Juli 21, 2016

[Resensi] Cahaya Mata - Agustina Ardhani Saroso; Cobalah Memaafkan dan Melupakan


Judul buku: Cahaya Mata
Penulis: Agustina Ardhani Saroso
Editor: Ariana
Desian cover: A'an
Layouter: Firi Raharjo
Pracetak: Endang
Penerbit: Berlian
Terbit: Desember 2013; cetakan pertama
Tebal buku: 144 halaman
Harga: Rp 30.000 (before discount, www.divapress-online.com)
ISBN: 9786022553885

Bercerita tentang apa novel Cahaya Mata?
Dua anak perempuan yang sudah bersahabat sejak kecil bertengkar ketika mereka study tour di Lembang. Pertengkaran itu membuat Dara terjatuh ke jurang sedalam 4 meter. Aira yang tidak sengaja mendorongnya, menyesal karena sudah membuat Dara menjadi buta. Aira memutuskan pindah dari Jakarta ke Malang, tinggal dengan tantenya. Kepindahan dalam rangka melarikan diri dari penyesalan yang kerap dirasakan. Sejak kecelakaan itu persahabatan Dara dan Aira terputus. Apakah persahabatan mereka akan kembali menyambung?

Apakah pesan yang dikandung novel Cahaya Mata?
Pesan yang disampaikan oleh penulis sudah sangat jelas tertulis di tagline novelnya; Cobalah memaafkan dan melupakan. Penulis menceritakan bagaimana proses memaafkan itu tidak mudah. Terutama bagi Dara, ia sulit melupakan kejadian naas hari itu hingga membuatnya buta. Ditambah untuk memaafkan Aira, pelakunya.

“Jika keterbatasan kamu dijadikan sebuah alasan untuk melakukan sesuatu, apakah adil jika hidupmu hanya membahas keterbatasanmu tanpa membahas keberhasilanmu?” [hal. 23]

Seperti apakah novel Cahaya Mata?
Novel Cahaya Mata menyasar pembaca remaja. Bisa dikatakan sebagai novel teenlit. Tema novel ini mengenai persahabatan dan keluarga. Setting yang digunakan lebih banyak di sekolah dan rumah. Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga yang secara bergantian antara beberapa tokoh yang muncul. POV demikian berhasil menyentuh emosi saya pada beberapa bagian.

Kirey terus memperhatikan gerakan Aira yang kesulitan untuk menghitamkan lembar jawabannya. Sekali lagi, Kirey turun tangan. Ia pun dengan inisiatifnya sendiri menghampiri guru penjaga ujian dan memintanya membantu menghitamkan kertas jawaban untuk Aira setelah sebelumnya menjelaskan penyakit temannya itu.

Teman-teman lain yang melihat hal itu menjadi sangat sedih. Bahkan, ada beberapa dari mereka yang menangis. Namun Aira hanya tersenyum kepada mereka. Hatinya ingin sekali berbicara kepada mereka dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja. [hal. 88]

Kelebihan novel ini tidak menampilkan adegan bully yang biasanya ditunjukkan terhadap karakter yang cacat. Penulis fokus memperlihatkan bagaimana indahnya persahabatan meski pernah mengalami pertengkaran dan kemarahan hebat.

Penulis juga berhasil membentuk karater yang hidup. Aira; gadis yang tegar, tidak mau merepotkan orang lain, lincah, berhati baik dan bertanggung jawab. Dara; gadis yang pemaaf. Karakter pendukungnya pun sangat membantu membentuk karakter utama lebih menonjol. Ada papa dan mamanya Aira yang sangat menyayangi dan membantu Aira ketika kesehatannya menurun. Ada papa dan mamanya Dara yang karena faktor sayang hingga sangat marah ketika kecelakaan itu terjadi. Ada Mbak Yuni, suster Aira, yang selalu siap membantu Aira yang mulai terbatas beraktifitas. Ada Kirey, sahabat baru Aira di Malang, yang begitu solid bersahabat meski sering dibuat repot oleh Aira.

Pembaca juga diberikan pengetahuan baru mengenai penyakit yang dialami Aira; Ataxia. Penyakit yang menyerang otak kecil dan tulang belakang dan menyebabkan gangguan pada syaraf motorik. Penderita akan kehilangan kendali terhadap syaraf-syaraf motoriknya secara bertahap dan makin lama kondisi fisiknya akan makin parah [sumber: wikipedia]

Selama membaca novel Cahaya Mata ini, saya juga menemukan beberapa kekeliruan editing:

Menghelta – seharusnya menghela; typo (hal. 45)
Akhir-akhir – seharusnya Akhir-akhir ini; bentuk kalimat kurang tepat (hal. 48)
Matahari hari pagi ini – seharusnya Matahari pagi ini; kalimat salah (hal. 60)

Menilai sampulnya, saya kurang menyukai dengan latar warna hitam. Mungkin pemilihan warna hitam tersebut untuk mempresentasikan mengenai kebutaan Dara. Pendapat saya, biar pun ada unsur cerita mengenai kebutaan, seharusnya pemilihan warna tidak segelap itu mengingat genre novelnya teenlit. Warna cerah seperti hijau, biru langit atau orange, dengan dipadukan gambar kartun kursi roda dan tongkat pemandu orang buta, akan lebih membuat kover novel ini memikat calon pembaca.

Terakhir, saya memberikan 3 bintang dari 5 bintang. Alasannya, cerita yang dituturkan penulis sangat sederhana dan menyentuh. Tidak terkesan dramatis, apalagi terkesan alay.

