[Resensi] Rapijali #1: Mencari - Dee Lestari



Judul: Rapijali #1; Mencari

Penulis: Dee Lestari

Editor: Dhewiberta H., Jia Effendi

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Mei 2021, cetakan keempat

Tebal buku: xvi + 352 hlm.

ISBN: 9786022917724

***

Ping merasa telah memiliki segala yang ia butuhkan. Dunianya yang damai di Pantai Batu Karas, rumahnya yang penuh alat musik di tepi Sungai Cijulang, seorang sahabat terbaik, serta kakek yang menyayanginya. Namun, diam-diam Ping menyimpan kegelisahan tentang masa depannya yang buram. Bakat musiknya yang istimewa tidak memiliki wadah, dan ia tidak berani bercita-cita.

Hidup Ping jungkir balik ketika ia harus pindah ke Jakarta dan tinggal bersama keluarga calon gubernur. Ping mesti menghadapi sekolah baru, kawan-kawan baru, dan tantangan baru. Mungkinkah ia menemukan apa yang hilang selama ini? Dan, apakah Ping siap dengan yang ia temukan? Bahwa, hidupnya ternyata tidak sesederhana yang ia duga.

***

Nama Dee Lestari mulai dikenal ketika saya baca series Supernova. Walau nggak rampung series tersebut, tapi buku lainnya pun sempat saya cicipi, seperti novel Perahu Kertas, kumcer Madre, dan kumcer Filosofi Kopi. Buku sebelum Rapijali ini, Aroma Karsa, tidak rampung juga dengan alasan tertentu.

Bagi saya, novel Dee selalu punya rasa yang enak. Misal di Perahu Kertas, saya menikmati keluesan Dee meramu kisah anak muda dalam narasi yang lincah. Sedangkan di series Supernova, saya cukup terkesima dengan detail-detail pengetahuan yang saya tahu itu semua hasil riset yang nggak main-main.

Dan giliran menikmati Rapijali ini, saya terperanjat kaget dengan diksi dan isi novelnya. Ini persis ketika saya baca Aroma Karsa. Ada rasa tidak enak. Entah dibagian mananya. Dan saya butuh sedikit paksaan untuk menyelesaikan novel ini.

Rapijali sendiri mengisahkan remaja perempuan bernama Ping yang tinggal di Pantai Batu Karas, Pangandaran, bersama kakeknya, Yuda Alexander. Karena sudah kelas tiga SMA, ada kegelisahan mau kemana setelah lulus, mengingat kondisi ekonomi kakeknya yang sulit untuk membiayai kuliah. Sedangkan sahabatnya, Oding, yang peselancar andalan Batu Karas, punya peluang luas untuk jadi atlit.

Takdir lain menyeret Ping pergi ke Jakarta dan tinggal dengan keluarga calon gubernur, Pak Guntur. Di sini kisah barunya dimulai. Dia bertemu kawan baru; Inggil, Rakai, Buto, Jemi, dan Lodeh. Dia menemukan dunia musik; band, kompetisi, dan pengalaman belajar musik. Tapi tabir itu masih rapi tersembunyi rapat, entah kapan akan terungkap.

Musik Bukan 'Sesuatu' yang Dekat

Tema musik yang kali ini dibawa Dee, bukan tema yang dekat dengan saya. Saya hanya penikmat nada dan lagu, bukan pemain musik, jadi detail musik yang ada di novel ini terasa begitu jauh. Bahkan lagu-lagu yang disebutkan pun, tidak familiar. Saya memang tidak begitu suka lagu luar negeri karena bahasa inggris saya lemah. Ini alasan pribadi semata kenapa saya tidak bisa menikmati temanya.

Dunia musik yang coba disampaikan pun, tidak membuat saya takjub sebagai pengetahuan baru. Karena saya tidak bisa merasakan kalau itu menarik. Misal, kemampuan Ping sebagai perfect picth tidak membuat saya melihat Ping sebagai remaja istimewa. Di novel Rapijali ini, kemampuan itu hanya dianalisa sebagai bakat tok, bukan sebagai kemampuan yang membuat Ping gemilang dan melakukan sesuatu yang besar.

Kayaknya persoalan tema ini jadi alasan sama kenapa saya tidak bisa menikmati novel Dee sebelumnya, Aroma Karsa, yang mengambil tema indera penciuman. Kemampuan istimewa soal indera ini bukan hal yang dekat, bahkan sepanjang hidup saya, rasanya belum pernah bertemu dengan orang yang memiliki kemampuan ini. Sehingga saya kesulitan untuk dibuat takjub oleh tokoh-tokohnya.

Rajutan Kisah Ping yang Berwarna

Latar pantai di novel ini mengingatkan saya pada series Outer Banks yang baru-baru ini selesai saya tonton season 2-nya. Saya membayangkan tokoh Oding sebagai John B dan tokoh Ping sebagai Kiara. Pemandangan pantai, Rumah Makan Mang Acep, dan Sungai Cijulang terbayang memiliki nuansa kuning keemasan seperti warna senja dan fajar. Dan kulit para tokohnya lebih gelap terpanggang matahari, khas orang-orang yang tinggal di pesisir. Menarik bukan?




Alasan kenapa saya bisa menyelesaikan sampai halaman terakhir, karena alur maju yang membawa Ping ke dunia baru, Jakarta, yang lebih luas daripada Pantai Batu Karas. Pertanyaan, "Bagaimana nasib Ping di Jakarta dan bagaimana ia akan tahu rahasia besarnya?" menjadi motor yang membuat saya tidak bosan baca cerita Ping. Ada dua konflik yang dihadapi Ping yang bikin saya lanjut baca; konflik dengan keluarga Pak Guntur (Sarnita dan Ardi) dan konflik perjalanan band-nya. Kedua konflik ini memberi warna pada kisah hidup Ping.

