Oktober 10, 2018

Maju Tak Gentar! Ngeblog di Ponsel

Saya lupa udah berapa lama ngeblog gak pake laptop. Beberapa postingan terbaru itu dibikinnya di ponsel, kemudian diedit dan dipublikasikan di blogger lewat komputer kantor. Rada keteteran sih, cuma untuk sekarang ini belum memprioritaskan buat beli laptop dulu. Soalnya masih banyak pos yang harus didahulukan.

Pokoknya komputer kantor sangat ngebantu buat eksekusi postingan :)


Aslinya sulit banget mengimprovisasi tulisan pas ngedraft di ponsel. Layar yang terbatas dan tuts yang kecil bikin ngerjain artikel butuh niat yang gede banget. Kadang gemes banget pas lagi ngetiknya. Buat ngehapus kalimat yang salah atau paragraf yang kurang menarik saja mesti sabar karena ngehapusnya huruf demi huruf.

Oya, tulisan ini dibuat semata-mata untuk jadi pengingat kalau saya pernah mengatakan, "Saya baik-baik aja", kalau-kalau di masa depan saya mengeluh gara-gara mesti ngeblog via ponsel. Tapi tetep sih berdoa semoga segera kebeli laptop barunya, hehehe.


 Kondisi:
 1. Saya pakai ponsel Evercoss type M53 (layar 5.34 Inch, kamera belakang 8MP)
 2. Saya menggunakan aplikasi Blogger untuk ngedraft artikel.

Biarpun saya pakai ponsel, semoga kegiatan ngeblog saya nggak terganggu. Walau kenyataannya udah kerasa banget ada penurunan ngeposting artikel. Bahkan banyak artikel setengah jadi yang dihapus gara-gara alasan, "Ribet ah ngeditnya. Mending bikin baru lagi."

Nah lho, sampe segitunya.

Meski kondisinya begitu, ini malah menantang saya untuk aktif ngeblog lagi. Ibarat masak air, udah matang banget, meluap-luap bergulak. Tentu saja sisi penyajian artikel bakal jadi PR besar dengan keadaan yang terbatas begini. Improvisasi dan kreatifnya harus pelan-pelan dan gak boleh nyerah uji coba sampe bisa dan terbiasa.

September 27, 2018

[Resensi] Friendzone: Lempar Kode, Sembunyi Hati - Alnira


Judul: Friendzone: Lempar Kode, Sembunyi Hati
Penulis: Alnira
Penyunting: Tim Editor Fiksi
Desain sampul: Aqsho Zulhida
Penerbit: Grasindo
Terbit: April 2018
Tebal buku: 310 halaman
ISBN: 9786024528423
Nilai: 4/5

Ini kali pertama saya membaca karya dari seorang Alnira yang menurut data profilnya sudah menerbitkan delapan judul novel, termasuk yang ini. Penulis baru (atau bukan baru-baru banget) yang produktif sekali ternyata.

Lagi, saya membaca novel roman yang tema utamanya friendzone. Permasalahan temanya seputar kebimbangan merubah status teman ke pacar. Tokoh utamanya Dira dan Ransi. Mereka bagian dari sekumpulan pertemanan sejak SMA: Angga, Maya, Wisnu, Okta. Dira sadar kalau dia suka Ransi yang suka ngasih kode romantis. Sayangnya si Ransi nggak pernah terus terang dan hanya main kode-kodean. Pernah Dira iseng menegaskan maksud Ransi, eh malah dikatain kegeeran. Berikutnya dia malas bahas kepastian. Dan si Ransi masih nggak berubah. Dalam permasalahan roman ini Dira yang lebih banyak makan hati.

Subkonflik lainnya, Maya suka Angga, tapi Angga jadiannya sama Okta. Wisnu suka Maya, Mayanya pacaran sama yang lain. Subkonflik yang cukup ampuh mempermanis konflik utamanya biar nggak jadi membosankan. Eh, tapi membaca konflik utamanya aja nggak bakal bosan. Jaminan. Malah seru.

