Resensi Novel Home Sweet Loan - Almira Bastari




Judul:
Home Sweet Loan

Penulis: Almira Bastari

Desain sampul: Orkha Creative

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Februari 2022, cetakan kedua

Tebal: 312 hlm.

ISBN: 9786020658049

Tag: novel, generasi sendwich, keluarga, drama, persahabatan, romansa, metropop




Sejak novel ini banyak dibicarakan orang-orang karena difilmkan, saya pun jadi tertarik untuk segera baca. Niat saya cuma satu, pengen tahu bagaimana perjuangan Kaluna membeli rumah saat gajinya enggak seberapa. Kayaknya bakal relate banget dengan kasus saya sendiri, umur sudah enggak muda, gaji enggak gede-gede banget, tapi pengen punya rumah. Akhirnya saya langsung beli novelnya dan langsung disikat baca.

Novel ini menghadirkan empat tokoh yang sahabatan dan sekerjaan; Kaluna, Miya, Thanis, dan Danan. Walau banyak tokohnya, sudut pandang diambil dari Kaluna saja. Garis besar kisahnya soal jatuh bangun keempatnya mencari rumah impian

Kaluna sebagai tokoh utama punya masalah berat banget. Umur sudah kepala tiga, punya pacar dari keluarga berada tapi dia yang dari keluarga biasa akhirnya punya gap dengan keluarga besar, dan dia tinggal di rumah orang tua bareng dengan dua keluarga kakaknya yang masing-masing sudah punya anak satu; Kak Kamala dan Kak Kanendra.

Masalah domestik ini yang bikin saya bersimpati. Balik kerja sudah capek, datang ke rumah melihat kondisi rumah yang berantakan. Belum lagi ketemu hal sepele yang harusnya dingertiin kedua kakaknya tapi mereka cuek. Misalnya, alat makan kotor yang harusnya sudah dicuci tapi masih numpuk di dapur atau ember di kamar mandi yang dipakai tanpa dibalikin siap pakai. Belum lagi kamarnya harus digusur ke kamar pembantu demi dijadikan kamar buat keponakannya. Perihal lemari bekas yang rencananya mau dijual malah diambil kakak iparnya. Kaluna pun mung bisa sabar menahan nyeri di hati.

Ditambah punya ibu yang apa-apa selalu menyuruhnya mengerti kebutuhan kakaknya yang sudah menikah. Sumpah, siapa pun yang jadi Kaluna pasti makan hati tiap hari. Ini yang bikin Kaluna mati-matian hidup sederhana demi bisa menabung buat beli rumah agar bisa segera kabur. Ia sudah sangat sumpek dan muak dengan situasi dan kondisi di rumah.

Sementara ketiga temannya punya masalah yang memang tidak digali mendalam kecuali bagian mereka yang ikut berjuang mencari rumah impian. Thanis masalahnya dengan mertua yang ikut campur keluarga kecilnya. Miya yang punya impian jadi orang terkenal dan manajemen uangnya tidak terkontrol. Dan Danan sebagai pria, hanya berkutat mau mencari pasangan yang bisa membawanya ke kehidupan yang lebih baik.

Konflik gedenya muncul saat Kak Kanendra ceroboh memaksakan diri beli tanah yang ternyata sertifikatnya ganda. Uangnya dari pinjaman Bapak dan pinjaman online. Kaluna mau tidak mau harus terlibat untuk menyelesaikan masalah ini. Ini yang bikin dia merasa sudah capek lahir batin. Dia kerja sudah bertahun-tahun, nabung buat beli rumah sampai hidup hemat, tapi ujung-ujungnya harus dihabiskan untuk masalah keluarga. Fuck lah!

***


Saya suka dengan pesan yang dibawa novel ini: menabung dan hidup sederhana. Karena memang kita hidup bukan hanya sekarang, tapi sampai nanti kita tua. Kalau tidak direncanakan dengan baik, keuangan kita di masa depan malah berantakan. Tujuan agar hidup tua bahagia malah berubah jadi masa tua yang sengsara. Dan ceritanya kekinian juga, saat banyak anak muda sibuk flexing, novel ini jadi pengingat kalau PR kita yang muda-muda masih banyak lho soal perduitan.

Banyak contoh pengelolaan uang yang disajikan seperti melakukan budgeting dengan worksheet, menimbang antara kebutuhan dan keinginan sebelum belanja, dan beberapa trik hemat ala Kaluna salah satunya jarang jajan dengan bawa bekal.

Saya juga suka dengan cerita romansa yang disajikan. Terutama ketika Kaluna tegas kalau hubungannya dengan Mas Hansa tidak akan maju kemana-kemana dan akhirnya memutuskan untuk berhenti. Enggak kebayang gimana susahnya menyejajarkan standar hidup kita dengan orang yang kita sayangi, padahal gap-nya kelewat lebar.

Dan yang bikin gemas ya si Danan ini. Pria matang yang masalah hidupnya lebih sedikit dibandingkan masalah Kaluna, dan sudah memutuskan pilihan bakal berlabuh kemana, tapi masih nunggu momen yang pas. Dan bener juga, umur enggak menentukan seseorang sudah dewasa. Dan pria nggak bisa dipaksa dewasa kecuali atas kesadarannya. Untungnya Danan mau berubah.

Persahabatan keempatnya pun menarik karena masing-masing membawa masalah sendiri-sendiri. Hubungan mereka bukan sekadar teman yang hanya untuk haha-hihi, tapi mereka bisa sharing soal kehidupan. Jadi ketika senang bisa bareng-bareng merayakan dan ketiga galau bisa punya teman mengadu.

