[Buku] Perang - Rama Wirawan



Judul: Perang

Penulis: Rama Wirawan

Penerbit: Pustaka Merahitam

Terbit: Juni 2021, cetakan pertama

Tebal: xii + 136 hlm.

ISBN: 9786239722500

***

Rutinitas kerja yang monoton, membuat Perang begitu gelisah. Ruang kantor pun tampak seperti penjara baginya. Kerja terasa sangat membosankan karena sebatas kewajiban, bukan kesenangan. Belum lagi tercipta alienasi antara dia dan pekerja lain, bahkan dia dengan dirinya sendiri.

Buku-buku yang dia baca, membuatnya sangat membenci keadaan itu-kerja di bawah sistem kapitalisme. Dia menyadari kesenjangan atau ketimpangan sosial yang ditimbulkan oleh sistem sialan itu: pemodal semakin melimpah kekayaannya, sementara pekerja semakin melarat.

Hidup Perang kembali bergairah ketika dia bertemu dengan Deni. Teman yang memperbaiki kekeliruannya pada "Punk" dan "Anarki"-juga mengenalkannya dengan komunitas subkultur. Komunitas yang membuat dia bertemu dengan banyak teman baru-yang konsisten melakukan resistensi terhadap sistem yang menindas ini.

Komunitas ini mengubah Perang menjadi pribadi yang berpandangan baru, lebih kritis, dan imajinatif dalam menghidupi hidup. Hingga kemudian dipertemukan kembali dengan Mirah, perempuan yang memiliki banyak similaritas dengannya-dan menyadarkan dirinya akan daya subcersif dari cinta.

***

Perang yang ditulis di judul buku ini rupanya nama pemuda 22 tahun yang bekerja di perusahaan percetakan. Bukan menunjukkan peperangan seperti yang saya bayangkan di awal gara-gara melihat gambar hati berlabur merah darah.

Novel tipis ini menceritakan Perang yang bergulat antara prinsip idealis dengan pencapaian hidupnya. Dia bekerja di perusahaan percetakan tapi dia tidak nyaman. Mau keluar dari kerjaan tapi takut melihat wajah kecewa orang tuanya karena dia jadi pengangguran. Dilema yang umum dialami laki-laki usia dua puluhan. Berujung terjebak di rutinitas yang tidak menggairahkan.

"...apa akan menceritakan perasaan ini pada mereka dengan konsekuensi kembali kehilangan wajah berseri-seri mereka, atau harus kupendam semua ini sendiri dan belajar untuk menikmati ketidaknyaman?" (hal. 8).

Kemudian dia bertemu dengan Deni, sosok yang memiliki banyak kesamaan dengan Perang terutama mengenai wawasan, pola pikir, dan prinsip. Yang membedakan mereka, Deni memiliki pergaulan luas. Berkat Deni pula, Perang mengenal komunitas dan distro, yang akhirnya menarik dia dari rutinitas pulang kerja langsung ke rumah.

Perang juga akhirnya bertemu dengan perempuan yang bisa memahami jalan pikirannya. Mirah, perempuan dari masa kuliah, yang tidak ia perhatikan. Perang akhirnya menemukan tempat pulang dan rumah yang menenangkan dari sosok Mirah.

Pembahasan novel ini cukup berat karena akan disinggung mengenai filosofi dunia punk, anarki, liberal, neoliberalisme, kapitalis, globalisasi, ketimpangan, ketidakadilan, dan cinta sejati. Dari segitu banyak yang dibahas, saya justru bertentangan dengan yang dipikirkan oleh Perang atau Deni. Contohnya, Perang bekerja melebihi jam kerja dan uang lembur tidak menutup kelelahannya, lalu dia menggerutu mengenai hal itu. Saya sebagai orang biasa hanya akan memilih dari dua pilihan: keluar atau bertahan. Tapi sosok Perang dan Deni akan merunut alasannya dari konsep kapitalisme, kebijakan pemerintah, perusahaan asing, sampai ke titik bahwa mereka tengah dieksploitasi oleh sistem kapitalisme. Mereka pikirannya ribet makanya banyak hal dipandang pesimis. Dan saya yakin bergaul dengan mereka tidak menyenangkan karena obrolan akan seputar sistem-sistem di dunia.

Kalau istilah sekarang, mereka itu overthingking. Segalanya dipikirkan dalam-dalam bahkan untuk perkara kecil. Mereka ini tidak bisa menikmati hidup sebelum menemukan yang sejalan. Bahkan soal berkawan pun seleksinya harus yang sepaham. Jika tidak, akan dijauhi. Mereka jarang melakukan kompromi, bahkan menghindarinya kalau bisa. Bahasa saya buat mereka, "Bener jare dewek bae!" (benar kata sendiri aja!).

Yang mengganjal buat saya juga soal pernikahan Perang dan Mirah, yang rupanya tidak direstui oleh orang tua Perang. Saya paham betul soal kekecewaan yang dirasakan oleh orang tua. Ini dialami oleh orang tua saya ketika adik saya memutuskan menikah. Jadi, bagi beberapa orang tua, mereka menaruh harapan hidup lebih baik kepada anak. Makanya setelah anak lulus kuliah dan kerja, inginnya orang tua supaya sang anak bisa mewujudkan harapan itu. Sebab, setelah anak mereka menikah, segalanya akan untuk keluarga kecilnya. Orang tua akan ada di posisi ketiga dalam skala prioritas setelah istri/suami dan anak. Dan ketika anak sudah menikah, orang tua akan segan meminta tolong dalam hal apa pun. Makanya akan selalu ada orang tua yang kecewa dengan pernikahan anaknya, bukan karena tidak mendukung, tapi kalau bisa nanti ya nanti saja.

Dari keputusan Perang yang memilih tetap menikah meski orang tua tidak merestui makin membuat saya tidak suka dengan karakternya yang egois. Padahal di awal novel dijelaskan bagaimana dia ingin membuat orang tuanya bangga dengan pekerjaannya. Sayangnya, niat itu tidak cukup kuat untuk dia wujudkan setelah dia menemukan perempuan. Mungkin yang tidak saya pahami karena penulis tidak menceritakan urgensi apa yang membuat Perang harus menikahi Mirah di usia itu. Kalau saja tahu, mungkin saya bisa memaklumi.

Secara umum, novel ini memang tidak punya jalan cerita yang berliku-liku. Penulis membuat plot-nya padat. Justru yang dibedah penulis berupa diskusi mengenai kapitalisme, globalisasi, dan tema sejenis. Sehingga saya pun tidak bisa membahas banyak mengenai novel ini. 

Novel ini pas dibaca oleh mahasiswa karena di dalam novel ini disinggung juga mengenai kehidupan masa kuliah dan idealisme mahasiswa yang aktif memikirkan negara. Ditulis dengan diksi yang sederhana membuat pembaca akan jauh lebih mudah memahami teori-teori berat yang biasa ada di mata kuliah.

Untuk kovernya menurut saya terlalu sederhana, apalagi warna dominan putih tanpa gradasi apa pun, membuat tampilannya belum cukup memikat calon pembaca saat menelusur di rak toko buku offline atau di etalase akun e-commerce. Biar begitu saya masih penasaran dengan buku-buku dari Penerbit Merahitam yang di akhir buku ini mengakui kalau mereka hanya menerbitkan buku-buku bagus.

Dari novel ini saya belajar untuk bisa menikmati hidup dengan melakukan banyak kompromi. Sebab idealisme yang kita anut dan menantang dunia yang luas justru akan menyulitkan kita. Hidup harus realistis dan optimis agar setiap waktu yang kita lewati tidak dipenuhi energi negatif akibat overthingking.

Untuk dilematis dan pergulatan hidup yang dialami Perang saya memberikan nilai 3 dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

Jadi Blogger Itu Butuh Belajar


Kenapa saya memilih menjadi bloger buku? Tak lain dan tak bukan karena saya menyenangi kegiatan membaca buku. Hal yang paling saya sukai jadi dasar kenapa akhirnya saya bikin blog. Perjalanan dari 2015 sampai hari ini bisa dibilang tidak mudah. Ada waktu dimana saya rajin membuat postingan, ada waktu dimana saya benar-benar malas membuka blog sendiri. Tapi saya selalu meyakinkan diri untuk tidak pernah menghapus blog. Dulu soalnya saya pernah nekat menghapus blog karena ingin punya blog baru dengan konsep yang menurut saya menarik, dan ujung-ujungnya menyesal.

Sejak tanggal 03 November 2021, saya memberanikan membeli domain agar nama blog saya lebih komersial. Awalnya masih menggunakan blogspot yang gratis, tapi sekarang sudah ada "dot com" di belakang nama situsnya. Yang pertama kali terpikir penyedia domain yang akan saya pilih adalah Niagahoster. Kayaknya gara-gara penyedia domain ini sering banget dibicarakan di posting-an teman-teman bloger, makanya nempel banget di otak saya.

Perubahan domain ini bikin saya mikir panjang mengenai eksistensi blog ini. Saya tidak bisa mengabaikan value yang sekarang ada di blog untuk sekadar suka-suka. Tapi saya belajar untuk lebih bertanggung jawab, akan saya bawa kemana masa depan blog ini. Makanya saya mulai mencari-cari informasi apa pun mengenai pendayagunaan blog agar maksimal.

Lalu karena saya masuk ke grup WA Blogwalking Asik, yang isinya bloger-bloger kece dan berprestasi, akhirnya nyampe di posting-an mengenai sharing session dengan tajuk "Cara Meningkatkan Traffic Blog" yang dimoderatori oleh Mas Ari Santosa (www.arigetas.com), dengan narasumber Bang Doel (www.doel.web.id). Acara dilaksanakan via zoom meeting pada tanggal 19 November 2021. 


Lalu, apa ilmu yang diserap di acara ini?