Berikut catatan yang saya bikin setelah membaca tuntas bukunya: 
  1. Saya ngiri sama pertemanan mereka yang solid. Walau setelah mereka beranjak dewasa, mereka masih menyempatkan diri berkabar dan berkumpul untuk update keadaan terbaru. Ah, pokoknya beda banget sama saya dan sahabat-sahabat SMA yang kemudian sibuk dengan dunia masing-masing.
  2. Saya mendapatkan pelajaran penting tentang cara memperhatikan perempuan hingga apa saja yang mesti dipersiapkan untuk menghalalkannya. Dewasa banget pesan moralnya.
  3. Banyak prinsip hidup dari masing-masing tokoh yang bisa dipetik. Cukup untuk menjadi pengingat dalam hal kebaikan.

Pengen banyak berkomentar tapi mendadak kaku. Jadi, saya sudahi saja dulu. Semoga saya punya kesempatan membaca buku karya Alnira lainnya.

September 25, 2018

[Resensi] Perkara Bulu Mata - Nina Addison


Judul: Perkara Bulu Mata
Penulis: Nina Addison
Editor: Harriska Adiati & Neinilam Gita
Desain sampul: Orkha Creative
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: September 2018
Tebal buku: 296 halaman
ISBN: 9786020611907 / 9786020611914

Cerita di novel Perkara Bulu Mata terbilang segar, itu reaksi pertama saya setelah selesai membaca tuntas. Padahal judulnya ini jadi persoalan di awal membaca, nggak ada menarik-menariknya sama sekali. Dan saya juga sempat mandeg membacanya. Begitu kesempatan kedua datang, saya keukeuh melanjutkan sampai tamat.

Novel Perkara Bulu Mata menceritakan empat anak manusia yang bersahabat sejak mereka di SMA: Vira, Jojo, Albert, dan Lilian. Usia dewasa yang melemparkan mereka pada dunianya masing-masing lantas nggak merenggangkan persahabatan yang terjalin. Hanya saja tidak ada jaminan kalau perempuan dan laki-laki sahabatan, bakal awet sahabatan tanpa ada cinta-cintaan. Ternyata waktu SMA Lilian sempat naksir Albert yang berujung penolakan. Beruntungnya persahabatan mereka tidak jadi tumbal. Dan akhir-akhir ini Vira yang mulai merasakan suka sama Jojo sejak mereka curhat tentang kandasnya hubungan dia dengan Tom, dan nggak sengaja Vira memperhatikan bulu mata Jojo. Terdengar aneh memang, ada ya orang jatuh cinta sebabnya lihat bulu mata.


Cerita utama kemudian bergulir urusan tarik ulur hubungan Vira dan Jojo. Awalnya Vira suka Jojo, Jojo malah nggak suka. Begitu Jojo suka Vira, Vira sedang berproses ikhlas dengan perasaannya yang dirasa sepihak. Bagian ini menggemaskan sekali. Belum lagi bagian-bagian seru ketika Vira dan Jojo merasa cemburu untuk satu sama lain gara-gara muncul pihak lain: Bella dan JC.

Kalau mau tau perjalanan asmara mereka, mending baca aja novelnya langsung!

Tema novel ini roman friendzone. Dan nggak tau kenapa nggak pernah bosan baca novel roman begini. Terutama bagian tarik ulur hubungan yang nggak jelasnya itu. Saya simpulkan Nina berhasil membawa pembaca ke konflik seru Vira-Jojo hingga bikin saya gemas, kesal, menggerutu, sekaligus tertawa.

Gaya bercerita renyah karena diksi yang digunakan to the point, nggak pakai bahasa yang terlalu baku, apalagi yang sastra banget. Yang mengganggu buat saya justru penggunaan bahasa inggris di kalimat yang panjang. Pokoknya ini urusan personal banget, soalnya saya nggak pinter menerjemahkan kalimat bahasa inggris.

Karakter keempat tokoh sangat hidup dan terkesan nyata. Kedewasaan mereka juga kerasa, nggak terjebak dengan ala remaja-remaja alay. Tercermin dari keputusan dan pola pikir yang dibentuk ada unsur bijaknya. Soalnya ada beberapa novel yang pakai tokoh dewasa tapi si tokoh disajikan remaja banget. Kan ganggu sekali. Sorotan cerita di novel ini memang kepada Vira-Jojo, namun keberadaan Albert dan Lilian sangat berarti sebagai penopang cerita. Permasalahan mereka ibarat jeda untuk masalah Vira-Jojo sehingga cerita tidak monoton membahas inti cerita Vira-Jojo.

