Tampilkan postingan dengan label bentang pustaka. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bentang pustaka. Tampilkan semua postingan

Juli 25, 2024

Resensi Novel Mao Mao & Berang-Berang: Penerbangan Ajaib ke Ujung Dunia - Clara NG

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]




Judul:
Mao Mao & Berang-Berang: Penerbangan Ajaib ke Ujung Dunia

Penulis: Clara NG

Penyunting: Arif Koes Hernawan & Dhewiberta H.

Ilustrasi sampul & isi: Larasita Apsari & Jarikecil

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: April 2023, cetakan pertama

Tebal: vi + 246 hlm.

ISBN: 9786231860804



Mao Mao adalah bebek yang terlahir berbeda dibandingkan bebek lainnya. Kepalanya besar. Bulunya berwarna ungu magenta. Perbedaan itu yang membuatnya sering dijahili dan diolok-olok. Beruntung dia diasuh oleh Uni, induk bebek yang baik dan bijaksana, yang menyayanginya sepenuh hati. Dan Mao Mao baru tahu rahasia tentang siapa ibunya saat ia sudah remaja.

Mao Mao menjadi sosok yang serba ingin tahu, blak-blakan, dan keras kepala. Pertanyaan-pertanyaannya kerap menyusahkan bebek dewasa. Termasuk tentang kenapa bebek bermigrasi secara gerombolan? Apa tidak bisa bebek-bebek itu bermigrasi sendiri-sendiri?

Demi membuktikan kalau dia bisa pergi ke Danau Tak Bertepi sendirian, Mao Mao belajar terbang. Tak lama setelah ia bisa terbang, Mao Mao meninggalkan Negeri Anyaman menuju Danau Tak Bertepi.

Perjalanan Mao Mao melintasi banyak kerajaan. Dia bertemu banyak binatang lain. Dia belajar banyak hal. Sampai akhirnya Mao Mao menemukan apa yang ia mau bersama Berang-Berang.

***



Saya sebenarnya ingin menyebut novel dengan karakter binatang ini sebagai buku anak tetapi agak berat juga sebab di ujung kisah Mao Mao akan disisipkan cerita romantis. Tema petualangan yang sejak awal buku dikenalkan ke pembaca, ambyar juga di ujungnya. Novel ini tampaknya akan pas dibaca oleh remaja, persis seperti Mao Mao yang sudah tumbuh jadi remaja.

Sebagai cerita petualangan, saya suka dengan kerajaan-kerajaan yang disinggahi Mao Mao. Setiap kerajaan punya kekhasan sendiri. Misalnya Kerajaan Asap digambarkan sebagai wilayah industri yang dipenuhi asap dan limbah. Membayangkannya saja sudah bikin sesak. 

Kerajaan Keramik yang kemudian disinggahi Mao Mao seperti wilayah Arab, yang tandus dengan bentuk bangunan yang khas. Kalau di Arab bangunannya berbetuk kotak, kalau di Kerajaan Keramik berbentuk silinder. Dan kerajaan-kerajaan lainnya pun memiliki ciri yang membuatnya berbeda dibandingkan kerajaan lainnya.

Unsur magic pun akan kita temukan di cerita Mao Mao ini. Yang paling kentara banget adalah kehadiran Rusa yang selalu siaga ketika Mao Mao dalam situasi kesusahan. Saya tidak tahu karakter Rusa ini sebagai apa sebenarnya, tetapi kehadiran dan jasanya itu sudah seperti malaikat saja.

Sebagai cerita dengan tokoh hewan, kita akan menemukan banyak sekali hewan-hewan lain yang meramaikan kisahnya. Sayangnya, saya tidak menemukan kedalaman karakternya kecuali tokoh Rusa, Monyet, dan Berang-Berang. Yang lainnya terlupakan begitu saja.

Secara alur cerita, apa yang dilakukan Mao Mao sebagai pembuktian diri, tidak cukup mengesankan ketika sudah terwujud di bagian kisah akhirnya. Saya menangkap cerita ini bukan soal membuktikan diri melainkan cerita tentang mencari jati diri. 

Lika-liku yang dilalui Mao Mao dalam perjalanannya membuat dia memahami apa yang ia mau. Dan tentu saja keputusan yang dipilih Mao Mao berdasarkan kebahagiaan. Demi menuju pembelajaran itu, kita akan disuguhkan lebih dulu drama Mao Mao yang frustasi karena sayapnya patah. Pada bagian ini memang menyedihkan.

Secara keseluruhan, saya suka dengan buku ini tapi belum begitu mengesankan. Saya belum siap saja membaca cerita hewan yang terlalu panjang. Karena biasanya cerita hewan itu tidak serumit dan sepelik yang dialami Mao Mao. Kalau saja cerita ini diwakili oleh tokoh manusia, rasanya pasti akan berbeda. Mungkin akan lebih bisa relate dalam memahami emosi dari tokoh-tokohnya.

Sekian ulasan saya untuk novel ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!

Maret 03, 2024

Resensi Novel Diary Of A Void - Emi Yagi

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul:
Diary Of A Void

Penulis: Emi Yagi

Penerjemah: Asri Pratiwi Wulandari

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Januari 2020

Tebal: 196 hlm.

ISBN: 9786231862815


Premis Novel Diary of A Void

Shibata adalah karyawan perempuan di sebuah perusahaan yang memproduksi tabung kertas. Dan ia mulai muak dengan kebiasaan rekan kerja yang lain yang selalu mengandalkannya untuk membuatkan kopi atau teh buat tamu, membereskan ruang rapat setelah jamuan, bahkan membetulkan mesin fotocopy saat ada kertas yang macet.

Dan dengan spontan (uhuyyy!!!) terucaplah pengakuan kalau ia sedang hamil. 

Rekan kerjanya mulai membatasi mengandalkan Shibata. Atasannya pun melonggarkan waktu kerja sehingga Shibata bisa pulang pada jam normal. Sekarang, Shibata mulai bisa menikmati banyak hal setelah jam kantor. 

Tetapi kebohongan yang sudah kadung diumumkan membuat Shibata melakukan berbagai cara agar tidak terbongkar. Kebohongan itu membawa pada kebohongan lainnya.



Resensi Novel Diary of A Void

Novel ini memotret satu kejadian yang ada di tempat kerja, perlakukan karyawan pria kepada karyawan wanita dengan membebani pekerjaan tambahan layaknya seperti pembantu. Di beberapa kantor tindakan ini menjadi kebiasaan. Dan jadi beban untuk mereka yang tipe enggak enakan untuk bilang, "Maaf, saya enggak bisa."

Jika tidak segera ditangani, kejadian ini secara langsung menguatkan dan menyuburkan sistem patriarki di lingkungan kerja. Karyawan pria sebagai penguasa dan pemegang otoritas. Bukan tidak mungkin, praktik ini bisa mengurangi produktifitas karyawan perempuan dalam pekerjaannya. Dan satu kebohongan itu terucap dengan tujuan menghentikan kesewenang-wenangan.

Bermula dari kebohongan itu, tokoh utama novel ini mulai mempelajari tentang ibu hamil. Apa yang biasa dilakukan, apa yang dirasakan, dan apa yang berubah dari ibu hamil. Kita pun akan mendapatkan banyak informasi mengenai itu semua.

Salah satu yang mengejutkan saya ternyata ada senam aerobik untuk ibu hamil. Yang saya tahu aerobik itu gerakannya lincah. Apa ini tidak membahayakan janin ya? Mungkin manfaat bagus lainnya mengikuti kelas aerobik ini adalah mempertemukan beberapa ibu hamil untuk bisa berbagi pengalaman. Di sini pun disinggung masalah-masalah yang dialami oleh ibu hamil, terutama psikis, yang dipicu lingkungan atau pasangan (suami).

Sebagai novel yang diganjar penghargaan, saya justru tidak menemukan kesan mendalam pada ceritanya. Karena menurut saya fokus penulis justru lebih banyak memberi tahu soal pengalaman ibu hamil daripada mengulik bagaimana menegangkannya menyembunyikan kebohongan soal kehamilan.

Bagi beberapa pembaca, bisa saja ini novel yang membosankan. Konfliknya bukan yang meledak-ledak dan membuat penasaran dengan endingnya, ditambah gaya penulisannya yang lebih banyak narasi. Tipikal sastra jepang, penulis terlalu banyak memasukkan detail dan pembaca seperti diuji untuk memproyeksikannya, haha.



Fokus cerita dominan mengikuti tokoh Shibata yang introvert, enggak enakan, dan selalu melihat sesuatu dari sisi positif. Karakter yang tergolong baik, tapi jika terlalu polos justru akan menyusahkan diri sendiri. Ada karakter pria rekan kerja Shibata bernama Higashinakano yang menyita perhatian. Awalnya saya kira perhatian dia karena didorong rasa suka, tetapi ternyata itu dilakukan karena dia punya pengalaman susahnya mempunyai anak. Cerita mengharukan buat saya.

Ada juga karakter Hosono, teman Shibata di kelas aerobik, yang dalam percakapan curhat mereka pada tengah malam, membeberkan tentang susahnya mengasuh bayi sekaligus mengurus pekerjaan rumah. Hosono marah dengan keadaan karena suami pun belum bisa ikut membantu dalam dua hal tadi. 