Jujur, saya rada lelet mengikuti materi Bang Doel ini karena apa yang dibahas beliau pada akhirnya mendalam sampai ke penggunaan Google Seacrh Console. Tapi prinsip saya adalah mengikuti saja materi beliau, jika ada yang bisa diserap, dipakai, jika ada yang bingung, belajar lagi. Sesederhana itu, daripada pusing, bukan?

Menurut Bang Doel, ada 3 fase yang harus dilakukan agar bisa meningkatkan jumlah pengunjung blog (traffic blog). Sayangnya saya hanya mencatat sampai 2 tahap saja: 1) Persiapan sebelum membuat konten, dan 2) Persiapan saat membuat konten. Satu lagi tidak sempat catat, jadi kalian bisa cek di posting-an teman-teman bloger lain ya ;)

Kita akan bahas sepintas fase pertama yaitu saat akan membuat konten. Bang Doel menekankan kepada blogger untuk melakukan audit terhadap blog sendiri. Yang perlu dicek adalah kecepatan blog, UI + UX, dan struktural halaman. Untuk melakukan audit ini kita bisa dibantu oleh situs-situs penyedia jasa secara gratis. Tapi alangkah bagusnya jika kita menggunakan jasa berbayar. Pasti paham dong keunggulan menggunakan jasa berbayar, akan lebih akurat, lebih rinci, dan lebih aman.

Lalu fase kedua, kita akan dituntut untuk lebih kreatif membuat isi konten. Karena google sulit kita mengerti seperti pacar yang ngambek tiba-tiba, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat bikin konten. Konten itu ibarat tampang kita, agar dilirik dan disayang gebetan, eh google maksudnya, perlu tuh kita mematut diri sedemikian baik.

Pertama, kita harus menentukan search intens. Kalau tidak salah paham, maksudnya adalah mencari keyword yang biasa orang pakai untuk mencari informasi. Misal, ketika membuat konten atau artikel soal ponsel, kita harus tahu apa kata kunci yang biasa orang gunakan di mesin pencarian google. Apakah 'harga ponsel terbaru', 'spesifikasi handphone terbaru', atau 'ponsel harga murah'. 

Kedua, masukan keyword ke judul. Nah, yang ini penting banget, judul harus merepresentasikan isi kontennya. Dan bahaya juga jika ternyata judul dan isi konten tidak sinkron. Pembaca blog bisa-bisa merasa dibohongi. Alamat ngamuk, dan nggak mau main-main lagi dah!

Ketiga, hindari keyword stuffing atau menebar terlalu banyak keyword. Misalnya keyword yang kita pakai adalah daster murah, jangan sampai di sepuluh paragraf berisi keyword tadi. Ini juga mempengaruhi kenyaman pembaca blog lho! Kalau kelihatan banget sedang mengiklan, biasanya ke depannya blog ini akan di-skip. Saya sendiri lebih suka artikel yang informatif tapi dikemas kayak artikel pengalaman atau curhatan. Selain mengenal kehidupan blogernya, si pembaca blog bakal kena dengan merek-merek produk apa saja yang dipakai si bloger. Istilahnya beriklan sehalus mungkin, begitu.

Keempat, tetap masukan keyword di H2. Sumpah, kalau ini saya menyerah menjelaskannya. Memang saya tahu ada istilah H1, H2, H3, pas membuka versi HTML template blog, tapi saya tidak paham fungsinya dimana dan bagaimana.

Loncat langsung poin kelima, sertakan juga sinonim keyword. Contohnya kalau bahas ponsel, bisa jadi orqng-orang justru menggunakan kata kunci handphone atau HP. Nah, ini juga harus disertakan di konten ya, tapi dengan cara halus. Kalau jelas kelihatan berganti-gantian menggunakan kata sinonim dan berulang-ulang, kita akan membingungkan pembaca dan mereka bisa menyimpulkan kita bloger yang plin-plan. Putus sudah lah, ibarat kasih janji, tapi mencla-mencle, siapa yang mau.

Keenam, gunakan gambar dalam format webp dengan ukuran kurang dari 30Kb. Sampai saya menulis artikel ini, belum saya coba juga. Soalnya ribet mesti mencari situs konverter yang bakal rubah format JPEG ke webp. Saya mengakalinya dengan tetap menggunakan JPEG tapi memilih resolusi rendah. Manfaat menggunakan gambar ukuran kecil agar kecepatan blog jauh lebih baik. Sebab gambar dengan ukuran besar akan membebani blog ketika dibuka.

Ketujuh, sertakan link internal. Maksudnya dalam artikel yang dibuat, kita boleh menyematkan link internal postingan lain, tapi dengan syarat memiliki keterhubungan. Jika bahas soal novel, bisa kita menanam link ke posting-an mengenai penerbit atau penulis.

Kedelapan, masukan link keluar. Jadi saya mengertinya di artikel itu kita bisa memasukan link situs luar sebagai situs rujukan. Misalnya ketika saya buat resensi novel dan di artikel menyebut nama penerbit, nama penerbit ini bisa kita tanam link menuju website mereka. Sejauh ini saya jarang pakai teknik begini. Dulu pernah tapi menyesuaikan dengan aturan afiliasi saja. Sebab link luar yang kita tanam akan ada harganya, hehe.

Fase ketiga saya tidak mencatat karena fokus dengan penjelasan yang disampaikan Bang Doel walau rada-rada nggak paham, jadi silakan mengunjungi blog milik teman-teman yang lain saja.

Kesimpulan, setelah mengikuti diskusi ini, saya merasa wawasan saya memang perlu banget ditambah soal jadi bloger. Menantang sekali rasanya ketika mengelola blog buku tapi ingin dibuat komersial. Apa yang disampaikan Bang Doel, saya yakin itu baru sedikit ilmu soal jadi bloger. Masih banyak ilmu lainnya yang harus dipelajari agar menunjang proses mengelola blog. Dan saya berharap untuk teman-teman bloger yang sudah mantap eksistensinya bisa berbagi ilmu itu dengan membuat acara serupa atau sesi diskusi. Sesi kemarin merupakan kegiatan positif yang digagas oleh grup Blogwalking Asik dan harus-perlu-banget dibikin sering-sering. Semoga ya.

Nah, demikian artikel yang bisa saya bikin, semoga ada nilai yang bisa dipelajari. Bagaimanapun ilmu yang bermanfaat dan yang dibagikan akan mendatangkan pahala kebaikan. Amin ya Rabb!

Terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

Giveaway November #1


Halo, teman-teman! 

Dalam rangka menjemput banyak hal baik setelah kemarin berperang dengan yang namanya kenyataan, saya mau sedikit berbagi hal baik yaitu membelikan kamu buku seharga 120K (include ongkir ya!)


Simak syaratnya di bawah ini!

1. Punya alamat kirim di Indonesia

2. Pembelian hadiah dari shopee atau tokopedia dengan VA Bank Mandiri

3. Follow akun twitter saya: @adindilla

4. Tulis di kolom komentar dengan format: Akun Twitter, Domisili, dan Judul Buku (buku boleh berubah ketika pemenang mau transaksi)

5. Periode giveaway dari tanggal 21 - 22 November 2021

6. Pemenang akan diundi dan diumumkan tanggal 23 November 2021, update-nya di posting-an ini dan di twitter.


Nah, syaratnya mudah bukan? Saya tunggu partisipasinya ya teman-teman!


UPDATE PEMENANG

Dua hari masa giveaway sudah berlalu, dan saya sangat terharu sebab peserta yang ikut banyak. Nah, sekarang akan saya umumkan pemenangnya. Untuk pemilihan pemenang saya menggunakan situs www.wheelofnames.com.

Dan inilah pemenangnya:





Selamat untuk pemenang!!!

Untuk pemenang akan saya hubungi via DM Twitter ya!

[Buku] Segala Yang Diisap Langit - Pinto Anugerah


Judul: Segala Yang Diisap Langit

Penulis: Pinto Anugerah

Penyunting: Dhewiberta Hardjono

Penerbit: Bentang Pustaka

Terbit: Agustus 2021, cetakan pertama

Tebal: vi + 138 hlm.

ISBN: 9786022918424

***

Rabiah ingin mematahkan mitos yang beredar selama ini, bahwa garis keturunan keluarga bangsawan Minangkabau akan putus pada generasi ketujuh. Apa pun siap dia lakukan demi mendapatkan anak perempuan pembawa nama keluarga, termasuk menjadi istri kelima seorang lelaki yang terkenal mampu memberikan anak perempuan.

Tidak disangka, penghalang utama Rabiah justru kakak kesayangannya, Magek. Setelah bergabung dengan Kaum Padri dari utara, Magek mengacungkan pedangnya ke arah Rubiah, siap menghancurkan semua yang dimilikinya: harta, adat, keluarga, dan masa lalu.

Segala yang Diisap Langit, sebuah novel tentang pergulatan manusia di tengah ombak perubahan zaman. Tak ada yang tahu ujung jalan yang kita pilih. Tak ada yang mampu menerka pengorbanan apa yang harus kita buat. Semua demi bertahan hidup.

***

Tokoh Bungo Rabiah tergolong perempuan dominan yang fanatik terhadap adat. Posisinya sebagai pewaris Rumah Gadang Rangkayo memiliki obsesi untuk mengalahkan rumor jika warisan turun temurun akan hilang sesuai takdir setelah tujuh turunan. Cara apapun akan dilakukan, termasuk menjadi istri kelima Tuanku Tan Amo demi mendapatkan anak perempuan yang kelak jadi keturunan kedelapan. Pembukaan novel ini meski mesum menjelaskan gamblang bagaimana Rabiah berusaha keras mewujudkan obsesinya itu.

Obsesi bukan milik Rabiah saja, Tuan Tan Amo pun mempunyai misi dibalik menikahi Rabiah. Sebagai lelaki penguasa yang meninggikan martabat, keluasan tanah dan banyaknya harta menjadi ukuran seberapa hebat dia. Rabiah dan Tuan Tan Amo bermain taktik untuk tujuan masing-masing sekalipun mereka adalah suami-istri.