Juli 20, 2016

Wishful Wednesday: Memahami Penulis Bernama Rina


Selamat hari Rabu!!
Selamat wishful wednesday!!

Walaupun saya kerap ketinggalan mengikuti wishful wednesday yang digagas https://perpuskecil.wordpress.com/ , saya tetap mengikuti meski bolong-bolong. Dan kesempatan kali ini saya berharap bisa mengkoleksi karya penulis Rina Suryakusuma.

Setelah kemarin saya menyelesaikan buku Mbak Rina yang judulnya Just Another Birthday, saya kepincut untuk mengkoleksi karyanya. Hasil browsing di gramedia.com, saya berharap bisa segera mengkoleksi karya Mbak Rina seperti gambar di bawah ini:


Dari keenam judul buku tadi, satu yang sudah saya miliki yaitu Gravity. Dan saya berharap bisa segera mengkoleksi buku-buku di atas. Amin.

Juli 19, 2016

[Resensi] Just Another Birthday - Rina Suryakusuma, Menjadi Tidak Sekedar Perempuan


Judul: Just Another Birthday
Penulis: Rina Suryakusuma
Desain cover: Marcel A. W.
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: November 2013
Tebal buku: 248 hlm; 20 cm
Harga:Rp 48.000 (before discount, gramedia.com)
ISBN: 9789792299489

Sarah, single mom dari satu anak TK yang kritis dan suka bertanya segala hal, mulai dari pertanyaan sederhana seperti – Kenapa kita ulang tahun cuma satu tahun sekali, Ma? – sampai pertanyaan yang tidak bisa dijawab macam, “Mama, di mana Papa?”.

Pada usianya yang masih 20-an, Sarah belajar dengan cara sulit bahwa hidup ini tidak seindah dongeng. Tak ada yang namanya Prince Charming. Namun ketika bertemu dengan Jeremy, Sarah berpikir segalanya mungkin hingga ayah dari putrinya kembali ke dalam hidupnya.

Ketika kebahagiaan nyaris dalam genggaman, Sarah dihadapkan pada batu ujian hidup... terutama ketika dia harus kehilangan orang yang terpenting dalam hidupnya.

***

Review.
Sebelumnya saya gagal menuntaskan novel Gravity karya Mbak Rina Suryakusuma lantaran novelnya tergolong tebal. Pada paruh buku, saya memang menyukai bagaimana penulis bercerita dengan diksi yang terbilang standar. Dibilang sederhana, tidak, njelimet pun tidak. Saya bisa menikmati. Alasan ketebalanlah yang akhirnya membuat saya menutup kembali novelnya.

Novel Just Another Birthday ini merupakan salah satu karya Mbak Rina yang akhirnya selesai saya lahap dalam hitungan 3 hari. Untuk ukuran novel dengan halaman 200-an, 3 hari jadi waktu yang lama.

Novel Just Another Birthday atau JAB, saya katakan sebagai novel yang menggabungkan unsur percintaan, keluarga dan agama. Penulis meramu unsur tadi melalui tokoh utama bernama Christina Sarah yang merupakan single mom dari seorang anak perempuan berumur 4 tahun bernama Cassie. 4 bab pertama membuat saya penasaran bagaimana bisa Sarah yang masih berusia 24 tahun sudah menyandang status single mom dan memiliki seorang putri. Yang memperkuat penasaran saya, penulis tidak menyebut kata ‘Janda’. Barulah di bab 5, penulis mendeskripsikan kilas balik masa kelam seorang Sarah.

Unsur percintaan; Penulis mencoba memberikan hawa yang romantis dari seorang perempuan yang sudah memantapkan diri untuk menghindari hubungan dengan pria, menghindari jatuh hati sekaligus sakit hati, ketika Sarah dipertemukan secara intens dengan sosok atasannya, Jeremy. Jujur, awalnya saya sedikit kurang sreg dengan awal mula Jeremy mendekati Sarah yang menurut saya sangat tiba-tiba sekali. Padahal mereka bekerja di tempat yang sama bukan hitungan baru. Namun penulis memberikan jawabannya di akhir novel dan itu bisa membuat saya maklum. Sisi percintaan Sarah dengan Jeremy seperti permen asem manis. Di satu sisi mereka bisa sangat romantis. Di sisi lainnya membuat pembaca merasa simpati. Konflik puncak namun eksekusi yang singkat adalah ketika ayah kandung Cassie hadir. Momen ini membuat Jeremy kalah duluan. Kekalahan Jeremy membuat Sarah tersungkur.

Unsur keluarga; Penulis menggambarkan dengan baik sosok wonder women yang kuat, seorang Sarah yang single mom. Ketegaran Sarah membesarkan anaknya sangat membuat saya merasa harus berterima kasih pada Mimih (Ibu). Melalui hubungan ibu-anak; Sarah dan Cassie, pembaca dibukakan mata bahwa banyak sekali pengorbanan, kasih sayang, memprioritaskan, dari sosok ibu.

Unsur agama; Mungkin unsur agama yang ditampilkan di novel JAB ini porsinya tidak begitu banyak. Yang sedikit inilah justru membuat saya pribadi sangat tertohok diingatkan. Selain pandangan mengenai aborsi, penulis menyinggung mengenai kedudukan berdoa. Dikatakan, bahwa berdoa akan membuat harapan tetap hidup.