Ada empat catatan yang merangkum mengenai novel Perkara Bulu Mata ini:

  1. Persahabatan yang disajikan Nina lewat keempat tokoh utamanya terbilang seru dan manis. Geng temen yang dewasa dan manusiawi.
  2. Kisah percintaan yang ada di novel ini tergolong kompleks, akibat ragu milih sahabatan apa pacaran. Ah, ketakutan nyata yang dihadapi orang-orang di club ‘sahabatan lawan jenis’ selalu soal nanti bakal gimana kalau berubah status. Bakal baik-baik saja atau justru berantakan. Dan pikiran ini yang menjadi dalih, “Mending dipendem aja deh!”
  3. Nilai kemanusiaan yang mendewasakan pembaca lewat wejangannya yang nggak menggurui. Ditambah momen untuk menyampaikannya yang nggak kayak ceramah di mimbar atau menegur secara brutal, membuat novel ini nggak kehilangan rasanya jadi novel religi atau buku self-improvement. Aura novel metropop-nya tetap terjaga.
  4. Jalan-jalan ke Praha yang seru karena subkonflik yang dipilih penulis membuat adegannya tetap menarik diikuti. Nggak hanya bicara tentang nama jalan, sejarah, atau monumen khas kota Praha, namun lebih ke fungsi latar yang menyokong alur dalam menyampaikan pesan novel dengan tanpa melepaskan informasi kotanya.

Akhirnya, saya merekomendasikan novel ini untuk dibaca kalian. Terus saya penasaran dengan novel karya Nina lainnya: Morning Brew (2011) dan Kismet (2015).


September 12, 2018

[Resensi] Arwah - Jounatan & Guntur Alam


Judul: Arwah
Penulis: Jounatan & Guntur Alam
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Terbit: Desember 2017
Tebal: 172 halaman
ISBN: 9786020451176
Harga: Rp46.800
Nilai: 2/5

Setelah lama tidak bisa menyelesaikan satu bacaan pun, akhirnya saya bisa pecah telur dengan membaca tuntas novel horor berjudul Arwah. Novel ini ditulis duet oleh Jounatan dan Guntur Alam, dan didaulat sebagai novel pertama dari novel trilogi. Buku keduanya sudah terbit juga, berjudul Tumbal. Sedangkan novel ketiganya sedang dalam proses penulisan, berjudul Ritual.

Novel Arwah bercerita tentang tiga teman kelas XI di SMA Victoria yaitu Jounatan, Nayla dan Leo. Jou diperkenalkan kepada Kak Bram yang merupakan kakak laki-laki Melodi, teman perempuan yang diam-diam menyukainya, untuk pekerjaan di Diskotek Lipstik. Kunjungan pertama mereka ke diskotek itu berujung tragedi yang melibatkan sosok hantu berambut gondrong dan memakai kaus kuning bertuliskan Nirvana. Hantu tersebut dikenal sebagai hantu Budi Lupus. Kemudian ketiganya diteror dengan sadis.

Apa hubungan benang merah antara Diskotek Lipstik, hantu Budi Lupus dan Jounatan?

Secara umum saya rada kecewa dengan ceritanya.

Novel Arwah ini memang mengambil genre yang jelas, novel horor. Tetapi, buat saya aura horor itu menjadi tidak horor lagi ketika adegan horor dimunculkan terlalu sering. Sejak Jounatan pergi ke Diskotek Lipstik, rasanya hidup Jounatan diganggu mulu oleh hantu Budi Lupus. Bukan sekali atau dua kali, setiap ke toilet, di rumah, di diskotek, Jounatan selalu dihantui. Saya sebagai pembaca bukannya merasa ngeri dengan kehadiran hantunya, justru makin bertanya-tanya, apa benar novel horor harus hantunya dimunculkan setiap saat begini.

Bahkan narasi mengenai hantunya diulang berkali-kali, seperti darah yang menetes dari hantu, bau rokok yang menguar, hingga bau amis darah. Sehingga saya beberapa kali meloncati paragraf yang menjelaskan kehadiran hantu dengan narasi sama karena saya sudah paham sekali ciri hantu dan kehadirannya akan diceritakan seperti itu.

