Tampilkan postingan dengan label dee lestari. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dee lestari. Tampilkan semua postingan

November 21, 2024

Resensi Buku Tanpa Rencana - Dee Lestari

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul:
Tanpa Rencana

Penulis: Dee Lestari

Penyunting: Ardhias Nauvaly

Desain sampul: Fahmi Ilmansyah

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: November 2024, cetakan pertama

Tebal: xii + 208 hlm.

ISBN: 9786231864352


Sebuah cerita akan mengesankan jika di dalamnya mengandung 'sesuatu' yang baru bagi pembacanya. Dan itu yang selalu disajikan oleh Dee Lestari dalam karya-karyanya. Alasan ini juga yang membuat saya memutuskan untuk segera punya buku Tanpa Rencana ini.

Buku ini bukan novel melainkan kumpulan cerita. Ada 18 judul yang isinya berupa cerpen dan prosa. Beberapa tulisan benar-benar memuaskan saya akan 'sesuatu' itu. 

Dalam cerita pembuka Asam Garam kita akan diajak mencicipi garam hitam yang dihasilkan dari mata air asin di Gunung Mili, Papua. Aneh, garam dibuat dari laut tetapi khusus yang ini justru dibuat di ketinggian gunung. Dan yang menakjubkan, bagi siapa pun yang mencicipi garam ini, akan dibuat menangis dengan sendirinya. Ini dialami Gaspar, seorang wartawan, sebagai tokoh utama setelah ikut Pak Rian, selaku pemilik Kedai Asam Garam, melakukan ritual di depan mata air asin tersebut.

"Berapa banyak kehilangan yang sudah kamu alami, Gaspar?" (hal. 19). Kuncinya ini, kehilangan, dan garam hitam jadi perekam kenangan itu. 



Bagi yang kangen dengan tokoh-tokoh di series Supernova, Dee memunculkan mereka di cerita The Supernova Lounge. Mereka kumpul sedang reuni. Ada tamu istimewa pula, Jati Wesi, tokoh dari buku berbeda tapi diundang hadir di tengah-tengahnya. Yang patut ditunggu, dari obrolan mereka dengan Dee sendiri, bakal ada buku baru dari mereka lagi. Tapi yang paling dekat bakal terbit adalah buku kedua dari Aroma Karsa, begitu kodenya.

"Saya sudah memutuskan untuk mengerjakan judul yang lain dulu. Saya harus menyelesaikan arc Jati Wesi dan Tanaya Suma." (hal. 48).


Yang unik dari cerita Surat Cinta di Botol Kaca menceritakan dua sahabat; Fia dan Tinus, yang masih akrab padahal keduanya sudah umur lima puluhan. Fia sudah menyerah dengan asmaranya setelah bercerai dari Alfian dan ia mengandalkan keajaiban harapan kalau-kalau ia menemukan surat cinta yang disimpan dalam botol apa pun. Kini ia menjalani hari-hari dengan anak perempuanya bernama Lili yang sudah 22 tahun. Sedangkan Tinus sendiri masih gemar mencari pasangan lewat aplikasi dating walau hasilnya selalu gagal. 

Keakraban Fia dan Tinus justru menginspirasi Lili agar punya pasangan serasa sahabatan. "Kan, katanya jodoh terbaik itu sahabat kita sendiri." (hal. 90).

"Dua orang yang nggak bisa hidup tanpa satu sama lain," bisiknya di telingaku. "Itu lebih dari cukup." (hal. 96)

Hal menarik sekaligus cerita yang menghangatkan hati saya temukan di cerita Temu & Power Rangers. Pak Ramli punya anak perempuan bernama Selma yang suka sekali main dengan ayam jago yang dinamai Temu. Kehilangan Temu jadi momen awal bagaimana Pak Ramli lebih dimengerti Emak dan ia belajar sekecil apa pun kebaikan kepada orang lain pasti akan berbalik ke diri sendiri. 



Rupanya buku ini begitu personal ditulis oleh Dee. Tak heran ada juga tulisannya yang berupa ungkapan hati Dee sebagai penulis. Di Balik Papan Tik mengungkapkan bagaimana susahnya jadi penulis ketika ide tulisannya mentok.