Di novel ini ada bagian yang bikin saya nangis yaitu pas Kaluna di telepon Kak Kamala. Kakaknya minta maaf dan bilang kalau Ibunya selalu memasak makanan kesukaan Kaluna tapi beliau segan menyuruh Kaluna pulang ke rumah. Sumpah, dramanya nonjok hati banget :(

Kesimpulannya, saya suka dengan cerita di novel ini. Relate, mengena, dan bikin mikir, "Kayaknya sudah waktunya berbenah sebelum semuanya terlambat." Dan jangan sampai duit yang mengendalikan kita tapi kita yang harus mengendalikan duit. Satu lagi, ayo berjuang lebih keras biar punya rumah.

Sekian ulasan saya untuk novel Home Sweet Loan ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa baca buku!

Resensi Novel The Jolly Psychopath - Ki Yoonseul

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]



Judul:
The Jolly Psychopath

Penulis: Ki Yoonseul

Penerjemah: Dewi Ayu Ambar Rani

Desain sampul: Fahrul Kesampulan

Penerbit: Baca

Terbit: Juli 2024, cetakan pertama

Tebal: 296 hlm.

ISBN: 9786238371266

Tag: psikopat, thriller, keluarga, pembunuhan, literasi korea



Karena di sampul novel ini ada menyebut psikopat, saya makin tertarik untuk segera membaca isinya. Ditambah kali terakhir membaca novel yang ada pembunuhan ya di novel 1Q84 karya Haruki Murakami. Dan saat memulainya, saya berekspektasi akan menemukan kisah pembunuhan yang mengerikan.

Novel ini menceritakan remaja laki-laki bernama Yongin, berusia 15 tahun, dan dia baru mendapatkan orang tua asuh sejak ia dititipkan ibunya di panti asuhan saat usianya baru 6 tahun. Pasangan suami istri, Pak Yoon Jangpal dan Bu Namgoong, memilih Yongin dengan tujuan menjadikannya teman untuk putrinya Dongju, yang dikenal sebagai psikopat.

Suatu hari tetangga mereka, Pak Kim, ditemukan meninggal di rumahnya. Dia dibunuh dengan cara dijerat pada lehernya. Hasil penyelidikan polisi menunjuk Kak Dongju sebagai pelakunya. Bukti yang ditemukan adalah jejak sepatu Kak Dongju.

Hidup dengan psikopat tidak tenang dan Kak Dongju yang akhirnya dipenjara justru membuat Yongin kebingungan antara senang karena bebas dari tekanan Kak Dongju dan sedih karena musibah ini membuat orang tua angkatnya kehilangan gairah hidup. Yongin juga merasa bersalah sebab jejak sepatu di rumah Pak Kim adalah ulahnya.

Keadaan tidak memberi pilihan bagi Yongin selain memenuhi permintaan Kak Dongju untuk menyelidiki pembunuh sebenarnya. Sebab pada malam itu, Kak Dongju tidak melakukan pembunuhan itu, ia justru sedang menyantap daging sapi panggang bersama Bu Yangsun.

Dalam proses penyelidikan itu, Yongin dibantu oleh Paman Song Romyeon, yang merupakan putra kedua dari Nenek Toserba Manmul, sekaligus mantan kawan dari Detektif Wang Gojin, detektif yang menangani kasus Kak Dongju. Yongin harus menelan amarah saat ia ingin mengirimkan surat permintaan peninjauan ulang kasus Kang Dongju dengan dibantu oleh Pak Romyeon, justru Pak Romyeon mengkhianatinya. Pak Romyeon yang tidak akur dengan Detektif Wang Gojin, pada hari itu mereka justru sedang asik bermain Go-Stop.

Yongin akhirnya mengajukan peninjuan ulang kasus Kak Dongju tanpa dibantu siapa pun. Itu berhasil, Kak Dongju dibebaskan. Dan mereka berdua akhirnya bekerja sama memecahkan kasus kematian Pak Kim.

***


Lumayan susah menebak pembunuh aslinya. Apalagi saya sempat terkecoh dengan informasi awal kalau Dongju adalah psikopat dan sejak awal saya sudah menaruh curiga. Hanya tinggal mencari tahu bagaimana Dongju melakukan pembunuhan itu. Namun prasangka saya keliru, misterinya tidak selurus itu.

Penulis mengupas semua misteri kasus Pak Kim secara pelan-pelan. Latar belakang setiap karakter dibeberkan dan itu penting diungkapkan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi hingga Pak Kim dibunuh. Masa lalu Dongju yang tinggal dengan pembunuh berantai saat ia masih kanak-kanak. Awal mula orang tua Dongju terikat hutang dengan Pak Kim. Cerita lengkap hubungan Paman Romyeon dan Detektif Wang Gojin dari yang awalnya dekat hingga berubah renggang.

Saya suka dengan perubahan sikap Yongin dan Kak Dongju setelah keduanya bahu membahu menyingkap rahasia pada kasus Pak Kim. Pada akhirnya mereka bisa melihat nilai baik dalam diri masing-masing dan itu sangat mengharukan. Saya juga suka dengan novel ini diakhiri, benar-benar menghangatkan hati.

Di sisi lain misteri pembunuhan, novel ini juga menyinggung soal hubungan orang tua dan anak. Tema yang pasti relate dengan banyak pembaca. Poin utamanya menunjukkan kalau cinta orang tua kepada anak itu sepanjang zaman. Orang tua Dongju tetap menyayangi anaknya meski dikenal di masyarakat sebagai psikopat. Nenek Toserba Manmul yang rela menyembunyikan fakta demi anaknya tidak terusik. Ibu Yongin tetap datang menjemput walau mereka sudah berpisah 9 tahunan.

Sepanjang membaca novel ini, kita akan menemukan gambar belalang sembah, di sampul dan di halaman isinya. Ini simbol untuk psikopat, dimana karakter psikopat hanya memangsa korban yang lebih lemah. Belalang sembah pun demikian, hidup dengan memangsa serangga lain yang lebih lemah dari dirinya.

"... Untuk memelihara belalang sembah, kamu perlu memberinya umpan berupa serangga lain. Meskipun sama-sama serangga, belalang sembah memerlukan serangga lebih kecil sebagai mangsanya...." (hal. 51)

Dalam setiap bacaan fiksi sekalipun, pasti ada hikmah yang bisa dipelajari. Dalam novel ini saya diingatkan kembali untuk tidak mudah menilai orang lain, lebih terlarang lagi jika penilaian kita buruk kepada orang lain. Seperti yang dilakukan Yongin kepada Kak Dongju, menilai buruk di awal, tapi sebenarnya Kak Dongju tidak semenakutkan itu walau dia psikopat.

Kekurangan novel ini ada pada bagian akhir cerita, saya merasa pembongkaran misteri yang sudah dibangun disampaikan dengan tidak menarik sebab dibuat dalam rangkuman yang disampaikan oleh salah satu tokoh di sini. Bahkan beberapa kali saya membaca pengulangan narasi yang isinya misteri dalam kasusnya. Terkesan dibikin cepat oleh penulisnya dan itu membuat perhatian saya mendadak turun signifikan karena harapan saya pembongkaran misterinya dilakukan di momen paling penting, misal saat persidangan pelakunya.

Kesimpulannya, novel The Jolly Psychopath ini menarik dibaca dan bikin kita menebak-nebak pada kasus pembunuhan Pak Kim. Alur yang penuh misteri dan pendalaman cerita yang memuaskan saya. 

Sekian ulasan saya untuk novel ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku ya!


Resensi Buku Tanpa Rencana - Dee Lestari

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul:
Tanpa Rencana

Penulis: Dee Lestari

Penyunting: Ardhias Nauvaly

Desain sampul: Fahmi Ilmansyah

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: November 2024, cetakan pertama

Tebal: xii + 208 hlm.

ISBN: 9786231864352


Sebuah cerita akan mengesankan jika di dalamnya mengandung 'sesuatu' yang baru bagi pembacanya. Dan itu yang selalu disajikan oleh Dee Lestari dalam karya-karyanya. Alasan ini juga yang membuat saya memutuskan untuk segera punya buku Tanpa Rencana ini.

Buku ini bukan novel melainkan kumpulan cerita. Ada 18 judul yang isinya berupa cerpen dan prosa. Beberapa tulisan benar-benar memuaskan saya akan 'sesuatu' itu. 

Dalam cerita pembuka Asam Garam kita akan diajak mencicipi garam hitam yang dihasilkan dari mata air asin di Gunung Mili, Papua. Aneh, garam dibuat dari laut tetapi khusus yang ini justru dibuat di ketinggian gunung. Dan yang menakjubkan, bagi siapa pun yang mencicipi garam ini, akan dibuat menangis dengan sendirinya. Ini dialami Gaspar, seorang wartawan, sebagai tokoh utama setelah ikut Pak Rian, selaku pemilik Kedai Asam Garam, melakukan ritual di depan mata air asin tersebut.

"Berapa banyak kehilangan yang sudah kamu alami, Gaspar?" (hal. 19). Kuncinya ini, kehilangan, dan garam hitam jadi perekam kenangan itu. 



Bagi yang kangen dengan tokoh-tokoh di series Supernova, Dee memunculkan mereka di cerita The Supernova Lounge. Mereka kumpul sedang reuni. Ada tamu istimewa pula, Jati Wesi, tokoh dari buku berbeda tapi diundang hadir di tengah-tengahnya. Yang patut ditunggu, dari obrolan mereka dengan Dee sendiri, bakal ada buku baru dari mereka lagi. Tapi yang paling dekat bakal terbit adalah buku kedua dari Aroma Karsa, begitu kodenya.

"Saya sudah memutuskan untuk mengerjakan judul yang lain dulu. Saya harus menyelesaikan arc Jati Wesi dan Tanaya Suma." (hal. 48).


Yang unik dari cerita Surat Cinta di Botol Kaca menceritakan dua sahabat; Fia dan Tinus, yang masih akrab padahal keduanya sudah umur lima puluhan. Fia sudah menyerah dengan asmaranya setelah bercerai dari Alfian dan ia mengandalkan keajaiban harapan kalau-kalau ia menemukan surat cinta yang disimpan dalam botol apa pun. Kini ia menjalani hari-hari dengan anak perempuanya bernama Lili yang sudah 22 tahun. Sedangkan Tinus sendiri masih gemar mencari pasangan lewat aplikasi dating walau hasilnya selalu gagal. 

Keakraban Fia dan Tinus justru menginspirasi Lili agar punya pasangan serasa sahabatan. "Kan, katanya jodoh terbaik itu sahabat kita sendiri." (hal. 90).

"Dua orang yang nggak bisa hidup tanpa satu sama lain," bisiknya di telingaku. "Itu lebih dari cukup." (hal. 96)

Hal menarik sekaligus cerita yang menghangatkan hati saya temukan di cerita Temu & Power Rangers. Pak Ramli punya anak perempuan bernama Selma yang suka sekali main dengan ayam jago yang dinamai Temu. Kehilangan Temu jadi momen awal bagaimana Pak Ramli lebih dimengerti Emak dan ia belajar sekecil apa pun kebaikan kepada orang lain pasti akan berbalik ke diri sendiri. 