"Sementara suamiku? Apaan-apaan? Kalau Yuri menangis malam-malam, suamiku bakal kesal dan mengeluh, besok dia harus bangun pagi, lah. Enggak, masih bagus kalau dia benar-benar kesal. Dia itu ya, bersikap kesal sambil merasa dia selalu sabar dan enggak pernah kesal. Betul-betul menyebalkan. Padahal kelihatan jelas dia kesal, tapi sikapnya kayak mau bilang, 'Aku sabar, lho. Aku pengertian, lho.' Kalau betul-betul pengertian, kenapa enggak melakukan apa-apa setiap akhir pekan?..." (hal. 157 - 158)


Jadi novel ini tidak punya cerita romansa sama sekali ya, huft!

Setelah membaca novel ini, saya semakin tahu kalau jadi perempuan hamil itu tidak mudah. Selain membuat fisik kepayahan, kestabilan emosi mereka juga diguncang. Memang sudah semestinya memperlakukan mereka dengan penuh pengertian. Selain untuk menjaga kesehatan ibu hamil, untuk menjaga kesehatan janin juga.

Sekian ulasan saya untuk novel Diary of A Void. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!

Februari 15, 2023

Resensi Novel Langit Merbabu - Rons Imawan


Judul:
Langit Merbabu

Penulis: Rons Imawan

Editor: Hutami Suryaningtyas & Dila Maretihaqsari

Sampul: Rony Setiyawan

Penerbit: Bentang Belia (PT Bentang Pustaka)

Terbit: Maret 2017, cetakan pertama

Tebal: viii + 308 hlm.

ISBN: 9786021383810


Setelah pertengkaran yang sengit itu, aku memutuskan untuk tetap menyambangi Merbabu. Tak ada yang bisa membungkam kecintaanku terhadap gunung, termasuk rengekan Langit saat memaksaku menunda keberangkatan.

Akan tetapi, ada yang lain kali ini. Di bawah langit Merbabu segalanya berubah dalam semalam. Aku benci saat firasat itu menunjukkan kuasanya lagi.

Seseorang hadir di tengah-tengah pendakianku dengan menampakkan raut berang. Aku tahu ia tak nyata, aku tahu dimensi kami tak sama, aku tahu ia membawa petaka.

Yang aku tak tahu ... siapa sosok itu sebenarnya, dan bencana apa yang akan kuhadapi sesampainya di Jakarta.


[1] Langit Merbabu

Langit dan Raras berdebat karena Langit meminta Raras untuk menunda pendakian agar mereka bisa merayakan hari ulang tahun Raras. Raras menolak sebab baginya mendaki sama dengan pulang. Pada perdebatan itu keluarlah pengakuan masing-masing mengenai perasaan yang selama ini terpendam. Tentang Langit yang merasa kecil di mata Raras jika dibandingkan dengan gunung selalu diprioritaskannya, atau tentang Raras yang merasa kecil di mata Langit sebab ia kerap ditinggalkan sendiri karena Langit sibuk dengan pekerjaannya. 

"Udah cukup. Pokoknya aku nggak bisa ngabulin permintaan kamu. Menunda kepulangan meski cuma seminggu, buat aku adalah kesalahan terbesar yang bakal aku lakuin. Hati aku udah di puncak sana, Lang, dan aku harus menyusulnya." (hal. 7).

Perdebatan selesai setelah Langit mengalah, ia akan menunggu Raras turun gunung, barulah mereka merayakan hari ulang tahun.

Raras dikenal memiliki kemampuan penglihatan untuk kejadian buruk. Saat turun gunung, Raras mendapatkan penglihatan bertemu dengan remaja tanggung berkupluk maroon yang meminta tolong karena ada temannya yang jatuh di sebuah lembah. Begitu Raras mendapatkan tubuh anak yang jatuh itu, ia dibuat kaget sebab wajah anak yang jatuh sama dengan sosok yang meminta tolong padanya. 

Pertanda lainnya, untuk memastikan perasaannya yang seperti diikuti sesuatu, Raras mengajukan untuk berhitung kepada empat temannya. Dan ia dibuat kaget sebab setelah menyebut lima, di belakangnya ada yang menyebut enam. Pada percobaan kedua, suara itu hilang digantikan suara deru nafas yang begitu jelas di belakangnya. Dan saat Raras menyorotkan lampu senter, ia melihat seraut wajah Langit yang sangat pucat. Raras makin histeris dan semakin yakin kalau ada hal buruk yang menimpa Langit.

Dengan penerbangan pertama, Raras kembali ke Jakarta, menuju rumah Langit. Raras sangat terpukul saat mendengar ucapan ibunya Langit. 

"Raras... Langit menyusul kamu beberapa jam setelah keberangkatanmu. Dia bilang kamu sudah tahu dan memastikan semua perlengkapan dan alat-alat penunjang kesehatannya sudah kalian siapkan." (hal. 34).

Dan Raras harus kehilangan Langit untuk selamanya. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Langit?

[2] Sang Imam

Kesukaan mendaki gunung membawa Rahung, pemuda 27 tahun, orang Ujung Pandang, datang ke Pulau Jawa untuk menaklukan Gunung Merapi. Di Pos 2, Rahung bertemu dengan seorang seorang bapak berusia sekitar 50-an dan seorang gadis di belakangnya berusia sekitar 15 atau 16-an. Si bapak bernama Mahadri dan si gadis bernama Gawitra. Mereka hanya saling sapa tapi bagi Rahung, Gawitra sudah memikatnya.

Saat waktunya solat Maghrib, Rahung melaksanakan ibadahnya di sebuah tanah lapang. Kejadian yang bikin bulu kuduk meremang pun ia alami. Sepanjang solat, ia merasa ada yang mengikutinya di belakang. Dan begitu selesai solat, Rahung memastikan ke belakangnya dan tidak ada siapa-siapa.

Ada satu tempat disebut Pasar Bubrah, dan di situlah Rahung mendirikan tenda. Saat rebahan itulah Rahung kembali teringat paras Gawitra. Ia pun berujar dalam hati, 'Jika waktu mampu kabulkan keinginanku, akulah lelaki yang akan menjadi pendampingmu kelak.' (hal. 95).

Malam itu Rahung kembali diganggu oleh sosok perempuan yang meminta air. Ia juga mendengar suara ramai gitaran. Tapi saat dicari sumbernya, Rahung tidak menemukan pendaki lain. Gangguannya semakin kencang memperlihatkan kejadian sewaktu Gunung Merapi erupsi dan diduga perempuan itu adalah pendaki yang menjadi korban saat bencana itu melanda. Tempat tewasnya ya di Pasar Bubrah ini.

Setelah gangguan itu usai, Rahung bisa tidur sampai subuh. Dan dalam mimpinya Rahung mendengar suara Ambo (ayah) memanggil namanya. Tapi sewaktu ia solat Subuh, melalui sudut mata, Rahung bisa melihat banyak sekali gerombolan yang turun menuju ke arahnya. Rahung tahu mereka bukan manusia dan kini mereka berada di belakangnya. Saat Rahung menyudahi membaca Al-Fatihah, di belakangnya menyahut dengan 'Amin' yang sangat ramai dan kencang. Rahung terus berusaha untuk tetap fokus menyelesaikan solat walau hatinya dipenuhi ketakutan. Benar saja, mahluk lain itu kembali pergi memencar setelah Rahung mendapatkan bisikan agar ia tinggal di situ beberapa saat.

"Tinggallah di sini selama beberapa hari. Saat kamu pulang , kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan." (hal. 110).

Tiga hari Rahung berada di gunung, dan saat sudah turun gunung, tepatnya di Terminal Boyolali, Rahung mendapatkan kenyataan yang susah masuk nalar. Uang yang ia akan pakai untuk ongkos bis sudah tidak laku. Harusnya saat Rahung membuka mata di Pasar Bubrah itu tanggal 23 April 1998, tapi ternyata hari saat ia turun di Terminal Boyolali sudah tanggal 13 Mei 2013. 15 tahun berlalu begitu saja. Rahung menjual semua alat mendakinya agar ia bisa pulang ke Makasar.

Setiba di Makasar, Rahung kehilangan semuanya. Rumah orang tuanya sudah tidak ada. Ia pun mencari adik-adiknya dan beruntung ia bisa menemukan adik ketiganya, Sumi. Tentu saja Sumi kaget setengah mati mendapatkan kakaknya kembali setelah menghilang di gunung belasan tahun dan kini wujud kakaknya tidak berubah sedikit pun. Kesedihan mendalam dirasakan Rahung, apalagi ketika mendengar cerita adiknya tentang bagaimana Ambo sangat bekerja keras mencarinya dengan naik-turun gunung sampai akhirnya Ambo meninggal di gunung juga. Rahung begitu marah kepada Tuhan atas takdir yang mengurungnya di gunung dan berujung kehilangan banyak orang yang ia sayangi.

Menurut Sumi, jawaban atas takdir ini hanya bisa dicari lewat sosok Gawitra. Rahung yang sempat menceritakan pertemuannya dengan Gawitra, diminta untuk kembali menemukan gadis itu. Rahung pun kembali ke Selo, Jawa Tengah, untuk menemukan jawabannya. Dan benar saja, Gawitra yang kini sudah punya anak laki-laki, ternyata pernah mengalami hal serupa, terkurung di Gunung Kelimutu. Mahadri bukan kakeknya, sangkaan Rahung, melainkan suami Gawitra yang kini sudah meninggal.

Ada rencana Allah apa hingga Rahung harus terkurung di Gunung Merapi? Dan apa yang membuat Gawitra juga pernah terkurung di Gunung Kelimutu?



[3] Rest (in Peace) Area

Anjar sudah terpuruk selama tiga bulanan setelah mengalami kecelakaan mobil di tol yang merenggut nyawa sahabatnya. Trisha sebagai pacar masih terus berjuang mengeluarkan Anjar dari traumanya dan agar ia bisa melanjutkan hidup kembali.

Diawali dari sebuah artikel soal akan terkabulnya harapan yang diucapkan saat mengendarai mobil dengan kecepatan lebih dari 120 km/jam sambil menutup mata, Anjar dan si kembar (Harap dan Gema) mencoba melakukan hal serupa sewaktu mereka di tol menuju Sukabumi. Perjanjiannya hanya Harap dan Gema yang akan menutup mata, sedangkan Anjar akan memegang kemudi sesuai kecepatan yang disyaratkan. Tidak lebih dari 5 detik, kecepatan sampai 200 km/jam, terasa lama. Setelahnya mobil mereka hampir menabrak truk kontainer yang tiba-tiba muncul. Ketiganya syok berat dan memutuskan untuk melipir ke rest area.

Sewaktu perjalanan ke rest area, Anjar melewati lokasi kecelakaan mobil. Tampaknya penumpang di mobil itu tidak tertolong dan yang selamat hanya seorang bocah laki-laki berumur lima tahunan. Dan anehnya, Harap bisa tahu kecelakaan itu padahal tadi sedang tidur. Gema justru tidak tahu apa-apa karena tidak melihatnya.

Setelah memastikan detail kecelakaan itu antara Anjar dan Harap, mereka sadar kalau harapan mereka kemungkinan terkabul. Harap ternyata bisa tahu kecelakaan tadi karena ia membaca pikiran Anjar. Ini sesuai dengan harapan yang ia minta, agar bisa membaca pikiran orang lain, dan kini menjadi kenyataan.

Sewaktu di rest area, Gema tidak mau kalah. Ia pun mencoba membuktikan harapannya, berupa ingin sembuh dari fobia buah durian, dan setelah membahas soal buah itu tanpa menimbulkan ketakutan, Gema yakin 100% kalau fobianya sudah sembuh. Si kembar pun penasaran apakah harapan Anjar terkabul.

"Gue tahu elo ikut nutup mata waktu kita ngetes percobaan itu." (hal. 252).

"Anyway, ya, seru aja, kan, bisa lihat apa yang bakal terjadi dalam beberapa menit ke depan? Cuma beberapa menit aja dan bukan semacam vision yang bisa lihat kejadian sampai bertahun-tahun ke depan. Gue nggak ngarep bisa lihat kapan dunia kiamat kayak di film Knowing, bisa tahu kayak gimana gue mati. Atau, tahu siapa jodoh lo berdua entar. Bukan. Bukan hal semacam itu. Gue cuma pengin bisa lihat yang deket-deket aja..." (hal. 258).

Saat mereka mau meninggalkan rest area untuk mencoba sekali lagi karena tampaknya harapan Anjar belum terwujud, Anjar dikagetkan dengan bola yang menggelinding mendekatinya. Anjar melihat anak kecil pemilik bola tersebut dan dia adalah anak yang selamat pada kecelakaan yang ia lihat itu. Artinya, kecelakaan itu belum terjadi. Anjar mengajak si kembar bergegas untuk menyelamatkan penumpang di mobil tersebut.

Apakah mereka berhasil mengubah takdir kecelakaan tersebut? Apa yang sebenarnya terjadi di tol itu hingga sahabat Anjar bisa tewas?


Di buku ini ada tiga cerita yang langsung habis secara konflik. Tidak ada keterkaitan antara satu cerita dengan lainnya. Tapi saya akui, ketiganya merupakan cerita yang seru. Saya sudah berkali-kali membaca buku ini dan efeknya tetap sama: seru, menguras air mata, dan membuat jatuh cinta.

Yang bikin saya suka dengan cerita di buku ini, salah satunya karena membawa tema pegunungan. Saya yang belum pernah mendaki ke puncak gunung mana pun merasa terobati keinginannya hanya dengan membaca kisah di sini. Secara tidak langsung saya bisa merasakan aura mistis yang suka disebut-sebut orang yang pernah mendaki seperti melihat hantu yang menyerupai pendaki dan tersesat di pegunungan karena ditarik ke dunia lain. Ketika membaca bagian ini, sumpah, saya langsung merasa bergidik.

Saya pernah menyebutkan kesukaan pada tema pegunungan di ulasan buku lain yang sama-sama membahas soal pegunungan, silakan baca ulasan bukunya di sini: [Buku] Pendakian Terlarang - Arganov

Salah lainnya yang saya suka adalah soal plot twist yang dibuat penulis pada setiap ceritanya sangat mengejutkan. Ceritanya dirancang dengan rapi, menebar petunjuk yang jelas tapi memiliki pemahaman beda, lalu dibuka menjelang akhir cerita dan itu memang cukup mengejutkan saya sebagai yang baca. Harusnya sudah menduga di awal tapi tetap saja terkecoh. Misalnya soal keaslian sosok Langit yang disorot senter Raras atau soal suara Ambo yang memanggil-manggil nama Rahung. Menurut saya penulis sangat-sangat-sangat berhasil membuat kejutannya.



Konten dramatisasi juga sangat pekat di sini. Beberapa bagian akan menyentil sisi sentimental pembaca. Misalnya di cerita pertama kita akan dibuat menangis ketika sadar kalau kita sudah ditinggalkan orang tersayang. Apalagi sebelumnya kita habis melakukan tindakan egois. Penyesalan yang timbul pasti berlipat-lipat seperti penyesalan Raras yang memilih gunung dibandingkan memilih Langit. Atau bagian ketika Rahung mengamuk dan marah kepada Tuhan lantaran sedih kehilangan orang tua, saudara, dan waktu. Makin menyayat lagi saat tahu bagaimana Ambo pontang-panting mencari saat ia menghilang sampai akhir hidupnya.

Seegois itukah diri ini hingga tega meninggalkan orang-orang yang kucintai untuk kali kedua? Haruskan kekerdilan ini membunuh kebahagiaan mereka yang selama bertahun-tahun menderita karena ulahku? Benarkah ini semua hanya tentang hati hingga kuputuskan untuk menghilang lagi selamanya? (hal. 191)

Karakter yang dibuat penulis sangat hidup. Walau tidak bisa didalami secara penuh karena ceritanya lebih pendek dari novel, tapi pembaca akan tetap terkesan. Ini berkat konflik yang dihadapi mereka terlalu mengesankan. 

Banyak nilai-nilai moral yang bisa kita petik setelah membaca ceritanya. Yang saya rasakan sendiri, setelah membacanya kita akan lebih rendah hati. Kita akan lebih sadar keberadaan kekuasaan Allah SWT yang membuat skenario hebat untuk takdir setiap manusia di bumi. 

Beberapa bagian kalimat bagus di novel ini saya tandai dan hasilnya sebagai berikut:

  • Tak seorang pun sanggup menolongmu di dunia ini selain dirimu sendiri. (hal. 74)
  • Dan, hanya kesabaran yang mampu menyelamatkan kita dari seribu penyesalan. (hal. 134)

Itulah kesan saya setelah membaca buku Langit Merbabu ini dan saya sangat merekomendasikan buku ini buat pembaca siapa pun saking bagusnya. Saya memberikan nilai 5/5 bintang

Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa baca buku!



Agustus 03, 2022

[Buku] Nyaliku Kecil Seperti Tikus - Yu Hua


Judul:
Nyaliku Kecil Seperti Tikus

Penulis: Yu Hua

Penerjemah: Sophie Mou

Penyunting: Eka Saputra & Nurjannah Intan

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Juli 2022, cetakan pertama

Tebal: vi + 182 hlm.

ISBN: 9786022919148

Yang Gao tak pernah mengerti alasan orang-orang sering sekali meremehkannya. Mereka selalu mengatainya pengecut seperti tikus hanya karena ia menolak menuntut. Padahal, ia selalu merasa hidupnya baik-baik saja. Ia tak pernah berpikir untuk mengeluh meski bekerja paling rajin, tetapi diganjar dengan upah terkecil. Bahkan, Yang Gao tak pernah mau melawan setiap cacian maupun pukulan. Ia bukannya penakut, hanya tak suka ribut.

Hingga suatu ketika, tragedi menimpa ayahnya membuat ia mulai memikirkan satu hal: sebuah pembalasan.

***

Sinopsis

Buku ini memiliki tiga cerita yang tidak berkaitan. 

[1] Nyaliku Kecil Seperti Tikus menceritakan tokoh bernama Yang Gao yang dalam hidupnya banyak hal yang dia takutkan. Dari sejak kecil hingga ia dewasa. Awalnya takut angsa dan takut naik pohon, lalu setelah dewasa dia takut mengatakan keinginannya sehingga saat ia sudah bekerja, gajinya tetap kecil dibandingkan kawan seangkatannya gara-gara Yang Gao enggan bermain trik. Sehingga sepanjang hidupnya melekat sebutan pengecut. Cemoohan dan ejekan memang menyakitkan tapi Yang Gao tidak  berani membela diri. Dia seperti ayahnya yang enggan mencari ribut. Perbedaannya, ayahnya mampu membalas sakit hati meski harus mati, sedangkan Yang Gao memilih dipukuli meski ia ingin berkelahi.