Hari ini berbeda. Aku ingin kamu bicara. Jangan diam. Hari ini, aku begitu kosong tanpamu dan terdesak sehingga tak punya pilihan lain. Ketiadaanmu memaksaku untuk akhirnya bercerita tentangmu. Ide. (hal. 103)


Kesan saya setelah membaca buku kumpulan cerita Tanpa Rencana ini, saya masih menemukan 'sesuatu' itu dan menyenangkan bisa membaca cerita yang begitu singkat tapi bermakna. Keunggulan seorang Dee dan karyanya itu adalah setiap tulisannya bertutur dengan niat sehingga pembaca bukunya pasti menemukan 'sesuatu', padahal sebelumnya tidak sedang kehilangan.

Sekian ulasan singkat saya untuk buku Tanpa Rencana ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku ya!



Desember 23, 2021

[Buku] Aroma Karsa - Dee Lestari


Judul:
Aroma Karsa

Penulis: Dee Lestari

Penyunting: Dhewiberta

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Agustus 2021, cetakan kedelapan

Tebal: xiv + 710 hlm.

ISBN: 9786022914631

***

Dari sebuah lontar kuno, Raras Prayagung mengetahui bahwa Puspa Karsa yang dikenalnya sebagai dongeng, ternyata tanaman sungguhan yang tersembunyi di tempat rahasia.

Obsesi Raras memburu Puspa Karsa, bunga sakti yang konon mampu mengendalikan kehendak dan cuma bisa diidentifikasi melalui aroma, mempertemukannya dengan Jati Wesi.

Jati memiliki penciuman luar biasa. Di TPA Bantar Gebang, tempatnya tumbuh besar, ia dijuluki si Hidung Tikus. Dari berbagai pekerjaan yang dilakoninya untuk bertahan hidup, satu yang paling Jati banggakan, yakni meracik parfum.

Kemampuan Jati memikat Raras. Bukan hanya mempekerjakan Jati di perusahaannya, Raras ikut mengundang Jati masuk ke dalam kehidupan pribadinya. Bertemulah Jati dengan Tanaya Suma, anak tunggal Raras, yang memiliki kemampuan serupa dengannya.

Semakin jauh Jati terlibat dengan keluarga Prayagung dan Puspa Karsa, semakin banyak misteri yang ia temukan, tentang dirinya dan masa lalu yang tak pernah ia tahu.

***

Sinopsis

Jati Wesi adalah pemuda yang besar di TPA Bantar Gebang, yang memiliki indera penciuman istimewa sebab bisa membaui aroma yang tidak bisa ditangkap hidung orang biasa. Kemampuannya itu membuat Jati menjadi peramu parfum yang handal, bahkan dapat mereplika parfum dari perusahaan besar Kemara. Tindakannya ini justru membuat dia ditangkap polisi dan menjadi awal dia terhubung dengan sosok pemilik Kemara, Ibu Raras Prayagung.

Masuknya Jati di keluarga Prayagung membuat anak perempuan Raras, Tanaya Suma, berreaksi menolak kehadirannya. Suma pun merupakan orang yang dianugerahi hidung istimewa seperti Jati. Hubungan tidak akur mereka berubah seiring waktu menjadi saling memuja. Kesamaan yang mereka miliki membuat mereka merasa sepenanggungan dan bukan satu-satunya manusia aneh.

Raras ternyata punya skenario besar akan obsesinya untuk menemukan bunga Puspa Karsa. Bunga yang dianggap dongeng oleh banyak orang, yang memiliki kemampuan luar biasa untuk mengendalikan dunia. Suma dan Jati akhirnya terlibat dalam ekspedisi pencarian keberadaan Puspa Karsa di Gunung Lawu yang dianggap penuh mistis. Mengulang ekspedisi yang pernah dilakukan 26 tahun silam dan menelan banyak korban, Raras berharap besar dan optimis ekspedisi kali ini akan berhasil dengan mengandalkan kemampuan Jati dan Suma.

Ekspedisi mustahil ini rupanya bukan sekadar menemukan Puspa Karsa, tetapi menjadi pintu untuk membuka tabir rahasia Jati dan Suma; siapa mereka berdua, dan apa hubungannya dengan Puspa Karsa.

Resensi

Akhirnya saya berhasil menamatkan membaca novel tebal Aroma Karsa yang sering dipuji-puji pembaca lain. Dulu pernah membaca separuh tapi terhenti karena merasa gaya bercerita novel ini berbeda dengan gaya bercerita Dee di series Supernova dan novel Perahu Kertas. Kali ini saya akhirnya bisa menyelesaikan menelusuri kisah Jati Wesi dengan penciumannya yang istimewa.