Adat Suku Minangkabau diulas dalam novel ini dengan jeli. Terutama adat kolot di tahun Belanda masih menjajah. Kemurnian ajaran nenek moyang yang diturunkan dari praktik dan cerita, bukan melalui tulisan atau kitab, menjadi sakral tidak boleh berubah. Orang pagan percaya takdir mereka meneruskan apa yang dimulai nenek moyang. Adat murni ini dianggap benar meski dibenturkan dengan ajaran agama Islam. Pertentangan ini diwakilkan Rabiah dengan kakak laki-lakinya yang sudah tobat, Magek Tangkangkang.

Adat merupakan hasil buatan manusia, diperkuat dengan kepercayaan mereka. Tidak melulu baik dipegang apalagi diteruskan. Pada saat itu berbarengan sedang diluaskan ajaran agama Islam oleh orang Padri yang menurut saya merujuk kepada pengikut Tuanku Imam Bonjol. Dan orang Padri ini menentang kebiasaan orang pagan meminum tuak, berjudi, sabung ayam, bahkan perkawinan saudara. Kebiasaan yang bobrok sekali. Terutama urusan pernikahan saudara yang dianggap sah dan boleh jika berbeda ibu. Padahal nyata-nyata keturunan pernikahan saudara akan cacat tapi mereka tidak belajar dari itu.

Sebagai pembaca sekarang yang kerap mendapat pencerahan jika agama Islam itu lemah lembut dan penuh kasih, saya justru kurang setuju dengan cara orang Padri menuntut orang pagan tobat karena menggunakan pedang. Pada prosesnya justru muncul pembantaian. Sekalipun dikatakan orang pagan sebagai kafir, orang yang melestarikan dosa besar, dan keras kepala kepada adat, membunuh mereka saya anggap cara keliru. Istilah saat ini mereka disebut orang Islam radikal. Ini mengusik saya selama membaca bagian pembantaian oleh Magek Tangkangkang kepada keluarga orang pagan yang enggan tobat dengan dalih menegakan ajaran agama Islam. Sangat sadis.

Sebagai novel sejarah lokal, buku ini sudah mewadahi fungsinya. Memberikan fakta kondisi masyarakat pada saat itu dan membikin pembaca bersyukur karena lahir bukan di masa itu. Yang paling repot, diksi yang digunakan penulis menyesuaikan dengan masa dan tempat kejadian berlangsung di cerita sehingga saya tidak terbiasa dan agak kagok memahami. Masalah lain, nama tokoh-tokohnya tidak umum buat saya. Beberapa hampir tertukar misalnya nama Magek Tangkangkang dan Karengkang Gadang. Meski begitu, sepadan sih dengan kesan yang saya dapatkan usai membacanya, mendapat wawasan dan serasa melihat film jadul. Makanya saya memberikan novel ini 3 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

[Buku] Pasukan Buzzer - Chang Kang-Myoung



Judul: Pasukan Buzzer

Penulis: Chang Kang-Myoung

Penerjemah: Iing Liana

Editor: Juliana Tan & Raya Fitrah

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Juli 2021

Tebal: 288 hlm.

ISBN: 9786020653785

***

Sam-goong, Chatatkat, dan 01810 pada awalnya membentuk Tim Aleph sebagai perusahaan pemasaran online yang menawarkan jasa mempromosikan produk atau perusahaan. Dengan Sam-goong yang ahli menyusun strategi, Chatatkat yang pintar merangkai kalimat, dan 01810 yang jago komputer, mereka pun dengan cepat menguasai cara memanipulasi orang-orang melalui internet.

Suatu hari, Tim Aleph menerima permintaan pekerjaan yang aneh.

“Kalian pernah mendengar situs bernama Kafe Jumda? Jika kalian berhasil menghancurkan situs itu dalam waktu satu bulan, aku akan memberi kalian sembilan puluh juta won.”

Dengan keyakinan polos dan menggebu-gebu bahwa mereka bisa mengubah dunia, Tim Aleph pun mulai beraksi. Ketiga pemuda itu sama sekali tidak menyadari bahwa mereka mungkin terlibat dalam permainan politik berbahaya dan organisasi rahasia yang tidak segan-segan menyingkirkan siapa saja yang dianggap bisa merugikan mereka... dengan cara apa pun.

***

Novel Pasukan Buzzer ini menceritakan tentang proses wawancara seorang reporter surat kabar K bernama Lim Sang-jin dengan narasumber seorang anggota Tim Aleph, Chatatkat, yang mengupas kegiatan pasukan buzzer dibalik informasi viral yang beredar di internet.

Dari wawancara itu kita akan mendalami kegiatan pasukan buzzer ini yang diwakili oleh Tim Aleph. Tim Aleph terdiri dari tiga orang: Sam-goong, 01810, dan Chatatkat. Mereka memiliki peran masing-masing dan tim ini sudah dikenal memiliki trik-trik berbeda dibandingkan tim pasukan buzzer lain. Makanya Tim Aleph tengah mengerjakan proyek besar dengan Group Happo yang keberadaan group ini sangat misterius. Proyek besar yang tujuannya sangat besar dan diduga melibatkan Badan Intelijen Nasional dan Pemerintah.

Chatatkat yang diwawancara seperti sedang membuka rahasia tim mereka. Tetapi ternyata wawancara ini menjadi bagian dari skenario tim Aleph. Begitu surat kabar K menayangkan beritanya, membongkar rahasia kerja pasukan buzzer yang memanipulasi opini publik, justru hasil wawancara reporter Lim Sang-jin dan Chatatkat menjadi bias kebenarannya dan dipertanyakan.

Dari novel Pasukan Buzzer ini saya jadi paham kenapa di twitter suka muncul tweet yang bahas kegiatan pemerintah atau instansi tertentu, dan berita ini tayang bersamaan dari beberapa akun. Misalnya berita ketika Presiden Jokowi meresmikan tol atau bendungan, berita prestasi instansi kepolisian, atau berita tentang kegiatan PON di Papua. Rupanya mereka menayangkan berita tersebut untuk agenda tertentu dengan menggunakan akun influencer agar beritanya cepat naik dan viral.

Menurut saya, sayangnya cara itu keliru sebab polanya gampang dibaca akun masyarakat biasa. Sehingga tweet yang isinya sama dari beberapa akun yang muncul bersamaan akan segera diabaikan sebab jadi tidak menarik. Apalagi jika melihat tagar yang digunakan sudah seragam, pertanda langsung di-mute dan di-skip thread-nya oleh akun masyarakat biasa. Padahal apa salahnya dipilih beberapa akun influencer dan membagi informasi itu selama seminggu penuh bergiliran. Bukan malah satu hari itu bisa 5 - 6 akun yang men-tweet peristiwa serupa.

Cara yang digunakan influencer sejalan dengan taktik yang digunakan Tim Aleph dalam novel ini yaitu metode pengulangan dan penekanan. Pengulangan maksudnya memborbardir masyarakat dengan bacaan atau tweet yang berulang-ulang untuk tema, kejadian, atau sosok, yang menjadi bahan buzzer. Sedangkan penekanan lebih ke bahan buzzer diperkuat dengan memperjelas tujuannya. 

Misalnya ketika Presiden Jokowi meresmikan tol, maka banyak akun influencer membahas soal kegiatan peresmian tol tersebut, dibumbui dengan disampaikan fakta dan manfaat tol yang jumlahnya banyak. Ini bagian dari metode pengulangan. Lalu metode penekanan terlihat ketika berita peresmian tersebut dikaitkan dengan keberhasilan besar presiden menjalankan program pembangunannya dan secara halus memuji sosok presiden, memuji partainya, hingga memuji orang-orang besar di sekeliling beliau.

Sekarang, fungsi pasukan buzzer sudah mengalami pergeseran. Disampaikan juga dalam novel ini, jika awalnya pasukan buzzer digunakan untuk teknik bidang marketing, membuat viral produk atau jasa agar dikenal dan dibeli masyarakat. Tetapi saat ini tujuan pasukan buzzer adalah memancing emosi, bukan logika. Menurut saya, buzzer pengecut adalah yang memakai akun bodong. Teriak paling kenceng tapi kalau akunnya diproses hukum langsung menghilang.

Contoh nyatanya adalah ketika musim pemilihan presiden akan muncul dua kubu yang perang dengan membuat hoax demi menurunkan elektabilitas kubu lawan. Jahatnya lagi jika pasukan buzzer ini menguliti aib si lawan dan dipertontonkan ke masyarakat. Membayangkan kejahatan pasukan buzzer begini, saya pengen berdoa, "Semoga aib-aib mereka juga ditutup Allah SWT sampai matinya." #SaksiPasukanBuzzer

Novel ini punya alur yang maju-mundur. Menggabungkan percakapan wawancara dan kilas balik peristiwa yang disinggung. Meski begitu alur ini tidak membingungkan karena ditata dengan baik. Gaya bercerita pun sangat nyaman. Yang perlu konsentrasi adalah ketika mengingat anggota Group Happo karena tidak pakai nama melainkan jabatan, misalnya direktur, ketua Lee, kepala bagian, asisten manajer, kepala tim, dan staf. Oya, di akhir buku kita akan mendapatkan momen mengejutkan dan saya sendiri menuntut ada kelanjutan novel ini agar tahu nasib tokoh utamanya.

Tokoh sentral dalam novel ini adalah ketiga anggota Tim Aleph. Sam-goong dikenal sebagai otak dibalik trik-trik yang dipakai Tim Aleph. Bahkan dia disanjung oleh mitra kerja sebagai orang yang punya imajinasi besar dan berpotensi memiliki karir bagus. Chatatkat dikenal sebagai penulis ulung. Kemampuannya berkomentar dengan akun palsu di forum-forum yang menjadi target terbukti berhasil memicu keributan. Sampai-sampai forum tersebut harus gugur eksistensinya. Sedangkan 01810, karakter yang tidak disebutkan nama aslinya siapa, lebih ke anggota jago internet tapi penurut pada tugas yang jadi bagiannya.

