Oktober 30, 2021

[Resensi] Mata dan Manusia Laut - Okky Madasari

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Mata dan Manusia Laut

Penulis: Okky Madasari

Editor: Dwi Ratih Ramadhany

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Mei 2019

Tebal: 232 hlm.

ISBN: 9786020630281

***

Kabar di media internasional tentang manusia-manusia yang bisa menyelam di laut tanpa alat membawa Matara dan ibunya ke kepulauan Sulawesi bagian tenggara. Di kepulauan yang menjadi rumah bagi manusia-manusia laut itu, Matara berjumpa dengan Bambulo, bocah Bajo yang sejak balita sudah berenang dan menyelam di laut, layaknya seekor ikan. 

Berawal dari rasa penasaran, dua bocah itu mengarungi lautan, hal yang sesungguhnya biasa dilakukan oleh orang Bajo. Namun lautan punya irama dan aturan yang harus selalu diikuti. Kelalaian Bambulo menghadirkan bencana sekaligus petualangan menakjubkan bagi mereka. Mata dan Manusia Laut merupakan buku ketiga dari kisah Mata menjelajahi Nusantara, setelah Mata di Tanah Melus dan Mata dan Rahasia Pulau Gapi. Buku selanjutnya: Mata di Dunia Purba.

***

Novel Mata dan Manusia Laut menceritakan tentang petualangan Mata ketika dia dan ibunya berkunjung di Kecamatan Kaledupa untuk mempelajari soal cerita manusia laut. Pada satu hari ketika ada pesta budaya sedang berlangsung, Mata dan anak Bajo bernama Bambulo menelusuri lautan untuk mencapai alto, lingkaran panjang karang tempat dimana ayahnya Bambulo biasa mencari ikan. Hanya saja hari itu Bambulo melupakan pantangan yang selama ini ditaati warga Sama, dilarang berlayar pada saat bulan purnama.

Kegiatan mereka singgah di alto ternyata membawa bencana tsunami. Ombak lautan menyeret Mata dan Bambulo ke dasar samudra yang disebut Masalembo. Pada tengah perjalanan, Mata ditangkap oleh gurita raksasa. Bambulo yang terpisah justru bertemu dengan orang-orang penghuni lautan. Maka misi menyelamatkan Mata pun dimulai.

Saya pernah membaca novel anak series Menjelajahi Nusantara yang pertama berjudul Mata di Tanah Melus dan mengikuti informasi novel lainnya tetapi baru kesampaian membacanya sekarang. Salahnya lagi, saya lanjut langsung ke novel ketiga, bukan ke novel keduanya. Yah, semoga setelah ini selesai, bisa ada kesempatan membaca novel keduanya.

Masih mengenai petualangan anak bernama Matara yang melakukan perjalanan jauh bersama mamanya untuk riset buku. Matara, anak 12 tahun menjadi penegas jika novel ini ditulis untuk anak-anak. Agar lebih menarik, penulis kemudian merajut kisah petualangan sebagai bahan bakar ceritanya. Kali ini pembaca akan dibawa menyelami kedalaman samudera lautan.

Karena ceritanya untuk anak-anak, penulis membawa dongeng dengan kemasan yang memacu pembaca untuk turut berimajinasi membayangkan dunia fantasi yang dibangun. Pada novel ini saya cukup menikmati membayangkan dunia bawah laut, Masalembo, yang digambarkan sebagai sebuah perkampungan. Ada orang-orangnya, ada rumah-rumah yang dibangun dari kapal-kapal, juga ada fasilitas lainnya seperti di daratan.

Yang paling seru tentu saja membayangkan makhluk keturunan orang Masalembo dengan Dewa Laut, yang fisiknya perpaduan antara manusia dan makhluk laut. Ada yang percampuran manusia dengan gurita, percampuran manusia dengan ikan, dan ada juga percampuran manusia dengan kerang. Ketika membayangkan mereka saya justru ingat kepada tokoh utama di film Luca. Apalagi mahluk ini juga disebutkan masih usia anak-anak. 

Sudah menjadi ciri khas novel Okky Madasari, pasti akan disisipkan isu dan kritik sosial yang memberikan kita wawasan baru mengenai keadaan sosial di negeri ini. Pertama, isu lingkungan hidup terutama untuk habitat laut sangat ditekankan di novel ini. Penduduk di pulau-pulau Sulawesi Tenggara sangat menjaga kelestarian habitat laut karena mereka menyadari penghidupan utama mereka berasal dari laut. Ini tergambar pada alasan kenapa ketika bulan purnama jadi pantangan untuk memburu ikan sebab pada waktu itulah ikan-ikan bertelur. Telur inilah yang kelak menjadi penerus induk ikan yang ditangkap oleh nelayan.

Kedua, kritik pada tindakan suap yang dilakukan oleh petugas patroli kepada kapal-kapal yang berlayar. Praktik ini bukan berita baru, tapi menjadi berlawanan dengan yang dilakukan menteri yang menenggelamkan kapal-kapal luar ilegal. Pemerintah bergerak ketat, beberapa oknum bersikap longgar. Miris memang membayangkan hal ini.

Karena tokoh utamanya anak, maka penulis membatasi diksi yang dipakai sehingga kritik dan isu yang dibahas pun begitu tipis sebatas yang bisa dipahami oleh anak-anak. Padahal menurut saya isu dan kritik di novel ini lumayan populer sebagai pembahasan orang-orang dewasa. Sedangkan untuk kemampuan Okky membangun dunia fantasi dalam narasi-narasinya sudah tidak diragukan lagi. Saya begitu menikmati kisah Matara dan Bambulo ini.

Yang membuat saya agak kurang terhubung dengan cerita di novel ini adalah petualangan mereka melintasi samudera, dan ketika mereka terombang-ambing di laut, terlalu dramatik untuk dilakukan anak-anak. Momen heroik begitu bahkan jarang ditemukan pada orang dewasa. Sehingga menjadi ganjalan besar bagi saya untuk menganggap itu normal.

Karakter Matara dan Bambulo digambarkan sebagai anak polos yang kadang ingin menonjol di mata orang lain, tapi di sisi lain mereka keterbatasan pengetahuan sehingga lebih banyak mengikuti ego dan keingintahuan yang sedang besar-besarnya.

Usai membaca novel ini pembaca akan mendapatkan pesan untuk menjaga lingkungan hidup secara keseluruhan, bukan hanya habitat laut. Sebab tindakan manusia terhadap lingkungan hidup akan memiliki dampak. Jika merawat akan memberikan dampak baik, jika merusak akan membawa bencana. Tapi kadang kita lupa akan efek ini, ditutupi oleh keserakahan untuk menggerus manfaat lingkungan tersebut.

Mengikuti petualangan Matara dan Bambulo di lautan yang seru membuat saya memberikan nilai 3 bintang dari 5 bintang. Novel ini pas sekali dikenalkan kepada pembaca anak-anak.

Sekian ulasan saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Oktober 28, 2021

[Resensi] Katarsis - Anastasia Aemilia

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Katarsis

Penulis: Anastasia Aemilia

Editor: Hetih Rusli

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Maret 2019, cetakan kedua

Tebal: 272 hlm.

ISBN: 9786020322025

***

ka·tar·sis: n (Psi) cara pengobatan orang yg berpenyakit saraf dengang membiarkannya menuangkan segala isi hatinya dng bebas; (Sas) kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin akibat suatu lakuan dramatis.

Seluruh keluarganya tewas dalam pembunuhan sadis, sementara Tara ditemukan dalam kondisi mengenaskan di kotak perkakas kayu. Dengan bantuan Alfons, psikiaternya, polisi berusaha menemukan sang pembunuh lewat Tara yang mengalami trauma berat. Teka-teki pembunuhan ini makin membingungkan setelah muncul Ello, pria teman masa kecil Tara. Kematian demi kematian meninggalkan makin banyak tanda tanya. Apakah Tara sesungguhnya hanya korban atau dia menyembunyikan jejak masa lalu yang kelam?

***

Novel Katarsis ini menceritakan sebuah tragedi pembantaian di rumah milik pasangan Arif dan Sasi Johandi yang ada di Bandung. Yang tewas pada tragedi itu adalah Sasi dan Bara Johandi (ayah Tara), sedangkan Arif terluka parah. Tapi ditemukan juga di dalam kotak perkakas keponakan mereka yang bernama Tara Johandi. Yang lebih mencengangkan, sepupu Tara yang bernama Moses ditemukan tubuhnya dimutilasi dan sudah membusuk. Pada kasus ini yang kemudian tertuduh adalah buronan pencuri; Martin Silado dan Andita Pramani. Mereka mengelak karena pada saat itu mereka mengaku sedang merampok rumah di sebelahnya.

Polisi kemudian mulai mencari tahu kejadian yang sebenarnya di rumah itu dengan menggali kisahnya dari korban yang selamat. Tara yang secara mental terguncang dimasukkan ke rumah sakit jiwa dengan pendampingan psikiater bernama Alfons. Tara merupakan pasiennya sebelum tragedi ini terjadi. Pelan-pelan Alfons mencoba menggali kepribadian Tara yang memiliki obsesi aneh dengan koin lima rupiah.

Di Jakarta justru muncul teror pembunuhan berantai dengan ciri yang sama pada setiap korbannya: korban dimasukkan ke kotak perkakas dan ada koin lima rupiah di jasadnya. Alfons pun diminta oleh temannya, Jerry, untuk memberikan analisis terhadap kasus ini. Alfons merasa kasus ini ada kaitannya dengan Tara karena memiliki penghubung yaitu koin lima rupiah.

Alfons membawa Tara ke Jakarta untuk terus dilakukan perawatan sampai akhirnya Tara mengalami kemajuan pesat. Tara bahkan bertemu dengan Ello, pemuda yang menurutnya bisa mengerti keadaannya, dan mereka memiliki kedekatan sebagai pasangan kekasih.. Tapi hubungan mereka tidak membuat Tara merasa harus membuka masa lalunya yang sangat kelam kepada Ello. Alfons yang akhirnya terlibat dalam kasus pembunuhan berantai ini menemukan titik terang. Tapi sebelum dia mengungkapkan siapa pelakunya, dia menjadi korban selanjutnya.

Novel Katarsis ini memiliki genre Thriller Mystery karena ceritanya berkutat pada kasus pembunuhan dan pembaca diajak untuk menebak siapa pelaku sebenarnya. Sebenarnya semakin dibaca ke halaman berikutnya, kita akan mudah menebak si pelaku yang kejam ini. Dan yang kemudian menjadi poin menariknya adalah apa motif pembunuhan itu dan akan berakhir bagaimana kisah Katarsis ini.

Yang paling mengena buat saya, novel ini secara terang-terangan menguliti keadaan psikologi orang psikopat. Menurut website Alodokter, psikopat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak memiliki emosi, perasaan, dan hati nurani. Meski sering digunakan, psikopat bukanlah istilah medis yang tepat untuk kondisi ini, melainkan gangguan kepribadian antisosial.

Kengerian psikopat berupa mereka bisa membunuh siapa saja tanpa melihat siapa korbannya, bahkan mereka bisa membunuh keluarganya sendiri. Otak psikopat tidak melihat tindakan kejianya sebagai kesalahan. Mereka tidak kenal yang namanya penyesalan. Justru mereka akan menemukan alasan pembenaran kenapa tindakan itu harus dilakukan. Dan tentu saja alasan itu akan bersifat egois, demi kepentingan kondisi dirinya.

Orang yang psikopat biasanya tidak memiliki rasa sakit. Mereka tidak akan meringis atau mengerang ketika terluka. Makanya mereka bisa memanipulatif lingkungan dan orang sekitar dengan membuat dirinya terluka seolah-olah jadi korban. Mereka juga suka melihat darah. Warna merah segar yang menggenang akan membangkitkan sisi psikopat mereka sehingga tindakannya bisa lebih brutal. Bagi mereka darah itu seperti tombol on untuk menghidupkan naluri sadisnya.

Cerita thriller identik dengan adegan bunuh-bunuhan dan pada novel Katarsis ini pembaca akan dipuaskan dengan narasi yang jelas dan detail mengenai kesadisan yang dilakukan tokoh-tokoh psikopatnya. Salah satu contohnya adegan menguliti kulit kaki korban berhasil membuat saya ngilu membayangkan prosesnya. Dan unsur misteri dalam novel ini pun dibuka dengan pelan-pelan. Yang memuaskan tentu saja misterinya yang bertahap-tahap sehingga sepanjang membaca novelnya kita akan dibuat kaget, geram, sekaligus bingung harus bersimpati dengan pelakunya atau dengan korban yang ketika meninggal perannya di novel ini pun selesai.