Saya menyebut novel ini sebagai novel petualangan sebab isi cerita novelnya berupa usaha menelusuri asal-usul sosok Jati dan Suma dengan melewati beberapa tempat penting: Bantar Gebang, perusahaan Kemara, dan Gunung Lawu. Pembaca akan diajak mengenal orang yang dianugerahi hidung dapat mencium aroma apa pun. Kita akan didoktrin untuk percaya jika semua benda sebenarnya memiliki aroma. 

Kemampuan ini kelihatannya menarik tapi melihat dari tokoh Suma, kemampuan ini justru merepotkan. Bau sesamar apa pun dapat dideteksi. Kita tentu saja akan menangkap bau yang aneh-aneh, bisa-bisa kita tidak bisa makan apa pun karena reaksi mual akibat kebanyakan mencium bau yang beraneka ragam.

Ketika novel ini membahas mengenai gangguan penciuman, saya sangat tertarik sebab jujur saja sampai detik ini hidung saya tidak normal. Kakosmia adalah gangguan hidung yang menafsirkan aroma secara berbeda dari yang sebenarnya. Saya tidak bisa mencium parfum sebagai wangi yang enak sebab jadi tercium aroma menyengat yang keras, sekalipun itu aroma buah. Saya tidak bisa mencium gorengan jadi aroma gurih, justru yang tercium aroma tengik dan busuk. Saya juga tidak bisa mencium aroma sabun mandi atau aroma lainnya dengan wangi yang sebenarnya, sebab yang tercium hanya aroma tidak enak. Sempat mengeluh ke keluarga dan mereka menyarankan untuk dicek ke dokter tapi saya malu untuk menjelaskannya karena memang sulit menerangkan apa yang saya cium di hidung. Rasanya aneh datang ke dokter dengan keluhan ini.

Dari novel ini kita akan mengenal komposisi wangi yang menarik. Tapi penjelasan yang melibatkan unsur kimia dan percampuran dari aroma-aroma yang kita kenal, justru jadi membingungkan sebab kita tidak bisa menduga jadi aroma seperti apa hasilnya. Hidung manusia biasa hanya bisa mencium aroma dominan. Ketika Jati membelah-belah aroma jadi bagian kecil-kecil, saya tidak bisa membayangkan aroma yang muncul. Ini juga menjadi alasan kenapa dulu saya terhenti membaca novelnya sebab merasa tema aroma di novel ini berjarak dengan saya. Susah untuk terhubung dengan kemampuan Jati dan Sumi, yang akhirnya membuat sisi simpati saya berkurang.

Yang membuat saya lanjut membaca kali ini karena petualangan ekspedisi mencari Puspa Karsa di Gunung Lawu. Kita sama-sama tahu, gunung merupakan medan yang diliputi mistis. Membayangkan mencari bunga yang tidak dikenali siapa pun di gunung, menjadi bahan khayalan yang menarik dan menantang. Saya penasaran apa yang akan dialami oleh tim yang mencari. Apalagi sempat disinggung jika ekspedisi pertama, mereka dibuat tumbang oleh sesuatu yang tidak terlihat. Rasa penasaran akan ekspedisi ini yang jadi bahan bakar saya menuntaskan novel ini.

Yang dibilang bagus banget oleh pembaca lain, tidak saya dapatkan juga. Karena porsi cerita pencarian bunga Puspa Karsa di Gunung Lawu terlalu sedikit dan singkat. Entah kenapa Dee tidak mengeksplorasi petualangan di Gunung Lawu. Saya tidak menemukan karakter Gunung Lawu dengan utuh sebagai latar penting akan keberadaan Puspa Karsa yang mistis dan misterius. Kalau boleh dibandingkan, latar Gunung Semeru di novel 5cm lebih terasa dibandingkan Gunung Lawu di novel ini.

Tema aroma menjadi salah satu alasan kenapa novel ini berjarak dengan saya. Untuk gaya bercerita Dee sepertinya tidak berubah, masih mencoba dengan ciri detail, minim metafora, dan bisa dibilang lugas. Gaya ini dipakai karena Dee memiliki tujuan membedah dunia aroma sampai ke intinya. Ini menjadi pernyataan saya untuk meralat dugaan dulu kenapa saya tidak berhasil menamatkan ceritanya.

Karakter di novel ini pun tidak ada yang menarik simpati. Jati Wesi dan Tanaya Suma sebagai orang dengan kemampuan indera penciuman istimewa sulit untuk terhubung dengan saya. Raras Prayagung sebagai perempuan kuat dan ambisius tidak juga membuat sosoknya mengesankan. Nurdin Suroso, Khalil, Kapten Mada, Bang Sarip dan tokoh pendukung lainnya memang dihadirkan untuk mendukung semata. Bahkan saya cukup terkejut ketika di ujung cerita Jati bersikap memperlakukan Khalil dengan tidak baik. Menurut saya peran Khalil dalam pertumbuhan Jati menjadi dewasa sangat tulus, tapi karena keterlibatan Khalil dengan obsesi Raras membuat Jati tidak melihat sisi itu.

Dari novel ini kita bisa belajar, "Ambisi itu harus berkadar. Tidak semua tujuan harus dicapai. Sebagai yang beragama Islam saya percaya dengan pesan 'manusia hanya berencana, Allah SWT tetap yang menetapkan takdirnya'". Kita harus tahu, apakah batasan kemampuan kita sudah sebanding dengan tujuan kita. Jika timpang, dijamin hidup akan resah dan gusar, tidak akan tenang.

Akhirnya saya memberikan novel ini nilai 3 dari 5 bintang sebab menurut saya wawasan baru dalam novel ini tetap membuka pikiran walau paket antara tema dan ceritanya belum cukup membuat saya terkesan.

Nah, sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!

Desember 11, 2021

[Buku] Rapijali #2: Menjadi - Dee Lestari



Judul: Rapijali #2: Menjadi

Penulis: Dee Lestari

Penyunting: Dhewiberta H. dan Jia Effendie

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: September 2021, cetakan kedua

Tebal: xvi + 484 hlm.

ISBN: 9786022918288

***

Jakarta tidak lagi menjadi penjara. Di ibu kota, Ping justru mulai mendapatkan gambaran tentang hidup yang ia inginkan. Ia memiliki sahabat-sahabat baru, impian baru, dan cinta yang baru. Namun, tantangan lebih besar turut menyingsing. Ajang Band Idola Indonesia menuntut Ping bekerja keras, termasuk menciptakan lagu. Band Rapijali yang menjadi sumber kebahagiaannya ikut menerbitkan beragam konflik. Popularitas mereka mulai terasa bagai pisau bermata dua. Berbagai perasaan yang terpendam di antara para personel Rapijali turut membayangi perjalanan terjal mereka sepanjang kompetisi.

Cita-cita Ping untuk melanjutkan pendidikan di universitas impian berbenturan dengan kelemahan terbesarnya di bidang musik. Sementara itu, rahasia masa lalu yang mulai terkuak membawa keluarga Guntur ke titik kritis. Mampukah Ping melewati badai itu? Akankah Rapijali bertahan? Di persimpangan hatinya, kepada siapakah Ping menjatuhkan pilihan?

***

Ketika saya menyebut konflik yang dimunculkan pada novel Rapijali #1: Mencari sebagai remahan kue, akhirnya terjawab di novel kedua ini. Kita akan menemukan kelanjutan hidup seorang gadis bernama Ping yang tinggal di rumah calon gubernur dan di tengah perjalanan band Rapijali meraih bintang.

Perjalanan band Rapijali memang berbuah manis meski pada babak final terjadi drama besar-besaran. Tetapi saya bisa menikmati perjuangan anggota band Rapijali demi mengikuti kompetisi band sampai ujungnya. Apa yang melingkupi perjalanan Rapijali berkompetisi membuat kita semua belajar jika berjuang demi kemenangan tidak penah mudah, kecuali kamu anak orang kaya dengan bakat pas-pasan tapi bisa disulap uang menjadi nomor satu. Apa yang dilakukan anggota Rapijali, berlibur ke Batu Karas demi menciptakan lagu, merupakan bentuk kompromi mereka terhadap mimpi yang sedang mereka kejar. Mereka melepaskan semua kelekatan dengan kenyamanan yang selama ini mereka diami dan menukarnya dengan level hidup di bawah yang biasanya. Tetapi Ping berjuang dengan jalan yang beda saat dia pulang ke Batu Karas. Dia justru berperang dengan kenangan masa lalu ketika kakeknya masih lincah dan ceria. Ketika hidup masih baik-baik saja tanpa perlu melakukan apa yang tidak ingin Ping lakukan.