Kemudian, menurut saya alasan Jounatan untuk bekerja terlalu mengada-ada. Sekadar menjadi mandiri dan bukan tuntutan hidup yang kemudian membuat Jounatan mengalami gangguan belajar di sekolah (tertidur di kelas, hal.67), sangat disayangkan. Saya tidak habis pikir penulis mau mengambil alasan aneh ini untuk ukuran anak SMA kelas 2 dengan orang tua yang masih lengkap. Terkesan dipaksakan.

“Jangan dipaksain kerjan Jou. Papa masih sanggup ngumpulin uang buat kuliahmu nanti….” (hal.52)
“Enggak apa-apa. Aku kuat. Udah gede ini. Lagian, kayak yang sering aku bilang, aku mau mandiri, Pa….” (hal.53)
Karakter Jounatan pun tidak pas untuk disukai sebagai karakter utama. Saya paham ketakutan dia yang dihantui mahluk halus. Namun ketika Nay membuka diri menceritakan keganjilan yang ia alami, Jo justru menutup diri terhadap keganjilan yang ia alami. Padahal sebelumnya ada pernyataan ia ingin menceritakan keanehan yang ia alami namun ia takut dengan reaksi Leo atau Nay tidak sesuai yang ia pikirkan. Jadinya situasi yang kontradiksi.

Bisa dikatakan karakter Jou, Nay, dan Leo tidak menonjol. Parameternya, saya tidak mendapatkan kesan mendalam terhadap ketiganya.

Di buku ini juga memuat kebetulan yang membuat saya tidak percaya. Penulis menghadirkan Natali, Pak Narto (satpam) dan Pak Hasta, yang punya kemampuan merasakan keanehan atas keberadaan hantu. Tiga orang terlalu banyak untuk menjadi perantara perasa keberadaan hantu yang bersinggungan dengan tokoh utama Jou.

Selain itu ada teknik penulisan yang tidak saya sukai yaitu penggambaran kejadian aneh yang dinarasikan penulis secara detail tetapi bukan dalam sudut pandang tokohnya. Semacam ada kejadian aneh di belakang punggung tokoh utama yang tidak disadari. Jadinya malah tidak horor lagi.

Tanpa dia sadari, satu per satu pakaian kotor di dalam keranjangnya bergerak ke atas,… (hal.84)
Kesan saya setelah membaca cerita buku Arwah ini adalah capek. Saya merasa dijejali dengan kehadiran hantu yang kelewat sering. Maunya saya, cerita hantu itu dikemas dengan kehadiran hantunya yang tepat waktu dan enggak keseringan, tetapi dibanyakin kegiatan ketiga tokoh utama menelusuri fakta tersembunyi atas misteri hantunya. Biarkan hantu itu muncul di bagian-bagian klimaks saja.

Gara-gara membaca buku ini juga, saya merasa perlu membaca novel genre horor penerbit ‘tetangga’ untuk membandingkan mana teknik yang pas dalam membuat cerita horor. Biarpun banyak catatan di ulasan novel Arwah ini, saya tetap akan melanjutkan ke buku keduanya, Tumbal.

Semoga bisa lekas selesai membacanya!

[Jadi kaku lagi bikin ulasannya. Harap bisa maklum euy]

Mei 09, 2018

[Resensi] Nikmatnya Bersyukur: Merajut Gaya Hidup Penuh Bahagia - Bahrus Surur-Iyunk


Judul: Nikmatnya Bersyukur: Merajut Gaya Hidup Penuh Bahagia
Penulis: Bahrus Surur-Iyunk
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Terbit: 2018
Tebal buku: xxii + 178 halaman
ISBN: 9786020458601
Harga: Rp53.800

Ada yang bilang kalo instagram itu media sosial yang selain menghibur juga membuat banyak orang iri. Pasalnya pengguna di instagram seolah berlomba-lomba memamerkan keunggulan dengan kemasan menarik dan spesial, meski kenyataannya entah kayak gimana. Apapun yang di-posting harus mencapai love banyak, kalo perlu dibanjiri komentar yang berjuta-juta. Ini yang kemudian jadi perhatian beberapa pengguna untuk menganalisa banyak manfaatnya atau justru banyak tidak manfaatnya.

