsung, Conor mengungkap keinginannya untuk tinggal dengan ayahnya, namun ditolak dengan alasan rumah mereka yang kecil. Makin patah hatilah Conor dibuatnya.

Poin menarik lainnya adalah tiga kisah yang disampaikan si monster, memiliki pesan yang terselubung. Tiga kisah yang membuat Conor dan kita sebagai pembaca diminta menebak pihak mana yang benar.

Keyakinan adalah separuh dari penyembuhan. Keyakinan dalam pengobatan, keyakinan akan masa depan yang menanti. -hal. 119

Penerjemahan novel ini sangat bagus. Ditambah plotnya yang dikemas dengan apik. Ada permainan peletakan plot sehingga peristiwa di novel ini tidak runut lurus saja demi membuat kisahnya dramatis.

Untuk ilustrasi bukunya lumayan menyeramkan. Kebanyakan agak kacau gambarnya dan untuk memahami gambar tersebut kita harus memandangnya dengan teliti. Coretan-coretannya kasar dan didominasi gelap. Cukup mempersentasikan kalau kisahnya memang segelap itu.

Novel ini ternyata pernah difilmkan pada tahun 2016 dengan judul yang sama. Saya akan menjadwalkan untuk menontonnya biar tahu lebih menyentuh mana, bukunya atau filmnya.


Dari novel A Monster Calls ini, kita bisa belajar untuk mempersiapkan diri menerima perpisahan dengan orang tersayang, terutama perpisahan dengan orang tua. Perpisahan ini harus disadari tidak bisa dihindari dan akan menimpa siapa pun. Alasan saya bisa menangis membaca novel ini karena saya belum siap kehilangan Bapak dan Ibu. Membayangkan suatu hari nanti akan ditinggal beliau, saya tidak bisa membayangkan akan seperti apa jerit tangis saya.

Novel ini punya ceritanya menyedihkan, pesannya menohok.Dan saya merekomendasikan buat siapa pun untuk membaca novel ini. Akhirnya saya memberikan nilai 5/5 bintang untuk karya Patrick Ness ini.

Demikian resensi novel dari saya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku.