[Buku] Wonder Fall by Elektra Queen

Judul: Wonder Fall
Penulis: Elektra Queen
Editor: Alit Tisna Palupi
Designer sampul: Dwi Annisa Anindhika
Penata letak: Gita Mariana
Penerbit: Twigora
Cetakan: Pertama, Juli 2016
Tebal buku: 328 halaman
ISBN: 9786027036260
Harga: Rp77.000

Novel Wonder Fall ini bercerita mengenai wanita bernama Amelie yang berstatus janda dengan anak satu. Dua tahun setelah kematian suaminya, ia dihadapkan pada rencana perjodohan dengan iparnya, Otto, yang digagas ibu mertua. Amelie bingung harus menjawab apa.

Sedangkan di kantor, Amelie pindah menjadi asisten kepala Departemen Personalia, Zach, yang gosipnya galak sekali. Namun, setelah melihat sikap Zach kepada keponakannya, penilaian Amelie berubah. Ada sisi lain di diri Zach.

Lalu siapakah yang akan dipilih Amelie, Otto atau Zach?

“Suka atau tidak, sebagian besar masyarakat kita masih beranggapan kalau janda itu adalah statu nyaris hina yang dianggap sebagai ancaman. Yang orang tahu, para janda cenderung suka mengganggu lelaki lain, baik yang masih sendiri atau sudah punya pasangan. Kesepian adalah alasan utama yang dipercayai.” [hal. 107]
Tema cerita mengenai kehidupan wanita berstatus janda sebenarnya bukan hal baru di novel. Hal yang digali seputar cibiran dan hinaan pada wanita janda. Karena memang di masyarakat luas, status janda menjadi sangat sensitif, mengesankan wanita kesepian yang kapan saja bisa menggoda pria mana saja. Pandangan itulah yang dibawa Elektra Queen dalam novel Wonder Fall ini, untuk  ia luruskan dengan pendapatnya. Melalui sosok Amelie, penulis menggambarkan sosok janda yang terhormat dan elegan. Proses ini yang membuat saya salut kepada penulis karena penyajian ceritanya dibuat dengan tidak terburu-buru dan tanpa doktrin.

Ditambah ada bumbu plot lain seperti plot keluarga (keluarga Lita dan anak-anaknya) dan plot pertemanan (Arianna-Visca-Amelie dan Amelie-Tara). Plot samping ini tidak membuat garis besar cerita menjadi samar. Justru, penulis membuat garis besar cerita semakin utuh melalui persinggungan dengan plot kecil tadi, saling menunjang.

Dinamika ceritanya tidak begitu terasa, menurut saya. Penulis lebih banyak mengurai hubungan Amelie dan Zach, dan menonjolkan konflik perjodohan yang digagas ibu mertua. Sekalinya ada lompatan konflik tinggi hanya pada bagian ketika salah paham Zach pada Amelie urusan rencana pernikahan Amelie dengan iparnya. Di luar itu, semua gejolak hanya berupa letupan yang timbul tenggelam. Sebabnya, penulis membawa karakter yang memang tidak ada yang memiliki tempramen meledak-ledak. Sehingga, rasanya segala kemunculan konflik kecil bisa terselesaikan dengan bijak. Ini yang membuat saya tidak menemukan kesan mendalam pada novel ini.

Untuk eksekusi konflik, karena tokoh dewasa yang dihadirkan, jadi terasa biasa saja. Semua sudah bisa ditebak akan kemana dan konflik yang dihadirkan tidak akan menjadi badai luar biasa. Kecuali, keberadaan pertanyaan yang sempat disodorkan penulis di awal buku, yang kemudian menjadi  satu alasan saya mengejar jawabannya sampai akhir buku. Selama pernikahan itu, Amelie yakin kebahagiaannya sudah maksimal. Ryan adalah tipe suami yang sangat pengertian dan sabar. Kecuali untuk satu masalah yang selama ini disembunyikan Amelie rapat-rapat dari dunia [hal. 24]. Namun, jawaban yang saya dapatkan tidak membuat saya terkejut ala drama. Padahal saya menaruh ekspektasi yang tinggi untuk misteri yang satu ini.

Tokoh utama di novel ini adalah Amelie Rashad dan Zachary Barata. Amelie Rashad digambarkan sosok wanita berstatus janda, pekerja keras, penyuka anak-anak dan sifat mencoloknya tidak bisa tegas menolak pendapat orang lain. Gara-gara sifat ketidaktegasan inilah yang membuat masalah perjodohan ia dengan Otto semakin panjang. Zachary Barata digambarkan pria yang dewasa, pekerja keras, mapan, menyayangi anak, dan tentu saja susah berkomunikasi baik dengan orang lain. Kenapa harus selalu marah kalau bisa menggunakan bahasa lain yang nyaman untuk telinga? [hal. 55].

Sedangkan lainnya berupa tokoh figuran yang ikut menguatkan posisi tokoh utama. Ada Lita (Mamanya Amelie), Arianna & Arabel (adik Amelie), Nadim & Kalila (Orang tua Ryan), Otto (Ipar sekaligus saudara kembar Ryan), Gina (adik Ryan), Elsa (anak Amelie), Lionel (keponakan Zach), Tara, Marco & Jonas Li (rekan kerja Amelie), Visca (teman Amelie dan Arianna), Inge (wanita yang suka Zach).

Gaya bercerita penulis juga baik dan tata bahasanya mengalir. Apalagi, di novel ini saya menemukan kata yang jarang digunakan, seperti kata; terpentang, lengar, impak, pengar, menyugar, bindam. Ini menambah kosa kata saya sebagai pembaca buku.