Memperhatikan kover novelnya, dengan dominasi warna kuning hangat dan sebuah cake, memang mempresentasikan kehangatan, keromantisan dan cinta yang menyenangkan. Menarik. Namun, boleh dong jika saya memberikan pilihan kover sesuai imajinasi saya. Lebih menarik jika kover menampilkan salah satu pojok rumah yang lantainya dialasi karpet bulu, banyak boneka dan di salah satu dinding bercat biru langit terpasang bingkai foto Sarah dan Cassie. Lebih menonjolkan karakter utama di novelnya.

Plot. Gaya menulis. POV. Karakter.
JAB mengusung plot maju. Ada beberapa bagian kilas balik yang diceritakan dengan pendeskripsian. Tidak merubah fokus penulis bercerita dan pilihannya membuat aman pada garis besar cerita. Sedangkan kemampuan penulis merangkai kata sangat lancar. Apakah menghanyutkan? Menurut saya tidak. Saya tidak paham alasannya. Namun saya mengukur dari durasi saya menyelesaikan membaca JAB ini, dan hasilnya butuh beberapa hari.

Mbak Rina juga menggunakan POV sudut pandang pertama ;Aku. Menghasilkan emosi yang lebih masuk kepada pembaca. Untuk karakter yang muncul di JAB ini, tidak ada yang menjadi favorit saya. Sarah; sosok perempuan yang kuat, membatasi diri dengan yang namanya cinta, penyayang anak. Jeremy; pria yang dewasa, bijaksana, tegas. Cassie; anak yang lucu, polos, blak-blakan.

Petik-petik.
Banyak sekali pesan yang coba disampaikan penulis. Yang paling saya tangkap adalah berpikirlah positif terhadap banyak keadaan. Sebab banyak hal yang terjadi di luar keinginan kita, namun itu yang paling baik untuk kita. Ini diterangkan ketika Mamanya Sarah yang sakit-sakitan namun beliau merahasiakannya dari Sarah.

Final. Rating.
JAB ini sangat saya rekomendasikan untuk semua perempuan. Sebab terdapat banyak pelajaran menjadi sosok perempuan kuat. Akhirnya saya memberikan rating 3 bintang dari 5 bintang.

Penulis.                                          
Sebagai ibu rumah tangga dan pekerja penuh waktu di perusahaan property & developer yang sudah seperti rumah keduanya, Rina menikmati kehidupannya yang damai bersama suami dan dua anaknya di Jakarta. Ia bersyukur atas talenta menulis yang dipercayakan Tuhan baginya.

Ia berusaha supaya segala karya yang diuntai saat malam tiba, dengan diiringi lagu yang mengalun dari speaker laptop, adalah untuk kemuliaanNya semata. Kopi, snowglobe, vintage, buku dan film adalah beberapa hal acak sederhana yang dapat membuatnya bahagia.

Twitter ID: @rinasuryakusuma

Email: rinasuryakusuma@gmail.com

Juni 01, 2016

[Resensi] My Bittersweet Marriage - Ika Vihara; Menikahlah Dibarengi Keikhlasan


Judul buku: My Bittersweet Marriage
Penulis: Ika Vihara
Editor: Afrianty P. Pardede
Penerbit: Elex Media Komputindo
Terbit: Maret 2016
Tebal buku: vii + 352 halaman
Harga: Rp 64.800 (before discount, gramedia.com)
ISBN: 9786020282435

Aarhus. Tempat yang asing di telinga Hessa. Tidak pernah sekali pun terlintas di benaknya untuk mengunjungi tempat itu. Namun, pernikahannya dengan Afnan membawa Hessa untuk hidup di sana. Meninggalkan keluarga, teman-teman, dan pekerjaan yang dicintainya di Indonesia. Seolah pernikahan belum cukup mengubah hidupnya, Hessa juga harus berdamai dengan lingkungan barunya. Tubuhnya tidak bisa beradaptasi. Bahkan dia didiagnosis terkena Seasonal Affective Disorder. Keinginannya untuk punya anak terpaksa ditunda. Di tempat baru itu, Hessa benar-benar menggantungkan hidupnya pada Afnan. Afnan yang tampak tidak peduli dengan kondisi Hessa. Afnan hanya mau tinggal dan bekerja di Denmark, meneruskan hidupnya yang sempurna di sana.

Kata orang, cinta harus berkorban. Tapi mengapa hanya Hessa yang melakukannya? Apakah semua pengorbanannya sepadan dengan kebahagiaan yang pernah dijanjikan Afnan padanya?
***

Review.
Novel My Bittersweet Marriage adalah pengalaman kedua membaca seri Le Mariage yang digagas penerbit Elex Media, setelah sebelumnya saya membaca My Prewedding Blues karya Anna Triana.

Novel ini runut menjelaskan bagaimana susahnya menjadi perempuan berusia 27 tahun namun belum juga menikah. Hessa kerap kali dijodohkan oleh mamanya ke anak teman-temannya. Rasa risih sudah pasti dirasakan. Terlebih lagi jika diingatkan jika umur 30 tahun, perempuan akan susah punya anak. Dan perjodohan terbaru, Hessa ogah-ogahan menemui pria bernama Afnan, seorang warga negara Denmark. Pada makan malam yang diadakan mamanya, Hessa menadapti kenyataan yang lain. Ia mengakui Afnan menarik. Adegan seru terjadi pada pertemuan kedua Afnan, ia langsung melamar Hessa.

