Judul : Bidadari-Bidadari Surga
Penulis : Tere Liye
Desain cover : Eja-creative14
Penerbit : Penerbit Republika
Terbit : Februari 2017, cetakan XXV
Tebal buku : viii + 363 halaman
ISBN : 9789791102261
Harga: Rp47.500
Ini kali kedua aku membaca buku
Bidadari-Bidadari Surga. Seperti keyakinanku, membaca kali berikutnya sebuah
buku akan ditemukan hal baru. Dan rasa yang dulu ketika membaca, masih aku
temukan pada proses membaca kemarin.
Bidadari-Bidadari Surga mengisahkan
satu keluarga di Lembah Lahambay. Terdiri dari Mamak (ibu), Laisa, Dalimunte,
Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Keluarga sederhana setelah ditinggal mati
Babak (ayah) dan mengharuskan anggota keluarga yang ada untuk berjuang
melanjutkan hidup.
Dalam ungkapan sederhana,
keluarga Kak Lais bagai bermetamorfosis. Dari sederhana menjadi istimewa.
Perubahan itu disajikan Tere Liye dengan apik. Secara perlahan pembaca dibawa
hanyut oleh peristiwa-peristiwa penting yang menjadi sebab istimewa.
Salah satu nilai paling besar
yang aku temukan di buku ini adalah arti pengorbanan. Kak Lais memutuskan
berhenti sekolah agar adik-adiknya bisa melanjutkan sekolah. Kondisi ekonomi
saat itu tidak memungkinkan untuk membiayai semuanya. Pengorbanan itu semakin
berarti karena Kak Lais tidak lepas tangan begitu saja. Ia pun galak memastikan
adik-adiknya amanah masuk sekolah dan belajar dengan baik. Dan proses itu tidak
mudah sebab Wibisana dan Ikanuri kerap membolos tanpa sepengetahuan Kak Lais.
Melalui buku ini juga aku melihat
potret arti kerja keras. Ada ungkapan yang mengatakan ‘hasil tidak pernah
mengkhianati usaha’ dan semakin jelas maksudnya setelah membaca habis kisah Kak
Lais. Ada satu bagian yang mengisahkan usaha Kak Lais menanam strawberry di
ladang. Mendobrak kebiasaan umum. Banyak sekali yang meragukan niatan Kak Lais
berkebun strawberry. Dan penulis memang tidak membuat cerita Kak Lais dengan
kesuksesan yang mujur. Usaha itu harus terbentur kegagalan. Semua tanaman
strawberry layu dan mati. Seperti bertaruh, setelah itu Kak Lais lebih berani
dan mencoba kembali. Yang harus diingat, usaha keras apa pun harus dibarengi
ilmu. Bisa saja usaha keras berakhir kebuntungan bukan keberuntungan karena
tidak memakai ilmu.
Sebenarnya masih banyak sekali
nilai-nilai kebaikan yang dimunculkan penulis melalui cerita keluarga Kak Lais.
Dan cara penulis menyampaikan nilai-nilai itu tidak seperti menggurui. Justru
sangat mengena dengan cara yang sederhana karena disampaikan melalui gambaran kejadian
sehari-hari. Pembaca jadi lebih mudah mengiyakan apa yang menjadi tujuan
penulis.
Sebenarnya yang membuatku mengatakan
‘hal baru’ di awal adalah tentang jumlah SMS yang dikirimkan Mamak. Ada lima
nomor tujuan; Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Lalu yang terakhir adalah
orang yang sebenarnya menjadi sudut pandang novel ini dan dia bukan orang yang
ikut menjadi saksi metamorfosis keluarga Kak Lais. Aku lupa fakta tentang dia
ini. Mungkin pada waktu membaca buku ini dahulu, aku terlalu hanyut dengan
jalan cerita sehingga mengabaikan bagian itu.
Dan terakhir, buku
Bidadari-Bidadari Surga ini aku rekomendasikan untuk dibaca oleh anak-anak.
Sangat sah jika orang dewasa membacanya pula. Tetapi seperti yang diungkapkan
pada salah satu bagian buku ini, bercerita bisa menjadi salah satu cara untuk
menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak-anak. Dan buku ini punya potensi
besar untuk melakukannya.