[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]
Judul: Let Go
Penulis: Windhy Puspitadewi
Editor: Widyawati Oktavia
Desain sampul: Mira Tazkia
Penerbit: GagasMedia
Terbit: Januari 2009, cetakan pertama
Tebal: viii + 244 hlm.
ISBN: 9797803821
Tag: teenlit, sekolah, persahabatan, impian, kehilangan
Novel Let Go menceritakan murid SMA kelas X bernama Caraka Pamungkas yang terkenal bebal di tahun pertamanya. Demi membuatnya berubah, dia diharuskan membantu keberlangsungan majalah sekolah Veritas bersama Sarah, Nadya, dan Nathan.
Perbedaan karakter membuat mereka mengalami banyak dinamika. Sarah yang rapuh, Nadya yang serba bisa, Nathan si paling pintar, dan Raka yang sering bertindak tanpa berpikir dulu, menemukan makna baru persahabatan. Rahasia dan masalah masing-masing mulai dikenali.
Tapi takdir punya cara untuk mendewasakan mereka walau itu menyedihkan.
***
Novel Let Go tergolong novel teenlit. Anak sekolah dan masalah-masalah yang biasa ditemui jadi perpaduan yang menarik jadi sebuah kisah. Masalah yang dihadapi belum dikategorikan berat tapi konflik yang muncul cukup membuat emosi saya naik-turun.
Sarah yang dikenal lembut dan rapuh kesulitan untuk menolak permintaan orang lain meski harus mengorbankan impiannya. Belum lagi soal berdamai dengan perasaannya yang tertolak. Nathan yang pintar dan dingin memilih menyerah dengan kesehatannya karena ia tidak punya alasan kenapa harus melanjutkan hidup setelah ibunya meninggal. Nadya yang serba bisa akhirnya kena batunya saat semua yang dia usahakan justru jadi berantakan hanya karena dia ingin dianggap hebat sehingga lupa mengukur diri dan lupa meminta tolong. Sedangkan Raka masih terikat masa lalu dan belum berdamai dengan kehilangan.
Saya suka dengan perkembangan mereka menjadi lebih bijaksana. Dan prosesnya cukup seru diikuti. Ada salah paham, ada cemburu, ada pura-pura tidak peduli, dan ada perseteruan. Dan kedewasaan mereka terasa normal, bukan berubah seperti orang dewasa ya.
Penceritaan penulis juga cukup ringan. Beberapa bagian bakal bikin gemas, beberapa bagian bikin kesal, dan di ujung cerita bakal dibikin nangis. Dan emosi yang ingin dibagikan sangat tersampaikan kepada saya.
Secara penokohan pun sangat baik. Walau pusat cerita ada di empat murid, penulis bisa menggambarkan karakternya dengan hidup bagi masing-masingnya sehingga saya bisa mengenali tokoh-tokohnya dengan baik.
Dari novel ini saya belajar mengenai proses berdamai dengan kehilangan itu tidak mudah tetapi harus dilakukan. Yang hidup harus terus hidup, yang mati biar menyisakan kenangan terbaik. Jangan sampai kehilangan membuat kita kehilangan lebih banyak, terutama waktu.
Secara keseluruhan saya suka dengan cerita novel ini karena membawa saya ke masa SMA dengan masalah-masalahnya. Dan saya tidak menduga kalau di akhir novel ini bakal bikin menangis. Ngomongin kehilangan itu memang enggak pernah enak tapi kita harus selalu siap mengalaminya.
Saya merekomendasikan novel ini untuk pembaca muda yang ingin belajar masalah-masalah apa yang biasa muncul pas di SMA. Atau untuk pembaca yang sudah melewati masa SMA sebagai momen nostalgia, hehe.
***
Kutipan-Kutipan
- Orang yang nggak bisa menghargai dirinya sendiri, enggak akan pernah bisa menghargai orang lain (p. 98)
- Orang yang menyukai dirinya sendiri apa adanya dan nggak pernah berusaha jadi orang lain adalah orang yang sangat keren (p. 137)