Menilai kovernya, saya tidak suka. Sebab, sangat feminim. Bolehkah saya meminta kepada penerbit untuk menggarap kover yang aman dan nyaman dibawa pembaca pria, sekalipun ceritanya tentang wanita dan penulisnya seorang wanita? Kalau harus berpendapat dan menanggalkan permasalahan gender, kovernya memang menarik. Menampilkan sisi seksi melalui banyak warna merah yang diaplikasikan melalui bibir berlipstik merah, kuku bercat merah, bunga mawar merah dan warna hurup tulisan penulis pun dipilih warna merah. Tentu saja, warna dan penggambaran kovernya menunjukkan jika cerita Wonder Fall ini untuk wanita dewasa. Kekurangannya, sebegitu seksinya kovernya, tidak ada adegan panas di dalamnya. Lho?!

Melalui novel ini saya belajar untuk bisa mengekspresikan keinginan hati, suka atau tidak suka. Bersikap tegas selalu dibutuhkan dalam kondisi apa pun sebab keraguan lebih banyak membawa kemalangan. Jadi, bersikap tegaslah untuk banyak urusan, apalagi urusan asmara. Dan novel ini pas dibaca oleh pembaca perempuan menjelang dewasa dan pembaca perempuan dewasa.

Rating dari saya: 3/5


Catatan:
  • Tampaknya kata-kata orang bijak ada benarnya, waktu bisa menyembuhkan luka. [hal. 8]
  • Tapi, pengalaman memang guru yang sempurna. [hal. 24]
  • Sayang, tidak ada yang abadi di dunia ini. [hal. 25]
  • Kritik tidak kehilangan maknanya hanya karena diucapkan dengan bahasa yang enak didengar. [hal. 59]
  • Tapi, perempuan kadang membuat hal sederhana menjadi drama. [hal. 100]
  • “..., kadang kita hanya harus tahu cara menghadapi seseorang. Cara yang tepat akan memberi hasil yang memuaskan.” [hal. 169]

Typo:
  • tapi = Tapi [hal. 108]
  • Zachary Bastian = Zachari Barata [hal. 130]
  • ama = Lama [hal. 234]

[Giveaway] Milea


Halo! Berjumpa lagi dengan saya di posting-an giveaway. Buku yang akan jadi hadiah adalah buku Milea by Pidi Baiq. Saya punya buku Milea ini 2 eksemplar dari beli sendiri dan hadiah giveaway. Daripada buku ini saya simpan sendiri, saya memilih membagikan kepada pecinta buku agar ikut merasakan kesenangan dan keberuntungan seperti yang saya rasakan.

Oke, ada 1 eksemplar buku Milea yang akan saya berikan. Silakan untuk kalian yang berminat memiliki buku ini untuk memperhatikan syarat-syarat berikut ini:

  • Punya alamat di Indonesia
  • Follow akun twitter saya @adindilla dan follow blog saya via GFC
  • Share informasi giveaway ini di twitter dengan mention akun saya dan beri hashtag #GAMilea
  • Tulis di komentar berupa akun twitter kalian dan link share
  • Periode giveaway tanggal 28 s/d 30 Oktober 2016
  • Pemenang ditentukan dengan diundi dan akan diumumkan tanggal 31 Oktober 2016, atau paling lambat tanggal 01 November 2016

Cukup mudahkan persyaratannya? Saya tunggu ya keikutsertaan kalian.


**[ UP DATE ]**

#GAMilea sudah berakhir tadi malam ya.

Sebelumnya saya ingin mengucapkan kepada peserta-peserta yang sudah ikut. Saya senang ternyata giveaway-nya diminati banyak orang. Sayang sekali, buku yang saya bagikan hanya 1 eksemplar saja. Tidak berlama-lama lagi, inilah pemenangnya...

Jreng!

Jreng!

Jreng!


Selamat! Kamu mendapatkan 1 eksemplar buku Milea karya Pidi Baiq

Untuk konfirmasi pemenang, silakan kirimkan; Nama - Alamat - No. Telepon, untuk pengiriman hadiah, melalui via DM Twitter atau email ke hapudincreative(at)gmail(dot)com. Ditunggu segera ya!


Wishful Wednesday: Pembaruan Dongeng Cinderella

Selamat hari Rabu!
Selamat Wishful Wednesday!

Saya akan menjadi penasaran terhadap satu buku jika saya dijejali dengan penilaian baik terhadap buku tersebut dari beberapa blogger. Semacam penumpukan sugesti yang akhirnya menjadi harapan. Parahnya, harapan itu menagih untuk segera diwujudkan segera.

Keadaan menjadi sulit, sebagai pembaca buku, saya banyak mendapatkan informasi mengenai buku-buku bagus. Bertambah juga jumlah buku-buku yang masuk harapan. Sementara kemampuan mewujudkan sangat terbatas. Membeli hanya sebagian buku, yang lainnya mengadu peruntungan ikut kuis.
barui

Tapi, seperti prinsip, saya bersyukur setiap bulan ada saja buku baru yang menjadi bacaan.

Penasaran buku apa yang saya harapkan minggu ini?

Cinder: The Lunar Chronicles by Marissa Meyer


Buku ini adalah buku pertama dari seri The Lunar Chronicles. Buku yang membarui dongeng klasik Cinderella. Kisah yang paling dihafal mengenai ketinggalan sepatu kacanya. Namun, saya tidak bisa membayangkan dongeng klasik tadi dibuat dengan menambahkan teknologi dan lebih kekinian. Alasan ini membuat saya sangat penasaran.

Seri ini diterbitkan oleh Penerbit Spring. Usai mengintip web-nya, sudah ada empat buku yang menggenapkan kisahnya. Dan beberapa kali saya mampir juga di beberapa blog teman yang mengulas buku ini, rata-rata mereka menyukai kisah klasik yang dibawakan kembali penulis dengan kekinian.

Demikian buku harapan saya untuk minggu ini. doakan ya agar buku-buku bagus itu berjodoh dengan saya. Amin.

Untuk kalian yang mau menuliskan harapan tentang buku yang diinginkan, silakan mampir ke blognya PerpusKecil untuk tahu aturannya.

Terima kasih.

[Resensi] The Adventures of Pinocchio - Carlo Collodi

Judul: The Adventures of Pinocchio
Judul terjemahan: Petualangan Pinocchio
Penulis: Carlo Collodi
Alih bahasa: Lulu Wijaya
Desain & ilustrasi sampul: Ratu Lakhsmita Indira
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2014
Tebal buku: 208 halaman
ISBN: 9786020304663
Harga: Rp40.000

Saya yakin banyak yang sudah tahu garis besar kisah Pinocchio ini seperti apa. Secara, kisah klasik ini sudah dibuat film kartunnya. Namun , saya ingin meringkasnya supaya kita lebih ingat. Awalnya hanya sebongkah kayu biasa. Ia ditemukan oleh Mastro Antonio dan hendak dibuat kaki meja. Pada saat pengerjaannya, Mastro Antonio mendengar suara-suara aneh. Bersamaan itu, datang Mastro Geppeto yang sedang mencari kayu untuk dibuat boneka tali. Seperti takdir, sebongkah kayu jadi milik Mastro Geppeto dan dibuat olehnya menjadi boneka tali anak laki-laki yang ia beri nama Pinocchio.

Belum selesai menjadi boneka, Pinocchio sudah membuat Mastro Geppeto kewalahan. Pinocchio menjadi boneka tali yang aktif, pembangkang, dan tentu saja pembohong.  Berangkat dari sini, kisah Pinocchio bergulir seru. Lebih seru dari filmnya, sebab banyak sekali bagian cerita yang tidak terrekam di film. Apakah Pinocchio akan berubah menjadi anak laki-laki seperti di filmnya?

Membaca kisah klasik Pinocchio ini seperti sedang beristirahat dari kegiatan membaca novel-novel yang lebih serius. Saya katakan, buku ini memang memuat kisah yang sederhana. Dimaklumi saja, sebab kisah Pinocchio ini memang ditujukan untuk anak-anak. Namun, saya sedikit kurang setuju dengan label ‘cerita anak-anak’, dengan pernyataan anak-anak boleh membaca buku ini. Sebab, kenakalan Pinocchio yang dikisahkan penulis terlalu keterlaluan.Misal, membunuh jangkrik dengan palu, berkata tidak sopan dengan orang yang lebih tua, tukang ingkar janji, dan pembohong. Saya menyarankan buku ini dibaca orang tua, kemudian diceritakan kembali kepada anak dengan bahasa yang lebih halus.

Ide cerita yang dikembangkan penulis memang sederhana. Melalui tokoh boneka tali, penulis menuturkan perubahan dari sosok nakal menjadi baik. Selain itu, penulis mengemas dengan apik melalui petualangan yang dialami Pinocchio dan mempertemukannya dengan banyak karakter seru. Contoh; Jangkrik Berbicara, Harlequin & Pulcinella (boneka tali ), Pemakan Api (Sutradara Teater), Rubah, Kucing, Pembunuh, Peri Cantik Berambut Biru, Pak Burung Nuri, Seekor Ular Raksasa, Si Petani, Musang, Burung Dara, dan masih banyak karakter lainnya.

Di buku ini, saya ingin menggambarkan jika klimaks dibagi dua. Penilaian saya pada cerita yang membuat saya benci/gemas/suka/jatuh cinta/mengesankan. Pertama, bagian ketika Pinocchio melakukan banyak kenakalan dan kembali sadar, kemudian nakal lagi dan sadar lagi, terus hingga beberapa kali. Itu membuat saya tidak menyukai karakter Pinocchio. Apalagi, dia berdalih sebagai boneka kayu yang tak berotak. Menyebalkan sekali. Kedua, bagian ketika perubahan sifat Pinnochio yang berangsur-angsur menjadi baik dan bertanggung jawab terhadap hidup Geppeto dan dirinya sendiri. Ending-nya cukup melegakan dan saya kira karena judul buku ini adalah petualangan, spoiler akhir cerita tidak akan mengurangi petulangan itu sendiri.

Saya sedikit kurang puas juga untuk bagian adegan ketika Pinocchio bohong kemudian hidungnya akan memanjang. Sebab, ternyata itu salah satu bagian adegan kecil di novel ini, ketika ia bersama Peri Cantik Berambut Biru. Kebohongan sebelum dan sesudahnya, tidak lantas membuat hidung Pinocchio jadi panjang. Padahal, yang paling terkenal dari kisah Pinocchio ini terletak pada hidungnya yang bisa memanjang jika ia berbohong.

Untuk hasil terjemahannya sudah sangat baik. Selama membaca buku ini, saya lancar jaya. Meski, saya menemukan beberapa typo, namun tidak cukup mengganggu.

Untuk karakter utama adalah Pinocchio dan Mastro Geppeto. Pinocchio ini boneka tali yang aktif, pembangkang, nakal, pengumpat, pemalas, bodoh, polos dan pembohong. Sebagian buku akan menceritakan semua keburukan yang dimiliki Pinocchio. Mastro Geppeto ini pria tua si tukang kayu yang berhati lembut, mudah menangis, penyayang, dan pemaaf. Senakal apa pun Pinocchio, Geppeto selalu bisa menyayanginya dengan tulus. Beberapa peran figuran sudah saya singgung di atas ya!