Setelah ketakutan tidak menikah terlewati, Hessa harus bersabar mengikuti Afnan ke Aarhus, Denmark. Perbedaan iklim yang kontras, mmembuatnya gampang sakit. Terlebih urusan psikologi yang mendadak harus beradaptasi. Hessa menjadi istri yang di rumah. Hessa menjadi pengangguran. Hessa tidak punya teman siapa-siapa. Menurut saya penulis berhasil menyampaikan kesedihan Hessa dengan masalahnya selama di Denmark.

Urusan anak pun menjadi konflik yang lumayan membuat saya simpati. Hessa ingin menjadi perempuan yang utuh dengan bisa memiliki anak. Namun kesehatannya yang selalu ambruk jika musim dingin tiba, membuat Afnan selalu mengundurkan keputusan itu. Setelah keputusan dibuat, proses hamil tidak semudah yang mereka duga. Setelah bisa hamil, Hessa diuji untuk kehilangan anaknya. Bagaimana Hessa melalui kesedihan dan kesulitan menjalani pernikahan dengan Afnan selama di Denmark? Sebaiknya segera beli novelnya di toko buku terdekat dan baca hingga selesai.

Novel ini terbilang detail dalam mengungkapkan satu per satu fase yang dialami Hessa. Sehingga saya merasa kenal baik dengan sosok Hessa ini. Kesenangan, kesedihan, kekecewaan dan kemarahan Hessa bisa membuat saya maklum dan ingin sekali mengatakan, “Kamu akan bertemu kebahagian ketika tepat pada waktunya?”

Tampilan kover novelnya sudah pas. Backround gambar rumah khas Denmark dan sepeda kuning sudah menjelaskan isi yang ada di dalam cerita. Namun jika boleh mengusulkan, saya kurang menangkap kesan sendu yang dialami Hessa. Sebaiknya jika menampilkan backround rumah-rumah pada musim salju dan warna abu-abu musim dingin mungkin akan lebih mewakili sebagian besar cerita Hessa. Dan gambar sepeda tidak perlu dihilangkan.

Plot. Gaya menulis. POV. Karakter.
Novel My Bittersweet Marriage mengusung plot maju yang menceritakan dengan sangat runut, detail, kisah hidup sosok Hessa. POV yang digunakan adalah orang ketiga. Lebih banyak mewakili Hessa. Gaya menulis Ika Vihara menurut saya kurang mengalir. Terutama pada struktur kalimat yang sering kali membuat saya tersendat dan harus mengulang untuk mendapatkan intonasi yang pas. Di tambah saya juga menemukan banyak sekali typo.

  • Mengengal  à Mengenal [hal. 27]
  • Senyum Afnan. Masih tetap... àSenyum Afnan masih tetap... [hal. 32]
  • Afnan bilang ... akan diterimanya. à “Afnan bilang...akan diterimanya.” [hal. 57]
  • Khawatir.Hessa masih... à Khawatir. Hessa masih... [hal. 69]
  • Pernihakahan à Pernikahan [hal. 76]
  • Aku akan...tidak setengah-setengah.”... à “Aku akan.. tidak setengah-setengah.”... [hal. 95]

Sepanjang mengikuti novel ini, pusat cerita lebih tersorot kepada tokoh utamanya, Hessa dan Afnan. Hessa adalah sosok perempuan ceria, bisa rapuh, mudah berprasangka, bisa mengalah dengan logis, dan mengerti prioritas. Afnan adalah pria yang ambisius, sedikit egois, realistis, bisa romantis, sedikit pemalu, dan bertanggung jawab. Di antara kedua tokoh, saya lebih menyukai sosok Hessa dari pada Afnan. Bisa jadi penilaian saya karena Hessa lebih banyak mendapat porsi di cerita.

Bagian favorit.

Afnan adalah orang yang sangat percaya diri. Dia merasa apa saja di dunia ini tidak akan bisa membuat dirinya menangis dan meratap. Sekarang dia ingin menangis karena tidak sanggup membayangkan reaksi Hessa kalau mengetahui ini. Apa yang bisa dilakukannya? [hal. 294]
Di halaman 291-301 menceritakan bagaimana Afnan mengetahui kalau janin yang dikandung Hessa sudah tidak berkembang. Ketakutan ia menghadapi reaksi Hessa membuat saya merasa terpukul juga. Saya menyadari tidak mudah bagi Hessa kehilangan calon anak yang selama ini ia perjuangkan keberadaannya. Ketika bahagia datang, justru duka merenggutnya seketika. Pada bagian ini memang lebih banyak narasi. Penempatannya sangat tepat ketika penulis ingin mengungkapkan lebih banyak mengenai isi hati, pikiran, suara batin dari seorang Afnan sebagai seorang suami dan calon ayah. Bagian yang sangat mengharukan.

Petik-petik.
Menikah itu bukan gambaran manis seperti pada saat dilangsungkannya pesta. Ada banyak lembaran baru yang lebih berwarna. Yang dibutuhkan, hati yang kuat dan keyakinan dengan pilihannya. Dua manusia yang dijadikan satu, dengan perbedaan yang melekat sejak mereka kecil, untuk menyamakannya tidak semudah membalik telapak tangan. Yang dibutuhkan, hati yang luas dan penuh ikhlas.