Rupanya buku ini begitu personal ditulis oleh Dee. Tak heran ada juga tulisannya yang berupa ungkapan hati Dee sebagai penulis. Di Balik Papan Tik mengungkapkan bagaimana susahnya jadi penulis ketika ide tulisannya mentok.

Hari ini berbeda. Aku ingin kamu bicara. Jangan diam. Hari ini, aku begitu kosong tanpamu dan terdesak sehingga tak punya pilihan lain. Ketiadaanmu memaksaku untuk akhirnya bercerita tentangmu. Ide. (hal. 103)


Kesan saya setelah membaca buku kumpulan cerita Tanpa Rencana ini, saya masih menemukan 'sesuatu' itu dan menyenangkan bisa membaca cerita yang begitu singkat tapi bermakna. Keunggulan seorang Dee dan karyanya itu adalah setiap tulisannya bertutur dengan niat sehingga pembaca bukunya pasti menemukan 'sesuatu', padahal sebelumnya tidak sedang kehilangan.

Sekian ulasan singkat saya untuk buku Tanpa Rencana ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku ya!



Resensi Kumcer Sengkarut - Natsume Soseki, Edogawa Ranpo, Kajii Motojiro, Ogawa Mimei

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]



Judul:
Sengkarut

Penulis: Natsume Soseki, Edogawa Ranpo, Kajii Motojiro, Ogawa Mimei

Penerjemah: Asri Pratiwi Wulandari, Armania Bawon Kresnamurti, Mega Dian P.

Desain sampul: @sukutangan

Penerbit: Mai

Terbit: April 2021, cetakan kedua

Tebal: 100 hlm.

ISBN: 9786237351597


Melanjutkan membaca buku tipis dari Penerbit Mai, kali ini saya menjajal kumpulan cerita pendek dengan tajuk Sengkarut. Judul buku ini jika dicari artinya, saya hanya mendapatkan makna lain yaitu 'berjalinan'. Dan begitu selesai membaca semua cerpennya, saya masih tidak paham arti judul Sengkarut dengan keenam cerpennya.

Kovernya yang begitu artistik menyisipkan simbol-simbol yang ada di cerpen-cerpennya, seperti malaikat, pohon sakura, buah lemon, rumput dengan daun agak lebar, dan kursi. Dan latar belakang hitam pada kovernya seperti menegaskan jika semua cerpennya memiliki nuansa pilu dan sedih. 

*

Malaikat Permen Cokelat (Ogawa Mimei) menceritakan tentang sudut pandang gambar malaikat pada bungkus permen cokelat tentang perjalanannya dari mulai keluar dari pabrik di Tokyo hingga ia bisa kembali ke Tokyo setelah dititipkan lama di warung di daerah yang jauh. Saya melihatnya malaikat merekat di bungkus permen seperti tugas dan bakal tuntas kalau bungkusnya dibuang sehingga malaikat tadi bakal terbang naik ke langit. Perjalanan yang menarik sekaligus menantang sebab nasib beberapa permen cokelat harus berada di desa yang miskin. Otomatis permen tadi akan terlalu lama berada di toples karena tidak ada yang membelinya. Bayangkan saja sendiri ya bagaimana perasaan si malaikat itu.

Meski begitu, malaikat tak dapat terhindar dari perasan senang juga perasaan sedih selama berada di bumi sebelum jiwa mereka melayang jauh ke langit biru (hal. 6)

*


Cerita Lemon (Kajii Motojiro) membahas soal keresahan seseorang akibat keinginan yang tidak bisa dijangkau. Dan dia menemukan buah lemon di toko buah yang secara ajaib bisa meredakan keresahannya. Di cerita ini saya setuju dengan penggambaran bagaimana rasanya mempunyai keinginan tapi tidak tergapai dan mau tidak mau harus menekan perasaan itu yang seperti gumpalan di dada. 

Saat kita mengalami hal itu, pasti kita akan merasa tidak tenang. Melakukan ini tidak menyenangkan, melakukan itu juga tidak menyenangkan. Sekalipun kita melakukan hobi yang menurut kita akan menyenangkan, tapi biasanya itu tidak akan berhasil. Karena biasanya yang bisa meredakan keresahan tadi ya berupa dipenuhi keinginan itu. 

Yang menarik di cerita Lemon ini adalah karakternya yang doyan berkhayal. Secara enggak langsung seperti memberi pesan kalau kita harus berhati-hati dengan khayalan sebab jika terlalu ngawur akan jadi keinginan berupa obsesi yang jika dipelihara terus akan menggerus kebahagian kita dan melahirkan keresahan setiap waktu.

*

Pada cerita Rumput Racun (Edogawa Ranpo) ada sentilan soal orang tua yang memiliki banyak anak namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya. Digambarkan juga bagaimana peliknya jadi ibu yang memiliki anak banyak dan rentang umur tiap anaknya berdekatan.

Usiaku sudah tidak muda, aku harus menggendong bayiku yang baru lahir di depan dan bayiku yang berusia tiga tahun di punggung, lalu masih harus mencuci dan memasak. Sekarang saja suamiku sudah membentak-bentak setiap malam, mungkin dia akan membentak-bentak lebih keras lagi. Putriku yang berusia lima tahun akan semakin histeris (hal. 37).

Cerpen ini membahas dua sahabat yang pergi ke padang rumput lalu salah satunya bercerita mengenai rumput yang bisa dipergunakan untuk aborsi. Dan mereka menggibah soal istri tukang pos yang punya banyak anak, ditambah sekarang sudang hamil lagi, dan mengalami kerepotan setiap waktu. Saat mereka mau pulang karena sudah gelap, mereka menemukan istri tukang pos di belakang mereka. Gara-gara ini si tokoh utama risau dan yakin kalau istri tukang pos sudah mendengar obrolannya. Dan saat ia memastikan soal rumput itu, benar saja sudah terpotong.