Ketiga Tim Aleph digambarkan sebagai sosok yang cupu, tidak banyak bergaul, dan khas introvert. Mereka bucin ketika diperhatikan oleh perempuan. Misal Chatatkat yang berharap besar pada hubungannya dengan Ji-yoon justru terbentur dengan keadaan Ji-yoon sebagai perempuan bar. 01810 pun bucin dengan perempuan bernama Hye-rin yang tengah memeras uangnya namun dia tidak sadar.

Kekurangan untuk penokohan di novel ini karena tidak disebutkan masa lalu tokoh sentralnya. Seperti cerita bagaimana awalnya mereka bisa bergabung di tim Aleph. Padahal pondasi karakter ini penting agar pembaca bisa mengenal lebih dekat tokohnya. Di samping itu, kayaknya ketiga tokoh utama hanya punya alasan demi uang dalam melakukan pekerjaan. Sebab saya tidak dapat gambaran uang yang mereka dapat dalam jumlah fantastis digunakan untuk apa selain untuk memuaskan diri di tempat pijat, bar, atau tempat makan. Sedangkal itukah kehidupan pribadi mereka di balik pekerjaan yang rahasia?

Usai membaca novel ini saya makin terbuka dengan situasi di sosial media, terutama di twitter, bahwa satu peristiwa bisa ramai dibahas bukan karena memang lagi jadi sorotan, tetapi bisa jadi diciptakan agar menjadi sorotan. Bisa berbahaya ketika informasi yang diciptakan masih mentah karena bisa telan oleh masyarakat. Pesannya, bermain media sosial harus bijak dan cerdas. Sebab di balik media sosial ada pasukan buzzer bayaran yang bekerja demi memenuhi tujuan si penyewa. Dan cara-cara mereka bisa lebih jahat daripada pembunuh.

Untuk novel Pasukan Buzzer yang membuka mata pembaca tentang sosial media saya berikan nilai 4 bintang dari 5 bintang. dan memiliki kejutan yang bikin kisah ketika tokoh utamanya menggantung dan harus ada lanjutannya

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!


MONDAY BOOK REVIEW


Oya, karena hari ini bertepatan dengan hari Senin, jadi ulasan buku kali ini saya masukkan sebagai postingan Monday Book Review yang digagas oleh Kak Ira di blognya: irabooklover.com

Label ini berlangsung dengan harapan akan bisa mempertemukan dan menggiatkan kembali blogger-blogger buku sehingga bisa lebih produktif dalam mengelola blognya ataupun dalam kegiatan membaca buku.

Bagi teman-teman yang mau ikut serta, silakan langsung berkunjung ke postingan Kak Ira yang membahas soal label Monday Book Review ini dengan mengklik poster di bawah ini:


[EBook] Seribu Wajah Ayah - Nurun Ala

gambar diunduh dari google playbook, diedit

Judul: Seribu Wajah Ayah

Penulis: Nurun Ala

Editor: Yayi Dewintya & Indah Sipahutar

Penerbit: Grasindo

Terbit: Maret 2020

Tebal: 144 hlm.

ISBN: 9786020522678

***

Malam ini, kamu dipaksa untuk menengok ke belakang sampai lehermu pegal. Kamu dipaksa untuk berkejar-kejaran dengan waktu untuk kembali memunguti potongan masa lalu. Beragam ekspresi wajah ayahmu seketika hadir membayang: bahagia, sedih, bangga, marah, murung, kecewa, dan aneka ekspresi lain yang kamu terlalu lugu untuk mendefinisikannya. Meskipun begitu, kamu yakin betul, masih banyak wajah yang ia sembunyikan di hadapanmu. Juga, yang tak benar-benar kamu perhatikan karena kamu terlalu asyik dan sibuk dengan duniamu. Ada sesal di sana, tentang ketulusan yang kamu campakkan. Tentang rindu yang dibawa pergi. Tentang budi yang tak sempat—dan memang tak akan pernah—terbalas. Seribu wajah ayah sekalipun yang kamu kenang dan ratapi malam ini, tak ‘kan pernah mengembalikannya.

***

Novel Seribu Wajah Ayah menceritakan tentang tokoh utamanya 'Kamu', berusia 22 tahun, yang berduka mendalam karena tidak bisa berada di sisi sang ayah ketika ajal menjelang. Kamu ada di luar negeri sedang menempuh kuliah S2 sehingga baru bisa sampai rumah di hari ke-2 setelah ayah dimakamkan.

Dari penuturan Om-nya kamu tahu bagaimana merindunya sang ayah, tapi sang ayah tidak ingin mengganggu kuliahmu sehingga memilih memendamnya seorang diri. Kamu semakin sedih karena tahu sang ayah pernah tidak mendukung kepergianmu ke luar negeri.

Album foto di kamar ayah yang berisi 10 lembar foto, merekam perjalanan kamu dari kecil sampai dewasa. 10 lembar foto yang menguak segala pelajaran yang diberikan ayah kamu. Dan setelah menapaki 10 lembar foto, kamu harus memilih meratapi kesedihan yang meluluhlantakkan hatimu atau memilih melanjutkan kehidupan dengan berdamai dengan masa lalu.

Novel ini tuh ibarat air yang menyiram kembang hampir mati di pot. Dari prolognya saja saya sudah dibuat berkaca-kaca karena muncul ketakutan yang sama dengan tokoh 'kamu', takut kehilangan ayah sebelum membahagiakannya.

Kemudian berjalannya cerita, dari 10 lembar foto itu kita akan mendapatkan banyak pelajaran hidup yang dipraktikan sang ayah bersama anak laki-lakinya itu. Pelajaran hidup yang beliau berikan itu sesuai dengan masalah yang muncul seiring pertumbuhan si anak. Disampaikan dengan lembut dan hati-hati sesuai ajaran agama Islam.

Pada saat usia SD, si anak yang tidak pernah mendapatkan gambaran sosok ibunya, bereaksi kesal, takut, sedih, bingung, ketika dia mendapatkan tugas membuat puisi dengan tema ibu, dan mesti dibacakan untuk ibunya. Ekspresi si ayah ketika melihat anaknya begitu, dia cuma bisa memeluk anaknya itu dengan erat, sambil menahan luapan emosi sedih tak terkira. Akhirnya, si anak dibawa ke makam ibunya. Malam itu mereka berdua membahas dan menyelesaikan puisi tentang ibu yang akan dibacakan pada esok hari.

Pada saat SMP, si anak mulai mengenal pergaulan. Sampai pada saat kelulusan, si anak pulang larut malam dengan mengendap-endap. Ternyata si ayah memergoki dengan wajah kecewa. Si ayah marah tapi bukan yang meledak-ledak. Justru dia ajak si anak berbicara dari hati ke hati. Si ayah ingin si anak lebih bertanggung jawab dengan semua yang dilakukannya.

"Ayah dan ibu takut, enggak bisa menjaga dan mendidik titipan Allah dengan baik. Takut sekali. Karena pasti diminta pertanggungjawaban nanti. Bapak dan ibu enggak mau jadi orang tua yang durhaka. Perasaan takut itu mulai hilang waktu kamu balita, TK, SD, dan seterusnya-makin pudar. Ayah senang sekali, kamu enggak pernah melakukan yang aneh-aneh" (hal. 72)

Dan di usia SMA, dimana si anak mulai merasakan jatuh cinta, kembali si ayah memberikan nasihat sebagai bentuk kewaspadaan dia terhadap kemungkinan buruk yang banyak dilakukan remaja ketika jatuh cinta.

"Setiap orang bisa jatuh cinta, kapan saja, pada siapa saja. Tapi, kalau mencintai itu beda. mencintai itu, enggak mudah. Setidaknya, kita butuh dua hal. Kemantapan hati dan kemampuan. Ayah mulai menaksir ibumu berbulan-bulan sebelum menikah. Hati ayah sudah mantap. Tapi, waktu itu ayah merasa belum punya cukup kemampuan untuk membahagiakan ibu. Maka, ayah menyiapkan diri dulu sampai ayah mampu, baru berani mengungkapkan perasaan ayah dan keinginan ayah menikahi ibu." (hal. 84)

Konflik besarnya adalah ketika si anak dengan egois melanjutkan kuliah S2 di luar negeri padahal saat itu ayahnya menginginkan agar si anak dekat dengannya. Justru ketika debat itu si anak sampai membentak ayahnya untuk yang pertama kalinya. Bahkan si anak menyebut keinginan ayahnya sebagai sikap kekanak-kanakan. Kesedihan luar biasa dirasakan si ayah sampai sakit karena menanggung rindu selama anaknya berada jauh.

Cerita mengenai ayah-anak ini dibawakan dengan narasi sederhana tapi sangat tepat sasaran untuk dipahami pembaca. Dengan menggunakan sudut pandang orang kedua makanya muncul tokoh 'kamu' membuat ceritanya begitu dekat dengan pembaca. Alur yang dipakai dominasi alur mundur untuk kilas balik setiap perjalanan hidup yang sudah dilalui ayah-anak ini.

Membaca buku ini kita akan merasakan kemiripan dengan buku Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya. Sama-sama membahas soal sosok ayah dan kebaikannya. Sama-sama menggunakan benda untuk menyampaikan masa lalu dan pelajaran hidup. Kalau di novel Sabtu Bersama Bapak menggunakan rekaman video, sedangkan di novel Seribu Wajah Ayah ini menggunakan foto.

Kekurangan novel ini hanya satu, kovernya yang menurut saya terlalu biasa dan condong ke buram. Saya menilai demikian karena mengakui cerita di novel ini tuh cemerlang dan berbobot. Sayang saja kalau banyak pembaca menilai kovernya biasa sehingga bikin urung membaca ceritanya.