Penulis menggunakan gaya bercerita yang lugas karena genre novel ini lebih memerlukan detail ketimbang keindahan bahasa. Alurnya terbilang campuran dan disampaikan dengan POV Pertama dari tokoh yang berganti-ganti: Tiara, Alfons, dan Ello.

Dari novel Katarsis ini pada akhirnya kita sebagai pembaca akan memahami jika ada beberapa orang yang terlahir dengan memiliki gangguan emosi. Dan jika tidak diketahui selagi masih gejala, ini akan berbahaya bagi si pengidap maupun bagi orang-orang di sekitarnya. Mereka perlu terapi dari ahlinya dan support system dari lingkungan. Kasus psikopat begini sebenarnya mengingatkan kepada kita semua pentingnya memiliki kesehatan jiwa, health mental. Jangan sampai depresi, frustasi, dan traum,a membuat pengidapnya memiliki gangguan jiwa yang lebih parah.

Untuk keseruan mengikuti ketegangan dan misteri yang disajikan penulis dalam novel Katarsis ini saya memberikan nilai 5 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

Oktober 27, 2021

[Resensi] Apakah Ucapan Bisa Menjadi Obat? - Lee Ki-joo

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Apakah Ucapan Bisa Menjadi Obat? (Temperature of Language)

Penulis: Lee Ki-joo

Penerjemah: Gitta Lestari

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit:  2021

Tebal: 209 hlm.

ISBN: 9786020651804

***

Ucapan dan tulisan bisa memancarkan kehangatan juga aura dingin. Bahasa yang hangat merangkul kesedihan, bahkan memercikkan kebahagiaan. Ada orang yang bisa melepaskan rasa lelah pada dunia lewat bicara dengan teman, ada juga yang menemukan ketenangan dari kalimat-kalimat yang tertulis di buku. Jika seseorang yang kau sayangi meninggalkanmu gara-gara sesuatu yang kaukatakan tanpa sengaja, mungkin ucapanmu terlalu “panas”. Jika seseorang menutup hati hanya gara-gara satu atau dua pesan singkat darimu, mungkin tulisanmu terlalu “dingin”.

Buku ini berisi ucapan dan tulisan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari, asal muasal suatu kata, serta penegasan atas betapa penting dan berharganya bahasa. Setiap kali membalik halaman buku ini, jika kau menghirup dan membaca setiap kalimatnya dengan hati-hati layaknya sedang menyantap makanan yang masih panas, mungkin kau bisa mempertimbangkan kembali sehangat apa pesan yang kau maksudkan dari ucapan dan tulisanmu.

***

Buku 'Apakah Ucapan Bisa Menjadi Obat?' atau dalam judul aslinya adalah Temperature of Language merupakan buku nonfiksi yang dilabeli sebagai buku self-improvement. Dalam bayangan saya, buku ini akan membahas mengenai ucapan yang baik-baik, yang bisa menjadi obat untuk kestabilan emosi seseorang. Bisa dari pemilihan kata, intonasi, waktu penggunaan, atau siapa lawan bicara. Tetapi ternyata buku ini tidak membahas ucapan dengan detail seperti harapan saya. Lebih banyak menceritakan pengalaman sehari-hari penulis yang kemudian dia tarik pelajaran atau hikmah yang bisa dipetik. 

Terdapat tiga bab besar yang saya sendiri tidak paham kenapa ada pengelompokan begitu. Bab pertama 'Ucapan, Sesuatu yang Terpatri dalam Hati' lebih memenuhi bayangan saya soal buku ini, karena ada pembahasan di balik ucapan yang dipilih orang-orang. Contohnya, di sebuah rumah sakit, dokter dan perawat atau pekerja lainnya akan menyebut pasien dengan gelar, nyonya, atau tuan, ketimbang memanggil mereka dengan sebutan pasien. 

"Kata 'pasien' merujuk pada seseorang yang sedang sakit. Jika kita sering memanggil mereka seperti itu, mereka justru akan lebih sakit."
(hal. 6)

Bab kedua 'Tulisan, Bunga yang Tak Pernah Layu' sepertinya dikhususkan bagaimana tulisan bisa membentuk ucapan yang baik. Contohnya ada seorang petugas keamanan yang setiap kali bertugas selalu membawa buku catatan. Si penulis penasaran dan mengintip beliau menulis apa. Ternyata di buku tersebut hanya tertulis tanggal dia bertemu sang istri dan tanggal ulang tahun istrinya. Setelah mendapatkan informasi, si penulis paham tujuan petugas keamanan membawa buku tersebut, tak lain karena dia didiagnosa mengalami gejala demensia. Dan petugas keamanan memilih tidak mengapa dia kelihatan banyak memori tapi dia tidak mau melupakan dua tanggal tersebut.

Bab ketiga 'Baris, Bukti Bahwa Kita Masih Hidup' seperti ingin menegaskan pentingnya meninggalkan jejak baik kita agar ketika kita tiada masih dapat dikenang oleh orang-orang terdekat. Seperti yang dilakukan oleh seorang Ibu yang renta, yang selalu mengajak anaknya yang disabilitas untuk berjalan kaki. Begitu sang Ibu meninggal, si anak sudah dapat berjalan walau tertatih. Tujuan sang Ibu agar anaknya dapat berdiri di kaki sendiri, tanpa merepotkan orang lain.

Penulis menuangkan banyak pengalaman hidupnya dalam sub-bab yang pendek-pendek. Pengalaman yang begitu keseharian sekali, tapi jika kita merubah sudut pandang, kita akan menemukan makna lebih dari pengalaman tersebut. 