Konflik pada novel kedua ini juga lebih mengaduk emosi walau eksekusi yang dipilih penulis masih belum maksimal membuat saya menangis tersedu-sedu padahal di novel ini mengemukakan konflik orang tua-anak, yang biasanya gampang banget bikin saya mewek. Setelah digantung pada akhir buku novel Rapijali #1, ketika Ardi mengetahui hubungan Ping dan ayahnya, badai itu sungguhan kejadian. Pencitraan yang dibangun Guntur sebagai calon gubernur harus porak poranda oleh pengakuan Ardi kepada ketua tim sukses lawan. 

Konflik remaja yang tampaknya susah dilepaskan adalah urusan romantisme pasangan kekasih atau sekadar naksir tanpa pernah digubris. Semesta mendukung arah Ping kepada Rakai, tapi di sisi lain sana ternyata ada yang meradang tanpa bisa berbuat apa-apa. Tak lain dan tak bukan adalah Oding dan Jemi. Walau konflik cinta-cintaan ini tidak membalur keseluruhan novelnya, penulis bermain cantik dengan menebar sedikit-sedikit di beberapa bagian seperti sedang memancing kumpul merpati dengan pakan yang disebar pada beberapa sudut taman. Ada yang bikin gemas, ada juga yang bikin naas. Cinta yang berbalas tumbuh dengan cinta yang kandas. Satu hati bahagia berbarengan dengan satu hati terluka. Tapi saya percaya cinta akan berhenti di titik paling pasnya ketika waktunya sudah tiba. Mungkin ujiannya harus berputar-putar dulu sebelum ketemu lintasan yang umum.

Kalau membahas soal teknik menulis, Dee Lestari bukan penulis yang asal meramu cerita yang dikarangnya. Sehingga segalanya makin indah saja. Di Rapijali #1 saya merasakan ada kejanggalan dari bagaimana penulis berdiksi ria, tapi dengan membaca buku keduanya saya semakin bisa menikmati alur yang dibuat penulis untuk Ping dan Rapijali. Ceritanya makin rame dan makin bikin penasaran.


Penokohan yang sempat dibahas pada ulasan Rapijali #1 semakin berkembang. Setiap tokoh yang muncul memang mengalami pergeseran lumayan signifikan. Walau masih suka becanda, teman-teman Ping mulai melihat masalah hidup dengan santai, adem, dan bertanggung jawab. Mereka lebih bijaksana menyelesaikan konflik yang muncul di Rapijali karena mereka paham emosi hanya bikin ricuh dan bijaksana bisa mengantarkan kepada kebaikan.

Saya sangat menikmati novel kedua ini dan merasa puas oleh penyelesaian konflik yang ada. Karena itu saya ingin memberikan nilai 4 dari 5 bintang.

Nah, sekian ulasan singkat saya untuk novel Rapijali #2: Menjadi, dan saya sangat menantikan novel Rapijali #3: Kembali. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!

Agustus 19, 2021

[Resensi] Rapijali #1: Mencari - Dee Lestari



Judul: Rapijali #1; Mencari

Penulis: Dee Lestari

Editor: Dhewiberta H., Jia Effendi

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Mei 2021, cetakan keempat

Tebal buku: xvi + 352 hlm.

ISBN: 9786022917724

***

Ping merasa telah memiliki segala yang ia butuhkan. Dunianya yang damai di Pantai Batu Karas, rumahnya yang penuh alat musik di tepi Sungai Cijulang, seorang sahabat terbaik, serta kakek yang menyayanginya. Namun, diam-diam Ping menyimpan kegelisahan tentang masa depannya yang buram. Bakat musiknya yang istimewa tidak memiliki wadah, dan ia tidak berani bercita-cita.

Hidup Ping jungkir balik ketika ia harus pindah ke Jakarta dan tinggal bersama keluarga calon gubernur. Ping mesti menghadapi sekolah baru, kawan-kawan baru, dan tantangan baru. Mungkinkah ia menemukan apa yang hilang selama ini? Dan, apakah Ping siap dengan yang ia temukan? Bahwa, hidupnya ternyata tidak sesederhana yang ia duga.

***

Nama Dee Lestari mulai dikenal ketika saya baca series Supernova. Walau nggak rampung series tersebut, tapi buku lainnya pun sempat saya cicipi, seperti novel Perahu Kertas, kumcer Madre, dan kumcer Filosofi Kopi. Buku sebelum Rapijali ini, Aroma Karsa, tidak rampung juga dengan alasan tertentu.