*

Cerita Di Bawah Pohon Sakura (Kajii Motojiro) jadi cerpen paling singkat di buku ini. Ini membahas soal khayalan tokoh 'aku' yang membayangkan kalau di balik keindahan bunga sakura yang mekar sebenarnya dipupuk oleh mayat di bawah akarnya. Saya bisa menduga kalau deskripsi soal mayat di bawah akar pohon sakura hanya bayangan karena ada kalimat ini, "Mayat, yang mengambang dalam benakku, dalam imajinasi yang tak kuketahui asal-usulnya ini, sekarang laksana menyatu dengan pohon sakura, tak mau beranjak pergi meski kuguncang-guncang kepalaku" (hal. 48 - 49)

*

Ada yang pernah mendengar bunyi-bunyi aneh saat dirawat di rumah sakit? Dalam cerita Bunyi Misterius (Natusme Soseki) memaparkan pengalaman tokoh utamanya yang saat rawat inap di rumah sakit, ia mendengar suara aneh seperti suara memarut lobak yang berasal dari kamar sebelahnya. Sampai ia keluar dari rumah sakit, rasa penasarannya mengendap di benak. Lalu, kali kedua di rawat di rumah sakit yang sama, namun di kamar yang beda, barulah jawabannya didapatkan setelah berbincang dengan perawat yang pada waktu itu merawat pasien di kamar sebelahnya.

Karena tema rumah sakit, cerpen ini membahas soal kematian yang silih berganti pada pasien. Boleh lah dikatakan secara terselubung cerpen ini mengingatkan kita akan pentingnya hidup sehat dan baik. Beberapa penyakit akut disinggung di sini dan kita harus bersyukur karena tidak mengidapnya.

*


Dan di cerpen Kursi Manusia (Edogawa Ranpo) menceritakan tentang penulis perempuan bernama Yoshiko yang menerima surat dan draft naskah. Dalam surat itu diceritakan tentang lelaki yang miskin dan jelek namun ahli membuat kursi. Ia menceritakan panjang lebar tentang kepiluan hidupnya karena memiliki fisik yang kurang menyenangkan, tentang hidup sehari-harinya sebagai tukang furnitur, dan tentang kesenangannya yang penuh ambisi hingga ia menciptakan kursi paling aneh, kursi yang bisa diisi manusia. Lelaki itu kemudian masuk ke dalam kursi aneh tadi dan mulai menjalani hidup sebagai kursi.

Banyak cerita selama ia jadi kursi dari menganalisa seseorang menurut bentuk badan dan aroma hingga kebimbangan antara menyudahi aksinya itu atau melanjutkan. Dia pun jatuh cinta pada beberapa orang yang sempat mendudukinya. Hingga akhirnya perasaan itu tertambat kepada Yoshiko, namun sulit bagi si lelaki untuk mengungkapkan perasaannya karena ia sadar awal mula mereka bersinggungan pun lebih mengerikan.

*

Membaca cerpen pasti melahirkan interpretasi yang berbeda-beda tiap orangnya dan begitu pun dengan hasil membaca buku ini. Saya merasa seru membaca cerpen-cerpen di sini, dengan keanehan dan kepiluan yang masih bisa diterima dengan nalar. Tidak terlalu mengejutkan ataupun membuat mual, tapi yang pasti tidak ada yang bikin perasaan berbunga-bunga, hehe.

Buku kumcer ini pas untuk jadi selingan di saat kita sedang membaca buku tebal. Itu juga yang saya lakukan, buku ini jadi jeda di tengah saya membaca buku lain. Dan hasilnya memang tidak mendistraksi bacaan utamanya.

Sekian ulasan saya untuk buku kumcer Sengkarut karya keempat penulis hebat; Natsume Soseki, Edogawa Ranpo, Kajii Motojiro, dan Ogawa Mimei. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku ya!



Resensi Novel Semalam Di Kereta Bima Sakti - Miyazawa Kenji

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]



Judul:
Semalam Di Kereta Bima Sakti

Penulis: Miyazawa Kenji

Penerjemah: Armania Bawon Kresnamurti

Ilustrasi sampul dan isi: Pola

Penerbit: Mai

Terbit: Desember 2022, cetakan pertama

Tebal: 114 hlm.

ISBN:


Setelah kemarin bisa membaca buku cerita Rumah Pohon Kesemek karya Tsuboi Sakae yang ceritanya sangat ringan, kini saya juga membaca buku tipis dari Penerbit Mai lagi; Semalam Di kereta Bima Sakti. Sampul novel ini tuh cantik banget. Karena membawa kata 'Bima Sakti', ilustrasi sampulnya pun berlatar ruang angkasa yang dipenuhi bintang-bintang membentuk rasi. Tapi apakah cerita di dalam buku ini secantik sampulnya?

Novel Semalam Di Kereta Bima Sakti ini menceritakan anak laki-laki bernama Giovanni yang disisihkan oleh teman-teman sekolahnya. Dia juga merasa jauh dengan teman dekatnya, Campanella. Dan pada suatu malam saat digelar Festival Bima Sakti, Giovanni mau mengambil susu untuk makan malam ibunya, justru bertemu dengan teman-teman sekolahnya dan tak bisa menghindar jadi bahan ejekan. Ia pun melarikan diri menaiki Bukit Hitam.