Ada banyak hal yang dibahas, diantaranya soal percintaan, pernikahan, pekerjaan, kegemaran, dan orang tua. Dan yang paling mengena buat saya tentu saja tulisan-tulisan yang membahas soal orang tua. Saya selalu gampang dibuat berkaca-kaca jika membaca tema orang tua. Dalam tulisan 'Hanya Menelepon' dibahas mengenai telepon orang tua kepada anaknya yang selalu diawali dengan, "Saya menelepon karena sedang senggang." Padahal di balik kalimat itu ada kerinduan yang mendalam dari sosok orang tua, tapi di sisi lain mereka tidak ingin mengganggu kesibukan si anak. Penulis ingin mengingatkan bahwa tidak ada telepon orang tua yang sekedar waktu senggang, pasti ada rasa yang ingin diungkapkan disitu. Maka, jika kita menerima telepon tersebut, angkat dan berbincanglah sebentar dengan nada yang ceria dan riang. Orang tua akan senang mendengarnya.

Lalu pada tulisan 'Maaf, Saya Tidak Bisa Memberi Lebih' menceritakan pengalaman penulis yang sedang di rumah dan ibunya pergi ke keluar di tengah cuaca dingin bersalju lebat. Karena sudah gelap dan ibunya belum pulang, si anak mencari. Akhirnya dia bisa menemukan ibunya yang gemetaran di halte bus. Begitu si ibu masuk ke mobil, dia berkata lirih, "Maaf, Ki-Joo."

Padahal orang tua sudah memberikan segenap hidupnya untuk anak-anak, tapi setiap kali orang tua merasa menyusahkan anak, selalu yang paling pertama minta maaf. Sebuah sikap yang menyakitkan bagi anak karena orang tua tidak ingin menjadi beban bagi anak-anaknya. Padahal jauh di lubuk hati anak ada rasa senang dan bangga bisa dibutuhkan orang tua. Tapi kenapa mereka masih saja merasa itu tidak seharusnya? Begitulah kebaikan dan sifat rendah hati orang tua.

Tulisan favorit saya lainnya adalah 'Tujuan Perjalanan' yang membahas mengenai makna melakukan perjalanan entah sebagai berwisata atau berkelana. Bagi penulis keduanya merupakan proses dan yang paling penting proses perjalanannya, bukan tujuannya. Bagian ini seperti menyentil impian saya yang bercita-cita melakukan perjalanan ke beberapa tempat tapi sampai saya menulis ulasan buku ini belum terwujudkan.

Dalam buku ini penulis meramu pengalaman dari hal-hal kecil yang ia temui. Lalu dengan perenungan dicari makna baik yang terkandungnya. Gaya bahasa penulis mudah dipahami, apalagi pembahasan yang dibawakan mudah diterima pembaca karena tidak jauh dari yang kita alami juga. Ditambah dikemas dalam tulisan pendek sehingga bagi pembaca yang ingin meresapi tulisannya dengan mendalam dapat dibaca dengan singkat dan dilanjutkan dengan perenungan.

Dalam pembahasan nilai-nilai kehidupan, penulis sering sekali membawa pengalamannya menonton film. Saya sampai menuliskan sebagian banyak judul-judul film yang disebutkan penulis dalam bukunya ini:  Late Night Restaurant, Pale Moon, Veteran, Lover in Paris (drama), Our Little Sister, Casablanca, Whiplash, 'Like Father, Like Soon', The Great Passage, The Martian, Saving Private Rian, Gravity, Planet of Snail, Spotlight, Carol, Begin Again, Indiana Jones, Memento Mori, Star Wars, One Fine Spring Day, Interstellar, Eternal Sunshine of The Spotless Mind, La Famille Belier, Youth, The Great Beauty, The Six Million Dollar Man, The Bionic Woman, Drunken master, The Wonderful Wizard of Oz, 'Crouching Tiger, Hidden Dragon', Old Boy, Bourne Series, Mission Impossible. Ternyata Lee Ki-Joo ini sepertinya menyukai kegiatan menonton film sehingga bisa merelevansikan cerita film ke dalam pengalamannya.

Secara keseluruhan, membaca buku ini membuat saya seperti kembali melihat diri di cermin, sudah sejauh mana menerapkan syukur atas keseharian yang dilalui. Dan kita diingatkan untuk menjadi versi terbaik dari diri kita selama masih bersosialisasi dengan orang lain, salah satunya dengan menjaga ucapan agar yang keluar dari mulut kita merupakan yang baik dan menyenangkan orang-orang. Dibalik proses itu, kita juga harus merawat hati dan pikiran dengan hal yang baik-baik.

Untuk buku Apakah Ucapan Bisa Menjadi Obat? saya memberikan nilai 3 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

Catatan:

Cinta tidak akan berbicara panjang lebar atau memberikan alasan remeh demi menghindari situasi tertentu (hal. 8)

... banyak hal yang kehilangan keseimbangan dan roboh gara-gara kita terlalu terobsesi pada kesempurnaan (hal. 10)

... cara mengatakan sesuatu sebenarnya lebih penting daripada apa yang dikatakan, dan kadang apa yang tidak dikatakan lebih penting daripada cara mengatakan sesuatu (hal. 11-12)

Rasa malu pada dasarnya adalah hati yang rendah hati. Orang-orang yang tidak punya rasa malu adalah orang-orang yang tidak rendah hati (hal. 29)

Permintaan maaf adalah bahasa kemenangan yang hanya bisa diucapkan oleh orang-orang yang memiliki tekad dan keberanian untuk menghadapi hal-hal rumit (30)

Sifat seseorang bisa terlihat dalam hal-hal remeh (hal. 46)

Banyak orang yang mengacaukan hidup karena tidak mengambil keputusan dengan bijak (hal. 58)

Hanya ada dua pilihan yang dimiliki oleh orang-orang yang sudah kehilangan kemampuan bertanya. Beradaptasi atau menyerah. (hal. 60)

Kadang, kita harus melihat sedikit lebih jauh. Kita bisa melangkah mundur sedikit, atau memandang sesuatu dari sudut yang berbeda. Agar sesuatu terlihat lebih berharga. (hal. 131)

Tak ada cinta yang lebih buta daripada cinta seorang ibu kepada anaknya. (hal.139)

Kita harus lebih dulu mengalami kekalahan sebelum tahu cara menggapai kemenangan. (hal. 143)

Daripada sibuk menggapai sesuatu yang bisa dengan mudah terlepas dari jari-jari kita, sebaiknya kita mengingat kembali "apa yang pernah kita miliki" dan berusaha mendapatkannya kembali. (hal.146)

... kalau kau terjatuh, beristirahatlah sejenak. kadang, kau perlu memiliki ruang kosong. (hal. 162)

jamais vu adalah fenomena ketika hal-hal yang sudah sering kita alami terasa asing. Jamais vu kebalikan dari deja vu. (hal. 172)

yang dekat dengan kehidupan adalah kelembutan, sedangkan yang dekat dengan kematian adalah kekerasan. (hal. 183)

"Mata' bukanlah alat untuk melihat kelemahan seseorang, melainkan kelebihan seseorang. (hal. 188)

Oktober 26, 2021

[Resensi] Ephemera - Akaigita

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Ephemera

Penulis: Akaigita

Editor: Miranda Malonka

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Maret 2020

Tebal: 296 hlm.