Memerhatikan kovernya yang didominasi warna cokelat kayu dan ada pola seratnya, membuat novel ini mengesankan klasik sekali. Sedangkan gambar boneka kayu yang belum kelar, menegaskan kembali cerita isi bukunya, tentang petualangan si Pinocchio. Yang ganjil adalah cap dari lilin berwarna merah yang biasa digunakan pada jaman kerajaan dulu. Sebab, tidak ada cerita yang berhubungan dengan objek ini. Maksudnya apa ya?

Buku ini menyampaikan pesan moral untuk jujur, hormat kepada yang tua, menjadi dermawan, tidak berburuk sangka, menjaga pergaulan, dan masih banyak nilai-nilai moral yang bisa disampaikan kepada anak-anak selaku generasi masa depan. Dan, saya justru menangkap pesan dari buku ini untuk mengajarkan kepada orang tua menanamkan nilai-nilai kebaikan melalui mendongeng. Tugas orang tua bukan sekedar memberi anaknya makanan, hiburan, namun harus ikut serta membentuk karakter si anak.

Rating dari saya: 3/5


Catatan:
  •  “Kau lihat,” cetus Geppeto, “benar kataku tadi, yaitu kita tidak boleh terlalu cerewet dan rewel tentang makanan. Sayangku, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari!” [hal. 31]
  • “Anak-anak selalu berjanji begitu kalau menginginkan sesuatu,” tukas Geppeto. [hal. 32]
  • “Tetapi ingatlah, seseorang tidak bisa dinilai dari pakaiannya, kecuali kalau pakaiannya itu rapi dan bersih.” [hal. 34]
  • “Ingatlah bahwa anak-anak yang memaksakan keinginan mereka, lambat-laun pasti menemui nasib malang.” [hal. 57]
  • “... Hari ini (tapi sudah terlambat!) aku telah mengambil kesimpulan bahwa untuk mendapatkan uang yang halal, orang harus bekerja dan tahu cara mencari nafkah dengan menggunakan tangan atau otak mereka.” [hal. 85]
  • “Lapar, anakku, bukan alasan untuk mengambil sesuatu yang merupakan milik orang lain.” [hal. 93]
  • “Sama sekali tidak. Ingatlah, tidak ada kata terlambat untuk belajar.” [hal. 116]
  • “... Kau berbuat baik padaku, dan di dunia ini, apa yang diberikan selalu dikembalikan....” [hal.130]
  • “Anak-anak mudah berjanji, tetapi juga mudah melupakan janji.” [hal. 144]

[Resensi] Rooftoppers - Katherine Rundell

Judul buku: Rooftoppers
Judul terjemahan: Para Penghuni Atap
Penulis: Katherine Rundell
Alih bahasa: Ambhita Dhyaningrum
Editor: Ferrial Pondrafi
Ilustrasi sampul dan isi: Fatimah Zahra
Desain sampul dan isi: Dian Nurwendah
Penata letak isi: Diyantomo
Proofreader: Hartanto
Penerbit: Metamind (Creative Imprint of Tiga Serangkai)
Cetakan: Pertama, Juni 2016
Tebal buku: iv + 300 halaman
ISBN: 9786029251319
Harga: Rp50.000 

Novel Rooftoppers ini bercerita mengenai seorang anak perempuan berumur satu tahun yang selamat dari kapal yang tenggelam dan ditemukan oleh pria bernama Charles Maxim di dalam kotak cello. Anak perempuan tadi diberi nama Sophie. Karena Charles bukan orang kaya, Miss Elliot yang berasal dari Agen Perlindungan Anak Nasional di Westminster, berpendapat jika Sophie ini tidak cocok diasuhnya. Dan entah bagaimana bisa, Sophie kecil meyakini dirinya punya ingatan mengenai sosok wanita yang ia akui sebagai ibunya.

Dan pada usia 12 tahun, surat vonis untuk memisahkan Charles dan Sophie itu dikeluarkan agen. Dalam keadaan sedih dan putus asa, sebuah alamat di Paris ditemukan Sophie dalam plakat kotak cello yang hendak ia hancurkan.Berdasarkan kesepakatan bersama antara Charles dan Sophie, mereka memutuskan untuk mencari alamat itu yang diduga adalah alamat ibunya Sophie.

Berhasilkah Charles dan Sophie menemukan wanita yang diduga ibunya Sophie?

Menurut saya, ide umum cerita novel Rooftoppers ini sangat biasa yaitu pencarian sosok ibu. Justru ide ‘bagaimana pencarian ibu’ itu dikembangkan oleh penulis, patut mendapatkan dua jempol. Sampai saya menyelesaikan membaca novel ini, saya masih merasa tidak habis pikir jika di Paris sana ada yang namanya Penghuni Atap. Penghuni Atap ini adalah anak-anak yang memilih beraktifitas di atap berbagai bangunan. Aktifitasnya seperti makan, tidur dan banyak lainnya. Bagi mereka atap adalah dunianya. Yap, Sophie bisa menjadi bagian Penghuni Atap setelah ia berkenalan dengan anak laki-laki bernama Matteo.