Dari novel ini saya belajar jika orang tua adalah prioritas utama dalam segala hal. Kita sebagai anak harus merendahkan hati ketika ada perbedaan pendapat. Melihat dari sudut pandang mereka dulu, baru menilai. Sebab, ketika kita kehilangan mereka, saat itu juga kita akan sadar sebanyak apapun yang sudah kita lakukan nggak pernah sebanding dengan cinta mereka. Saya beruntung masih memiliki ayah dan ibu, tapi saya sudah membayangkan jika mereka nggak ada nanti, saya nggak tau hidup saya akan sekacau apa. Saya pasti bakal merasa ada lubang besar di dada yang nggak akan pernah bisa ditutup oleh apapun.

Untuk novel yang menguras air mata ini saya memberikan nilai 5 bintang dari 5 bintang. Saya merekomendasikan buat semua pembaca untuk membaca buku ini sebab nilai-nilai hidup di dalamnya akan membuat kita seperti terlahir kembali.



[Resensi] Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie


Judul:
Kita Pergi Hari Ini

Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Editor: Teguh Afandi

Penerbit: Gramedia Pustaka utama

Terbit: Oktober 2021, cetakan pertama

Tebal: vi + 186 hlm.

ISBN: 9786020657479

***

Mi dan Ma dan Mo tidak pernah melihat kucing seperti Nona Gigi. Tentu saja, mereka sudah pernah melihat kucing biasa. Tapi Nona Gigi adalah Kucing Luar Biasa. Kucing Luar Biasa berarti kucing yang di luar kebiasaan. Nona Gigi adalah Cara Lain yang dinantikan oleh Bapak dan Ibu Mo untuk menjaga Mi, Ma, dan Mo ketika keduanya keluar rumah mencari uang. Sebab di Kota Suara, semua uang yang tersedia di dasar laut sudah diambil oleh para perompak, uang di bawah tanah diambil oleh para perampok, dan uang di ranting pohon diambil oleh pengusaha kayu yang jahat.

Nona Gigi mengajak Mi dan Ma dan Mo dan Fifi dan Fufu- anak kembar Tetangga Baru bertualang mengunjungi tempat-tempat indah. Mereka naik Kereta Air, bertemu Kolonel Jagung, bermain di Sirkus Sendu, dan menyaksikan kemegahan Kota Terapung Kucing Luar Biasa.

Kita pergi hari ini. Ke tempat-tempat indah dalam mimpi-mimpi anak-anak baik-baik.

***

Ada sebuah rumah merah bernomor 17 di Kota Suara yang ribut. Kota yang dipenuhi oleh keluarga yang punya banyak anak sehingga suasananya sangat ribut. Rumah merah bernomor 17 dihuni oleh Bapak dan Ibu Mo, Mi si Sulung yang keren, Ma anak kedua yang rewel, dan Mo anak bungsu yang sulit dimengerti. Bapak dan Ibu Mo adalah keluarga sederhana yang perlu uang tapi tidak bisa meninggalkan mengasuh anak-anak. Sehingga Ibu Mo akhirnya mencari cara lain untuk menyelesaikannya dengan mengirim kancing yang dibawa Pelikan.

Esok harinya muncul seekor kucing betina dewasa yang dipanggil Nona Gigi. Dia mengurus anak Bapak dan Ibu Mo selama pasangan ini mencari uang. Satu hari di seberang rumah Bapak dan Ibu Mo kedatangan tetangga baru yang memiliki anak kecil juga: Fifi si anak kembar laki-laki yang manis dan Fufu si anak kembar perempuan yang keren. 

Pada satu waktu Nona Gigi membawa anak-anak piknik ke tempat asalnya, Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Kota yang ramai dengan penduduk yang bercampur-campur antara beberapa hewan dan manusia. Kota Terapung Kucing Luar Biasa merupakan kota yang indah dan enak. Tapi setelah sehari mereka tinggal disana, anak-anak mendapatkan fakta yang mengerikan mengenai kota ini. Kota ini ternyata dibangun dari memperbudak dan membunuh manusia. Segala yang ada di manusia dimanfaatkan: dagingnya, tulangnya, giginya, bahkan rambutnya.

Ketika sadar kalau Kota Terapung Kucing Luar Biasa menyimpan kisah mengerikan dan menyedihkan, anak-anak merencanakan untuk 'Kita Pergi Hari Ini'. 

Berhasilkah mereka meninggalkan kota yang dibangun?

Langkanya buku-buku karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie membuat nama penulis ini wara-wiri di twitter. Bahkan ada kabar novel Jakarta Sebelum Pagi dijual oleh pembaca dengan harga yang fantastis. Momen ini menjadi pas bagi penerbit untuk menerbitkan karya terbaru penulis. Hasilnya, novel Kita Pergi Hari Ini banyak dibahas sejak pre-order-nya dibuka, sampai sekarang.

Dari rekap ulasan buku di blog ini, saya hanya pernah mengulas buku roman bersampul merah karyanya yang berjudul San Francisco. Buku lainnya yang pernah dibaca itu Jakarta Sebelum Pagi tapi sayang sekali saya belum membuat ulasannya dan kalau sekarang sudah lupa ceritanya. Karya beliau yang terkenal lainnya adalah Di Tanah Lada dan Semua Ikan di Langit.

Novel Kita Pergi Hari Ini boleh disebut sebagai buku anak. Dibagi menjadi empat babak yang punya kesan berbeda-beda: Kota Suara, Perjalanan, Kota Terapung Kucing Luar Biasa, dan Jalur Cahaya. Pada babak Kota Suara dan Perjalanan saya merasakan kenyamanan dan takjub luar biasa membayangkan detail ajaib yang dibuat penulis. Walaupun pada bab Sirkus Sendu saya sedih membayangkan usaha sirkus menguras air mata penonton, sampai-sampai harus menyakiti anggota sirkus dengan mengerikan, bahkan sampai membuat mereka mati.

Lalu pada babak Kota Terapung Kucing Luar Biasa saya terkejut dengan kenyataan yang tidak indah. Banyak sekali rahasia-rahasia kota ini yang mengerikan. Dan saya kasihan dengan nasib yang akan menimpa Mi, Ma, Mo, Fifi dan Fufu nantinya kalau sampai terjebak di kota itu. Dan babak terakhir, Jalur Cahaya, saya merasa lega dengan penyelesaian walaupun pas di ujung cerita masih bertanya-tanya maksud pernyataan Ibu Mo dan Ibu Tetangga Sebelah, 'Sial, hanya berkurang satu' (hal. 182).

Tema cerita novel ini condong ke petualangan dan misteri. Mi, Ma, Mo, Fifi, dan Fufu melakukan perjalanan melewati banyak tempat yang ajaib dan kemudian mereka menemukan fakta yang berbeda dari bayangan otaknya sehingga mereka harus berjuang agar bisa kembali ke Kota Suara. 

Cerita petualangan dan misterinya ramah bagi anak-anak. Disampaikan dengan narasi yang belibet seperti ucapan orang di usia anak-anak. Kadang diulang-ulang, kadang muter-muter. Lebih banyak narasi menunjukan kepolosan dan hasrat ingin tahu. Saya paham kenapa penulis memilih teknik ini, karena ingin mendekatkan pembaca kepada cerita anak-anak, dengan kemasan cerita yang seolah-olah disampaikan oleh anak-anak.

Ibarat dongeng, apa yang ada dan dialami tokoh dalam novel ini begitu ajaib-ajaib. Penggambaran Kota Suara, situasi di kota soal uang yang susah didapat, kucing pengasuh, kereta air, Sirkus Sendu, Kolonel Jagung, dan masih banyak detail cerita lainnya, yang membuat saya harus benar-benar membayangkan imajinasi penulis agar bisa menikmati jalan ceritanya.

Tipis-tipis isu ekonomi dibahas penulis melalui pernyataan soal situasi ekonomi Kota Suara, 'Semua uang yang ada di dasar laut sudah diambil oleh perompak, uang di dalam tanah diambil oleh perampok, dan uang di ranting pohon diambil oleh pengusaha kayu jahat' (hal. 4). Kasus monopoli ekonomi bukan hal baru, dan jika dilakukan dengan serakah tentu akan berefek buruk, yaitu menyulitkan ekonomi masyarakat. Yang miskin makin miskin, yang kaya makin makmur.

Isu lain yang lumayan gede dibahas penulis adalah soal toxic masculinity dari pernyataan, 'Semua anak perempuan adalah benar-benar manis dan semua anak laki-laki adalah benar-benar keren' (hal. 50). Kata manis dalam kalimat tersebut bermakna kurang lebih anggun, sopan, dan feminim. Sedangkan kata Keren bermakna bandel, nakal, dan pemberontak. Jika ada anak yang memiliki sifat kebalikan akan dianggap sebagai anak-anak yang benar-benar aneh.

Penulis membahas hal ini bukan untuk mencari yang benar atau salah. Justru disampaikan jika laki-laki yang manis dan perempuan yang keren punya peran dan kewajiban yang sama. Misalnya ketika Fifi dan Fufu harus menjalankan rencana Kita Pergi Hari Ini, keduanya sepakat harus berani. Bukan menunjuk laki-laki harus keren dan perempuan jadi bersikap manis.

Ada beberapa pesan yang disampaikan penulis dan ini penting dipahami pembaca. Pertama, kita harus sadar jika semua orang pasti pernah salah. Jangan pernah berekspektasi dengan kesempurnaan. Dan berbuat salah itu manusiawi. Dengan menyadari ini kita akan lebih santai menjalani hidup karena tidak dituntut untuk benar terus dan sempurna terus. 'Tidak ada yang tidak mungkin pernah salah' (hal. 43).

Kedua, menangis itu perlu. Kayaknya kita semua sepakat jika menangis itu sah dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Dan kita juga tahu kalau manfaat menangis itu bagus untuk kesehatan mental. Menangis itu seperti men-defragment sebuah folder, proses merapikan kembali emosi yang acak-acak sehingga kita memiliki ruang yang baru untuk emosi yang akan masuk. Akan jauh lebih baik kalau kita men-delete beberapa emosi yang nggak penting. Biar lebih ringkas jiwa kita.