[2] Sebuah Kenyataan menceritakan keluarga yang terdiri dari seorang ibu yang sudah renta dan dua anak laki-lakinya (Shan Gang dan Shan Feng) yang sama-sama sudah menikah dan sudah memiliki anak. Suatu hari istri Shan Feng menemukan anaknya yang masih balita terbaring mati di halaman, dan diketahui yang membuat anaknya begitu adalah Pippi, anak Shan Gang. Dari kejadian ini berurutan kakak-adik ini meminta pertanggungjawaban. Setelah anaknya mati, Shan Feng ingin Pippi juga harus mati. Setelah Pippi mati, Shan Gang meminta istri Shan Feng diserahkan. Tragedi yang tidak ada ujungnya.

[3] Suatu Kebetulan menceritakan sebuah pembunuhan di Kafe Lembah yang menewaskan salah satu pengunjung dengan tikaman pisau tetapi si pembunuh justru menyerahkan diri ke polisi saat itu juga. Ada dua saksi bernama Chen He dan Jiang Piao yang saat itu juga berada di TKP. Ketika mereka jadi saksi, polisi tertukar menyerahkan kartu identitas mereka. Dan sejak itu Chen He dan Jiang Piao saling berkirim surat membicarakan soal pembunuhan itu dengan dugaan-dugaan versi masing-masing.



***

Resensi

Saya bisa menyebut ketiga cerita tersebut sebagai novela. Karena pada akhirnya buku ini hanya berisi tiga cerita saja dengan alur dan tokoh yang membentuk kesimpulan. 

Ketiga ceritanya menarik dan memiliki aura yang berbeda satu dengan yang lain. Kalau pun harus dicari persamaannya, mungkin akhir kisahnya yang tragis bisa dijadikan poin itu. Kematian yang disengaja, baik dibunuh maupun bunuh diri, bakal ditemukan dalam ketiga cerita tersebut. Pada cerita Nyaliku Kecil Seperti Tikus kita akan mendapati ayah Yang Gao bunuh diri demi membalas dendam karena harga dirinya dilecehkan di depan anaknya.

Sedangkan pada cerita Sebuah Kenyataan akan kita temukan lebih banyak kematian.  Begitu membaca cerita ini saya jadi ingat dengan pembukaan cerita buku Tiga Dalam Kayu karya Ziggy Z. yang menarasikan pembunuhan dengan santai, pelakunya anak-anak pula. Yang masih hidup dalam cerita ini adalah para istri. Ibu, kakak-beradik, dan anak-anak mereka mati. Yang menarik dari cerita ini tentu saja proses kematian mereka yang harus kita ikuti. 

Lalu pada cerita Suatu Kebetulan ada kematian akibat pembunuhan. Kasus yang kemudian dibicarakan dua tokoh utamanya namun mereka akhirnya mengulang pembunuhan tersebut. 

Untuk tema yang paling kental dalam buku ini adalah keluarga, bisa soal hubungan orang tua-anak atau suami-istri. Tema ini biasanya memberikan efek kehangatan pada pembaca tetapi pada buku ini jangan mengharapkan itu, kita justru akan lumayan terusik dengan alur cerita yang benar-benar membagongkan mental.

Penyebab efek itu karena konflik yang disajikan terlalu kelam. Tokoh-tokohnya memiliki konflik batin yang besar dengan kehidupan sehingga penulis mengeksekusi ceritanya tidak dengan manis, melainkan ditutup dengan tragedi.


Saya menyukai buku ini karena gaya bahasa yang digunakan penulis benar-benar khas buku asia: perlahan, detail, tajam, dan menghanyutkan. Walau konflik yang dibawakan penulis terbilang ngeri tetapi dengan gaya bahasa yang saya sebutkan sebelumnya, cerita terasa punya rasa magic dan menjadi lebih dramatis.

Setelah membaca buku ini saya merasakan hati saya jadi lebih besar ketika memandang kehidupan dibandingkan sebelumnya, lebih bersyukur juga, sebab tokoh-tokoh dalam buku ini punya kehidupan yang tragis, yang menghimpit mereka untuk keluar dari konflik dengan harus membuat keputusan yang baik.

Untuk ketiga cerita yang dikarang Yu Hua saya memberikan nilai 4/5 bintang. Buku ini menyegarkan sebagai bacaan literasi asia walau isi ceritanya tidak semenyegarkan itu.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!


Agustus 01, 2022

[Buku] The Coffee Memory - Riawani Elyta


Judul:
The Coffee Memory

Penulis: Riawani Elyta

Penyunting: Laurensia Nita

Perancang sampul: Satrio d'Labusiam

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Maret 2013, cetakan pertama

Tebal: vi + 226 hlm.

ISBN: 9786027888203


Saat aroma kopi itu menjauh, kusadari bahwa kau tak mungkin kutemui lagi.

Seperti aromamu yang terempas oleh butir udara, meninggalkanku dalam sunyi yang dingin.

Sampai kusadari kau hadir, menyergapku dalam diam, mengembalikanku dalam kenangan.

Dan, menabur aroma yang sama dengan apa yang telah kutinggalkan.

Ketika itulah aku pahami, aku tak mungkin berpaling lagi.

***

Sinopsis

Novel The Coffee Memory ini menceritakan tokoh utama bernama Dania Aliffa yang tengah berduka setelah suaminya, Andro, meninggal dalam kecelakaan. Kehilangan pasangan hidup membuat semangat Dania merosot. Padahal ada tanggung jawab yang melekat padanya yang mesti diemban: mengurus anak laki-lakinya (Sultan) dan mengurus usaha kafe mereka  (Katjoe Manis).

Di masa kebangkitannya meniti hidup dari awal lagi, Dania harus menghadapi orang-orang yang enggan ia ladeni. Redi, kakak iparnya, selalu mendesak Dania untuk menjual kafenya karena dianggap Dania tidak akan bisa menjalankan bisnis ini. Pram juga muncul setelah sekian lama tidak bertemu, Dia mantan Dania saat sekolah tetapi penilaian Dania pada Pram sudah rusak sejak tahu niat asli Pram mau menjadi pacar Dania saat itu. Dan ujian paling puncak ketika kafe Katjoe Manis kebakaran tidak menyisakan apa pun.

Beruntung ada Barry yang bisa Dania andalkan. Barry, barista yang baru-baru ini direkrut, memiliki misteri yang masih belum masuk akal Dania mengenai alasan dia meninggalkan pekerjaan dulu yang sudah mapan dan pindah ke kafe kecil yang sedang dihidupkan kembali. Tetapi peran Barry sangat berjasa. Hingga pada saat Dania tahu isi hati Barry, kebimbangan menerpa dirinya. 



***

Resensi

Novel The Coffee Memory ini merupakan novel lawas yang sengaja saya baca lagi karena sedang kangen dengan cerita manis ala Penerbit Bentang. Dulu, penerbit ini salah satu yang paling banyak mengeluarkan novel roman dengan cerita yang segar dan manis. Dan novel ini masuk dalam jajaran judul series Love Flavour. Selain novel ini ada judul lain yang masuk series ini: The Mint Heart (Ayuwidya), The Strawberry Surprise (Desi Puspitasari), The Mocha Eyes (Aida M. A.), The Vanilla Heart (Indah Hanaco), dan The Chocolate Chance (Yoana Dianika).

Konflik besar pada novel ini adalah proses move on Dania, lalu bagaimana dia memperbaiki hal-hal yang harus segera dibereskan. Pembaca akan diajak mengikuti Dania yang mencoba berdamai dengan rasa kehilangan. Hatinya tertutup rapat bagi siapa pun yang mengetuk. Baginya Andro segalanya.

Proses meluruskan kaki untuk berdiri setelah ditimpa cobaan bertubi-tubi bukan perkara mudah. Kita bisa belajar dari kisah Dania ini, dalam proses move on itu dibutuhkan pendamping. Bisa orang tua, saudara, sahabat, atau bahkan ahli kesehatan. Karena jika sendirian menanggung perasaan nelangsa itu, justru kita akan makin tenggelam. Fungsi pendamping ini untuk mengingatkan kalau dunia nyata ini bukan soal kehilangan semata, tapi ada banyak hal penting lain yang mesti tetap diperhatikan. Dalam novel ini yang menjadi pendamping Dania adalah mamanya. Dia yang berinisiatif membangkitkan semangat Dania agar bisa melanjutkan hidupnya kembali.


Sebagai novel roman, sisi percintaan yang disajikan penulis memang pas. Bukan yang berbunga-bunga ala remaja SMA ya, tapi ini cinta yang lebih mendalam karena tokoh-tokohnya dewasa. Dan yang paling penting, novel ini mencoba menggali lebih dalam sisi dari kopi dan dunianya. Ada pembahasan soal jenis kopi dan penyajian, ada bahasan soal kafe dan ide-ide bisnisnya, juga ada pembahasan soal komunitas pecinta kopi yang jadi bagian tak terpisah dari eksistensi kopi itu sendiri.

Perjalanan move on Dania disusun dengan rapi dan runut. Pada mulanya dia egois untuk menyimpan perasaan atas nama Andro tetap bercokol di hatinya dan tidak ada yang bisa menggantikan itu. Tetapi seiring berjalannya waktu dan mata Dania makin terbuka, perlahan hatinya bisa mulai fleksibel dalam menghadapi beberapa orang yang mau mampir mengisi ke kosongan itu. Walau pada akhir novel ini disinggung sangat tipis kemungkinan kepada siapa Dania menambatkan hatinya kembali.

Kover novel ini sangat cantik. Dengan gamplang mengabarkan isi bukunya tentang apa. Pembaca bisa menebak sejak awal ada item penting apa dalam kisahnya. Tetapi pemilihan font dengan warna emas membuat saya agak repot memotret agar tulisan tersebut terbaca jelas. Alhasil, foto yang di sinilah hasil maksimalnya, hehe.