ISBN: 9786020636542

***

Rumah di tepi rawa itu menyimpan bahaya. Dari kucing-kucing yang menghilang tanpa jejak, kerisik aneh di langit-langit pada malam hari, hingga takhayul keberadaan makhluk setinggi pohon kelapa yang menjaga tanah itu.

Suatu hari, Venus—anak perempuan penghuni rumah—terjatuh ke sumur dan koma. Saat dia siuman, dia mengaku terpeleset karena kaget melihat ular besar di sana. Tapi benarkah pengakuannya itu?

Lantas mengapa Adam, sahabat karib Venus, dikucilkan dan dituduh mendorong gadis itu ke sumur? Mengapa pula Luna, adik Venus yang serba tahu malah diam seribu bahasa?

Rumah di tepi rawa itu tak hanya menyimpan bahaya, tetapi juga rahasia gelap yang tak boleh menyebar.

***

Pada satu hari, sekumpulan anak remaja: Venus, Luna, Adam, dan Giga sedang main petak umpet. Yang giliran jaga adalah Luna. Semua berpencar. Venus memilih sembunyi di balik pohon pakis dekat sumur. Saat dia berjongkok, terdengar suara desisan dan kakinya menginjak sesuatu. Begitu dilihat, seekor ular tengah menatapnya siap menerkam. Venus kaget dan terdorong ke pinggir sumur yang rapuh dan jatuh ke dalam. Kepalanya membentur batu. 

Venus koma selama tiga bulan. Adam menjadi tertuduh hingga dia dipukuli oleh ayahnya sendiri. Luna harus menanggung beban mengurus rumah karena ibu dan ayahnya sibuk mengurus kakaknya. Sedangkan Giga sebagai sepupu sekaligus yang paling tua menjadi yang paling tidak terpengaruh. Sejak peristiwa kecelakan itu hubungan keempat remaja tadi berubah total.

Saat Venus akhirnya sadar dari koma, pertanyaan-pertanyaan soal kecelakan itu terungkap. Tetapi ada bagian-bagian yang aneh. Cerita ular dipatahkan oleh ayah dan ibunya. Venus dianggap amnesia. Hubungan kakak-adik menjadi bersitegang. Hubungan perkawanan menjadi dingin. Namun saat kucing hitam milik Venus yang bernama Oreo menghilang, Adam dan Herman (kawan sekolah Adam) membuat strategi untuk mengungkap soal kasus hilangnya beberapa hewan peliharaan warga dan rumor soal keberadaan ular raksasa milik wilayah keluarga Utomo.

Informasi saja, kata Ephemera berarti benda berbentuk kertas yang masa pakainya singkat atau sekali pakai, kemudian bisa didaur ulang atau dibuang. Contohnya tiket konser, tiket parkir, surat undangan, poster, dll. Tetapi penulis mengartikannya sebagai sesuatu yang fana, kebalikan dari kata timeless yang merupakan judul pertama dari ceritanya sewaktu masih dipublikasikan di wattpad.

Novel Ephemera secara umum tergolong cerita remaja yang dibalut misteri. Dikatakan cerita remaja karena tokoh utama dalam novel ini masih berusia remaja. Selain itu karena konflik yang dihadirkan berupa konflik yang biasa dialami anak remaja, misalnya perselisihan kakak-adik, pertengkaran sesama teman, muncul iri dengki, dan hadir rasa suka kepada teman lawan jenis.

Sedangkan disebut cerita misteri karena penulis menghadirkan versi yang berbeda cerita sebenarnya kejadian kecelakaan Venus: (1) Venus jatuh ke sumur karena kaget melihat ular dan, (2) Venus jatuh dari sumur karena didorong Adam.

Lalu rumor ular besar yang dilihat beberapa orang juga menjadi tanda tanya besar. Apalagi ketika kabar hilangnya Oreo disangkutpautkan dengan hilangnya beberapa hewan ternak milik warga. 

Setting tempat dimana rumah keluarga Ahsan dan keluarga Asti berada yaitu di tengah hutan kecil yang lokasinya bersisian dengan kanal selebar tiga meter dan rawa yang luas, makin memperkuat rumor soal keberadaan ular besar karena lokasi itu diyakini sebagai sarang ular. Warga semakin enggan berhubungan dengan keluarga Utomo sebab percaya keluarga ini memelihara ular.

Tema keluarga dalam novel ini juga begitu terasa yaitu dengan mengetengahkan konflik keluarga Utomo yang dicoba diselesaikan dengan cara yang aneh. Setiap orang punya pembenaran tanpa peduli kebenaran yang sebenarnya. Setiap orang mengukur masalah dari ukuran pribadi bukan dari ukuran nilai yang berlaku di masyarakat. Gara-gara kecelakaan itu, semua keluarga Utomo terpengaruh dan menunjukkan karakter aslinya.

Sebagai novel misteri, penulis berhasil Misteri ini semakin membingungkan karena cerita disampaikan dengan point of view dari tokoh yang berbeda-beda: Venus, Luna, Adam, dan Herman. Jadi setiap tokoh punya versi, pandangan, dan pendapat yang berbeda-beda mengenai peristiwa kecelakaan dan kondisi keluarga Utomo.