Bagi saya, novel Dee selalu punya rasa yang enak. Misal di Perahu Kertas, saya menikmati keluesan Dee meramu kisah anak muda dalam narasi yang lincah. Sedangkan di series Supernova, saya cukup terkesima dengan detail-detail pengetahuan yang saya tahu itu semua hasil riset yang nggak main-main.

Dan giliran menikmati Rapijali ini, saya terperanjat kaget dengan diksi dan isi novelnya. Ini persis ketika saya baca Aroma Karsa. Ada rasa tidak enak. Entah dibagian mananya. Dan saya butuh sedikit paksaan untuk menyelesaikan novel ini.

Rapijali sendiri mengisahkan remaja perempuan bernama Ping yang tinggal di Pantai Batu Karas, Pangandaran, bersama kakeknya, Yuda Alexander. Karena sudah kelas tiga SMA, ada kegelisahan mau kemana setelah lulus, mengingat kondisi ekonomi kakeknya yang sulit untuk membiayai kuliah. Sedangkan sahabatnya, Oding, yang peselancar andalan Batu Karas, punya peluang luas untuk jadi atlit.

Takdir lain menyeret Ping pergi ke Jakarta dan tinggal dengan keluarga calon gubernur, Pak Guntur. Di sini kisah barunya dimulai. Dia bertemu kawan baru; Inggil, Rakai, Buto, Jemi, dan Lodeh. Dia menemukan dunia musik; band, kompetisi, dan pengalaman belajar musik. Tapi tabir itu masih rapi tersembunyi rapat, entah kapan akan terungkap.

Musik Bukan 'Sesuatu' yang Dekat

Tema musik yang kali ini dibawa Dee, bukan tema yang dekat dengan saya. Saya hanya penikmat nada dan lagu, bukan pemain musik, jadi detail musik yang ada di novel ini terasa begitu jauh. Bahkan lagu-lagu yang disebutkan pun, tidak familiar. Saya memang tidak begitu suka lagu luar negeri karena bahasa inggris saya lemah. Ini alasan pribadi semata kenapa saya tidak bisa menikmati temanya.

Dunia musik yang coba disampaikan pun, tidak membuat saya takjub sebagai pengetahuan baru. Karena saya tidak bisa merasakan kalau itu menarik. Misal, kemampuan Ping sebagai perfect picth tidak membuat saya melihat Ping sebagai remaja istimewa. Di novel Rapijali ini, kemampuan itu hanya dianalisa sebagai bakat tok, bukan sebagai kemampuan yang membuat Ping gemilang dan melakukan sesuatu yang besar.

Kayaknya persoalan tema ini jadi alasan sama kenapa saya tidak bisa menikmati novel Dee sebelumnya, Aroma Karsa, yang mengambil tema indera penciuman. Kemampuan istimewa soal indera ini bukan hal yang dekat, bahkan sepanjang hidup saya, rasanya belum pernah bertemu dengan orang yang memiliki kemampuan ini. Sehingga saya kesulitan untuk dibuat takjub oleh tokoh-tokohnya.

Rajutan Kisah Ping yang Berwarna

Latar pantai di novel ini mengingatkan saya pada series Outer Banks yang baru-baru ini selesai saya tonton season 2-nya. Saya membayangkan tokoh Oding sebagai John B dan tokoh Ping sebagai Kiara. Pemandangan pantai, Rumah Makan Mang Acep, dan Sungai Cijulang terbayang memiliki nuansa kuning keemasan seperti warna senja dan fajar. Dan kulit para tokohnya lebih gelap terpanggang matahari, khas orang-orang yang tinggal di pesisir. Menarik bukan?




Alasan kenapa saya bisa menyelesaikan sampai halaman terakhir, karena alur maju yang membawa Ping ke dunia baru, Jakarta, yang lebih luas daripada Pantai Batu Karas. Pertanyaan, "Bagaimana nasib Ping di Jakarta dan bagaimana ia akan tahu rahasia besarnya?" menjadi motor yang membuat saya tidak bosan baca cerita Ping. Ada dua konflik yang dihadapi Ping yang bikin saya lanjut baca; konflik dengan keluarga Pak Guntur (Sarnita dan Ardi) dan konflik perjalanan band-nya. Kedua konflik ini memberi warna pada kisah hidup Ping.