Saya sangat-sangat-sangat menikmati membaca novel roman lawas ini. Kopi dan kisah cintanya cukup memberikan kesan. Untuk aroma kopi yang semerbak dalam novel ini saya memberikan nilai 4/5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Desember 23, 2021

[Buku] Aroma Karsa - Dee Lestari


Judul:
Aroma Karsa

Penulis: Dee Lestari

Penyunting: Dhewiberta

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Agustus 2021, cetakan kedelapan

Tebal: xiv + 710 hlm.

ISBN: 9786022914631

***

Dari sebuah lontar kuno, Raras Prayagung mengetahui bahwa Puspa Karsa yang dikenalnya sebagai dongeng, ternyata tanaman sungguhan yang tersembunyi di tempat rahasia.

Obsesi Raras memburu Puspa Karsa, bunga sakti yang konon mampu mengendalikan kehendak dan cuma bisa diidentifikasi melalui aroma, mempertemukannya dengan Jati Wesi.

Jati memiliki penciuman luar biasa. Di TPA Bantar Gebang, tempatnya tumbuh besar, ia dijuluki si Hidung Tikus. Dari berbagai pekerjaan yang dilakoninya untuk bertahan hidup, satu yang paling Jati banggakan, yakni meracik parfum.

Kemampuan Jati memikat Raras. Bukan hanya mempekerjakan Jati di perusahaannya, Raras ikut mengundang Jati masuk ke dalam kehidupan pribadinya. Bertemulah Jati dengan Tanaya Suma, anak tunggal Raras, yang memiliki kemampuan serupa dengannya.

Semakin jauh Jati terlibat dengan keluarga Prayagung dan Puspa Karsa, semakin banyak misteri yang ia temukan, tentang dirinya dan masa lalu yang tak pernah ia tahu.

***

Sinopsis

Jati Wesi adalah pemuda yang besar di TPA Bantar Gebang, yang memiliki indera penciuman istimewa sebab bisa membaui aroma yang tidak bisa ditangkap hidung orang biasa. Kemampuannya itu membuat Jati menjadi peramu parfum yang handal, bahkan dapat mereplika parfum dari perusahaan besar Kemara. Tindakannya ini justru membuat dia ditangkap polisi dan menjadi awal dia terhubung dengan sosok pemilik Kemara, Ibu Raras Prayagung.

Masuknya Jati di keluarga Prayagung membuat anak perempuan Raras, Tanaya Suma, berreaksi menolak kehadirannya. Suma pun merupakan orang yang dianugerahi hidung istimewa seperti Jati. Hubungan tidak akur mereka berubah seiring waktu menjadi saling memuja. Kesamaan yang mereka miliki membuat mereka merasa sepenanggungan dan bukan satu-satunya manusia aneh.

Raras ternyata punya skenario besar akan obsesinya untuk menemukan bunga Puspa Karsa. Bunga yang dianggap dongeng oleh banyak orang, yang memiliki kemampuan luar biasa untuk mengendalikan dunia. Suma dan Jati akhirnya terlibat dalam ekspedisi pencarian keberadaan Puspa Karsa di Gunung Lawu yang dianggap penuh mistis. Mengulang ekspedisi yang pernah dilakukan 26 tahun silam dan menelan banyak korban, Raras berharap besar dan optimis ekspedisi kali ini akan berhasil dengan mengandalkan kemampuan Jati dan Suma.

Ekspedisi mustahil ini rupanya bukan sekadar menemukan Puspa Karsa, tetapi menjadi pintu untuk membuka tabir rahasia Jati dan Suma; siapa mereka berdua, dan apa hubungannya dengan Puspa Karsa.

Resensi

Akhirnya saya berhasil menamatkan membaca novel tebal Aroma Karsa yang sering dipuji-puji pembaca lain. Dulu pernah membaca separuh tapi terhenti karena merasa gaya bercerita novel ini berbeda dengan gaya bercerita Dee di series Supernova dan novel Perahu Kertas. Kali ini saya akhirnya bisa menyelesaikan menelusuri kisah Jati Wesi dengan penciumannya yang istimewa.

Saya menyebut novel ini sebagai novel petualangan sebab isi cerita novelnya berupa usaha menelusuri asal-usul sosok Jati dan Suma dengan melewati beberapa tempat penting: Bantar Gebang, perusahaan Kemara, dan Gunung Lawu. Pembaca akan diajak mengenal orang yang dianugerahi hidung dapat mencium aroma apa pun. Kita akan didoktrin untuk percaya jika semua benda sebenarnya memiliki aroma. 

Kemampuan ini kelihatannya menarik tapi melihat dari tokoh Suma, kemampuan ini justru merepotkan. Bau sesamar apa pun dapat dideteksi. Kita tentu saja akan menangkap bau yang aneh-aneh, bisa-bisa kita tidak bisa makan apa pun karena reaksi mual akibat kebanyakan mencium bau yang beraneka ragam.

Ketika novel ini membahas mengenai gangguan penciuman, saya sangat tertarik sebab jujur saja sampai detik ini hidung saya tidak normal. Kakosmia adalah gangguan hidung yang menafsirkan aroma secara berbeda dari yang sebenarnya. Saya tidak bisa mencium parfum sebagai wangi yang enak sebab jadi tercium aroma menyengat yang keras, sekalipun itu aroma buah. Saya tidak bisa mencium gorengan jadi aroma gurih, justru yang tercium aroma tengik dan busuk. Saya juga tidak bisa mencium aroma sabun mandi atau aroma lainnya dengan wangi yang sebenarnya, sebab yang tercium hanya aroma tidak enak. Sempat mengeluh ke keluarga dan mereka menyarankan untuk dicek ke dokter tapi saya malu untuk menjelaskannya karena memang sulit menerangkan apa yang saya cium di hidung. Rasanya aneh datang ke dokter dengan keluhan ini.

Dari novel ini kita akan mengenal komposisi wangi yang menarik. Tapi penjelasan yang melibatkan unsur kimia dan percampuran dari aroma-aroma yang kita kenal, justru jadi membingungkan sebab kita tidak bisa menduga jadi aroma seperti apa hasilnya. Hidung manusia biasa hanya bisa mencium aroma dominan. Ketika Jati membelah-belah aroma jadi bagian kecil-kecil, saya tidak bisa membayangkan aroma yang muncul. Ini juga menjadi alasan kenapa dulu saya terhenti membaca novelnya sebab merasa tema aroma di novel ini berjarak dengan saya. Susah untuk terhubung dengan kemampuan Jati dan Sumi, yang akhirnya membuat sisi simpati saya berkurang.

Yang membuat saya lanjut membaca kali ini karena petualangan ekspedisi mencari Puspa Karsa di Gunung Lawu. Kita sama-sama tahu, gunung merupakan medan yang diliputi mistis. Membayangkan mencari bunga yang tidak dikenali siapa pun di gunung, menjadi bahan khayalan yang menarik dan menantang. Saya penasaran apa yang akan dialami oleh tim yang mencari. Apalagi sempat disinggung jika ekspedisi pertama, mereka dibuat tumbang oleh sesuatu yang tidak terlihat. Rasa penasaran akan ekspedisi ini yang jadi bahan bakar saya menuntaskan novel ini.

Yang dibilang bagus banget oleh pembaca lain, tidak saya dapatkan juga. Karena porsi cerita pencarian bunga Puspa Karsa di Gunung Lawu terlalu sedikit dan singkat. Entah kenapa Dee tidak mengeksplorasi petualangan di Gunung Lawu. Saya tidak menemukan karakter Gunung Lawu dengan utuh sebagai latar penting akan keberadaan Puspa Karsa yang mistis dan misterius. Kalau boleh dibandingkan, latar Gunung Semeru di novel 5cm lebih terasa dibandingkan Gunung Lawu di novel ini.

Tema aroma menjadi salah satu alasan kenapa novel ini berjarak dengan saya. Untuk gaya bercerita Dee sepertinya tidak berubah, masih mencoba dengan ciri detail, minim metafora, dan bisa dibilang lugas. Gaya ini dipakai karena Dee memiliki tujuan membedah dunia aroma sampai ke intinya. Ini menjadi pernyataan saya untuk meralat dugaan dulu kenapa saya tidak berhasil menamatkan ceritanya.

Karakter di novel ini pun tidak ada yang menarik simpati. Jati Wesi dan Tanaya Suma sebagai orang dengan kemampuan indera penciuman istimewa sulit untuk terhubung dengan saya. Raras Prayagung sebagai perempuan kuat dan ambisius tidak juga membuat sosoknya mengesankan. Nurdin Suroso, Khalil, Kapten Mada, Bang Sarip dan tokoh pendukung lainnya memang dihadirkan untuk mendukung semata. Bahkan saya cukup terkejut ketika di ujung cerita Jati bersikap memperlakukan Khalil dengan tidak baik. Menurut saya peran Khalil dalam pertumbuhan Jati menjadi dewasa sangat tulus, tapi karena keterlibatan Khalil dengan obsesi Raras membuat Jati tidak melihat sisi itu.

Dari novel ini kita bisa belajar, "Ambisi itu harus berkadar. Tidak semua tujuan harus dicapai. Sebagai yang beragama Islam saya percaya dengan pesan 'manusia hanya berencana, Allah SWT tetap yang menetapkan takdirnya'". Kita harus tahu, apakah batasan kemampuan kita sudah sebanding dengan tujuan kita. Jika timpang, dijamin hidup akan resah dan gusar, tidak akan tenang.