Catatan menarik.
  • Laki-laki yang baik itu walaupun tidak mencintaimu, dia tidak akan menyakitimu. [hal. 7]
  • Jangan biasakan diri kamu dengan prasangka buruk. Itu mungkin yang bikin kamu susah dapat pacar. [hal. 8]
  • Waktu adalah sesuatu yang paling bisa menghibur kita. [hal. 10]
  • Anak-anak ini kecil dikasih makan di rumah, besar bisa nyari makan, nggak ingat rumah. [hal. 16]
  • Bahwa menjadi orang yang sukses dalam pekerjaan itu biasa banget. Sukses menjadi suami dan ayah yang hebat itu baru luar biasa. [hal. 45]
  • Jodoh yang baik itu adanya di tempat yang baik. [hal. 53]
  • Tuhan menciptakan pasangan untuk setiap manusia. Sekeras apa pun manusia menolak, kalau memang sudah ditakdirkan pasangan itu akan bertemu. Juga sebaliknya. [hal. 72]

Final. Rating.
Novel My Bittersweet Marriage seperti pelajaran dan modul untuk siapa saja yang belum menikah untuk menjelang pernikahannya suatu saat nanti. Mengungkap bagaimana menyikapi konflik yang kerap muncul dan memberikan solusi yang pas. Akhirnya saya memberikan rating novel ini sebesar 3 bintang dari 5 bintang.

Penulis.
Ika Vihara memiliki hobi menulis dan entah sejak kapan. My Bittersweet Marriage ini adalah novel debutnya. Penulis bisa dihubungi di Twitter @IkaVihara atau email ikavihara@gmail.com.

Mei 30, 2016

[Buku] Starlight - Dya Ragil; Masa SMA Adalah Masa Paling Indah


Judul buku: Starlight
Penulis: Dya Ragil
Desain sampul: Orkha Creative
Aksara diperiksa: Abduraafi Andrian
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: April 2016
Tebal buku: 264 halaman
Harga buku: Rp 62.000 (before discount, gramedia.com)
ISBN: 9786020327532

“Bakal kusedot semua cahaya dari bintang-bintang yang kelewat dekat. Hati-hati, bisa aja kamu salah satunya.”

Gimana rasanya satu kelompok belajar murid-murid berbeda kepribadian? Harusnya sih seru, tapi Wulan merasa kebalikannya. Dia bete mesti sekelompok sama Lintang-saudara kembarnya-yang lebih disayang sang ayah, Bagas si jenius bermulut besar, Nindi yang galak dan dingin, juga Teguh si biang onar. Hubungan kelimanya makin kacau waktu sekolah mengadakan seleksi perwakilan olimpiade sains.

Di tengah persiapan olimpiade, Wulan harus menghadapi sang ayah yang selalu meragukan dirinya, mantan pacar yang kerap menindas saudaranya, juga mantan gebetan yang terus mengganggu konsentrasinya.

Akankah kehidupan SMA Wulan berjalan mulus? Atau dia gagal membuktikan kemampuannya?
***
Review.
Ada yang tidak sepakat dengan judul di atas, SMA adalah masa paling indah?

Menengok cerita yang ada di novel Starlight ini, saya menjadi kangen belajar kelompok, presentasi di depan kelas, jajan di kantin, bersaing dengan salah satu siswi yang kerap menyalip rangking, dan masih banyak memori lainnya mengenai kehidupan di masa SMA. Kalau mengingat-ingat hal itu, rasanya indah sekali.

Novel Starlight ini menceritakan mengenai satu kelompok belajar yang diisi oleh siswa-siswi yang sangat beragam karakternya. Perbedaan karakter satu anggota dengan anggota yang lain sangat terlihat. Sedikit sudah dipaparkan mengenai anggota-anggotanya dan karakter yang dimiliki pada blurb di atas. Saya sebagai pembaca mengikuti perjalanan sekolah Wulan, Lintang, Bagas, Nindi, dan Teguh, merasa seru sekali.

Lintang selalu di-bully Teguh. Bukan tidak bisa melawan, Lintang melakukannya hanya karena ingin minta maaf atas kejadian 2 tahun silam. Kejadian yang membuat Lintang dan Teguh yang bersahabat dekat, menjadi musuh yang setiap ketemu selalu membuat suasana tegang. Wulan hadir dengan sifat cerianya. Hanya dia yang bisa memarahi Teguh lantaran pada masa SMP ternyata mereka sempat pacaran. Wulan yang berusaha mengendalikan Teguh dari sifat pemarah, membuat Bagas uring-uringan. Ditambah konflik batin karena sang ayah selalu membanggakan Lintang, membuat Wulan kadang-kadang merasa iri. Sementara Nindi yang bersikap dingin ternyata memiliki beban besar untuk selalu menjadi yang terbaik dan harus memiliki nilai paling bagus.

Perseteruan dan ketidakakraban mereka membuat banyak kejadian menjadi asyik dinikmati. Saya sendiri merasa tidak bisa menutup novel ini sebelum mengetahui apa yang akan terjadi dengan mereka. Novel ini juga mencoba menghadirkan banyak warna, ada sisi romantis, ada sisi keluarga dan ada sisi persahabatan. Untuk lebih lengkapnya, silakan beli novel ini di toko buku terdekat dan baca hingga tuntas (ngiklan, hehe).

Bonus dalam novel ini, pembaca akan diberikan banyak sekali pengetahuan mengenai benda langit. Seperti nama-nama rasi bintang, alasan bulan hanya menampakkan satu sisi saja bagi penghuni bumi, dan masih banyak yang lainnya. Contohnya di halaman 81 yang menceritakan mengenai bintang kembar, bintang Sirius.