Novel ini bisa dikatakan berisi cerita petualangan. Sebab, 2/3 dari buku menceritakan hari-hari Sophie bersama Matteo selama di atap. Banyak sekali hal yang diceritakan penulis mengenai kegiatan mereka berdua. Tapi, cerita tersebut tidak menyisihkan alur utama ‘pencarian ibu’ dan sebaliknya, cerita itu menguatkan proses pencarian. Yang sangat disayangkan oleh saya justru pada eksekusi ceritanya. Sebab, penulis tidak membuat akhir pencariaan itu menjadi adegan dramatis. Malah terkesan sangat datar. Untuk klimaks dari novel ini saya temukan menjelang akhir novel, ketika gerombolan Sophie, Matteo, Anastasia, Gerard dan Safi bertempur melawan gerombolan Garier yang dikenal jahat dan bersenjata. Pembaca juga akan diberikan bocoran kenapa Matteo sangat bermusuhan dengan gerombolan Garier ini.

Berbicara gaya bahasa penulis, rasanya tidak adil dinilai sebab saya baca terjemahannya. Saya pun akan berkomentar dari sisi terjemahannya. Saya harus mengatakan jika terjemahan novel Rooftoppers ini belum baik. Banyak sekali kalimat yang aneh dibaca dan untuk memahaminya saya harus membaca berulang-ulang. Ini jelas menghambat saya membaca.

Bayi itulah satu-satunya mahkluk hidup yang ada sejauh bermil-mil. Hanya bayi itu, beberapa kursi makan, dan ujung kapal yang menghilang ke dalam lautan. Ada suara musik di ruang makan. [hal. 1]

Tokoh utama di novel ini adalah Charles Maxim (wali Sophie), Sophie, dan Matteo (salah satu Penghuni Atap). Charles Maxim ini pria yang cerdas dan digambarkan memiliki banyak buku di rumahnya, bijaksana, dewasa, menyukai anak-anak, dan tidak mengekang. Beberapa kali Charles membiarkan Sophie melakukan apa yang ia sukai, membiarkan Sophie memakai apa yang ia mau, dan tentu saja mendukung semua apa yang dipikirkan Sophie. Sophie itu anak perempuan yang sederhana, aktif, banyak ingin tahu, mengormati Charles, berpikiran positif, dan optimis. Ia tidak ragu dengan kenangannya tentang wanita yang diduga ibunya dan ia memperjuangkan apa pun tentang ibunya meski petunjuk yang ia dapatkan sangat sedikit. Lalu, Matteo ini tipe anak yang suka kebebasan, liar, namun peduli. Ia pun membantu Sophie mencari ibunya padahal ia dan Sophie tidak ada unsur balas budi. Tokoh figuran yang sering muncul, ada Anastasia (Penghuni Atap), Asfi (Penghuni Atap), Gerard (Penghuni Atap), dan Miss Susan Eliot (Agen perlindungan Anak Nasional.

Untuk kovernya, i love it. Menampilkan sosok Sophie yang sedang duduk di atap dengan pandangan ke penjuru kota Paris. Warna biru langit dan burung terbang membuat pemandangannya terlihat cerah. Komposisi yang sangat relevan dengan keseluruhan cerita di dalamnya.

Berkat novel Rooftoppers ini, pembaca (saya) diingatkan untuk selalu memiliki pikiran optimis. Seperti kalimat yang kerap diucapkan Charles dan Sophie, jangan pernah mengabaikan kemungkinan, sekecil apa pun kemungkinan itu. Kita tidak pernah tahu, apa yang kita perjuangkan akan berakhir bagaimana. Novel ini tentu saja menginspirasi untuk menjadi orang yang selalu bersemangat.

Rating dari saya: 3/5


Catatan:

  • “Jangan terlalu yakin, sayangku. Memercayai sesuatu adalah bakat.” [hal. 47]
  • “... Cinta bukan untuk membuatmu merasa istimewa. Cinta membuatmu merasa berani....” [hal. 278]
Typo:

  • Lebh = Lebih [hal. 27]
  • Bekhayal = Berkhayal [hal. 107]
  • Mungkn = Mungkin [hal. 277]

[Resensi] Kastil Es & Air Mancur Yang Berdansa - Prisca Primasari

Judul buku: Kastil Es & Air Mancur Yang Berdansa
Penulis: Prisca Primasari
Editor: eNHa
Proofreader: Gita Romadhona
Penata letak: Wahyu Suwarni
Desain sampul: Dwi Annisa Anindhika
Penerbit: GagasMedia
Cetakan: Pertama, 2012
Tebal buku: viii + 292 halaman
ISBN: 9797805891
Harga: Rp45.000 

Seorang perempuan 28 tahun bernama Florence, kabur dari rumah karena akan dijodohkan oleh orang tuanya dengan sorang pria yang belum dia temui. Tujuannya meninggalkan Paris menuju Honflour. Selama lari tasnya rusak. Dan setelah naik kereta, seorang pemuda ijin duduk di sebelahnya. Florence mengintip tas kertas si pemuda yang berisi tas. Setelah basa-basi, tas itu pun diberikan kepada Florence dengan sedikit rasa tidak enak sebab ia tahu tas itu akan diberikan kepada seorang wanita.

Si pemuda yang belakang diketahui bernama Vinter, kelihatan bingung karena seniman yang akan ia bawa kepada temannya membatalkan tampil. Sebagai balas budi, Florence setuju menggantikan. Di rumah Zima, teman Vinter, Florence berhasil menampilkan membuat lukisan, membaca puisi, bernyanyi sambil main piano. Pada kesempatan drama akhirnya Florence gagal sebab ia sendirian. Keluar dari rumah Zima, mereka harus berpisah.

Benarkah mereka akan terpisah sedangkan Florence merasa tidak ingin berpisah dengan Vinter?