Akhirnya saya memberikan novel ini nilai 3 dari 5 bintang sebab menurut saya wawasan baru dalam novel ini tetap membuka pikiran walau paket antara tema dan ceritanya belum cukup membuat saya terkesan.

Nah, sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!

Desember 11, 2021

[Buku] Rapijali #2: Menjadi - Dee Lestari



Judul: Rapijali #2: Menjadi

Penulis: Dee Lestari

Penyunting: Dhewiberta H. dan Jia Effendie

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: September 2021, cetakan kedua

Tebal: xvi + 484 hlm.

ISBN: 9786022918288

***

Jakarta tidak lagi menjadi penjara. Di ibu kota, Ping justru mulai mendapatkan gambaran tentang hidup yang ia inginkan. Ia memiliki sahabat-sahabat baru, impian baru, dan cinta yang baru. Namun, tantangan lebih besar turut menyingsing. Ajang Band Idola Indonesia menuntut Ping bekerja keras, termasuk menciptakan lagu. Band Rapijali yang menjadi sumber kebahagiaannya ikut menerbitkan beragam konflik. Popularitas mereka mulai terasa bagai pisau bermata dua. Berbagai perasaan yang terpendam di antara para personel Rapijali turut membayangi perjalanan terjal mereka sepanjang kompetisi.

Cita-cita Ping untuk melanjutkan pendidikan di universitas impian berbenturan dengan kelemahan terbesarnya di bidang musik. Sementara itu, rahasia masa lalu yang mulai terkuak membawa keluarga Guntur ke titik kritis. Mampukah Ping melewati badai itu? Akankah Rapijali bertahan? Di persimpangan hatinya, kepada siapakah Ping menjatuhkan pilihan?

***

Ketika saya menyebut konflik yang dimunculkan pada novel Rapijali #1: Mencari sebagai remahan kue, akhirnya terjawab di novel kedua ini. Kita akan menemukan kelanjutan hidup seorang gadis bernama Ping yang tinggal di rumah calon gubernur dan di tengah perjalanan band Rapijali meraih bintang.

Perjalanan band Rapijali memang berbuah manis meski pada babak final terjadi drama besar-besaran. Tetapi saya bisa menikmati perjuangan anggota band Rapijali demi mengikuti kompetisi band sampai ujungnya. Apa yang melingkupi perjalanan Rapijali berkompetisi membuat kita semua belajar jika berjuang demi kemenangan tidak penah mudah, kecuali kamu anak orang kaya dengan bakat pas-pasan tapi bisa disulap uang menjadi nomor satu. Apa yang dilakukan anggota Rapijali, berlibur ke Batu Karas demi menciptakan lagu, merupakan bentuk kompromi mereka terhadap mimpi yang sedang mereka kejar. Mereka melepaskan semua kelekatan dengan kenyamanan yang selama ini mereka diami dan menukarnya dengan level hidup di bawah yang biasanya. Tetapi Ping berjuang dengan jalan yang beda saat dia pulang ke Batu Karas. Dia justru berperang dengan kenangan masa lalu ketika kakeknya masih lincah dan ceria. Ketika hidup masih baik-baik saja tanpa perlu melakukan apa yang tidak ingin Ping lakukan.

Konflik pada novel kedua ini juga lebih mengaduk emosi walau eksekusi yang dipilih penulis masih belum maksimal membuat saya menangis tersedu-sedu padahal di novel ini mengemukakan konflik orang tua-anak, yang biasanya gampang banget bikin saya mewek. Setelah digantung pada akhir buku novel Rapijali #1, ketika Ardi mengetahui hubungan Ping dan ayahnya, badai itu sungguhan kejadian. Pencitraan yang dibangun Guntur sebagai calon gubernur harus porak poranda oleh pengakuan Ardi kepada ketua tim sukses lawan. 

Konflik remaja yang tampaknya susah dilepaskan adalah urusan romantisme pasangan kekasih atau sekadar naksir tanpa pernah digubris. Semesta mendukung arah Ping kepada Rakai, tapi di sisi lain sana ternyata ada yang meradang tanpa bisa berbuat apa-apa. Tak lain dan tak bukan adalah Oding dan Jemi. Walau konflik cinta-cintaan ini tidak membalur keseluruhan novelnya, penulis bermain cantik dengan menebar sedikit-sedikit di beberapa bagian seperti sedang memancing kumpul merpati dengan pakan yang disebar pada beberapa sudut taman. Ada yang bikin gemas, ada juga yang bikin naas. Cinta yang berbalas tumbuh dengan cinta yang kandas. Satu hati bahagia berbarengan dengan satu hati terluka. Tapi saya percaya cinta akan berhenti di titik paling pasnya ketika waktunya sudah tiba. Mungkin ujiannya harus berputar-putar dulu sebelum ketemu lintasan yang umum.

Kalau membahas soal teknik menulis, Dee Lestari bukan penulis yang asal meramu cerita yang dikarangnya. Sehingga segalanya makin indah saja. Di Rapijali #1 saya merasakan ada kejanggalan dari bagaimana penulis berdiksi ria, tapi dengan membaca buku keduanya saya semakin bisa menikmati alur yang dibuat penulis untuk Ping dan Rapijali. Ceritanya makin rame dan makin bikin penasaran.


Penokohan yang sempat dibahas pada ulasan Rapijali #1 semakin berkembang. Setiap tokoh yang muncul memang mengalami pergeseran lumayan signifikan. Walau masih suka becanda, teman-teman Ping mulai melihat masalah hidup dengan santai, adem, dan bertanggung jawab. Mereka lebih bijaksana menyelesaikan konflik yang muncul di Rapijali karena mereka paham emosi hanya bikin ricuh dan bijaksana bisa mengantarkan kepada kebaikan.

Saya sangat menikmati novel kedua ini dan merasa puas oleh penyelesaian konflik yang ada. Karena itu saya ingin memberikan nilai 4 dari 5 bintang.

Nah, sekian ulasan singkat saya untuk novel Rapijali #2: Menjadi, dan saya sangat menantikan novel Rapijali #3: Kembali. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!

November 17, 2021

[Buku] Segala Yang Diisap Langit - Pinto Anugerah


Judul: Segala Yang Diisap Langit

Penulis: Pinto Anugerah

Penyunting: Dhewiberta Hardjono

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Agustus 2021, cetakan pertama

Tebal: vi + 138 hlm.

ISBN: 9786022918424

***

Rabiah ingin mematahkan mitos yang beredar selama ini, bahwa garis keturunan keluarga bangsawan Minangkabau akan putus pada generasi ketujuh. Apa pun siap dia lakukan demi mendapatkan anak perempuan pembawa nama keluarga, termasuk menjadi istri kelima seorang lelaki yang terkenal mampu memberikan anak perempuan.

Tidak disangka, penghalang utama Rabiah justru kakak kesayangannya, Magek. Setelah bergabung dengan Kaum Padri dari utara, Magek mengacungkan pedangnya ke arah Rubiah, siap menghancurkan semua yang dimilikinya: harta, adat, keluarga, dan masa lalu.

Segala yang Diisap Langit, sebuah novel tentang pergulatan manusia di tengah ombak perubahan zaman. Tak ada yang tahu ujung jalan yang kita pilih. Tak ada yang mampu menerka pengorbanan apa yang harus kita buat. Semua demi bertahan hidup.

***

Tokoh Bungo Rabiah tergolong perempuan dominan yang fanatik terhadap adat. Posisinya sebagai pewaris Rumah Gadang Rangkayo memiliki obsesi untuk mengalahkan rumor jika warisan turun temurun akan hilang sesuai takdir setelah tujuh turunan. Cara apapun akan dilakukan, termasuk menjadi istri kelima Tuanku Tan Amo demi mendapatkan anak perempuan yang kelak jadi keturunan kedelapan. Pembukaan novel ini meski mesum menjelaskan gamblang bagaimana Rabiah berusaha keras mewujudkan obsesinya itu.

Obsesi bukan milik Rabiah saja, Tuan Tan Amo pun mempunyai misi dibalik menikahi Rabiah. Sebagai lelaki penguasa yang meninggikan martabat, keluasan tanah dan banyaknya harta menjadi ukuran seberapa hebat dia. Rabiah dan Tuan Tan Amo bermain taktik untuk tujuan masing-masing sekalipun mereka adalah suami-istri.

Adat Suku Minangkabau diulas dalam novel ini dengan jeli. Terutama adat kolot di tahun Belanda masih menjajah. Kemurnian ajaran nenek moyang yang diturunkan dari praktik dan cerita, bukan melalui tulisan atau kitab, menjadi sakral tidak boleh berubah. Orang pagan percaya takdir mereka meneruskan apa yang dimulai nenek moyang. Adat murni ini dianggap benar meski dibenturkan dengan ajaran agama Islam. Pertentangan ini diwakilkan Rabiah dengan kakak laki-lakinya yang sudah tobat, Magek Tangkangkang.

Adat merupakan hasil buatan manusia, diperkuat dengan kepercayaan mereka. Tidak melulu baik dipegang apalagi diteruskan. Pada saat itu berbarengan sedang diluaskan ajaran agama Islam oleh orang Padri yang menurut saya merujuk kepada pengikut Tuanku Imam Bonjol. Dan orang Padri ini menentang kebiasaan orang pagan meminum tuak, berjudi, sabung ayam, bahkan perkawinan saudara. Kebiasaan yang bobrok sekali. Terutama urusan pernikahan saudara yang dianggap sah dan boleh jika berbeda ibu. Padahal nyata-nyata keturunan pernikahan saudara akan cacat tapi mereka tidak belajar dari itu.