Sebagai cerita misteri, penulis sangat tepat dengan memilih gaya bercerita menggunakan Point of View (POV) yang bergantian antara beberapa tokoh: Venus, Luna, Adam, dan Herman. Sehingga setiap tokoh punya versi cerita yang kemudian menggenapkan cerita dari tokoh lainnya. Tujuan akhirnya tentu saja mengungkap secara mendetail apa yang terjadi saat kecelakaan dan rentetan 

Yang menarik lainnya dari novel ini adalah soal psikologi tokoh-tokohnya yang aneh. Penulis memainkan perubahan psikologi tokohnya dengan mengerikan. Venus yang manis ternyata sosok yang bossy dan selalu ingin jadi pusat perhatian. Luna sebagai adik yang penurut dan dewasa karena keadaan, kadang berubah menjadi sosok manipulatif. Adam terbilang sosok yang labil sebab terjadi perubahan karakter drastis dari yang ceria menjadi tertutup. Giga lebih memprihatinkan karena dia mempunyai kebiasaan memotong-motong serangga dan kadang melukai kucing. Yang paling normal kayaknya hanya Herman, tetangga Adam. Dia remaja yang penuh semangat berpetualang dan mempunyai karakter yang melebur dengan siapa pun. Berkat dia pula rahasia keluarga Utomo terungkap dan menjadi penyelesaian paling baik untuk semuanya.

Usai membaca novel Ephemera ini, saya mendapatkan pandangan baru mengenai bagaimana mewujudkan tujuan yang baik, yaitu tanpa melibatkan ego yang menimbulkan kerugian orang lain. Karena alasan kenapa keluarga Utomo memelihara monster dengan tujuan kelestarian alam. Sayangnya, beberapa cara yang dilakukan mengandung resiko tinggi, apalagi jika tidak terkendali bisa menjadi musibah besar. Selain itu, dari novel ini kita juga harus terbuka berkomunikasi dengan keluarga atau orang-orang terdekat. Dalam bersosialisasi pasti akan ada kalanya kita salah paham, tapi jika sudah terbiasa mengungkapkan segala sesuatu dengan baik, permasalahan tersebut tidak akan berlarut-larut. Jadi, belajarlah terus untuk berani mengungkapkan pikiran dengan kebijaksanaan.

Novel Ephemera ini saya berikan nilai 4 bintang dari 5 bintang karena saya menikmati misteri dan keseruan yang dihadirkan penulis. Ceritanya mampu menaik-turunkan emosi pembaca diiringi kebingungan menebak kebenaran misterinya.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jangan lupa menjaga kesehatan dan terus membaca buku!

Oktober 25, 2021

[Resensi] Summer in Seoul - Ilana Tan

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Summer in Seoul

Penulis: Ilana Tan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: September 2021, cetakan ketiga puluh dua

Tebal: 280 hlm.

ISBN: 9786020655703

***

Jung Tae-Woo—penyanyi muda terkenal Seoul yang muncul kembali setelah empat tahun menghindari dunia showbiz.

"Aku hanya ingin memintamu berfoto denganku sebagai pacarku," kata Jung Tae-Woo pada gadis di hadapannya.

Sandy alias Han Soon-Hee—gadis blasteran Indonesia-Korea yang sudah mengenali Jung Tae-Woo sejak awal, namun sedikit pun tidak terkesan.

Sandy mengangkat wajahnya dan menatap laki-laki itu, lalu berkata, "Baiklah, asalkan wajahku tidak terlihat."

Awalnya Jung Tae-Woo tidak curiga kenapa Sandy langsung menerima tawarannya. Sementara Sandy hanya bisa berharap ia tidak akan menyesali keputusannya terlibat dengan Jung Tae-Woo. Hari-hari musim panas sebagai "kekasih" Jung Tae-Woo dimulai. Perubahan rasa itu pun ada. Namun keduanya tidak menyadari kebenaran kisah empat tahun lalu sedang mengejar mereka.

***

Cerita dimulai oleh kejadian tertukarnya ponsel antara Sandy alias Han Soon-Hee dengan penyanyi pria bernama Jung Tae-Woo. Sehingga pada malam itu dengan kerendahan hati Jung Tae-Woo dan manajernya, Park Hyun-Shik, mengantar Sandy ke apartemennya. Tetapi siapa sangka jika malam itu ada wartawan yang mengabadikan mereka. Berita soal gadis yang diduga kekasih Jung Tae-Woo justru menjadi berita positif yang akan menenggelamkan gosip dirinya yang dikatakan seorang gay.

Akhirnya Sandy menerima permintaan kerja sama untuk menjadi kekasih Jung Tae-Woo. Hubungan mereka yang didasarkan kesepakatan justru menumbuhkan perasaan suka. Jung Tae-Woo merasa hidupnya lebih berwarna. Sedangkan bagi Sandy, yang semula hanya ingin mengenal penyanyi itu dan menjawab rasa penasarannya, tidak bisa mengelak kalau perasaannya berbenturan dengan masa lalu kakak perempuannya pada empat tahun yang lalu. Kejadian pilu yang membuat Ibunya Sandy memaksa Sandy untuk menjauh dari Jung Tae-Woo.

Novel Summer in Seoul merupakan bagian dari series Musim/Season, tapi novel ini masih bisa dibaca sendiri tanpa harus membaca buku yang lainnya. Hanya saja kalau mau lengkap dan mengenal lebih mendalam tokoh-tokohnya ya harus baca semua novelnya. Novel ini terhubung dengan novel Spring in London berkat kemunculan tokoh Danny Jo dan Anna Jo, model terkenal di Korea. Dan proyek video klip yang dibintangi Danny Jo dan Naomi merupakan proyek debut kembali Jung Tae-Woo.

Ciri dari series Musim ini tidak jauh dari cerita cintanya yang manis dan bukan yang menye-menye. Karena dihadirkan tokoh dewasa jadi segala hal romantis dalam novel ini bukan yang akan bikin pembacanya mengernyitkan dahi. Saya malah suka senyum-senyum sendiri ketika membayangkan bagaimana Jung Tae-Woo melakukan pendekatan kepada Sandy.

Konflik yang dihadirkan Ilana Tan dalam novel ini tidak begitu tajam. Masih berkutat masa lalu yang kelam, yang terjadi empat tahun silam. Walaupun merupakan tragedi yang menyakitkan bagi keluarga Sandy, namun semua orang sudah menerima kejadian tersebut. Sehingga terungkapnya masa lalu itu bukan menjadi ganjalan besar bagi hubungan Jung Tae-Woo dan Sandy.