Kisah Kastil Es & Air Mancur Yang Berdansa sangat terasa romantis. Penulis menggiring kedua tokoh untuk terus berhubungan dengan cara mereka merasa saling membutuhkan. Ada sedikit salah paham di antara keduanya,tapi  itu hanya pemanis saja dan bukan satu babak yang menjadikan cerita ini memiliki klimaks. Justru saya bingung klimaksnya dimana. Sebab tidak ada bagian cerita yang tiba-tiba nilai serunya tinggi. Yang saya tangkap hanya berupa letupan yang penulis sebar di beberapa bagian. Contohnya, ketika Zima meninggal karena sakit kanker, atau ketika Florence menceritakan asmaranya dengan Jean kandas setelah ia memberikan segalanya. Bagian-bagian itu yang membuat saya terharu.

Kisah di novel ini juga dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama menceritakan masa pelarian Florence di daerah Honflour. Bagian kedua menceritakan satu bulan setelah kejadian di Honflour dan berlatar di Paris. Bagian ketiga menceritakan sosok Vinter mulai dari masa lalu hingga ia bertemu dengan Florence di kereta. Jadi, pembagian cerita seperti ini membuat semua sudut antara kedua tokoh terceritakan utuh.

Sebenarnya, di novel ini ada yang tidak saya sukai yaitu penulis terlalu banyak memberikan informasi seni; seni lukis, seni drama dan seni musik. Judul lagu, lukisan, drama, ditambah penciptanya, semua itu tidak membuat saya kenal dengan karya seni itu. Terus terang saya pun tidak merasa harus mencari tahu karena seni di negara itu tetap akan asing buat saya. Ini berlaku untuk semua novel yang saya baca. Saya akan menyebutnya sebagai pemaksaan memberikan pengetahuan, apalagi sejarah seni, yang sebenarnya bagi si pembaca tidak ada gunanya.  Itu catatan bagi saya, walau pun saya memang tidak punya hak untuk protes terhadap penulis. Tapi harus diketahui efeknya, saya akan membaca informasi itu sebagai rangkaian kalimat saja.

Sebagai pengalaman pertama saya membaca karya Prisca Primasari, saya jatuh cinta dengan gaya berceritanya yang ringan. Kalimat yang disusunnya sederhana dan lugas. Tidak saya temukan kalimat yang puitis. Dan untuk kalimat dialog, penulis membuat strukturnya seperti dialog orang berbicara pada kenyataannya. Saya mengukur keberhasilan penulis dalam bercerita dari waktu yang saya butuhkan untuk menyelesaikan membaca novel ini; 1 hari.

Tokoh utama novel ini adalah Florence dan Vinter. Florence itu gadis multitalenta dalam seni, pemberani, dan ekspresif. Sedangkan si Vinter ini condong ke sosok penyendiri, dewasa, dan rapuh karena suka menyalahkan diri sendiri untuk musibah masa lalu. Tokoh figuran yang muncul ada Zima, Celine, Didier Leroy (papa Florence), Yvonne Leroy (mamam Florence), Annalies dan masih ada beberapa lainnya yang perannya tidak lebih besar dari yang saya sebutkan.

Penokohannya sendiri sangat kuat. Florence yang ekspresif dibuktikan dengan gampangnya bagi dia untuk mengungkapkan rasa suka sama Vinter dan ketidakinginannya berpisah. Untuk Vinter, sifat menyendirinya sangat terasa. Apalagi dikatakan jika setelah musibah yang menimpa adik kembarnya, Vinter kerap melukai diri untuk mengalihkan rasa sakit perasaan dalam bentuk menyayat tangan. Di tambah, profesi Vinter sebagai pemahat es, membuat Vinter ini makin terasa dingin.

Kalau menilai kover bukunya, ini terlalu feminim. Sudah warna backround-nya biru telur asin yang lembut, ada juga bunga-bunga di bagian pojok, dan gambar bola kaca yang berisi entah bangunan apa. Masih menyambung dengan cerita di dalamnya, mungkin masalahnya karena saya pembaca pria sehingga sedikit malu kalau harus membawanya ke tempat umum.

Pesan yang paling tersirat dalam cerita Florence dan Vinter adalah untuk menjadi lebih baik dengan berdamai dengan masa lalu, menyayangi diri sendiri, dan tentu saja menyayangi sesama. Disinggung sekilas, jika kita akan lebih bahagia ketika kita bisa memberi lebih banyak kepada yang lain.

Rating dari saya: 3/5


Catatan:
  • “Kereta seindah apapun tidaklah berguna bila tidak mempunyai kuda yang menariknya. Lama-lama akan terbengkalai dan terpendam salju. Sama halnya dengan manusia, yang tidak akan bertahan lama bila tidak ada yang mendukung atau mendampinginya; betapapun hebatnya, mereka pasti akan terlupakan.” [hal. 41]
  • Tentu saja karena saat itu aku bodoh... perasaan tergila-gila selalu membuatmu bodoh. [hal. 89]
  • Ada hal-hal yang semakin mustahil diraih ketika dia malah amat mengharapkannya. [hal. 186]
  • “Masa lalu tidaklah penting. Orang yang punya masa lalu buruk belum tentu akan menjadi pribadi yang buruk juga. Semua tergantung pilihan hidup. [hal. 226]
  • “Hidup terus berjalan,” kata Zima jengkel. “Tidak akan ada peri yang datang padamu. Hanya kau satu-satunya orang yang dapat membuat dirimu bahagia.” [hal. 273]

Wishful Wednesday: Being Henry David

Selamat hari Rabu!
Selamat wishful wednesday!

Ketemu lagi di hari Rabu ini, dan kembali saya akan menambah jumlah buku-buku apa saja yang masuk list harapan saya. Buku-buku yang bagus yang tiba-tiba ingin saya miliki dengan alasan tertentu. Saya tidak pernah takut akan banyaknya buku-buku yang menjadi incaran. Jika memang tidak berjodoh membaca, ya sudah, Insya Allah ada buku lainnya yang berjodoh dengan saya.