Ketiga, tetap rukun dan harmonis bersaudara. Tidak dipungkiri sih kalau bersaudara itu ngeri-ngeri sedap. Ketika sejalan akan harmonis, ketika berbeda bisa melahirkan ledakan-ledakan. Yang paling penting adalah mengerti dan memahami kalau setiap orang itu berbeda-beda karakternya. Sehingga ketika tabrakan kita akan paham kondisinya dan paling bergumam, 'yah.. dia mah emang orangnya begitu.' Misalnya Ma sebagai anak perempuan yang manis dan satu-satunya di keluarga Bapak dan Ibu Mo lebih banyak tidak akur dengan Mi dan Mo yang keren. Tetapi perbedaan ini tidak membuat Ma membenci Mi dan Mo ataupun sebaliknya.

Dalam novel ini disinggung mengenai tradisi salam menggunakan daun Salam. Saya jadi ingat kalau di daerah saya pun ada tradisi ini. Menyampaikan salam dengan menggunakan daun. Lalu bergeser penggunaannya, dilakukan ketika menyampaikan undangan acara besar misal hajatan kawinan atau sunatan. Terbilang kolot sih, dan sekarang tradisi salam daun ini sudah tidak dipakai sama sekali.

Sindiran halus mengenai perempuan yang butuh kepastian saya temukan di halaman 58. Disitu dijelaskan jika 'Ketidakpastian membuat semua wanita, khususnya yang berupa Anak Perempuan yang Sangat Rewel, menjadi sangat rewel sekali.'

Menarik bukan bukunya? Setelah membaca kisah Mi, Ma, Mo, Fifi dan Fufu, saya memberikan nilai 4 bintang dari 5 bintang. Saya merasa cerita di novel ini bisa disampaikan kepada anak-anak sebagai cerita yang seru tapi tidak disarankan anak-anak membacanya langsung sebab narasinya lumayan belibet.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

[Resensi] Semusim, Dan Semusim Lagi - Andina Dwifatma

gambar diunduh dari google play book, diedit

Judul: Semusim, Dan Semusim Lagi

Penulis: Andina Dwifatma

Editor: Hetih Rusli

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: April 2013

Tebal: 232 hlm.

ISBN: 9789792295108

***

Surat Kertas Hijau

Segala kedaraannya tersaji hijau muda. Melayang di lembaran surat musim bunga. Berita dari jauh. Sebelum kapal angkat sauh.

Segala kemontokan menonjol di kata-kata. Menepis dalam kelakar sonder dusta. Harum anak dara. Mengimbau dari seberang benua.

Mari, Dik, tak lama hidup ini. Semusim dan semusim lagi. Burung pun berpulangan.

Mari, Dik, kekal bisa semua ini. Peluk goreskan di tempat ini. Sebelum kapal dirapatkan.

Sitor Situmorang, 1953

Dari sebuah sajak, seorang penulis memindahkan suatu baris dan menjadikannya suatu judul, lantas melanjutkannya dengan kalimat demi kalimat, yang akhirnya terbentuk menjadi roman ini. Saya kira itulah cara yang baik untuk merayakan keberadaan kata, di tengah dunia yang lebih sering tak sadar bahwa kata itu ada, sehingga menyia-nyiakannya. Namun menulis bukanlah satu-satunya cara, karena masih ada cara lain untuk merayakannya, yakni membacanya. —Seno Gumira Ajidarma

***

Saat melihat posting-an penulis di twitter mengenai kover terbaru novel Semusim, dan Semusim Lagi, menggiring saya untuk segera membaca bukunya. Alasan lain karena saya sudah jatuh hati dengan cerita novel beliau sebelumnya yang berjudul Lebih Senyap Dari Bisikan. Tentu buku ini tidak akan saya lewatkan.

Novel Semusim, dan Semusim Lagi menceritakan seorang gadis baru lulus SMA yang bercita-cita menjadi ahli sejarah, mendapatkan surat dari ayahnya yang sakit, yang selama ini tidak dia kenal dan ingat. Dalam surat itu ayahnya meminta untuk bertemu sebelum hal buruk terjadi. Aku berangkat ke kota S untuk memenuhi permintaan ayah sekaligus ingin mengenalnya lebih jauh. Di kota S, Aku dibantu J.J. Henri  mengurus kebutuhan hidup dan dia yang akan mempertemukan Aku dengan ayahnya.

Aku juga dikenalkan dengan putra satu-satunya J.J. Henri yang bernama Muara. Kedekatan Aku dengan Muara membawa mereka pada hubungan yang bukan sekadar teman. Sampai pada satu waktu keduanya berseteru dan berakhir dengan Aku yang menusuk leher Muara sebanyak empat kali. Aku kemudian harus melupakan semua rencana awal hidupnya karena masalah yang timbul sekarang membawa Aku ke penjara dan rumah sakit jiwa.

Sebuah pengalaman seru bisa membaca novel dengan gaya penceritaan yang renyah padahal tema novel ini terbilang berat. Dunia psikologi merupakan unsur yang menonjol sekaligus yang membingungkan saya akan kejelasan alur ceritanya. Bagaimana tidak, saya dibuat bertanya-tanya sebenarnya tokoh Aku memang gila atau pura-pura gila dan kapan dia mulai menjadi gila.

Dari awal, tokoh Aku sudah digambarkan sebagai sosok yang aneh karena selalu mempertanyakan banyak hal dan harus tahu awal mula segalanya, yang itu tidak akan dilakukan oleh remaja pada umumnya. Kepribadian Aku tidak normal dan saya menyimpulkan ini buah dari hubungan dingin dengan ibunya. Tokoh Aku bisa dikatakan sosok yang kurang kasih sayang dari orang tua sehingga pikirannya berkembang tanpa bimbingan dan jadi liar.

Kemunculan Sobron, sosok ikan koi berwarna kuning yang bertingkah seperti manusia menjadi pertanda kalau tokoh Aku mulai gila. Walau interaksi tokoh Aku dan Sobron kelihatan aneh, tapi penulis berhasil mengemas adegan mereka tampak wajar saja. Malah saya jadi mempertanyakan Sobron ini ada atau nggak ada. Sempat juga menduga jangan-jangan novel ini ada unsur fantasinya.

Penggambaran Sobron si manusia ikan mengingatkan saya pada novel series Menjelajah Nusantara karya Okky Madasari terutama yang berjudul Mata dan Manusia Laut. Tokoh rekaan fantasi ala dongeng tapi menarik dan berkarakter. Lalu saya juga membandingkan novel ini dengan novel Bilangan Fu karya Ayu Utami karena keduanya berbobot mempunyai informasi yang jarang dibahas orang dan bisa menambah wawasan pembaca misalnya tentang musik, buku, dan cerita atau sejarah mengenai suatu peristiwa.

Semua tokoh yang muncul di novel ini punya sisi misteri. Tokoh Aku memang punya pribadi yang aneh. Tapi saya tidak menemukan penyebab jelasnya. Ibunya yang seorang dokter bedah pun menyimpan keanehan sebab dia jarang komunikasi dengan anaknya karena alasan yang jarang dipilih orang tua umumnya. Ayahnya pun masih belum jelas sakit apa dan sosoknya bagaimana. Semua karakter memang tidak utuh tapi sangat pas untuk mendukung ceritanya yang penuh misteri.

Usai membaca novel ini saya menyimpulkan jika hubungan keluarga yang baik akan memberikan efek mental yang baik bagi anggotanya. Setiap yang rusak akan tetap ada cacatnya meski diusahakan agar tidak kelihatan. Dan komunikasi itu penting dalam banyak hal untuk mendeteksi masalah sedini mungkin sehingga bisa dicegah jadi masalah besar.

Untuk novel Semusim, dan Semusim Lagi saya memberikan nilai 5 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

[Resensi] Midnight Tea - Mooseboo

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Midnight Tea

Penulis: Mooseboo

Editor: Anindya Larasati

Penerbit: Elex Media komputindo

Terbit: April 2021

Tebal: viii + 328 hlm.

ISBN: 9786230024627

***

Manakah yang lebih baik, terjebak dalam kenangan masa lalu atau kehilangan kenangan?

Kenangan pahit dengan seorang pria di masa lalu membuat Lea butuh waktu yang tak sedikit untuk bisa kembali membuka hati. Ketika Djuan, barista di sebuah kafe di kantornya menunjukkan gelagat ingin mendekatinya, Lea bimbang. Namun, pesona Djuan lebih kuat daripada kekhawatirannya. Lea berharap, keberadaan Djuan dapat menghapus kenangan pahitnya.

Di saat itulah, sesosok pria dari masa lalunya kembali hadir. Bukan sekadar kembali, tapi bahkan pria itu menjadi karyawan baru di Fermata Radio, tempat kerja Lea. Tak hanya kekhawatirannya akan cinta yang kembali menghantui Lea, tapi juga sebuah kisah pahit yang belum sepenuhnya tuntas.

***

Novel Midnight Tea mengisahkan Thalea yang seorang creative assistent di perusahaan radio Fermata harus bertemu dengan pria masa lalunya yang bernama Wangsa. Pria ini sekarang menjadi atasan Lea. Hubungan mereka di masa lalu membuat pertemuan mereka menjadi canggung dan keduanya berusaha menutupi cerita masa lalu dengan bersikap profesional di tempat kerja.

Setelah lima tahun menjauh dari hubungan spesial dengan pria, Lea menemukan ketenangan dan gairah cinta ketika dia bertemu dengan chef sekaligus barista di kafe Basque yang bernama Djuanda. Tetapi ketika masa lalu Djuan datang, Lea kembali patah hati.

Novel ini merupakan novel roman yang membawa kisah cinta orang dewasa sehingga kisah percintaan yang disajikan penulis bukan yang menye-menye dan tidak bikin pembaca eneg. Meski demikian, kita masih akan menemukan adegan-adegan yang menurut saya berlebihan ala-ala remaja gitu, tetapi kalau dipikir-pikir itu jadi normal dilakukan oleh orang yang sedang jatuh cinta. Mungkin yang paling mencolok dan menarik adalah soal kedewasaan bagaimana tokoh-tokohnya menyikapi rasa cinta yang muncul bisa menjadi pembelajaran buat pembaca.