Sebuah kejadian aneh menimpanya. Ia yang diserang cahaya putih, merasa silau, dan saat membuka mata justru ia sudah duduk di bangku dalam kereta. Giovanni tidak sendiri, Campanella ikut juga. Perjalanan keduanya melintasi angkasa di tengah Bima Sakti dimulai.



Unsur fantasinya di novel ini sangat terasa. Memadukan perjalanan kereta dengan luar angkasa saja sudah jadi ide yang menakjubkan. Namun penggambaran peristiwa perjalanan ini buat saya masih sulit dibayangkan. Banyak sekali detail yang di luar nalar. Misalnya, air sungai yang sangat bening tapi bukan bentuknya air. Taman bunga yang bunga-bunganya memancarkan sinar warna-warni.  Deretan menara segitiga yang punya lampu. Jujur, saya tidak bisa membayangkan sebagus apa latar yang diciptakan penulis. Harapan saya, baiknya buku ini menyisipkan ilustrasi bergambar dengan warna-warni. Ini pasti akan membantu banget pembaca menyelami kedalaman cerita ajaib soal luar angkasanya.

Ada penekanan kalau Giovanni dan Campanella adalah teman dekat. Di awal cerita sudah dikondisikan kalau keduanya mulai menjauh. Ada cerita apa di balik kerenggangan mereka ini yang masih kurang saya dapatkan. Secara posisi keduanya jadi bersebrangan. Giovanni jadi anak yang pendiam dan korban perundungan, sedangkan Campanella ikut gerombolan perundung walaupun dia tidak ikut merundung secara langsung. Mungkin karena keringkasan ceritanya akibat naskah aslinya sendiri yang masih mentah, jadi konflik antara Giovanni dan Campanella tidak tereksplorasi dengan utuh.

Perjalanan di dalam kereta menuju Bima Sakti bisa dibilang simbol perjalanan menuju akhirat. Gio dan Campa sempat bertemu dengan seorang pemuda yang mendampingi anak laki-laki dan perempuan yang rambutnya basah. Dari cerita si pemuda tadi, mereka adalah korban kapal tenggelam. Bagian ini terasa memilukan sih. Pada perhentian di Salib Selatan ada dialog penegasan soal akhirat ini: "Tapi kami harus turun di sini," kata Kaoru dengan sedih. "Kalau mau ke surga, kami harus turun di sini." (hal. 93).

Untuk akhir ceritanya pun bagi saya sudah cukup baik. Setidaknya perjalanan yang dilakukan Giovanni dan Campanella menjadi isyarat alam semesta dan Tuhan, dan pembaca jadi tahu kenapa perjalanan ke Bima Sakti seabsurd itu. Walau pun pada penutupannya diakhiri dengan agak 'kentang' sebab membuyarkan kesedihan yang harusnya di momen itu terasa memilukan.

Sama seperti buku Rumah Pohon Kesemek, di novel ini pun ada beberapa ilustrasi menarik yang mewakili dari penggalan ceritanya. Andai saja ilustrasinya berwarna, pasti akan lebih menarik.







Kesimpulannya, buku ini menarik secara garis besar ceritanya, tapi jika harus menghanyutkan diri ke dalam perjalanan yang dilakukan kedua tokoh utamanya, saya pasti memilih nanti saja. Makna cerita yang ingin disampaikan penulis bisa saya pahami namun buku ini bukan bacaan yang mengesankan bagi saya. Sorry.

Sekian ulasan saya untuk novel Semalam Di Kereta Bima Sakti karya Miyazawa Kenji. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku ya!



Resensi Buku Rumah Pohon Kesemek - Tsuboi Sakae

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul:
Rumah Pohon Kesemek

Penulis: Tsuboi Sakae

Penerjemah: Asri Pratiwi Wulandari

Ilustrasi sampul dan isi: Puty Puar

Penerbit: Mai

Terbit: November 2022, cetakan pertama

Tebal: 64 hlm.

ISBN:


Keputusan paling tepat pas minat baca turun drastis ya harus pilih bacaan paling ringan dan tipis. Ini yang bikin saya mengubek tumpukan buku mencari bacaan ringan plus tipis demi menangkis gejala reading slump. Dan akhirnya saya memutuskan membaca buku dengan sampul kuning menyala dan ada gambar lucunya.

Buku cerita Rumah Pohon Kesemek ini menuturkan potret kehidupan Fumie dan Yoichi; kakak adik, selama tinggal di rumah yang di pekarangannya ada pohon kesemek. Pohon kesemek ini ditanam oleh Kakeknya kakek. Kemudian dirawat dengan apik oleh kakek hingga pohon kesemeknya berbuah dengan bagus, besar-besar, dan manis. 

Memelihara pohon dengan baik akan memberikan manfaat baik juga. Tapi kakek melakukan kekeliruan karena menyusun bebatuan sisa membangun sumur di sekitar pohon kesemek. Yang akhirnya membuat pohon kesemek tidak berbuah di tahun itu. Karena demi memperbaiki kesalahannya, kakek bekerja keras memindahkan bebatuan tadi hingga ia ambruk, sakit, dan pergi selama-lamanya. Di momen ini agak sedih membacanya sebab Fumie dan Yoichi harus mengalami kehilangan sosok yang disayanginya.



Namun selang waktu berlalu, Fumie dan Yuichi pun dilimpahkan kebahagian sebab mereka akhirnya punya adik, dan adik mereka kembar, keduanya laki-laki, yang diberi nama Hideo dan Shinnosuke. Yang bikin lucu, Paman Santaro suka usil bercanda mau meminta salah satu adik mereka sebab Paman Santaro dan Bibi Tsuneko belum dikaruniai anak. Kalau sudah dibencandi begitu, Yoichi akan menentang keras usul pamannya itu.