Memperhatikan kover, saya sudah sangat suka. Sebab, warna hitam sebagai backround yang menunjukkan langit malam, dengan ditaburi banyak bintang, dengan menghadirkan gambar rumah yang memiliki balkon dan ada sosok anak laki-laki dan perempuan yang sedang berdiri dekat teleskop, sudah sangat mempresentasikan isi cerita di dalamnya. Jadi tidak saran apa pun dari saya untuk kover.

Plot. Gaya Menulis.POV. Karakter.
Novel Starlight mengusung plot maju. Ada pun untuk menceritakan masa lalu, penulis menggunakan bercerita melalui dialog pada tokoh utama. Sehingga tidak memperbanyak cabang cerita dan itu pilihan yang tepat. Sedangkan gaya menulis yang digunakan Dya Ragil sudah sangat enak. Diksi yang digunakan sederhana, pemilihan katanya tidak semua baku dan ini mencirikan novel lini teenlit, serta kalimatnya dibuat mengalir. Saya merasa sangat lancar membaca novel ini dengan kelebihan gaya menulis yang tadi saya sebutkan.

Tanpa mengurangi jatah yang lain dalam mengeksplor karakter kelima tokoh yang menjadi sorotan, pemilihan POV orang ketiga sangat pas. Kemampuan penulis menghidupkan karakter dengan POV tersebut sangat berhasil dan seimbang. Memang yang lebih banyak diceritakan mengenai Wulan dan Lintang, namun karakter Bagas, Nindi, dan Teguh, dapat digambarkan dengan utuh sehingga latar belakang dan keadaan mereka bisa dipahami menyeluruh.

Karakter yang muncul sepanjang novel ini sudah sangat hidup. Lintang, sosok pemimpin kelas berwibawa, bijak, cerdas, peduli dengan teman, kuat, penurut dan dewasa. Saya menyukai gaya Lintang dalam menghadapi Teguh. Usahanya untuk meminta maaf patut diacungi jempol. Wulan, anak perempuan yang ceria, berpikiran sederhana, namun jangan sampai membuatnya marah. Sebab ternyata keceriaan tersebut bisa hilang jika ia sudah marah. Nindi, contoh siswi yang rajin, pintar, ambisius, dan mengerti keadaannya yang hanya anak dari keluarga biasa. Bagas, anak laki-laki yang sinis, percaya diri, bermulut besar atau suka berbicara tanpa memfilter ucapannya, dan sedikit dingin. Teguh, anak laki-laki yang tempramen, pendiam, pendendam, namun baik. Ia menjadi sosok bad boy karena masa lalu yang melukai hatinya.

Bagian favorit.
Bagian ini adalah bagian yang membuat saya merasa terharu. Yaitu ketika Wulan mencoba menghentikan Teguh yang tidak mau ke perpustakaan untuk belajar kelompok. Dalam adegan itu Teguh mengkonfirmasi hubungan Wulan dengan Bagas. Dan Wulan memberikan jawaban jika itu bukan urusannya. Dengan tegas Teguh menjawabnya;

“Aku bakal bikin kamu jadi urusanku lagi.” [hal. 61]

Petik-petik.
  • Berusahalah dengan belajar lebih giat untuk mencapai impian. Sebab usaha tidak pernah membohongi hasilnya.
  • Menjadi orang yang pemaaf bukan berarti lemah. Melainkan menjadi orang kuat, sebab hatinya lebih tangguh menerima kesalahan.


Catatan menarik.
  • Bahkan orang bodoh pun punya potensi. Yang awalnya nol besar pun bisa meledak jadi hebat kalau mau usaha. [hal. 11]
  • Tugas wali kelas itu untuk selalu ada di sisi anak-anak didiknya tanpa pilih kasih, tanpa satu orang pun disingkirkan, kan? [hal. 29]
  • Asumsi orang dewasa tiap melihat seorang anak babak belur pasti selalu karena anak itu berkelahi. [hal. 44]
  • Menghakimi seseorang juga kebiasaan buruk, Pak. [hal. 45]
  • Sekolah adalah rumah kedua buat anak-anak itu. [hal. 46-47]
  • Alasan selalu sederhana. Yang jadi pembeda kan gimana kita bisa bikin hal sederhana itu jadi sesuatu yang nyata dan berarti besar. [hal. 64]
  • Kalau berusaha keras, impian sebesar apa pun masih mungkin diraih. [hal. 152]
  • Itu bukan janji. Nggak berarti semua bakal beneran baik-baik aja. Tapi itu doa. Kata-kata yang ngasih kita sugesti dan kekuatan untuk mengusahakannya sendiri. [hal. 197]


Final. Rating.
Novel ini karena lini teenlit, jadi sangat pas dibaca oleh anak sekolah level SMP-SMA. Namun tidak buruk juga jika dibaca oleh para guru. Sebab di dalamnya ada juga pembelajaran menjadi wali kelas yang baik untuk anak-anak didik. Akhirnya rating yang saya berikan untuk novel Starlight ini adalah 4 bintang dari 5 bintang.

Penulis.
Dya Ragil lahir dan besar di Sleman. Penyuka kucing, astronomi, kopi dan Detektif Conan. Penggila sepak bola dan Sherlock Holmes. Bukunya yang telah terbit adalah Sebelas (Ice Cube, 2015).