Mau tau buku apa minggu ini yang saya taksir?

BEING HENRY DAVID by Cal Armistead


'Hank' tersadar di Stasiun Penn, New York tanpa ingatan. Pemuda berumur tujuh belas tahun itu tidak tahu namanya, siapa dirinya, dan dari mana ia berasal. Satu-satunya petunjuk yang ia miliki adalah sebuah buku berjudul 'Walden' karya Henry David Thoreau yang ada di tangannya. Menggunakan buku itu, ia mencoba mencari jati dirinya. Dapatkah ia mengingat kembali siapa dirinya?

Atau lebih baik ia tidak mengingatnya sama sekali?

Berikut ini alasan saya ingin buku Being Henry David karya Cal Armistead:

  • Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Spring. Beberapa waktu lalu, saya memang mendapatkan kesempatan menjadi host giveaway buku The Girl On Paper by Guillaume Musso. Dan saya menyukai pilihan penerbit untuk menerbitkan buku tersebut. Sebab apa yang diceritakan di dalam novel karya Musso itu, ada nilai-nilai yang luas biasa. Karena itulah, alasan penerbit menjadi pertimbangan saya menginginkan buku ini.
  • Ide cerita yang menarik setelah saya membaca blurb-nya. Bagaimana pun, psikologi Hank akan 'seharusnya' dikulik oleh penulis selama perjuangannya mengenali identitas dirinya yang asli. Ditambah, adakah sisi percintaan di novel ini, secara Hank baru berusia 17 tahun? Percintaan yang seperti apa yang akan dimunculkan Cal.
  • Buku ini merupakan terjemahan dari novel dengan judul yang sama yang ditulis Cal dan menjadikannya Being Henry David sebagai novel debut. 

Oke, saya kira 3 alasan tadi yang saya pikirkan untuk buku selanjutnya yang saya harapkan segera akan punya. Lalu apa buku harapanmu minggu ini?

Jika kalian mau ikut serta membuat postingan Wishful Wednesday seperti ini, silakan kalian cek blog Mbak Astrid sebagai adminnya. Cek di PerpusKecil ya!

Sampai jumpa minggu depan! 
:) :) :)

[Resensi] Renjana - Anjar

Perasaan damai di tengah konflik perasaan, itulah yang paling mengesankan saya setelah membaca tuntas Renjana ini. Banyak sekali renungan yang kemudian membuat saya terpekur sejenak untuk menyelami maksud yang ingin disampaikan si penulis.

Judul buku : Renjana
Penulis: Anjar
Editor: Dwi Ayu Ningrum
Desain cover: Sandra S. Hariadi
Layout: Rahayu Lestari
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, Desember 2013
Tebal buku: xiv + 242 halaman
ISBN: 9786020300948
Harga: Rp59.294 

Ola tak pernah mengira bahwa ia akan menyelam ke pusaran waktu, merasakan kembali gemuruh rasa yang dahulu menyapa hatinya tatkala di sebuah kapel kecil itu ia tak sengaja melihat sosok yang pernah mengisi sukmanya. Sosok yang telah menjadi brajanya. Daus. Romo Daus.  Renjana (rasa hati yang kuat) nyaris sepuluh tahun itu benar-benar berlimpah ruah hanya dalam beberapa menit melihatnya.

Dunia ini seolah menyempit. Pertemuan dua insan yang sama-sama pernah mencinta itu pun hadir. Getaran-getaran cinta menyeruak. Oh Tuhan, emngapa di antara kejenuhan menjalani rutinitas sebagai romo, ia justru hadir memberikan kesejukan? Pembawaan Ola yang tenang dan dewasa justru membuat gelombang rasa itu semakin bergejolak. Panggilan hati sang Romo untuk selamanya menyerahkan hidupnya pada Tuhan, kembali ditantang.

Di tempat lain, cinta lama Wie dan Tra mendadak datang tanpa permisi. Ikatan pernikahan dengan orang lain dan perpisahan dengan rentang waktu sekian lama ternyata tak bisa memupus rasa hati mereka.

Daus dan Wie sama-sama berada di persimpangan jalan yang membingungkan. Apa yang harus mereka lakukan dalam posisi tak menyenangkan kini, tapi telah menjadi pilihan mereka?

Ketika membacanya, anda tak akan pernah menyangka pilihan yang mereka ambil.

Novel Renjana ini menceritakan beberapa tokoh yang terhubung melalui perkenalan dan pertemanan, dan bergulat dengan perasaan masing-masing. Ada seorang Romo (Gabrielle Firdaus Abhipraya) yang keyakinannya goyah oleh masa lalu yang datang lagi. Ada seorang suami sekaligus ayah (Wylie) yang hampir melepaskan tanggung jawabnya hanya karena kemunculan email berisi puisi-puisi. Ada wanita (Carolina Wibowo) yang menjadi lebih bijaksana setelah melalui kegagalan-kegagalan asmara dan berakhir pada keputusan untuk tidak menikah. Ada juga seorang gadis (Gentra Laksmi) yang bimbang memutuskan untuk melanjutkan perasaan dengan pilihan yang sudah ada atau mengejar masa lalu yang tidak pernah memberikannya pilihan.