Kalo saya sendiri sudah lama nggak main instagram. Bukan perkara alasan di atas. Saya merasa menggunakan instagram menghabiskan banyak waktu. Sekalinya buka, scroll ke bawah, mendapatkan banyak suguhan informasi, foto menarik, video lucu, dan pas sadar sudah dua jam lebih. Saya menghabiskan dua jam untuk melihat saja. Kalau membaca caption panjang rasanya jarang orang melakukannya. Ada yang salah dengan pola penggunaan begini. Kalo mencari hiburan, saya mending nonton film. Kalo durasinya dua jam, setelah nonton ya sudah nggak akan ditonton lagi karena sudah tahu isi filmnya apa. Sedangkan instagram menjadi candu, bakal buka lagi, lagi, dan lagi.

Saya uninstall instagram dan lebih aktif di twitter yang penggunaanya baik buat saya sebagai orang yang mencari hiburan sekaligus informasi dunia blog.
Menilik cerita di atas, orang yang menggunakan instagram akan berdalih "Yang penting bahagia cuy!"

Dan kalau bahagiamu itu bikin kau tidur cukup gara-gara instagram, saya kasih selamat sambil tepuk tangan yang kenceng.

Pok! Pok! Pok!

Tapi kalau bahagiamu belum penuh, saya mau share sedikit isi buku keren yang ditulis oleh kepala sekolah SMA Muhammadiyah di Sumenep dengan tajuk Nikmatnya Bersyukur: Merajut Gaya Hidup Penuh Bahagia.

Buku ini bakal menuturkan mengenai cara-cara bersyukur dalam rangka menjadi bahagia dengan sumber-sumber dari Al-Quran dan hadits. Menurut Al-Ghazali ada tiga cara manusia menunjukkan cara bersyukur. Pertama, bersyukur dengan hati. Kedua, bersyukur dengan lisan. Ketiga, bersyukur dengan anggota badan. Lebih jelasnya mending baca langsung bukunya.

Pendapat mengenai bersyukur adalah persepsi cara pandang, sangat menarik dipahami. Mungkin ketidakbahagiaan kita saat ini karena tidak bersyukur akibat cara pandang yang keliru. Misalkan kita sudah punya mobil, masih saja gelisah setiap melihat mobil yang lain lebih bagus dan lebih mahal. Yang sudah punya motor masih gelisah karena kepikiran ingin punya mobil. Padahal hati bakal tentram sentosa kalau kita merubah cara pandang dengan tidak melihat ke atas untuk membandingkan. Cobalah melihat ke bawah saja. InsyaAllah kita akan paham bahwa Allah sudah memberikan lebih banyak kepada kita dibandingkan yang dimiliki oleh mereka yang ada di bawah kita. Dari sini kita akan merasa sangat bersyukur.

Pada akhir bab buku ini menjadi penutup yang benar-benar keren karena membuka amalan yang ringan namun berfaedah sangat besar. Sekaligus mengingatkan buat kita yang kalau habis salat langsung beranjak. Sebab kata Rasulullah membaca Alhamdulillah, Subhanallah, dan Allahuakbar sebanyak 33 kali memberikan banyak manfaat.

Kata Alhamdulillah, segala puji milik Allah, memiliki ajakan kepada kita untuk bersyukur dalam segala keadaan. Kata Subhanallah, Maha Suci Allah, memiliki ajakan kita sebuah kesadaran Allah itu suci dan manusia adalah tempat salah sehingga perlu sekali bagi kita untuk ringan menjadi orang yang pemaaf. Kata Allahuakbar, Allah Maha Besar, mengingatkan kita untuk tidak membesar-besarkan hal kecil dan tidak membesar-besarkan urusan dunia selain untuk urusan Allah.

Konsep bersyukur yang disampaikan dalam buku ini akan membuat kita menjadi pribadi yang taat, bersabar, pemaaf, dermawan, dan tentu saja jadi orang bahagia. Sebab ujung usaha keras manusia di dunia adalah kebahagiaan dunia sekaligus kebahagiaan akhirat.

Mei 08, 2018

[Resensi] Teka-Teki Robeknya Baju Pangeran Oskar - Dyah Umi Purnama


Judul: Teka-Teki Robeknya Baju Pangeran Oskar
Penulis: Dyah Umi Purnama
Penerbit: Penerbit Bhuana Sastra
Terbit: 2018
Tebal: i + 81 halaman
Nilai: 3/5

Novel Teka-Teki Robeknya Baju Pangeran Oskar termasuk salah satu novel anak. Ceritanya seperti dongeng. Terutama tentang latarnya yaitu di sebuah desa yang dinaungi kerajaan Glomenia.