Tokoh-Tokohnya Belum Mengkilap

Ping mendadak gagap budaya karena hijrah dari daerah pantai ke kota metropolitan. Dia juga harus adaptasi dengan kebiasaan orang kaya selama tinggal di keluarga Pak Guntur. Selain bakat musik, Ping ditampilkan sebagai sosok gadis remaja yang gugup dan segan. 

Oding, pemuda peselancar, sosok khas anak pantai yang hidup di tengah keluarga sederhana. Di novel ini belum tergali dia pemuda yang bagaimana sebab belum banyak konflik yang melibatkan Oding. Kecuali konflik pribadi, ketika dia harus menerima kepergian Ping ke Jakarta, padahal mereka sudah sepakat untuk terus jadi sahabat masa kecil.

Rakai tipikal pemuda cerdas yang tidak nakal, tidak cupu juga. Anak band sejati, yang baik ke semua orang, termasuk ke Ping dan Jemi. Dan dia bisa jadi sosok yang akan membawa konflik asmara hingga merusak pertemanan di band. Ini kemungkinan saya semata ya.

Inggil merupakan sosok gadis remaja yang rendah diri karena harus berdiri di tengah lingkungan sekolah orang kaya. Punya obsesi jadi anak pintar, sebab sisi keuangan bukan andalannya agar bisa bertahan di lingkungan sekolah elit.

Jemima menjadi sosok kebalikan dari Ping. Lahir dari keluarga kaya, punya fisik cantik, dan punya otak yang cerdas. Bisa dibilang bintangnya sekolah. 

Buto digambarkan remaja yang punya badan bongsor. Anak dari keluarga yang kaya. Dan di novel ini dia belum dijelaskan punya konflik apa. Sejauh ini hanya ada sedikit ketegangan antara dia dan Rakai soal band saja.

Semua tokoh di novel ini belum tergali mendalam. Mungkin karena novel ini merupakan series pertama jadi konflik yang tersebar pun masih kecil-kecil. Porsi paling besar dari novel ini masih di tokoh Ping. Tokoh lainnya belum bersinar terang.

Sebatas Remahan Kue

Saat pre-order novel ini selesai dan beberapa orang sudah menerima fisik novelnya, geger kalau kover yang diiklankan berbeda dengan yang dicetak. Rupa-rupanya banyak yang tidak tau kalau Rapijali ini akan menjadi series. Pembaca banyak yang merasa dibohongi oleh penerbit.

Terlepas dari kegaduhan itu, karena Rapijali ini jadi series membuat buku pertamanya ini serasa buku perkenalan saja. Konflik yang dimuat baru sebatas remahan kue. Dan saking kecilnya remahan, sampai akhirnya beberapa rasa tidak tertangkap indera. Misalnya, kegaduhan kempanye pemilihan gubernur tidak tergambarkan seperti yang biasanya terjadi di kehidupan nyata. Kesibukan tim Pak Guntur tidak cukup terceritakan dengan detail. Ketegangan dan persaingan dua kubu tidak tampak.

Lainnya yang kurang, kisah kehidupan Oding dan keluarganya langsung redup. Saya tidak tahu bagaimana keseharian Oding setelah Ping ke Jakarta. Saya tidak tahu nasib rumah Ping di Cijulang diurus oleh siapa. Intinya, Dee belum menceritakan kondisi orang-orang terdekat Ping di Cijulang, termasuk anggota band D'Brehoh lainnya.

Apakah Novel Rapijali #1 Mencari ini menarik?

Di luar kekurangan yang saya utarakan sebelumnya, series pertama Rapijali ini menarik. Buktinya saya bisa tamat membaca padahal sebelumnya saya kesulitan menyelesaikan baca novel. Novel ini ditutup dengan pintu besar yang penuh tanda tanya. Saya berharap bisa segera punya dan baca novel Rapijali #2 Menjadi, untuk mengetahui perjalanan Ping di Rapijali Band, dan mengetahui apa yang akan terjadi dengan rahasia besar Ping soal keluarganya.

Sekian resensi kali ini, terakhir, selamat membaca buku!



Februari 22, 2018

[Resensi] Madre - Dee Lestari


Judul: Madre (novelet)
Penulis: Dee Lestari
Penyunting: Sitok Srengenge
Penerbit: Penerbit Bentang
Cetakan: Pertama, Juni 2015
Tebal buku: v + 46 halaman
ISBN: 9786022911036
Harga: Rp49.000 (via bukabuku.com )

Tidak semua hal bisa diukur dengan uang. Sering kali ada nilai yang lebih besar dari sekadar ukuran rupiah. Cara pandang ini yang kemudian ingin ditegaskan Dee Lestari dalam noveletnya yang bertajuk Madre.