Sebagai pembaca sekarang yang kerap mendapat pencerahan jika agama Islam itu lemah lembut dan penuh kasih, saya justru kurang setuju dengan cara orang Padri menuntut orang pagan tobat karena menggunakan pedang. Pada prosesnya justru muncul pembantaian. Sekalipun dikatakan orang pagan sebagai kafir, orang yang melestarikan dosa besar, dan keras kepala kepada adat, membunuh mereka saya anggap cara keliru. Istilah saat ini mereka disebut orang Islam radikal. Ini mengusik saya selama membaca bagian pembantaian oleh Magek Tangkangkang kepada keluarga orang pagan yang enggan tobat dengan dalih menegakan ajaran agama Islam. Sangat sadis.

Sebagai novel sejarah lokal, buku ini sudah mewadahi fungsinya. Memberikan fakta kondisi masyarakat pada saat itu dan membikin pembaca bersyukur karena lahir bukan di masa itu. Yang paling repot, diksi yang digunakan penulis menyesuaikan dengan masa dan tempat kejadian berlangsung di cerita sehingga saya tidak terbiasa dan agak kagok memahami. Masalah lain, nama tokoh-tokohnya tidak umum buat saya. Beberapa hampir tertukar misalnya nama Magek Tangkangkang dan Karengkang Gadang. Meski begitu, sepadan sih dengan kesan yang saya dapatkan usai membacanya, mendapat wawasan dan serasa melihat film jadul. Makanya saya memberikan novel ini 3 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

Oktober 17, 2021

[Buku] Animal Farm - George Orwell



Judul: Animal Farm

Penulis: George Orwell

Penerjemah: Prof. Bakdi Soemanto

Penyunting: Ika Yuliana Kurniasih

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Juni 2021, cetakan ke-12

Tebal: iv + 144 hlm.

ISBN: 9786022912828

***

Suatu malam, Major, si babi tua yang bijaksana, mengumpulkan para binatang di peternakan untuk bercerita tentang mimpinya. Setelah sekian lama hidup di bawah tirani manusia, Major mendapat visi bahwa kelak sebuah pemberontakan akan dilakukan bintang terhadap manusia; menciptakan sebuah dunia di mana binatang akan berkuasa atas dirinya sendiri.

Tak lama, pemberontakan benar-benar terjadi. Kekuasaan manusia digulingkan di bawah pimpinan dua babi cerdas: Snowball dan Napoleon. Namun, kekuasaan ternyata sungguh memabukkan. Demokrasi yang digaungkan perlahan berbelok kembali menjadi tiran di mana pemimpin harus selalu benar. Dualisme kepemimpinan tak bisa dibiarkan. Salah satu harus disingkirkan... walau harus dengan kekerasan.

Animal Farm merupakan novel alegori politik yang ditulis Orwell pada masa Perang Dunia II sebagai satire atas totaliterisme Uni Soviet. Dianugerahi Retro Hugo Award (1996) untuk novela terbaik dan Prometheus Hall of Fame Award (2011), Animal Farm menjadi mahakarya Orwell yang melejitkan namanya.

***

Pada satu hari terjadi pemberontakan hewan-hewan di Peternakan Manor milik Pak Jones yang dipimpin oleh tiga babi; Snowball, Napoleon, dan Sequreal. Pemberontakan ini merupakan bentuk memerdekakan hewan dari perbudakan manusia. Sebab susu yang dihasilkan sapi, telur yang dihasilkan ayam, bahkan anak babi yang dilahirkan, punya takdir untuk memenuhi kebutuhan manusia tanpa memberi perubahan pada nasib hewan.

Peternakan Manor berubah menjadi Peternakan Hewan. Tujuh Perintah ditulis untuk menjadi panduan hewan. Lagu ‘Binatang Inggris’ menjadi lagu kebangsaan di peternakan itu. Perubahan besar-besaran dilakukan. Tetapi seperti sebuah negara, terjadi perang konflik antara hewan yang satu dengan yang lain. Ada kudeta kekuasaan, ada korupsi, ada fitnah, bahkan ada eksekusi bagi yang dituduh pengkhianat.

Membaca novela Animal Farm ini seperti sedang mempelajari keburukan pejabat pemerintah. Hewan-hewan mewakili mereka. Major (babi) menjadi perintis kemerdekaan yang tidak bisa menikmati kemerdekaan tersebut. Snowball (babi) menjadi contoh sekutu yang dikhianati. Napoleon (babi) menjadi contoh si pengkudeta dengan banyak akal. Squealer (babi) menjadi contoh juru bicara yang fasih mengarang skenario. Boxer (kuda) menjadi contoh masyarakat polos yang bekerja keras untuk pemimpinnya. Muriel (kambing) menjadi contoh masyarakat yang paham situasi tapi enggan mengubah. Moses (gagak) menjadi contoh jurnalis yang independen.

Kejahatan di Peternakan Binatang juga seperti kejahatan di sebuah negara. Kudeta kekuasaan, monopoli sumber daya, penyebaran hoax, intimidasi, pembunuhan, penyalahgunaan jabatan, bahkan hukum rimba berlaku dengan jelas, yang kuat akan menang, yang lemah akan tersingkir.

Meski novela ini menggunakan tokoh-tokoh hewan, tapi kemasannya bukan fabel yang biasa ditujukan untuk pembaca anak-anak. Novela ini mempunyai tema politik kekuasaan dan alur cerita yang kelam. Penulis seolah ingin menunjukkan semengerikan itu orang-orang yang bergumul di kekuasaan dan jabatan.

Kalau di dunia manusia kita mengenal istilah ‘nilai kemanusiaan’, lalu karena ini tokoh-tokohnya hewan, ijinkan saya menyebut ‘nilai kehewanan’ yang boleh disamakan maknanya dengan nilai kemanusiaan. Sebab hewan-hewan yang ‘mengejar’ kekuasaan dan jabatan akan kehilangan nilai itu. Sama seperti manusia. Segala cara dihalalkan, tidak memandang kawan, dan empati mati. Yang ada di benak mereka adalah kepentingan pribadi terpenuhi.



Setelah tuntas membaca, saya bertanya-tanya, “Apa yang dirasakan oleh mereka-mereka yang sekarang duduk di kursi pemerintahan dengan jabatan-jabatan hebat ya? Benar memikirkan rakyat atau justru semata mencari nikmat sesaat?” Cerita di novela ini relevan dengan situasi politik negeri ini yang diisi oleh orang-orang yang beragam punya visi.

Saya akhirnya bisa memahami alasan novela klasik ini bisa bertahan eksistensinya sampai saat ini. Karena tema dan alur cerita di dalam novela ini akan terus relate dengan siapa pun (pembaca) selama struktural negeri masih ada.

Saya bersyukur bisa menyelesaikan novela ini setelah mandek berkali-kali karena waktu itu saya membacanya via ebook. Kesan yang didapat setelah membaca novela ini berupa kejelasan mengenal karakter dan situasi pejabat-pejabat negeri, dan konflik-konflik yang muncul di sekitar mereka. Saya memberikan nilai 3 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!



Desember 26, 2017

[Buku] What I Talk About When I Talk About Running - Haruki Murakami




Judul: What I Talk About When I Talk About Running
Penulis: Haruki Murakami
Penerjemah: Ellnovianty Nine Sjarif & A. Fitriyanti
Penyunting: A. Fitriyanti
Penerbit: Penerbit Bentang
Cetakan: Pertama, April 2016
Tebal buku: vi + 198 halaman
ISBN: 9786022910862
Harga: Rp 49.000

“Apakah hal yang kamu lakukan baik atau tidak, keren atau tidak keren sama sekali, pada akhirnya yang memiliki arti bukanlah sesuatu yang bisa dilihat, tetapi yang bisa dirasakan oleh hatimu. Agar mengerti sebuah nilai, kadang-kadang kamu harus melakukan sesuatu yang buang-buang waktu. Namun, bahkan suatu tindakan yang kelihatannya sia-sia, tidak selamanya berakhir demikian.” (Hal. 189)

Ada rasa janggal setelah membaca buku Haruki Murakami ini. Sebab memoar ini berisi pandangan penulis terhadap sesuatu. Di buku ini penulis mengungkapkan buah pikirannya terhadap hobinya: berlari. Sebagai memoar, saya meloncati proses dalam mengenal penulis. Biasanya, orang akan membaca novel-novel karya Haruki Murakami, setelah itu ia akan membaca memoarnya. Karena memoar lebih mengetengahkan lebih banyak sisi pribadi si penulis. Justru yang saya lakukan mengenal penulisnya dahulu, mungkin baru membaca novel-novelnya. Ini kesan yang saya simpulkan dan tentu saja akan berbeda dengan kalian.