Konflik yang dipilih penulis mengenai masa lalu yang datang lagi. Mantan yang dulu menyakiti tiba-tiba muncul dan memberikan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu. Tetapi saya sangat kesal dengan Djuan yang begitu mudahnya memilih masa lalu setelah dia memberi harapan besar untuk Lea. Dia memang menjelaskan alasannya, tapi perhatian dan ucapan manis yang dia kasih ke Lea sebelumnya itu menjadi tidak berarti apa-apa. Masa Djuan tidak bertanggung jawab dengan harapan yang dia tumbuhkan di hati Lea. Dari apa yang terjadi antara Lea dan Djuan kita bisa belajar satu hal, jangan pernah membuka hati kalau belum move on. Lea itu menjadi pihak yang paling nelangsa apalagi ketika adegan dia pulang kerja dan menemukan Djuan dan masa lalunya sedang duduk romantis sambil bercanda. Padahal itu tidak lama setelah Djuan dan Lea bercanda mesra soal kangen-kangenan. Kan bangsat banget si Djuan ini!

Sedangkan masa lalu Lea yang menyakitkan karena Wangsa egois. Wangsa ini sedang ditimpa banyak masalah tapi dia memilih meninggalkan Lea karena tidak ingin membebani atau tidak ingin dibebani masalah lain. Kelirunya hal ini karena Wangsa tidak menghargai Lea sebagai pacar. Bukankah ketika punya pacar kita lebih bisa berbagi rasa baik suka dan duka sehingga kita bisa lebih kuat karena tidak sendirian. Nah, si Wangsa ini justru melihatnya terbalik. Dia tidak mau membebani dan dibebani oleh Lea. Wajar kalau akhirnya Lea begitu membenci dia.

Menurut saya penulis terlalu kepanjangan membentuk pondasi cerita roman untuk tokoh-tokohnya sehingga ketika konflik besar muncul menjelang akhir buku, penulis menyelesaikannya dengan terburu-buru. Konflik Lea dan Djuan berakhir hanya dengan adegan menjelaskan masalah mereka tanpa ada pergulatan dan momen sakit hati yang mendalam. Ditambah Lea begitu mudah memberikan kesempatan kepada masa lalunya saat dia sedang menikmati patah hati. Padahal sebelumnya Lea butuh lima tahunan untuk membuka hati.

Konflik keluarga juga muncul di novel ini. Menyoroti soal hubungan ayah dan anak yang tidak akrab karena kesalahpahaman di masa lalu. Dari konflik ini kita bisa belajar jika komunikasi itu sangat penting dalam hubungan apa pun. Karena dengan berkomunikasi yang baik kita akan lebih memahami masalah yang muncul sehingga penyelesaiannya dapat dicari lebih cepat juga.

Novel ini membalut kisah roman dengan dunia kerja di bidang industri radio. Dan saya begitu menikmati kegiatan orang-orang yang berada di balik meja siaran sebab penulis menjelaskan lebih banyak soal sisi dunia kerja ini. Padahal banyak sekali novel yang kadang mengesampingkan detail pekerjaan sehingga dunia kerja terkesan sebagai tempelan semata. Dan untuk judul novel Midnight Tea ini merupakan judul akun podcast Lea mengenai hal-hal random yang dia alami, yang kemudian dijadikan salah satu program radio.

Lea sebagai tokoh sentral memiliki karakter yang ramah, tulus, cerdas, dan mandiri. Dia itu tipe perempuan yang nggak mau merepotkan orang lain. Sebenarnya Lea juga termasuk perempuan yang bucin, tetapi karena punya masa lalu yang menyakitkan dia menurunkan kadar bucinnya dengan aksi mawas diri. Lalu Wangsa itu tokoh yang egois, kurang romantis, dan kurang peka juga. Sehingga dia kadang menampilkan citra yang salah tempat sehingga bagi beberapa orang akan menilai dia keliru. Sedangkan tokoh Djuan merupakan sosok yang romantis tapi menyebalkan sebab dia tidak bisa memegang ucapannya sendiri. Dia bahkan tidak merasa terluka ketika cara dia justru melukai perasaan orang lain. 

Usai membaca novel ini kita akan diajak untuk lebih bijak memahami masalah jangan sampai menjadi kesalahpahaman. Komunikasi menjadi sangat penting untuk mengurainya sehingga kita bisa tahu masalah itu sumbernya apa dan dari mana.

Untuk novel Midnight Tea ini saya memberikan nilai 3 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



[Resensi] Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam - Dian Purnomo

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam

Penulis: Dian Purnomo

Editor: Ruth Priscilia Angelina

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: November 2020

Tebal: 320 hlm.

ISBN: 9786020648453

***

Magi Diela diculik dan dijinakkan seperti binatang. Sirna sudah impiannya membangun Sumba. Kini dia harus melawan orangtua, seisi kampung, dan adat yang ingin merenggut kemerdekaannya sebagai perempuan. Ketika budaya memenjarakan hati Magi yang meronta, dia harus memilih sendiri nerakanya: meninggalkan orangtua dan tanah kelahirannya, menyerahkan diri kepada si mata keranjang, atau mencurangi kematiannya sendiri.

Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam ditulis berdasarkan pengalaman banyak perempuan korban kawin tangkap di Sumba. Tradisi kawin tangkap menggedor hati Dian Purnomo untuk menyuarakan jerit perempuan yang seolah tak terdengar bahkan oleh Tuhan sekalipun.

***

Cerita dimulai dengan menghilangnya Magi Diela, perempuan muda yang bekerja sebagai honorer di kecamatan dan lulusan sebuah kampus di Yogyakarta. Kemudian terdengarlah kabar jika Magi ditangkap oleh Leba Ali, pria setengah baya yang sudah beristri dan dikenal mata keranjang, sebagai perempuan yang mengikuti adat Yappa Mawine atau kawin tangkap. Dangu Toda, pemuda sekaligus teman masa kecil Magi, marah besar ketika hal tersebut terjadi. Sebab tidak pernah dia dengar ada pembicaraan dan perjanjian soal lamaran antara Magi dan Leba Ali. Karena sebelum Yappa Mawine dilakukan, antara pihak laki-laki harus sudah ada kesepakatan dengan keluarga perempuan mengenai lamaran yang berujung pada jumlah belis atau mahar.

Malam itu juga Magi yang tidak sadarkan diri ditaklukan oleh Leba Ali dengan melakukan pemerkosaan sehingga pada umumnya korban kawin tangkap akan menurut dengan proses selanjutnya karena merasa dirinya sudah tidak perawan untuk menolak. Jika sampai menolak adat ini, akan jadi aib bagi keluarga perempuan. Dan Magi yang bersikeras menolak adat kawin tangkap ini akhirnya  menggigit pergelangan tangan hingga dia harus dilarikan ke rumah sakit. Setelah kondisinya lebih baik, Magi nekat meninggalkan kampung halaman demi menghindari kawin tangkap dan kawin paksa yang dilakukan atas kesepakatan ayahnya dan Leba Ali.

Novel Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam merupakan novel drama yang memiliki nilai lokal yang begitu sarat. Dengan membawa latar Pulau Sumba, penulis menceritakan salah satu adat  yang cukup meresahkan karena bertentangan dengan hak-hak perempuan. Yappa Mawine atau kawin tangkap yaitu proses menangkap perempuan oleh pihak laki-laki, dibawa ke rumahnya dan dikawinkan. Pada proses ini yang lebih menyedihkan adalah si perempuan akan ditaklukan dengan cara diperkosa sehingga dia tidak punya pilihan selain meneruskan proses perkawinan selanjutnya. 

Penulis menyoroti dua hal dalam novel ini yang memang perlu perhatian khusus menimbang ini akan membenturkan antara hukum negara dengan hukum adat. Pertama, mengenai kawin tangkap yang menjadi simbol adat yang mengekang perempuan atas pilihan hidupnya. Adat ini membunuh perempuan untuk menjadi dirinya sendiri dan untuk menentukan masa depannya. Perempuan hanya menjadi objek untuk keputusan yang diambil oleh laki-laki tanpa bisa menolak. Posisi Magi dalam kawin tangkap ini tidak bisa menggugat kepada Leba Ali dan ayahnya karena proses ini rupanya sudah didahului oleh kesepakatan mereka. Magi berada pada posisi tidak berdaya.

Magi yang melarikan diri bukan semata-mata lari, tapi dia barengi dengan belajar lebih banyak mengenai kebebasan dan hak-hak perempuan untuk menentukan hidupnya. Kesimpulannya adalah perempuan harus berwawasan luas, harus berdaya dan harus mandiri sehingga dia bisa berkuasa atas dirinya sendiri. 

Kedua, mengenai kejahatan seksual yang dianggap biasa dengan alasan bagian dari adat. Pemerkosaan Magi sebagai bentuk penaklukan laki-laki terhadap perempuan menjadi simbol jika perempuan tidak cukup berharga dan bisa diperlakukan dengan semana-mena. Dan mirisnya, bahkan penegak hukum tidak bisa berkutik jika kasusnya dibenturkan dengan hukum adat. 

Ironisnya, lagi-lagi dalam proses mencari keadilan Magi harus berhadapan dengan penegak hukum yang berkoalisi dengan pelaku sehingga hukum tidak bisa menjeratnya. Uang berkuasa sepenuhnya untuk menghentikan proses hukum yang dicari Magi. Sehingga keberadaan LSM bisa membantu kasus yang susah diteruskan karena terhalang uang suap. Hanya saja saat ini tidak semua LSM memiliki visi dan misi membantu masyarakat. Banyak juga LSM yang nakal, tidak membantu tapi minta dibayar.