Kisahnya, pada suatu hari Pak Jame mendapati baju untuk Pangeran Oskar yang dipesan kerajaan sudah dalam keadaan robek. Pak Jame yang baru saja pulang dari pasar panik dan dugaan pertama mengenai pelakunya tentu saja tertuju kepada anak laki-lakinya, Tommy. Apalagi sebelum baju itu selesai dijahit, Tommy sempat menginginkan untuk mencoba baju tersebut namun dilarang oleh Pak Jame.

Tommy menyanggah dugaan ayahnya dan dugaannya justru menunjuk kepada sahabat perempuannya, sekaligus anak dari tetangganya, Sally. Bukan tanpa alasan, Sally pernah ditolak oleh Pangeran Oskar untuk mencicipi kue dadar gulung buatannya. Dan Sally masih kesal kepada Pangeran Oskar.

Sally jadi marah dituduh demikian dan dia sendiri punya dugaan lain soal pelaku yang merobek baju pangeran yaitu Memo, kucing peliharaannya.
Selain dugaan kepada Tommy, Pak Jame menaruh curiga kepada tetangganya, Pak Ale. Dia adalah penjahit juga. Hanya saja hasil jahitan Pak Ale kurang bagus sehingga pesanan jahitannya sedikit jika dibandingkan pesanan jahitan Pak Jame.

Masalah tambah pelik ketika Pak Jame berniat memperbaiki sobekan pada baju itu, dibutuhkan benang emas yang mesti dibeli seharga 20 keping emas. Ia pun terpaksa menggadaikan rumahnya kepada Pak Goldin hingga pada saat sebelum jatuh tempo, Pak Jame dan Tommy harus meninggalkan rumah, orang-orang Pak Goldin datang mengusir.

Lalu, sebenarnya siapa pelaku yang tega merobek baju pangeran Oskar?

Kisahnya sederhana dan memang begitulah ciri khas cerita-cerita yang ditujukan kepada anak-anak dalam rangka menanamkan nilai-nilai budi luhur. Mbak Dyah selaku penulis sudah berusaha menggabungkan cerita masa lalu dengan masa kini. Terasa sekali dari latar kerajaan yang disandingkan dengan nama karakter yang rasanya sudah modern. Misalkan nama Tommy dan Sally.

Penulis juga berhasil menjaga teka-teki pelaku hingga akhir kisah. Dugaan-dugaan setiap tokoh yang membuat pola menyambung antara satu ke yang lain, membuat bingung menentukan alibi siapa yang benar dan siapa yang sebenarnya bersalah.

Nilai budi luhur yang ingin disampaikan dalam novel Teka-Teki Robeknya Baju Pangeran Oskar adalah hati-hati dalam berprasangka dan berbuat baiklah kepada siapa saja.
Pesan pertama, hati-hati dalam berprasangka, ditunjukkan oleh beberapa karakter yang tidak serta merta terang-terangan mengatakan si anu sebagai biang masalah. Pak Jame bahkan tidak menghakimi anaknya dan tetangganya secara frontal atas dugaannya. Kalau sampai itu terjadi, masalah lebih besar akan menanti. Ini terjadi kepada Tommy yang menuduh Sally. Efeknya persahabatan mereka menjadi renggang.

Pesan kedua, berbuat baiklah kepada siapa saja juga diajarkan oleh Pak Jame. Dia sosok yang berhati mulia dengan tidak membiarkan pihak kerajaan menghukum Pak Goldin yang sudah mencuranginya. Juga memberikan kesempatan kepada Pak Jenggo, orang-orang yang mengusir dari rumahnya sendiri, untuk tetap tinggal sampai mereka menemukan tempat tinggal yang baru. Yang paling mengharukan, Pak Jame mau berbagi rezeki atas pesanan jahitan dari kerajaan dengan Pak Ale, sekaligus dalam rangka mengajarinya menjahit yang bagus.

Keseluruhannya, buku ini sangat layak dibaca oleh anak-anak dalam rangka membangun akhlak baik atau dibacakan oleh orangtua kepada anak-anak dengan tujuan lainnya, menciptakan waktu berharga bersama keluarga.