Memoar What I Talk About When I Talk About Running berkisah pengalaman Murakami di dunia lari dan dunia kepenulisan. Dia menceritakan banyak pengalaman mengikuti lomba lari dan pikiran-pikirannya terhadap kegiatan berlari. Contohnya, pikirannya tentang ketidakinginannya bangun pagi dan berlari. Siapa pun pasti pernah menemukan perasaan ini setelah melakukan kegiatan dalam kurun waktu tidak sebentar. Murakami penasaran apakah pikiran tersebut muncul juga pada pelari profesional. (Hal. 55)

Pada bagian lain, Murakami juga menceritakan pengalaman ia berlari maraton di Yunani untuk artikel majalah (Hal. 65-76). Ada opsi untuk membuat foto setelah Murakami berlari beberapa jarak dan urusan selesai. Tetapi, Murakami memilih berlari menyelesaikan jarak lintasan maraton sejauh 42.195 km. Diceritakan terperinci bagaimana suhu panas pada saat itu, kondisi jalan yang ramai dan kerap ditemukan bangkai anjing dan kucing, dan perasaan campur aduk ketika Murakami berada di titik sangat lelah (marah, kesal, merutuk).

Namun, cerita pengalaman lari Murakami kemudian dikaitkan pada pengalaman ia sebagai penulis. Saya terkesan pada bagaimana awal mula ia memutuskan untuk menulis novel. Niat yang muncul saat ia menonton baseball dan kemudian ia lanjutkan dengan pengorbanan besar, menutup usaha bar yang pada saat itu dalam kondisi sangat baik. Usia Murakami pada saat itu di ujung 20-an.

Selain pengalaman awal mula menjadi penulis, Murakami berbagi cara-cara menjadi penulis yang baik menurut versinya. Sebab Murakami sadar sekali dirinya bukan penulis yang memiliki bakat alami luar biasa.

“Sebaliknya jika kamu bisa berfokus secara efektif, kamu akan dapat mengimbangi bakat yang tak menentu atau bahkan yang jumlahnya sedikit.” (Hal. 87-88)

“Jika konsentrasi hanyalah proses menahan napas, daya tahan merupakan seni mengeluarkan napas dengan tenang dan pelan-pelan sekaligus mengisi udara ke dalam paru-paru.” (Hal. 88)

“Keseluruhan proses menulis- duduk di depan meja, memfokuskan pikiran seperti sinar laser, membangun imajinasi dari kekosongan, mengarang cerita, memilih kata yang tepat satu demi satu, mempertahankan seluruh alur tetap berada pada jalur - membutuhkan energi yang jauh lebih banyak, untuk jangka waktu yang lama, dari yang dibayangkan orang kebanyakan.” (Hal. 90)

Sebuah pengalaman berharga karena setelah membaca memoar Murakami ini, saya seperti sudah belajar langsung kepadanya untuk urusan menulis. Ada banyak bagian dari buku yang menginspirasi saya untuk menekuni dunia menulis. Dan saya pun berharap kalian akan menemukan pengalaman yang sama setelah membaca buku ini.

Akhirnya, saya memberi nilai 4/5 untuk buku yang menginspirasi sekaligus meyakinkan saya kembali untuk fokus di dunia menulis.

Catatan:
  • Aku selalu berhenti pada saat aku merasa bisa menulis lebih banyak. Dengan begitu, penulisan selanjutnya secara mengejutkan menjadi lebih lancar. (Hal. 6)
  • Setelah berlari rasanya apa pun yang menjadi inti tubuh ini seperti diperas keluar sehingga terlahir perasaan ringan, dan apa pun yang terjadi, terjadilah. (Hal 9)
  • Apakah hasil tulisan sesuai atau tidak dengan standar yang ditetapkan oleh diri sendiri akan menjadi hal yang lebih penting daripada segalanya dan itu adalah sesuatu yang tidak mudah dijadikan alasan. (Hal. 13)
  • Hal terpenting adalah bagaimana melampaui diri sendiri yang kemarin. (Hal. 14)
  • Aku belajar bahwa tidak mungkin manusia hidup sendiri - sesuatu yang sudah sewajarnya. (Hal. 20)
  • Manusia memiliki nilai di dalam diri mereka dan cara hidup masing-masing, begitu juga aku. (Hal. 24)
  • Kepedihan ataupun sakit hati merupakan hal yang diperlukan dalam hidup. (Hal. 24)
  • Perkara sakit hati adalah harga yang harus dibayar seseorang untuk dapat menjadi mandiri di dunia ini. (Hal. 25)
  • Bagaimana membagi waktu dan tenaga kita untuk melakukan hal-hal sesuai urutan prioritas. Jika tidak bisa menetapkan sistem semacam itu pada suatu masa dalam hidup, kamu akan kurang terfokus dan hidupmu jadi tidak seimbang. (Hal. 45-46)
  • Seberapa pun besarnya niat seseorang, seberapa pun bencinya dia pada kekalahan, jika hal itu merupakan sesuatu yang tidak benar-benar disukai, dia tidak akan bisa bertahan lama meneruskannya. (Hal. 53)
  • Namun, manusia punya kecocokan dan ketidakcocokan masing-masing. (Hal. 54)
  • Dinding pemisah antara kepercayaan diri yang sehat dan harga diri yang berlebihan memang cukup tipis. (Hal. 63)
  • Saat semakin tua, kamu akan belajar untuk bahagia dengan apa yang kamu miliki. Itulah salah satu dari sedikit hal baik dengan menjadi tua. (Hal. 97)
  • Jika sesuatu berarti untuk dilakukan, memberikan semua yang terbaik - atau bahkan melebihi yang terbaik darimu - juga berarti. (Hal. 109)
  • Sekali melanggar peraturan yang kuputuskan sendiri, aku akan melanggar lebih banyak lagi. (Hal. 124)
  • Mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah menerimanya, tanpa terlalu banyak tahu apa yang sebenarnya terjadi. (Hal. 134)

April 06, 2017

[Buku] The Life-Changing Magic of Tidying Up, Marie Kondo


Judul : The Life-Changing Magic of Tidying Up
Penulis : Marie Kondo
Penerjemah : Reni Indardini
Penyunting : Ika Yuliana Kurniasih
Perancang sampul : Wirastuti
Penerbit : Penerbit Bentang
Terbit : November 2016, cetakan ketiga
Tebal buku : xviii + 206 halaman
ISBN : 9786022912446
Harga : Rp54.000 

Saya merasa sangat bersyukur akhirnya bisa membeli buku ini. Sudah lama sekali saya ingin membaca metode KonMari. Awal saya tahu buku ini dan metode KonMari dari blog www.livingloving.net. Blog yang mengulas banyak hal kreatif dari lingkungan di sekitar kita.

Buku The Life-Changing Magic of Tidying Up membahas tentang seni beres-beres atau berbenah. Sebagai orang yang suka berantakan di kos, buku ini jelas membantu sekali. Ada beberapa hal dalam berbenah yang ditekankan Marie Kondo agar proses berbenah berhasil. Pertama, berbenah sampai tuntas. Prinsip ini mencegah siapa pun kembali kepada kebiasaan berantakan. Jika ada yang mengatakan berbenah secara berkelanjutan, itu justru akan menambah lama proses berbenah dan kebiasaan berantakan tidak bisa dihindari.

Lalu, yang kedua, membuang sampai tuntas. Semua benda yang hendak disingkirkan, dikumpulkan dalam satu ruangan. Misalnya ingin memilih baju. Keluarkan semua baju di lantai dan jangan sampai ada yang tertinggal. Pilah baju tersebut dengan prinsip apakah baju tersebut mendatangkan kebahagiaan. Jika masih ragu, silakan dilanjutkan pada hal selanjutnya.

Ketiga, berbenah sesuai urutan. Ketika ingin berbenah, di buku ini diberikan urutan yang pas dan terbukti berhasil. Baju – Buku – Kertas- Komono (pernak-pernik). Ada kriteria bagi masing-masing ketika memutuskan untuk menyimpannya. Tetapi prinsip utamanya tetap saja soal mendatangkan atau tidak kebahagiaan bagi si pemilik.

Yang keempat, menyimpan secara apik. Menurut Marie, banyak kliennya yang mengeluhkan tidak punya cukup tempat untuk memuat barang-barang sehingga barang-barang mereka bertebaran dimana-mana. Kunci utama mengatasi permasalahan ini terletak pada cara menyimpan. Penulis mengajari cara melipat baju, cara menyimpan pernak-pernik dan masih banyak cara menyimpan benda lainnya.

Sambil membaca buku ini, saya coba mempraktikkan metode KonMari di kos dan area meja kantor. Dan saya merasakan perubahan besar. Saya membuang beberapa baju dan memutuskan untuk menyimpan dalam jumlah tidak banyak. Saya juga membuang pernak-pernik yang biasa saya simpan dengan alasan akan digunakan kelak. Sampai saya membuangnya, pernak-pernik itu tidak pernah saya gunakan. Efek paling terasa adalah dengan jumlah barang yang sesuai kebutuhan membuat saya tidak perlu ekstra tenaga untuk berbenah setiap hari. Cukup meletakkan kembali barang yang saya pakai di tempat yang tepat. Sehingga waktu untuk melakukan hal lain lebih leluasa.

Oya, sebagai pembaca buku yang punya beberapa koleksi buku, saya pun memilah. Hasilnya memang tidak banyak buku yang saya buang. Saya hanya membuang buku yang memang sudah tidak layak simpan. Masih ada beberapa buku yang menurut saya perlu dialihkan. Semoga ke depannya saya bisa membagikan buat yang lain.

Saya kira kalian pun perlu membaca buku ini karena buku ini bukan sekedar bercerita soal berbenah. Proses berbenah itu sendiri berdampak besar bagi kepribadian dan pola pikir. Ada semacam akibat baik yang kemudian timbul ketika kita sudah melakukan metode KonMari. Percaya, kalian pun akan merasakan perbedaan jika mau mencoba metode KonMari ini. Selamat mencoba.