Penulis dapat dihubungi lewat email dyaragil@gmail.com, laman Facebook: Dya Ragil, dan Twitter @dyaragil. Bisa juga mengintip tulisannya di http://dyaragil.blogspot.com. [sumber dari biodata penulis di belakang novel]

Mei 28, 2016

[Resensi] A Untuk Amanda - Annisa Ihsani; Berdamai Dengan Diri Sendiri


Judul buku: A Untuk Amanda
Penulis: Annisa Ihsani
Editor: Yuniar Budiarti
Proofreader: M. Aditiyo Haryadi
Desain sampul: Orkha Creative
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Maret 2016
Tebal buku: 264 halaman
Harga buku: Rp 60.000 (before discount, gramedia.com)
ISBN: 9786050326313

Amanda punya satu masalah kecil: dia yakin bahwa dia tidak sepandai kesan yang ditampilkannya. Rapor yang semua berisi nilai A, dia yakini karena keberuntungan berpihak padanya. Tampaknya para guru hanya menanyakan pertanyaan yang kebetulan dia tahu jawabannya.

Namun tentunya, tidak mungkin ada orang yang bisa beruntung setiap saat, kan?

Setelah dipikir-pikir, sepertinya itu bukan masalah kecil. Apalagi mengingat hidupnya diisi dengan serangkaian perjanjian psikoterapi. Ketika pulang dengan resep antidepresan, Amanda tahu masalahnya lebih pelik daripada yang siap diakuinya.

Di tengah kerumitan dengan pacar, keluarga, dan sekolahnya, Amanda harus menerima bahwa dia tidak bisa mendapatkan nilai A untuk segalanya.
***

Review.
Novel ini menceritakan seorang murid SMA bernama Amanda yang kalau dilihat dari berbagai aspek kehidupannya, dia adalah murid yang sangat normal dan aman, namun didiagnosa Depresi. Kebutuhan sehari-hari yang cukup berkat memiliki Ibu seorang akuntan, tidak pernah mengalami trauma apapun, memiliki pacar yang baik hati, dan nilai-nilainya hampir sempurna, menjadi alasan Amanda tidak mempercayai hasil diagnosa Dokter Eli. Prolog inilah yang membuat saya penasaran dengan cerita yang terjadi pada Amanda. Prolog ini jugalah yang menjadi awal mula kilas balik kisah Amanda.

Saya dibawa mengenal sosok Amanda yang bersahabat dengan Tommy. Persahabatan yang terjalin sejak mereka kecil. Kemudian saya juga diperkenalkan dengan Amanda yang pintar di sekolah. Ia selalu bisa menjawab pertanyaan yang diajukan gurunya. Kadang gemes jika seorang guru mengajukan pertanyaan, dan teman-temannya tidak ada yang menjawab. Dengan berat hati, ia pun menjawabnya. Tindakannya itu membuat sosok Amanda terkenal pintar dan cerdas.

Sejak mendapatkan nilai IPK 4,00 di semester pertama, pertanyaan mengenai nilai tersebut mulai memasuki benak Amanda. Terus bergulir pertanyaan, apakah memang karena kemampuannya atau justru hanya kebetulan saja. Kehidupan Amanda berubah drastis. Ia mulai menilai dirinya negatif dan itu mempengaruhi hubungannya dengan Tommy dan Ibunya.

Saya cukup terkejut penulis membawa kisah buram mengenai sisi orang yang perfeksionis, pintar dan ambisi. Saya kira orang-orang berotak encer akan sangat bersyukur dengan kemampuannya. Namun penulis mencoba memperkenalkan kerumitan yang mungkin memang dialami oleh orang-orang cerdas. Saya bukan orang cerdas, tapi saya sedikit tersentil mengenai kerja otak yang selalu berpikir, saya pun kerap mengalaminya. Dan efek dari banyak terlalu berpikir adalah mulai menilai diri dengan sangat negatif sehingga timbul rasa tidak percaya diri dan minder. Saya masih mengalaminya hingga saya menuliskan resensi ini.

Mengikuti proses psikoterapi Amanda dengan Dokter Eli, saya pun turut menyimaknya dengan sepenuh hati. Banyak sekali hal yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk memahami siapa kita sebenarnya. Seperti, menuliskan pikiran negatif yang muncul dan menuliskan respon positif seharusnya. Ada juga dengan membandingkan indeks kesenangan yang muncul dipikiran ketika akan memulai kegiatan dengan indeks setelah melakukan kegiatan tersebut.

Lalu, ketika sampai di akhir novel, saya menyadari ini novel yang penuh pelajaran mengenai psikologis. Dan harus dibaca oleh anak-anak yang masih bersekolah sebagai motivasi.

Menilik kovernya, saya terus terang kurang suka. Terlalu sederhana dengan warna kuning yang sangat pucat. Kover yang dipakai tidak menarik minat orang yang sedang mencari buku. Saya lebih suka warna yang terang dan gambar yang tegas. Di luar dari pemilihan warna, untuk gambar sosok perempuan yang memejamkan mata, cukup menceritakan sebagai sosok Amanda yang sangat kelelahan dengan kehidupan dan dia mencoba mencari ketenangan dengan mengheningkan diri. Mungkin jika dipadukan warna biru langit dan gambar perempuan tadi, akan menjadikan novel ini lebih menonjol.