Novel ini memotret sebagian dunia hiburan di Korea. Sebagai penyanyi terkenal yang digilai penggemarnya, kadang Jung Tae-Woo juga bersikap awas berhadapan dengan mereka. Sebab bukan tidak mungkin ada penggemar fanatik yang bisa berbuat nekat demi bisa dekat dengan penyanyi idolanya. Masa lalu kelam Jung Tae-Woo juga berkaitan dengan penggemarnya.

Di novel ini juga beberapa bagian menunjukkan aktivitas seorang penyanyi Korea terkenal. Misal kegiatan syuting, jumpa fans, bahkan ketika harus menghadapi wartawan yang berkerumun untuk mewawancara.

Lagi-lagi menjadi kekurangan novel ini adalah bagaimana penulis tidak bertanggung jawab terhadap judul novelnya yang membawa salah satu musim karena suasana musim panas tidak dimaksimalkan dalam ceritanya. Musim panas tidak dijelaskan menjadi sesuatu yang melatarbelakangi cerita sejoli Jung Tae-Woo dan Sandy. Sehingga Summer di novel ini terkesan untuk mempermanis judul saja.

Selain itu, latar belakang Sandy juga tidak terekspos dengan utuh, terutama kehidupan kuliah Sandy. Saya tidak mendapatkan momen-momen dia di kelas, mengerjakan tugas, atau hubungan sosialnya dengan rekan-rekan kampus. 

Ilana Tan lebih berfokus membangun cerita roman bagaimana Jung Tae-Woo dan Sandy bisa bergerak semakin dekat, dan terus semakin dekat, lalu dia halangi dengan konflik dan orang ketiga, sampai akhirnya mereka menemukan akhir cerita yang manis. Bahkan dunia kerja Sandy bersama Ms. Kim pun terbatas hanya mengantarkan baju, setelah itu tidak ada lagi ragam pekerjaan yang menunjukkan kalau dia karyawan di butik itu.

Untuk gaya bercerita dalam novel ini tidak jauh berbeda dengan pendapat saya di ulasan novel Spring in London: penulis menggunakan gaya bercerita teratur dan sesuai kaidah bahasa. Tapi ternyata di novel ini ada yang berbeda, penggunaan bahasa gaul Indonesia muncul juga sebagai pembeda karakter tokoh yang benar-benar lahir dan bergaul di Indonesia. Sehingga pada sedikit bagian saya mendapat kesan sedang membaca novel yang baru terbit pada saat-saat ini.

Sejauh saya membaca series Musim ini, tidak ada tokoh yang benar-benar saya idolakan karena mungkin latar belakang tokoh-tokohnya tidak begitu relate dengan saya. Di novel ini kita akan berkenalan dengan Sandy si gadis yang pekerja keras, teratur, bijaksana, dan ceria. Dia dari awal tahu siapa Jung Tae-Woo, tapi kedekatannya murni karena ingin mengenalnya, bukan membawa masa lalu ke masa kini untuk menggugat si penyanyi. Jung Tae-Woo tipe penyanyi yang sayang dengan ibunya, pengertian dan bisa menempatkan diri terhadap kondisi orang lain, juga memiliki kesabaran yang teruji untuk mendapatkan tujuannya. 

Selain kedua tokoh utama, kita juga akan menemukan beberapa tokoh pendukung: Lee Jeung-Su (mantan pacar Sandy), Ms. Kim (pemilik butik tempat Sandy kerja), Kang Young-Mi (sahabat Sandy), Park Hyun-Shik (manajer Jung Tae-Woo), dan ada beberapa tokoh lain yang kemunculannya sekilas.

Pada novel ini kita sebagai pembaca akan diingatkan untuk menempatkan masa lalu tetap di belakang. Jangan sampai mengikat langkah kita menuju masa depan. Masa lalu yang menyakitkan tidak bisa dilupakan tapi bisa kita kenang sebagai pelajaran. 

Karenanya, untuk novel ini saya memberikan nilai 3 bintang dari 5 bintang untuk malu-malu kucingnya Jung Tae-Woo dan Sandy kalau mereka sebenarnya saling suka.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!


----------------------------------------------------------

MONDAY BOOK REVIEW

Oya, karena hari ini bertepatan dengan hari Senin, jadi ulasan buku kali ini saya masukkan sebagai postingan Monday Book Review yang digagas oleh Kak Ira di blognya: irabooklover.com 

Label ini berlangsung dengan harapan akan bisa mempertemukan dan menggiatkan kembali blogger-blogger buku sehingga bisa lebih produktif dalam mengelola blognya ataupun dalam kegiatan membaca buku.

Bagi teman-teman yang mau ikut serta, silakan langsung berkunjung ke postingan Kak Ira yang membahas soal label Monday Book Review ini dengan mengklik poster di bawah ini:

Oktober 24, 2021

[Resensi] Spring in London - Ilana Tan

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Spring in London

Penulis: Ilana Tan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: September 2021, cetakan kedua puluh enam

Tebal: 240 hlm.

ISBN: 9786020655789

***

Gadis itu tidak menyukainya. Kenapa?

Astaga, ia—Danny Jo—adalah orang yang baik. Sungguh! Ia selalu bersikap ramah, sopan dan menyenangkan. Lalu kenapa Naomi Ishida menjauhinya seperti wabah penyakit? Bagaimana mereka bisa bekerja sama dalam pembuatan video musik ini kalau gadis itu mengacuhkannya setiap saat? Kesalahan apa yang sudah dia lakukan?

Bagaimanapun juga Danny bukan orang yang gampang menyerah. Ia akan mencoba mendekati Naomi untuk mencari tahu alasan gadis itu memusuhinya.

Tetapi ada dua hal yang tidak diperhitungkan Danny. Yang pertama adalah kemungkinan ia akan jatuh cinta pada Naomi Ishida yang dingin, misterius, dan penuh rahasia itu. Dan yang kedua adalah kemungkinan ia akan menguak rahasia gelap yang bisa menghancurkan mereka berdua dan orang-orang yang mereka sayangi.

***

Naomi Ishida, seorang model perempuan keturunan Jepang, terlibat proyek video klip musik di London. Lawan pasangannya seorang model pria bernama Jo In-ho alias Danny Jo, seorang model asal Korea yang sedang belajar menjadi sutradara. Sejak awal perkenalan mereka di lokasi syuting, Naomi menjaga jarak dengan alasan yang belum dipahami Danny. Karena hal ini, Danny semakin tertarik kepadanya.