"Yoichi, kau tidak mau memberiku Shinnosuke? Kalau begitu Hideo juga boleh."

"Tidak mau. Dua duanya tidak boleh."


Membaca buku cerita ini akan membuat kita bernostalgia masa anak-anak dengan segala kepolosannya. Kesederhanaan dan keharmonisan begitu terasa hingga membawa kehangatan di dada saat membacanya. 

Menariknya lagi, buku ini disisipi banyak gambar lucu khas anak-anak. Gaya gambarnya mengingatkan saya pada buku pelajaran anak-anak pas tahun 90-an. Dan ini bikin saya makin betah membacanya sambil membayangkan gambarnya jadi berwarna.







Karena bukunya tipis, bisa dibaca dalam sekali duduk, dengan cerita yang ringan, buku ini bagus sebagai selingan setelah membaca deretan bacaan yang punya konflik sedang, bahkan berat. Lumayan bikin enteng otak dan bisa memelihara semangat membaca buku. Jadi saya merekomendasikan buku ini untuk dipilih jika kita sudah mulai mundur dalam membaca buku, entah dengan alasan apa pun kenapa bisa mengalami kemunduran tadi.

Sekian ulasan buku cerita Rumah Pohon Kesemek karya Tsuboi Sakae ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku ya!




Resensi Novel 1Q84 Jilid 3 - Haruki Murakami

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]




Judul: 1Q84 Jilid 3

Penulis: Haruki Murakami

Penerjemah: Ribeka Ota

Penyunting: Arif Bagus Prasetyo

Sampul: Andrey Pratama

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)

Terbit: Februari 2024, cetakan kedelapan

Tebal: vi + 556 hlm.

ISBN: 9786024240073


Yang membuat saya mau membaca novel ini karena kata orang-orang ceritanya bagus. Banyak yang memuji juga novel Haruki Murakami lainnya. Saya sendiri baru baca memoar beliau berjudul What I Talk About When I Talk About Running yang membahas kaitan antara kegemaran berlari dengan kepenulisan penulis. Buku itu mengupas siapa sosok Haruki dan cerita bagaimana dia bisa menjadi penulis. Buku itu sangat menarik kalau kita mau mengenal sosok Haruki.

Akhirnya saya bisa menyelesaikan jilid ketiga dari novel 1Q84 ini. Proses baca yang enggak mudah. Novelnya tebal-tebal dan bukan tulisan yang banyak dialognya. Tapi novel 1Q84 menawarkan cerita aneh penuh teka-teki dan bikin candu. Saya bangga bisa membacanya.

Tentang Apa Novelnya?

Di Jilid 3 ini membahas bagaimana penyelidik bayaran Komune Sakigake bernama Ushikawa menggali informasi untuk menemukan Aomame yang menghilang tanpa jejak. Nama sekolah dasar Aomame dan Tengo yang sama membuat Ushikawa yakin ada hubungan antara keduanya. Nyonya Ogata yang kaya raya memang dicurigai terlibat tapi Ushikawa tidak menemukan motif yang jelas dan akhirnya mengabaikan sementara. Ushikawa memutuskan mengamati Tengo karena ia yakin Tengo akan membawanya kepada Aomame.

Aomame yang terus menunggu kemunculan Tengo di papan luncur di taman dekat apartemennya justru menemukan Ushikawa yang melintas. Kata Tamaru, ada pria yang tampilannya mencolok mengamati sekitar vila Nyonya Ogata dan dia yakin kalau orang itu suruhan Komune Sakigake. Aomame mengejar Ushikawa yang mencurigakan dan ia justru menemukan kotak pos atas nama Kawana di sebuah apartemen. Antara yakin dan enggak, Kawana itu pasti Kawana Tengo.

Tengo yang berharap bisa menemukan Kepompong Udara lagi di kamar ayahnya harus rela kalau ia tidak akan menemukannya lagi. Tengo memutuskan pulang dan justru dia ditinggalkan Fuka-Eri dengan pesan kalau ada yang sedang mengamatinya. Setelah bertemu Pak Komatsu, Tengo mendapatkan fakta kalau masalah novel Kepompong Udara dan Komune Sakigake memiliki rahasia dan itu berbahaya. Dan tak lama setelah meninggalkan panti, kabar duka datang menghampiri.

Tamaru menghormati keputusan Aomame yang melenceng dari rencana awal pelarian; pergi jauh, operasi wajah, dan menggunakan identitas baru. Keanehan muncul saat Aomame menyampaikan dirinya hamil. Kehamilan tanpa melakukan seks. Tamaru pun harus membereskan Ushikawa yang penyelidikannya makin mendekati target.



Dunia 1Q84 Yang Mencengangkan

Kalau ada yang bilang novel ini agak susah dipahami, maka itu benar adanya. Banyak banget hal aneh yang diberikan penulis. Terutama soal dunia di tahun 1Q84 yang sebenarnya versi lain dari tahun 1984. 

Ciri paling mencolok tentu saja keberadaan ada dua bulan yang menggantung di langit. Bulan yang satu adalah bulan yang biasa kita lihat, satunya lagi bulan baru yang ukurannya lebih kecil dan warnanya agak kehijauan. Dan yang bisa melihat dua bulan di langit hanya beberapa orang saja; Tengo, Aomame, Fuka-Eri, dan Ushikawa. Saya enggak paham bagaimana Ushikawa bisa melihatnya padahal dia tidak mengalami momen supranatural seperti yang lainnya.