Tansen Roy Wuisan, pemuda berdarah india dan manado, terkejut ketika dirinya terdaftar sebagai ahli waris dari kakek yang sudah meninggal, Tan Sin Gie. Kakek ini merupakan pemilik toko roti legendaris Tan de Bakker yang kemudian berganti nama menjadi Toko Roti Tan, toko roti yang sudah mati suri selama lima tahun. Tansen tidak kenal kakek ini dan namanya saja baru ia tahu ketika pengacara keluarga Tan mengkonfirmasi. Juga warisan tersebut terasa konyol karena hanya berupa setoples adonan roti yang dinamai Madre, dari bahasa spanyol yang artinya Ibu. Jelas Tansen menolak menerimanya karena dia merasa tidak punya bakat menggunakan biang roti dan justru berpikir biang roti itu akan lebih berguna jika berada di tangan Pak Hadi, karyawan lama Pak Tan. Selain warisan yang diterima, silsilah keluarga Tansen pun berubah hanya dalam seceritaan. Tansen merasa ingin menertawakan skenario hidupnya yang penuh kejutan.

Gadis muda pengusaha roti Fairy Bread bernama Meilan Tanuwidjaja tertarik membeli biang roti Madre dengan harga tinggi setelah ia membaca artikel tentang Madre di blog Tansen. Berbeda dengan Pak Hadi yang keberatan atas tawaran Mei namun bukan haknya untuk menolak, Tansen justru sangat tertarik dengan tawaran itu karena harga yang ditawarkan Mei merupakan realitas. Sampai pada akhirnya ketika pesta perpisahan digelar, Tansen melihat kalau Madre bukan hanya biang roti bagi karyawan lama Tan de Bakker, melainkan sudah seperti keluarga. Tansen akhirnya memutuskan untuk memiliki Madre dan menghidupkan Tan de Bakker meski harus mengalami adaptasi besar-besaran mengingat pekerja yang sudah sepuh dan pemasaran roti yang sudah harus mengikuti zaman.

Melalui Madre, Dee mengingatkan kita untuk mulai melihat sesuatu dengan cara pandang baru, bukan diukur dengan nilai uang. Terkadang sesuatu itu lebih bernilai bagi orang lain karena muatan sejarah dan kenangannya. Jika kita mengukur segalanya dari uang, bisa-bisa kita bersikap merendahkan sesuatu karena melihat sesuatu itu ‘murah’. Dengan perubahan cara pandang ini kita akan lebih menghargai milik orang lain sesederhana apa pun itu. Madre yang secara kasat mata berupa percampuran air, tepung, fungi saccharumyses exiguus, dan lactobacillus, ternyata memiliki nilai tinggi bagi Tansen dan Mei. Bagi Tansen, Madre adalah jantung bagi Tan de Bakker, dan Tan de Bakker adalah kehidupan bagi Bu Sumi, Bu Cory, Bu Dedeh, Pak Joko, dan Pak Hadi. Sedangkan di mata Mei, Madre bisa menebus kesalahan di masa kecilnya yang sudah membunuh biang roti milik kakeknya.


Skill dalam menekuni profesi menjadi satu dari banyak faktor yang akan membuat kita betah mengerjakan pekerjaan terlepas sesuai minat atau tidak. Dee menegaskan hal tersebut berbarengan dengan konsekuensi pilihan. Manusia hidup dihadapkan banyak pilihan dan setiap pilihan harus dipertanggungjawabkan. Diwakili karakter Tansen yang akhirnya memilih Madre ketimbang kebebasan menjalani hidup, membuatnya harus belajar dari nol demi mendapatkan skill yang baik untuk kepentingan jangka panjang pilihannya. Begitu juga Mei, memilih mengelola bisnis roti padahal ia menyukai hidup bebas yang dianut Tansen. Pilihannya itu diemban sepenuh hati dengan selalu memastikan melakukan pekerjaan dengan usaha maksimal.

Saya menemukan pelajaran untuk memiliki jiwa dan pikiran yang besar dalam menerima konsep hidup yang bisa berubah, sesuai atau tidak sesuai yang kita harapkan. Dan akhirnya saya memberi nilai 4/5 untuk kisah Tansen dan Mei.