Membaca novel yang membahas mengenai adat budaya dari suatu suku selalu menyenangkan karena saya belajar sisi lain dari wajah Indonesia. Dan saya merasa takjub dengan keberadaan adat yang begitu mengikat warga sukunya sehingga adat dianggap segalanya dibandingkan hukum negara. Tapi menurut saya masih lebih banyak adat yang bersifat baik, dalam artian tidak bertentangan dengan HAM, hukum negara, atau pun hukum agama. Sebelumnya saya juga begitu memuji novel yang kategori ini: Pertanyaan Kepada Kenangan karya Faisal Oddang, Satu Kisah yang Tak Terucap karya Guntur Alam, dan Sekaca Cempaka karya Nailiya Nikmah JKF.

Sedangkan untuk sisi kritik sosial yang dibawa penulis mengingatkan saya dengan novel karya Okky Madasari. Dan saya rasa novel dengan kritik sosial akan sangat berguna untuk menyuarakan pendapat, atau minimalnya novel ini dapat menjadi rekaman jika pada satu masa pernah ada kejadian sosial tertentu yang pantas dikritik.

Gaya bercerita penulis mudah dipahami dan diikuti. Ceritanya runut walaupun ada narasi yang menceritakan masa lalu. Bagi saya justru yang butuh adaptasi adalah penggunaan bahasa daerah yang lumayan membingungkan. Sebab pada novel ini lumayan banyak kalimat yang menggunakan bahasa daerahnya.

Yang membuat novel ini hidup berkat karakter Magi Diela yang digambarkan sebagai sosok perempuan berpendidikan yang kuat melawan adat demi mendapatkan haknya sebagai perempuan. Dia juga cerdas menghadapi konfliknya walau untuk melaksanakan rencananya butuh pengorbanan yang besar. Kurangnya di novel ini tidak diceritakan detail bagaimana Magi belajar soal LSM dan ilmu apa saja yang dia praktikan di bidang pertanian ketika dia sedang dalam pelarian. Yang paling menonjol hanya bagaimana Magi melakukan perlawanan kepada ayahnya dan kepada Leba Ali.

Karakter Leba Ali sebagai tokoh rival Magi dalam kemelut adat kawin tangkap. Dia hanya digambarkan sebagai pria paruh baya yang mengedepankan nafsu, ringan tangan, dan terlibat kongkalikong dengan pejabat daerah. Sedangkan Dangu Toda dijelaskan sebagai pemuda teman masa kecil Magi yang memiliki pikiran lebih luas karena dia belajar banyak dari wisatawan yang datang ke Pulau Sumba. Dangu dijadikan pahlawan dalam kasus Magi, sekaligus simbol roman yang harus terhalang adat.

Usai membaca novel ini membuat saya merasa lebih paham kenapa perlu sekali memperlakukan perempuan dengan hormat. Mereka juga manusia yang memiliki hak-hak yang sama dengan pria. Selain itu novel ini juga menekankan untuk kita agar lebih banyak belajar sebab di lapangan terlalu banyak problematika yang hanya bisa diselesaikan jika kita paham. Pada akhirnya benar kata Dangu, adat itu buatan manusia, ada yang bisa diteruskan tapi banyak juga yang bisa ditinggalkan.

Untuk novel yang bikin meringis dan penuh emosi ini saya memberikan nilai 4 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!



[Resensi] Mata dan Rahasia Pulau Gapi - Okky Madasari

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Mata dan Rahasia Pulau Gapi

Penulis: Okky Madasari

Editor: Dwi Ratih Ramadhany

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: November 2018

Tebal: November 256 hlm.

ISBN: 9786020619385

***

Matara, yang gagal masuk ke sekolah impian, bersama orangtuanya pindah ke Pulau Gapi di wilayah timur laut kepulauan Indonesia. Kepindahan ini tak hanya membawa Matara ke tempat-tempat baru, tapi juga membawanya menyusuri waktu, menjelajahi masa lalu. Mulai dari masa ketika kapal-kapal besar pertama kali mendarat dan menjadikan pulau itu sebagai salah satu pusat dunia, masa ketika ilmuwan besar Wallace menulis surat pada Darwin dari salah satu sudut pulau itu, masa ketika bendera merah-putih telah dikibarkan di seluruh pulau tapi justru membuat pulau itu sepi dan terlupakan. Hingga masa terbaru, ketika Matara dan dua sahabatnya harus menyelamatkan pusaka-pusaka Pulau Gapi.

Mata dan Rahasia Pulau Gapi merupakan buku kedua dari kisah Mata menjelajahi Nusantara, setelah buku pertamanya, Mata di Tanah Melus. Buku selanjutnya: Mata dan Manusia Laut.

***

Ada rasa yang bercampur antara sedih, kecewa, marah, kesal, ketika Matara gagal masuk SMP favorit di Jakarta. Padahal segala usaha sudah dilakukan agar Matara tergolong anak-anak yang cerdas. Di tengah kesedihan itu, papa Matara membawa kabar kalau dia mendapatkan pekerjaan baru di luar Jawa, tepatnya di Kepulauan Maluku. Lebih spesifik di Pulau Gapi.

Di pulau itu Matara bertemu dengan kucing istimewa yang bisa bahasa manusia, Molu. Bersama kucingnya itu, Matara melakukan petualangan hebat di salah satu benteng yang sudah jadi puing-puing, hingga ia bertemu dengan si Laba-laba yang merupakan jelmaan baru dari anjing yang dipelihara Sultan

Kabar buruk tentang benteng yang akan diubah menjadi mall membuat Laba-laba marah. Sehingga dia nekat menyakiti orang yang mengusik benteng dengan gigitannya yang mematikan. Semakin orang-orang proyek berambisi, Laba-laba semakin berusaha menggagalkan. Beruntung dia dibantu oleh Matara dan Molu.

Setelah kemarin saya membaca novel anak ketiga dari series Menjelajahi Nusantara yang berjudul Mata dan Manusia Laut, rasanya kurang lengkap kalau saya meninggalkan novel keduanya ini. Dan saya bersyukur bisa membacanya novel anak ini.

Di novel ini pembaca akan diajak ke Kepulauan Maluku, tepatnya di Pulau Gapi. Dari pulau Gapi kita bisa melihat dua pulau yang berdampingan: Pulau Meitara dan Pulau Tidore. Pemandangan ini bahkan muncul di uang kertas seribu.

Ciri khas Pulau Gapi menurut novel ini adanya Gunung Gamalama dan benteng-benteng peninggalan zaman dulu. Terkait sejarah di Pulau Gapi, atau secara umum di Maluku, akan dituturkan oleh kucing bernama Molu, yang merupakan kucing istimewa karena usianya tidak pernah tua sehingga terbilang dia hewan abadi yang melintasi banyak generasi. Pada perkenalan pertama dengan Matara, Molu menceritakan banyak kisah masa lalu termasuk sejarah yang dia saksikan di Maluku ini.

Sejarah penjajahan yang dialami penduduk Maluku terdiri dari tiga fase: penjajahan Portugis, penjajahan Belanda, dan penjajahan Jepang. Beberapa masa terbilang aman ketika Sultan bisa mengendalikan kekuasaan sehingga penjajah bisa diusir dari tanah Maluku. Tapi setiap pergantian Sultan memiliki perbedaan cara memimpin. Sehingga kondisi Maluku pun berubah-ubah.

Bagian menarik dan dramatis ketika Molu menceritakan kisah hidup orang Portugis bernama Adao yang kemudian dia menikahi perempuan Pulau Gapi bernama Faida. Saat usia senja mereka, Portugis berhasil digulingkan. Banyak yang bersembunyi di benteng. Mereka sudah khawatir akan dibantai oleh pasukan Sultan. Tetapi dengan kebijaksanaan Sultan, mereka dilepaskan dan dipersilakan meninggalkan Kepulauan Maluku sebelum matahari terbenam.

Namun Adao dan Faida tidak turut serta. Mereka merasa Pulau Gapi adalah rumah mereka sehingga mereka ingin mati di pulau ini. Kebijaksanaan Sultan mengampuni mereka dengan syarat berupa pengabdian menjaga pusaka kerajaan di Danau Tolire. Sampai ajal menjelang, pasangan ini kemudian berubah menjadi buaya putih yang menjaga Danau Tolire.

Maluku sering disebut sebagai pulau seribu benteng. Menurut penelusuran saya di beberapa artikel ada beberapa bentang yangs sering disebut yaitu: Benteng Toloko (Portugis), Benteng Oranje (Belanda), Benteng Kalamata (Portugis), dan Benteng Kota Janji (Portugis). Latar benteng yang dipakai dalam novel ini lebih mendekati ke penjelasan Benteng Kota Janji sebab penjelasan mengenai benteng ini disandingkan dengan sejarah pembunuhan Sultan Khairun dan memicu pengusiran orang-orang Portugis pada masa itu. Ini relevan dengan penjelasan Molu ketika menceritakan Sultan yang kepalanya dipenggal saat diundang oleh orang-orang Portugis.

Membaca novel yang dikarang oleh Okky Madasari secara penceritaan memang sudah sangat baik. Poin-poin yang disampaikan cukup padat sehingga mudah dipahami. Apalagi penulis sudah menyesuaikan pemilihan diksi untuk menyampaikan informasi dengan sudut pandang tokoh anak. Sehingga tokoh Matara bukan terbilang anak 12 tahun yang serba tahu.

Dari novel ini kita diajak untuk mengenali sejarah melalui peninggalan pada masa lalu. Salah satunya adalah keberadaan benteng yang merupakan bagian tak terpisahkan dengan sejarah negara ini. Selain itu, penulis juga ingin mengajak kita semua untuk menyadari arti penting sejarah sehingga kita bisa sama-sama menjaga cagar budaya dengan baik. Ini berkaitan dengan konflik dalam novel ini soal mau merubah cagar budaya menjadi bangunan modern.

Untuk petualangan Matara dengan kawan barunya, Molu dan Laba-laba, saya memberikan nilai 3 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!