Sepanjang novel ini pun sering disebut istilah Orang Kecil. Mahluk yang pertama kali muncul dari bangkai kambing dengan perawakan mungil. Orang Kecil muncul pada malam tertentu saja dan mereka akan bekerja beberapa malam untuk membuat Kepompong Udara.

Kepompong Udara yang dibuat Orang Kecil akan berisi satu sosok terpilih. Ini yang kemudian memunculkan istilah Maza dan Dohta. Saya juga masih bingung maksud dari Maza dan Dohta ini, tapi salah satunya merupakan sebutan untuk sosok alter yang muncul dari Kepompong Udara.

Di Balik Misteri Ada Romansa Terselubung

Kasus yang paling menarik di novel ini adalah soal pembalasan untuk pelaku pelecehan seksual terhadap korban di bawah umur. Tipikal cerita yang bikin pembaca tegang dan bertanya-tanya apakah tokoh utamanya bisa berhasil melakukannya. Dan untungnya Aomame berhasil membunuh si Pemimpin. Saya kira setelah tugas itu selesai akan disusul oleh pembalasan orang-orang komune yang memburu Aomame untuk diganjar atas tindakannya. Kenyataannya, kasus segede itu menguap. 

Justru garis besar novel ini seperti cerita cinta-cintaan yang tokoh utamanya terpisah dan berusaha untuk bertemu namun harus menghadapi rintangan dulu. Dan bersinggungan dengan Komune Sakigake adalah penghalangnya. Ekspektasi saya pada akhir cerita malah meleset. Tidak ada adegan heroik sama sekali.

Misteri yang dibangun sejak awal buku pun tidak diselesaikan secara tuntas. Kita tidak akan tahu siapa pengganti si Pemimpin di komune. Keberadaan Fuka-Eri pun tidak diketahui. Dan pengejaran Aomame pun berhenti begitu saja ketika dia bisa lolos dari dunia 1Q84. Saya berharap bakal ada kelanjutannya lagi biar tahu nasib tokoh-tokohnya.


Baca juga: Resensi Novel 1Q84 Jilid 1 & Resensi Novel 1Q84 Jilid 2

Karakter Rumit Yang Manusiawi

Kelebihan dari novel ini tentu saja ada pada karakter-karakternya yang memiliki konflik rumit tapi terasa manusiawi sekali. Masa lalu setiap karakter digali lebih dalam sehingga kita bisa memahami kehidupan macam apa yang dilewati mereka. Di jilid 1 lebih banyak dibahas soal kehidupan Aomame, di jilid 2 berpusat pada kehidupan Tengo, dan di jilid 3 ini diulik kehidupan Ushikawa.

Tengo masih meragukan kalau ia anak dari ayahnya. Aomame melepaskan diri dari Jemaat Saksi dan melewati kemandirian yang tidak gampang. Ushikawa dicampakkan keluarga dan sekitarnya karena tampangnya yang tidak umum.

Kesimpulan

Tiga jilid yang punya cerita memikat dengan keunikan yang tidak biasa. Walau ini tipikal novel yang didominasi narasi, tapi alurnya mampu menghanyutkan pembaca pada konflik pelik tokoh-tokohnya. Setelah berhasil membaca semua jilid novel ini, saya jadi bersemangat akan membaca novel Haruki Murakami lainnya yaitu Membunuh Commendatore.

Nah sekian ulasan saya untuk novel 1Q84 Jilid 3 ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!


Bebukuan Agustus 2024

 


Halo, apa kabar?

Balik lagi nih di postingan Bebukuan, dan kali ini saya merekap hal-hal seputar bebukuan selama bulan Agustus 2024.

Gairah membaca saya belum juga membaik padahal sempat semangat-semangatnya baca buku, eh malah ada yang bikin mood turun lagi. Ada satu  buku Harry Potter #1 yang sudah kelar dibaca malah hilang di rumah. Kayaknya ada yang mainan buku saya terus lupa simpannya dimana. Sejak itu jadi kepikiran karena buku itu belum saya ulas, sedangkan saya perlu membuka-buka lagi bukunya untuk memastikan detail yang mau saya utarakan di ulasannya nanti.

Prolognya singkat saja ya, dan mari masuk ke informasi Bebukuan Agustus 2024:

Bacaan Agustus 2024

Dari Rencana Baca yang saya posting bulan lalu, ternyata hanya satu judul yang beneran dibaca. Tapi it's OK, setidaknya bulan kemarin saya bisa baca 3 buku. Sebenarnya 4 buku kalau yang Harry Potter mau dihitung, tapi kayaknya untuk buku itu saya akan baca ulang lagi kalau bukunya sudah tersedia.

1. Roma karya Robin Wijaya

2. Remedies karya Trisella

3. Digital Minimalism karya Cal Newport


Koleksi Agustus 2024





1. Feel Good Productivity karya Ali Abdaal

2. Digital Minimalism karya Cal Newport

3. Bersyukur Tanpa Libur karya Arswendo Atmowiloto

4. Hunger Games #2: Catching Fire karya Suzanne Collins

5. Hunger Games #3: Mockingjay karya Suzanne Collins

6. Perjalanan Mustahil Samiam Dari Lisboa #2 karya Zaky Yamani


Rencana Baca September 2024


1. IQ84 Jilid 3 karya Haruki Murakami

2. Semua Ikan Di Langit karya Ziggy Z.

3. Dona Dona karya Toshikazu Kawaguchi


***

Semoga daftar buku di Rencana Baca bisa dibaca semuanya ya. Biar makin berkurang buku TBR-nya.

Sekian rangkuman Bebukuan Agustus 2024 dan ke depannya harus bersemangat lagi untuk menyicil membaca buku-buku timbunan. BISA!!!