Galaunya Blogger

Akhir-akhir ini gue lagi males ngapa-ngapain. Banyak sekali hal yang gagal gue lakuin lantaran males gerak ini.


Pertama, sumpah gue adalah penyuka buku sekaligus pembaca buku aktif. Tapi itu dulu. Dulu banget. Kegiatan ini mulai berangsur-angsur gue tinggalin. Ada beberapa novel yang kemudian tidak gue baca dan tidak gue lanjutkan. Rasanya males aja. Sebab kalo baca buku harus pada kondisi kondusif. Contohnya, ruangan harus sepi. Kalo pun ada musik harus yang slow. Badan harus seger. Diutamakan habis mandi. Sebab kalo badan lengket berkeringat, konsentrasi gue susah fokus dan cerita bacaan susah dipahami.

Pengalih kesukaan gue pada buku tergeser sama satu aplikasi yaitu wattpad. Di aplikasi ini gue banyak menemukan cerita dari berbagai genre. Meskipun tulisan mereka bukan dari penulis ternama. Tapi untuk beberapa cerita memang sepadan kok dengan karya penulis yang kita kenal sekarang.

Yang membuat wattpad unggul dari pada buku, aplikasi ini memuat bab cerita dengan tidak terlalu panjang. Gue bisa kapan aja baca di wattpad. Pokoknya praktis.

Kedua, gue juga males memposting artikel di blog. Padahal sudah ada tiga artikel draft yang belum gue lanjutkan proses penulisannya. Ini seluruhnya salah gue. Gue selalu kehabisan minat untuk melanjutkan tulisan yang rata-rata sudah setengah jadi. Selain males ngelanjutin, gue juga selalu berkonsep artikel yang gue buat harus selalu ada gambarnya. Ini super bingung. Kenapa?

Gue adalah blogger yang mengandalkan hape Samsung Ace 4 sebagai senjata utama. Yap, gue enggak punya laptop. Dan gue mengetik artikel di layar hape sebesar 4 inc. Kalo pun gue ngotak-ngatik artikel biar bagus itu gue lakuin di PC kantor. Nah karena fasilitas internet yang terbatas, gue enggak bisa mengandalkan kesempatan itu. So, mulai sekarang gue enggak memaksakan diri untuk selalu menyisipkan gambar di setiap artikel yang gue buat. Yang paling penting isi tulisannya bukan?

Ketiga, gue juga lagi galau soal kelamin tulisan. Hah, MAKSUD LOE? Iya, enggak salah bukan kalo gue menyebut genre tulisan dengan sebutan kelamin? Perihal ini yang akhir-akhir ini lumayan membebani. Soalnya setiap kali gue baca blognya tetangga, mereka tuh pinter-pinter bikin tulisan. Ada yang dewasa, ada yang super kocak, ada juga yang nyastra banget. Kadang iri sama tulisan mereka. Namun gue sadar banget kalo tulisan baik itu selain karena faktor latihan juga karena jam terbang. Gue kan kalo nulis semaunya aja. Kapan ada keinginan, di situ gue nulis. Nah, sekarang jelaskan kenapa tulisan gue kelihatan enggak berkembang.

Pengen banget bisa nulis kayak blogger lain yang bisa membuat tulisan dari tema sederhana menjadi satu sajian bacaan yang asyik. Gue mah kadang masih banyak milih tema buat ditulis. Dan akhirnya apa yang gue tulis kelewat sangat padat dan serius. Kalian bisa tau sendiri efek membaca bacaan yang ringan dan serius macam apa

Keempat, gue juga ngerasa kurang banget liburan. Terakhir jalan-jalan yang jauh itu ke kolam renang Hegar. Itu kalo gak salah sekitar dua mingguan yang lalu. Dan gue pengen menjadi petualang sebelum akhirnya gue menikah. Gue pengen nikmatin masa perjalanan yang bakal merubah karakter gue. Insya Allah ke depannya gue akan lebih sering melakukan perjalanan untuk memuaskan diri akan tempat baru.

Kayaknya udah dulu tulisan gue saat ini. Keempat hal barusan merupakan keresahan batin gue akan hari-hari yang selama ini gue lalui. Gue selalu berharap bisa mempraktekkan pepatah yang bilang, "Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin."

Setiap hari kayaknya harus selalu membuat hari-hari gue menjadi sangat mengejutkan. Ah, gue udah terlalu tua untuk menunda kenikmatan masa muda akan pengalaman yang super bikin deg-degan. Ini pilihan yang gue pegang. Bukan masanya galau sama perasaan dan mental kali ini harus prioritas pada empati.

Setiap orang bisa simpati tapi tidak semua orang bisa empati...

[Resensi] Pulang - Tere Liye


Judul: Pulang
Penulis: Tere Liye
Editor: Triana Rahmawati
Penerbit: Penerbit Republika
Cetakan: II, Oktober 2015
Tebal: iv + 400 hlm.
ISBN: 9786020822129
Harga: 65.000

Ada yang belum kenal Tere Liye?

Gue juga belum kenal sosok beliau. Tau namanya aja dari karya beliau; novel-novel yang inspiratif. Setelah browsing sana-sini, gue pun sedikit tahu tentang penulis handal ini. Tere Liye berasal dari Sumatera Selatan. Lahir tanggal 21 Mei 1979, tahun 2015 ini berarti berusia 36 tahun. Status; menikah dengan Ny. Riski Amelia dan sudah dikaruniai seorang anak bernama Abdullah Pasai. Ia lulusan Fakultas Ekonomi UI Jurusan Akuntansi. Singkat aja ya. Habis susah nyari informasi pribadi beliau di dunia maya.

Tere Liye tergolong penulis produktif. Sampai gue menulis artikel ini, sudah ada 23 judul buku yang beliau lahirkan.

1 Rembulan Tenggelam di Wajahmu, 2 Bidadari-Bidadari Surga, 3 Moga Bunda Disayang Allah, 4 Hafalan Salat Delisa, 5 Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, 6 Ayahku (Bukan) Pembohong, 7 Kisah Sang Penandai, 8 Sunset Bersama Rosie, 9 Kau, Aku dan Sepucuk Angpao Merah, 10 Berjuta Rasanya, 11 Negeri Para Bedebah, 12 Sepotong Hati yang Baru, 13 Negeri di Ujung Tanduk, 14 Burlian, 15 Pukat, 16 Eliana, 17 Amelia, 18 Bumi, 19 Dikatakan atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta, 20 Rindu, 21 Bulan, 22 #AboutLove, 23 Pulang

Dari 23 novel tersebut gue sudah membaca beberapa judulnya. Kode 2, 4, 5, 9, 10, 14, 20, 23. Total ada 8 novel dan bagi gue membaca novel-novel tersebut tidak percuma. Lantaran novel-novel Tere Liye memiliki pesan moral yang mengena dan membangun. Kalau tidak percaya, gue secara pribadi merekomendasikan judul-judul di atas dan silakan nikmati perenungannya.

PULANG.
Novel terbaru Tere Liye yang gue baca. Bukan percintaan (romance) meski sedikit memasukan unsur cinta. Cinta dalam Pulang lebih besar dari hubungan pria wanita. Cinta yang dikemas menjadi hubungan keluarga (ayah-ibu-anak), hubungan persahabatan, hubungan bisnis. Latar belakang yang digunakan di novel ini sangat berbeda dengan novel-novel Tere Liye sebelumnya. Dunia Mafia.

Benar sekali, Pulang ini berkisah tentang seorang anak bernama Agam, yang lebih dikenal dengan nama Bujang, yang suatu hari dijemput oleh Tauke Besar Keluarga Tong. Bapak (Samad) dan Mamak (Midah)nya sempat berdebat mengenai penjemputan Bujang. Mamaknya tahu akan menjadi apa Bujang setelah meninggalkan kampung; jadi Tukang Pukul, sehingga ia berat melepaskan anak satu-satunya itu.

“Mamak tahu kau akan menjadi apa di kota sana… Mamak tahu… Tapi, apa pun yang akan kau lakukan di sana, berjanjilah Bujang, kau tidak akan makan daging babi atau daging anjing. Kau akan menjaga perutmu dari makanan haram dan kotor. Kau juga tidak akan menyentuh tuak dan segala minuman haram.” (Pulang, hal 24)

tau·ke /tauké/ n 1 majikan (yg mempunyai perusahaan dsb); 2 cak bas (kepala pekerja dsb)

Bujang dibawa ke markas besar. Disana ia dijadikan anak angkat oleh Tauke Besar. Pada awalnya Bujang tidak dilatih menjadi tukang pukul. Ia justru diajari banyak ilmu, ia diminta belajar. Lingkungan tukang pukul membuat tugas belajar menjadi sangat tidak nyaman dan kerap Bujang menjadi bahan olok-olokan. Ia pernah meminta untuk diajari latihan tukang pukul tapi selalu ditolak oleh Tauke Besar. Hingga Kopong, salah satu kepala tukang pukul, meminta langsung pada Tauke Besar agar bisa melatih Bujang pada malam harinya dan kali ini disetujui dengan syarat Bujang harus memiliki nilai bagus di setiap pelajaran.

Perkembangan Bujang di Keluarga Tong sangat pesat. Selain menjadi tukang pukul handal, dia juga meraih gelar sarjananya. Sebagai anak angkat dan berkat kemampuannya yang menonjol, Bujang menjadi tukang eksekusi untuk hal besar dan penting dalam kegiatan Keluarga Tong untuk membesarkan nama dan area kekuasaan.

Shadow economy disebut-sebut menjadi usaha yang dilakukan Keluarga Tong. Shadow economy pengertiannya adalah semua aktivitas yang berkontribusi terhadap Produk Nasional Bruto maupun Produk Domestik Bruto tetapi aktivitas tersebut sama sekali tidak terdaftar (Fiedrich Schneider dan Dominik H. Enste dalam Tobing, 2014).

Ada 4 aktivitas yang dilakukan kategori Shadow economy :

1. Produksi bawah tanah (underground production); yaitu aktivitas produktif yang bersifat legal, tetapi sengaja disembunyikan dari otoritas publik dengan tujuan mengelak dari pajak dan peraturan lainnya

2. Produksi ilegal (illegal production); yaitu aktivitas produktif yang menghasilkan barang dan jasa yang dilarang oleh hukum

3. Produksi sektor informal (informal sector production); aktivitas produktif yang legal yang menghasilkan barang dan jasa dalam skala produksi kecil yang umumnya dilakukan oleh usaha rumah tangga yang tidak berbadan hukum

4. Produksi rumah tangga untuk dipergunakan sendiri (production of households for own final use)

Dan di Pulang ini, kegiatan yang dilakukan Keluarga Tong adalah tindakan penyelundupan tanpa melalui Bea Cukai. Aktivitas ini dilakukan pada mulanya. Namun berjalannya waktu, kegiatan itu berubah menjadi aktivitas pencucian uang, perdagangan senjata, transportasi, minyak bumi, valas, pasar modal, retail, teknologi mutakhir, hingga penemuan dunia medis yang tidak ternilai (Pulang, hal 30).

Pulang sangat pekat dengan deskripsi mengenai kegiatan mafia. Diceritakan beberapa konflik mafia dalam perebutan teritorial yang melibatkan beberapa keluarga hingga menimbulkan perang besar melalui penyerbuan yang bisa merenggut banyak nyawa tukang pukul.