Dengan dalih pertemanan, Naomi membuka kesempatan supaya mereka saling mengenal walau proyek mereka sudah selesai. Tapi berjalannya waktu, perasaan keduanya tumbuh tanpa bisa dicegah namun tidak diungkapkan. Danny semakin perhatian, sedangkan Naomi mengalami dilema besar.

Kebimbangan makin memperkeruh pikiran Naomi sejak temannya yang bekerja di majalah, Miho Nakajima, ternyata tengah dijodohkan dengan Danny oleh keluarga masing-masing. Walau Danny terang-terangan tidak menyukai Miho, tetap saja Naomi terusik, bahkan pada beberapa momen dia merasa cemburu.

Ketika segalanya disangka berjalan lancar, pada satu pesta terjadi insiden menyedihkan yang berakhir terungkap masa lalu yang membuat Naomi menjaga jarak dengan laki-laki. Masa lalu kelam yang mau tidak mau menggoyahkan hubungan Naomi dan Danny, dan mengharuskan keduanya mempertimbangkan langkah selanjutnya.

Novel Spring in London adalah novel kedua Ilana Tan yang saya baca, setelah dulu saya pernah baca novelnya yang berjudul Autumn in Paris. Rencananya saya akan menyelesaikan series musim karya penulis yang terdiri dari empat buah buku. Syukur bisa lanjut ke series NewYork.

Novel ini membawa cerita cinta-cintaan yang manis walaupun ada konflik tajam yang menguji pada perjalanannya. Dimulai dari perkenalan, proses pendekatan, hubungan tanpa status tapi bisa saling perhatian dan cemburu, dan akhirnya diuji dengan konflik yang membuat pasangan mempertanyakan akan kemana arahnya hubungan yang sudah tinggal dirajut.

Dengan membawa kisah Naomi dan Danny di kota modern yang memiliki pemandangan bagus serta musim semi yang dingin membuat kita sebagai pembaca akan terkesan betapa romantisnya mereka. Sayangnya musim semi dan kota London tidak digali mendalam. Perubahan musim dan keindahan musim semi tidak dinarasikan lebih banyak untuk menunjang percintaan kedua tokoh utama. Lalu lainnya, hanya sedikit sudut Kota London yang dibahas. Padahal dengan judul novel yang membawa nama kota, saya berharap mendapat sensasi diajak jalan-jalan penulis menelusuri lebih jauh di Kota London. Bisa saja dibahas restoran romantis, beberapa taman yang dikunjungi pasangan, atau lokasi-lokasi kencan yang menarik.

Kekerasan seksual menjadi poin penting dan konflik besar yang dihadirkan penulis. Efek yang dialami korban bisa disampaikan penulis dengan apik sehingga pembaca akan bersimpati dan mengutuk perbuatan tersebut. Kekurangan dalam isu ini adalah tentang proses penyembuhan korban yang tidak disampaikan dengan jelas. Bertahun-tahun memendam rahasia dari semua orang dan lari dari kenyataan jika dirinya korban kekerasan seksual, tidak bisa disembuhkan hanya dengan bercerita dengan orang yang kita percaya, tanpa pendampingan ahlinya. Sisi ini yang kurang dikemukakan oleh penulis padahal korban akan menghadapi orang-orang yang bertalian dengan pelaku.

Isu lain yang dibahas tipis-tipis penulis adalah soal orientasi seksual yang berbeda. Diwakili oleh Christopher Scott sebagai teman flat Naomi yang berorientasi gay, pembaca seperti diberikan informasi kultur pergaulan bebas yang ada di London. Menurut saya yang membuat kultur ini bertahan disana karena setiap warganya menerapkan tidak ikut campur selama tidak menyinggung atau merugikan. 

Selama membaca novel ini saya tidak menemukan kendala karena penulis menggunakan gaya bercerita teratur dan sesuai kaidah bahasa. Ini pas karena menyesuaikan dengan tokoh utama yang dewasa sehingga cerita bisa lebih relate dengan pembaca. Lalu, cerita disampaikan dengan alur maju. Pada bagian menceritakan masa lalu penulis menggunakan kalimat langsung dari salah satu tokoh yang ada.

Untuk tokoh-tokoh yang hadir di novel ini merupakan tokoh usia dewasa yang sudah bekerja. Naomi Ishida seorang model keturunan Jepang yang pekerja keras. Sampai-sampai dia sering telat makan. Dia pendiam karena masa lalu dan memilih menjaga jarak dengan laki-laki. Danny Jo atau Jo In-ho adalah model asal Korea yang ingin belajar menjadi sutradara. Dia pekerja keras walau lahir dari keluarga kaya. Tipe pria yang perhatian dan memiliki selera terhadap perempuan yang menyenangkan dan berkarakter dibanding hanya sekadar cantik. Danny juga mampu menempatkan emosi pada situasi yang tepat. Sehingga amarah yang muncul bisa ditakar agar tidak menimbulkan masalah lain.

Tokoh figuran lain yang muncul adalah: Julie Humphrey (teman flat), Christopher Scott (teman flat), Miho Nakajima (teman di redaksi majalah), Keiko (saudara kembar Naomi), Anna Jo (kakak perempuan Danny), Kim Dong-min (teman kakak laki-laki Danny), dan masih ada beberapa tokoh lainnya.

Dari novel Spring in London kita bisa belajar untuk lebih mencintai diri sendiri. Tidak ada masa lalu yang bersih dan putih, pasti pernah ada noda. Tetapi noda bukan untuk dipendam, dirahasiakan, dan menjadi bara dalam sekam. Agar hidup bahagia, kita harus berdamai dengan masa lalu. Sejauh apapun kita lari, masa lalu tidak bisa ditinggalkan di satu tempat dan akan terus menjadi bayangan yang bisa mengusik kapan-kapan sesukanya.

Maka saya memberikan nilai 3 bintang dari 5 bintang untuk perjalanan cinta Naomi dan Danny yang harus menghadapi badai untuk berdamai dengan masa lalu. Novel yang saya rekomendasikan untuk dibaca kalian yang menyukai cerita cinta yang manis.

Sekian ulasan dari saya, jangan lupa jaga kesehatan dan terus membaca buku!