Tokoh-Tokohnya Belum Mengkilap

Ping mendadak gagap budaya karena hijrah dari daerah pantai ke kota metropolitan. Dia juga harus adaptasi dengan kebiasaan orang kaya selama tinggal di keluarga Pak Guntur. Selain bakat musik, Ping ditampilkan sebagai sosok gadis remaja yang gugup dan segan. 

Oding, pemuda peselancar, sosok khas anak pantai yang hidup di tengah keluarga sederhana. Di novel ini belum tergali dia pemuda yang bagaimana sebab belum banyak konflik yang melibatkan Oding. Kecuali konflik pribadi, ketika dia harus menerima kepergian Ping ke Jakarta, padahal mereka sudah sepakat untuk terus jadi sahabat masa kecil.

Rakai tipikal pemuda cerdas yang tidak nakal, tidak cupu juga. Anak band sejati, yang baik ke semua orang, termasuk ke Ping dan Jemi. Dan dia bisa jadi sosok yang akan membawa konflik asmara hingga merusak pertemanan di band. Ini kemungkinan saya semata ya.

Inggil merupakan sosok gadis remaja yang rendah diri karena harus berdiri di tengah lingkungan sekolah orang kaya. Punya obsesi jadi anak pintar, sebab sisi keuangan bukan andalannya agar bisa bertahan di lingkungan sekolah elit.

Jemima menjadi sosok kebalikan dari Ping. Lahir dari keluarga kaya, punya fisik cantik, dan punya otak yang cerdas. Bisa dibilang bintangnya sekolah. 

Buto digambarkan remaja yang punya badan bongsor. Anak dari keluarga yang kaya. Dan di novel ini dia belum dijelaskan punya konflik apa. Sejauh ini hanya ada sedikit ketegangan antara dia dan Rakai soal band saja.

Semua tokoh di novel ini belum tergali mendalam. Mungkin karena novel ini merupakan series pertama jadi konflik yang tersebar pun masih kecil-kecil. Porsi paling besar dari novel ini masih di tokoh Ping. Tokoh lainnya belum bersinar terang.

Sebatas Remahan Kue

Saat pre-order novel ini selesai dan beberapa orang sudah menerima fisik novelnya, geger kalau kover yang diiklankan berbeda dengan yang dicetak. Rupa-rupanya banyak yang tidak tau kalau Rapijali ini akan menjadi series. Pembaca banyak yang merasa dibohongi oleh penerbit.

Terlepas dari kegaduhan itu, karena Rapijali ini jadi series membuat buku pertamanya ini serasa buku perkenalan saja. Konflik yang dimuat baru sebatas remahan kue. Dan saking kecilnya remahan, sampai akhirnya beberapa rasa tidak tertangkap indera. Misalnya, kegaduhan kempanye pemilihan gubernur tidak tergambarkan seperti yang biasanya terjadi di kehidupan nyata. Kesibukan tim Pak Guntur tidak cukup terceritakan dengan detail. Ketegangan dan persaingan dua kubu tidak tampak.

Lainnya yang kurang, kisah kehidupan Oding dan keluarganya langsung redup. Saya tidak tahu bagaimana keseharian Oding setelah Ping ke Jakarta. Saya tidak tahu nasib rumah Ping di Cijulang diurus oleh siapa. Intinya, Dee belum menceritakan kondisi orang-orang terdekat Ping di Cijulang, termasuk anggota band D'Brehoh lainnya.

Apakah Novel Rapijali #1 Mencari ini menarik?

Di luar kekurangan yang saya utarakan sebelumnya, series pertama Rapijali ini menarik. Buktinya saya bisa tamat membaca padahal sebelumnya saya kesulitan menyelesaikan baca novel. Novel ini ditutup dengan pintu besar yang penuh tanda tanya. Saya berharap bisa segera punya dan baca novel Rapijali #2 Menjadi, untuk mengetahui perjalanan Ping di Rapijali Band, dan mengetahui apa yang akan terjadi dengan rahasia besar Ping soal keluarganya.

Sekian resensi kali ini, terakhir, selamat membaca buku!



2 komentar:

  1. tuh kan...memang aku tiap kali ke sini srlalu suka dengan gaya ngresensi kamu din..

    aku jadi kebayang...meski mungkin Dee meramu kisah pink ini dari segi pengalaman penulis yang memang awalnya adalah di musik, tapi memang ketika dilempar di oasaran ga semua pembaca paham akan musik jadi ngerasa kedetailannya itu ga begitu masuk ke hati sanubari #ceileh hahahah...iya aku paham sih ini...aku pun kalau mudeng akan main ideanya suatu novel mungkin kayak pengen cepet cepetin aja bacanya...paling yang takematin pake bagnget bagian cinta cintaannya aja hihi

    tapi sesungguhnya baca judulnya aja tadinya aku mikir keras loh ga biasanya mba dee bikin judul seperti ini hihi..ga taunya nama band ya hahahah..keren reviewnya Din ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, Kak Nita muji aja ih! Padahal ini biasa aja. :)

      Tema musik ini pada akhirnya sekadar tema bagi pembaca yang nggak ngena. Tapi harapannya, alurnya bisa berkembang pesat di buku lanjutan, untuk menutupi kesan yang nggak didapatkan oleh pembaca.

      Iya, Rapijali nama band, dan singkatan dari nama anggotanya. Ada tragedi di balik nama ini ternyata haha

      Hapus