Meskipun dunia mafia dikisahkan sangat dekat dengan Bujang, Tere Liye meramu pesan moral yang kemudian disisipkan dengan sangat apik di dalam ceritanya. Judul Pulang sendiri di sini terkait dengan proses kesadaran Bujang akan hakikat hidupnya yang gelap. Suara Adzan, luka hidup, kehilangan orang-orang tercinta, rasa benci, semua menjadi alasan yang membantu Bujang melalui jalan panjang hingga akhirnya ia tiba di titik baru; Pulang kepada Tuhan.

“… .Peluk erat-erat. Dekap seluruh kebencian itu. Hanya itu cara agar hatimu damai, Nak. Semua pertanyaan, semua keraguan, semua kecemasan, semua kenangan masa lalu, peluklah mereka erat-erat….” (Pulang, hal. 339)
Karena Pulang mengambil tema mafia, maka tidak heran sepanjang cerita akan ditemui paragraph-paragraf yang menggambarkan perkelahian dengan tangan kosong, benda tajam atau pun senjata api. Ada satu ritual yang dilakukan dalam Keluarga Tong untuk menjadikan kepala tukang pukul yang disebut Amok. Ini merupakan awal perkenalan Bujang dengan perkelahian sebagai tukang pukul. (Pulang, hal. 77-86)

Amuk berasal dari bahasa Melayu, (bahasa Inggris: Amok pengucapan bahasa Inggris: [/əˈmɒk/][3]) adalah perilaku di mana subjek pergi mengamuk dan membunuh orang-orang sebanyak ia dapat sampai ia sendiri terbunuh atau melakukan bunuh diri (dari wikipedia).

Salah satu adegan menarik ketika Bujang membunuh Ketua Keluarga Lin merupakan adegan yang menunjukan perkelahian dengan senjata tajam. Senjata yang digunakan Bujang adalah kartu nama yang disisipi logam titanium. Menggunakan prinsip shuriken, kartu nama tadi sangat ampuh menebas leher Ketua Keluarga Lin. (Pulang, hal.123 & hal. 135)

Tokoh yang dimasukan dalam cerita Pulang ini sangat berkarakter. Bujang sebagai tokoh utama dilukiskan sosok pria cerdas dan sangat berani. Kopong yang merupakan kepala tukang pukul digambarkan sangar namun berhati baik. Ia sangat menyayangi Bujang lantaran mengingat kebaikan Samad, bapaknya Bujang. Basyir, teman dekat Bujang, sangat berprinsip sebagai keturunan suku Bedouin. Takue Besar yang merupakan pucuk Keluarga Tong, selain cerdas juga sangat bijaksana. Pokoknya masih banyak tokoh lainnya yang memiliki karakter menarik. Sebut saja guru-guru Bujang; Guru Bushi, Salonga, dan Frans.

Suku Badui atau Badawi (بدوي) atau Bedouin adalah sebuah suku pengembara yang ada di Jazirah Arab. Sebagaimana suku-suku pengembara lainnya, suku Badui berpindah dari satu tempat ke tempat lain sembari menggembalakan kambing.

Suku Badui merupakan salah satu dari suku asli di Arab. Perawakan suku Badui yang khas menyebabkan suku ini dapat langsung dikenali. Perawakannya sebagaimana ditulis dalam buku-buku sejarah Arab: suku ini berperawakan tinggi, dengan hidung mancung. Lain halnya dengan suku pendatang yang ada di Arab, suku Badui tetap mempertahankan budaya dan cara hidup mengembara. (dari wikipedia)

Menjelang ke bagian akhir novel, pembaca akan dikejutkan oleh adegan perang antar keluarga, yang sulit dikatakan. Gue sendiri merasa tidak ikhlas ada pengkhianatan sebesar itu. Harus diingat, teman tetaplah teman. Hati manusia siapa bisa selami. Hari ini bilang A, besok bisa bilang Z.

Secara keseluruhan gue suka banget sama novel ini. Rating 4,5 dari 5. Pas untuk pembaca yang suka cerita action.