Plot. Gaya menulis. POV. Karakter.
Novel A Untuk Amanda ini menggunakan plot campuran; plot mundur-maju, dengan POV orang pertama. Prolog membuka dengan kunjungan pertama Amanda ke Klinik Psikiater; Dokter Eli. Lalu setengah buku pertama, pembaca diajak kilas balik mengenal sosok kehidupan Amanda; mengenai Tommy dari sahabat hingga menjadi pacar, hubungannya dengan sang ibu, mengenal teman-teman Amanda di sekolah dan membahas prestasi Amanda di sekolah. Pada setengah buku berikutnya, pembaca diajak mengikuti proses psikoterapi Amanda dengan Dokter Eli, menceritakan perubahan-perubahan yang muncul efek psikoterapi tersebut terhadap hubungannya dengan ibunya, Tommy, teman-temannya. Dan saya menyukai pola tersebut sebab membuat saya mengenal sosok Amanda secara utuh.

Gaya menulis yang dipakai oleh Annisa sangat mengagetkan saya. Sangat runut dan menghanyutkan. Ditambah ide cerita yang dikemas seperti cerita dalam novel-novel luar, novel ini menjadi sangat segar. Konflik yang muncul bukan sekedar mengenai Amanda dan sakit mentalnya, namun penulis mengurai menjadi konflik yang bercabang-cabang seperti sarang laba-laba, ada konflik dengan ibunya, dengan Tommy, dengan teman-temannya, bahkan dengan dirinya sendiri. Sampai saya menyelesaikan novel ini, saya masih menerka sebenarnya setting kota tersebut ada dimana. Ada yang bisa bantu, soalnya saya tidak menemukannya atau takut saya kelewatan?

Untuk saya membicarakan karakter dalam novel ini rada sulit. Terutama mengenai tokoh utamanya, Amanda. Di awal, ia seorang siswa yang pintar dan ambisius prestasi . Namun seiring berjalannya cerita, Amanda jatuh bangun menjadi sosok yang rapuh, menyedihkan, rendah diri, dan akhirnya kembali menjadi sosok yang bijaksana, sabar, dan pemaaf. Perubahan inilah yang kerap membuat pembaca sulit menentukan karakter tokoh utamanya berada pada sisi yang mana. Tommy, terlihat sangat cuek anmun peduli, konyol, pintar, pengertian dan akhirnya mau menerima perubahan. Ibunya Amanda, sosok penyayang dan bisa mengerti serta memposisikan dirinya jika menjadi Amanda. Helena, populer, eksis, peduli teman dan bijaksana. Sedangkan tokoh lainnya silakan dibaca langsung saja novelnya. Oya, tidak ketinggalan juga sosok Dokter Eli, dia penanya ulung. Bisa mengorek kepribadian Amanda hanya dengan mengajukan pertanyaan. Seru juga menjadi psikiater.

Bagian favorit.
Bagian ini membuat saya hampir meneteskan air mata. Ketika botol obat antidepresan Amanda jatuh dan Tommy menanyakan obat apa itu. Rahasia yang Amanda pendam namun akhirnya harus terucapkan. Dan ketidakmengertian Tommy akan kondisi Amanda yang sakit mental dan ketidakmaumengertian Tommy, membuat Amanda marah. Saya langsung terbawa dramanya. Baca saja di halaman 196 – 203.

“Kau tidak tahu seperti apa rasanya harus berjuang demi sesuatu. Kau tidak pernah menginginkan sesuatu sampai sebegitunya, dan apa pun yang kau inginkan , kau bisa mendapatkannya dengan mudah dan cepat-” [hal. 202]
“-dengar, aku sudah lelah dengan omong kosong feminismemu. Tidak ada yang bisa tahan dengan semua ambisimu-” [hal. 202]

Petik-petik.
Secara umum, novel ini ingin menyampaikan untuk menjadi diri sendiri dengan menerima kekurangan serta kelebihan yang dimiliki.

“Namun hari ini, matahari bersinar cerah dan aku sedang berdamai dengan diri sendiri.” [hal.263]

Catatan menarik.
  • Ada pertanyaan-pertanyaan yang kita tidak akan pernah tahu jawabannya, karena Tuhan bekerja dengan cara misterius. [hal. 25]
  • Kau tidak bisa tahu apa yang dipikirkan orang lain. Lagi pula, apa yang dipikirkan orang lain tidak bisa memengaruhi perasaanmu sedikit pun. [hal. 175]
  • Dia bilang aku harus menghadapi ketakutanku. Mungkin ini saatnya. [hal. 258]
  • Kau tidak bisa “sembuh” dari depresi layaknya sembuh dari penyakit fisik seperti cacar air. Tidak, kau harus menghadapinya setiap hari. [hal. 263]

Final. Rating.
Novel A Untuk Amanda sangat pas dibaca oleh para siswa sebagai buku yang memotivasi. Dan pas pula jika dibaca oleh orang tua untuk memahami keadaan dan kondisi yang dialami anaknya ketika di sekolah. Akhirnya rating yang saya berikan untuk novel ini adalah 4 bintang dari 5 bintang.

Penulis.
Annisa Ihsani adalah penulis novel Teka-Teki Terakhir. Perempuan yang lahir di tahun 1988 ini berusaha membaca buku yang sesuai dengan kategori umurnya. Tapi tidak bisa dimungkiri lagi bacaan favoritnya adalah fiksi middle grade dan young adult.

Annisa tinggal di bogor bersama suami dan putrinya. Dia mencoba untuk tetap konsisten menulis, meskipun kini waktunya lebih banyak dihabiskan dengan mencegah putrinya memasukkan pasir kinetik ke mulut.