Saya katakan novel ini cukup ‘penuh’. Selain mengolah bentuk perasaan yang beragam, si penulis juga memasukkan beberapa hal untuk mempermanis jalan cerita. Dua agama; Khatolik dan Islam, disandingkan si penulis sebagai identitas tokoh untuk memperjelas latar belakang, dan bukan menjadi jurang untuk tokoh-tokohnya. Hubungan keluarga pun di masukkan si penulis sebagai pereda banyak gejolak dan kebimbangan. Seperti yang dialami Ola dengan papanya dan Daus dengan ibunya. Nilai persahabatan ditunjukkan oleh Ola - Aisyah, Ola - Wylie, dan Ola – Daru. Nilai rumah tangga diperlihatkan si penulis melalui keluarga kecil Wylie dan Dalimah yang didera sedikit prahara rumah tangga.

Renjana juga menyentil sisi manusiawi yang bisa rapuh dan goyah. Seperti ketika Romo Daus yang bimbang dengan pilihannya sebagai manusia sekaligus pria biasa. Di satu sisi ia ingin melepaskan perasaannya kepada lawan jenis. Di sisi lain, panggilannya sebagai Romo tidak mudah ditanggalkan. Lalu, dialami juga oleh Wylie yang sejak mendapatkan email berupa puisi-puisi, ia mengingat sosok masa lalu dan sejak itu gairah hidupnya untuk istri dan anak mulai kacau.

Kalau saya menggambarkan dengan diagram, novel Renjana ini bisa dikatakan novel yang datar. Mempunyai konflik perasaan tidak disajikan si penulis dengan meledak-ledak. Sepanjang cerita, si pembaca akan dibawa pada pikiran, suara hati, pertimbangan dan kegalauan tokoh-tokohnya. Biarpun demikian, novel Renjana sangat manis dengan cara si penulis bercerita melalui kalimat-kalimat puitis dan penggalan-penggalan puisi. Si pembaca akan hanyut dan dibuat penasaran dengan hubungan antara tokoh-tokoh yang ada, dengan apa yang akan diputuskan dan dengan apa yang akan dialami si tokoh tersebut.

Novel ini mengajarkan cinta sejati yang lebih dewasa dan menghormati pilihan hidup orang lain. Juga, mengajarkan hidup sederhana tanpa perlu menjadi sosok orang lain dan menghargai perbedaan yang ada di tengah masyarakat.

Rating dari saya: 3/5


Catatan:
  • Tapi tidak semua hal bisa dikonversikan ke dalam alat-alat kecanggihan seperti ini, apalagi urusannya untuk bertemu Tuhan [hal. 5]
  • Dalam kedekatan sekian lama ini, kehangatan dan perhatian banyak teman adalah obat mujarab dari kejenuhan dan masalah sehari-hari. [hal. 21]
  • Doa adalah senjata tercanggih untuk mengatasi kegundahan hatinya. [hal. 62]
  • “Masa lalu boleh kamu ajukan saat kembali menggundah. Tapi, jangan jadikan alasan untuk memudarkan semangat dan kekuatan masa kinimu...” [hal. 93]
  • “Uang itu urusan duniawi, Le... Kalau ada yang mencintai uang tanpa mengerti bagaimana cara menggunakannya dengan baik dan berguna bagi dirinya dan sesama, yo kuwi keliru. Tapi, Le, kamu mesti inget juga uang itu bisa menjadi bentuk dari energi yang bisa dipakai sebagai alat kebaikan. Jadi, Ibu pesan padamu..., sing bijak yo, Le menggunakan uangmu.” [hal. 100]
  • Tak peduli siapa ia, jika memang telah bersiap menuju cita, sebaiknya memang siap pula pada hadangan risiko di muka. [hal. 122]
  • “Aku tahu, keputusanku ini pasti akan berisiko banyak hal di depan. Tapi, bukankah tujuan hidup salah satunya adalah untuk memenuhi segala risiko dari keputusan?” [hal. 132]
  • Keseimbangan hidup itu adalah cara kita memandang orang lain dan membiarkan diri kita menjadi lebih baik karena kedua belah pihak. [hal. 156]
  • Menjalani hidup sekian waktu itulah, dengan gejolak yang terkadang mulus seperti jalan tol kadang memang membosankan. Tak aneh jika sering kali manusia membutuhkan tantangan baru agar yang membosankan itu bisa kembali berubah menjadi semangat untuk melakukannya. [hal. 178]
  • Tapi, pengalaman masa lalu banyak mengajarkannya agar mau merampungkan langkah yang telah diatur oleh-Nya tanpa terburu-buru. Tra percaya, segala sesuatu indah pada waktunya meski pikiran manusia kadang ingin segera mendahului masa indah itu. [hal. 187]
  • “Bagiku, menikah itu seperti menjadi manusia itu sendiri. Cukup sekali saja. Enggak perlu ada copy atau cloning segala. Kalau selama hidup sudah baik, mengapa harus dua kali. Belum tentu yang kedua juga lebih baik.” [hal. 214]

[Resensi] Kabut Di Bulan Madu - Zainul DK

Buku ini berat. Bukan ceritanya, tapi perbaikannya. Sebagai novel debut, saya memang harus sabar menikmati. Cerita yang menarik dan bisa saya ikuti, tidak dibarengi dengan gaya bercerita yang enak, membuat saya harus berjuang menamatkan.

Judul: Kabut Di Bulan Madu
Penulis: Zainul DK
Penyunting: Nisaul Lauziah Safitri
Penata letak: Yuniar Retno Wulandari
Pendesain sampul: Hanung Norenza Putra
Penerbit: Ellunar Publisher
Terbit: Agustus 2016
Tebal buku: ix + 249 halaman
ISBN: 9786020805733
Harga: Rp73.000

Tersangka kasus penembakan di sebuah kafe yang menewaskan seorang preman adalah Roby. Ia melakukan penembakan itu karena tak terima kekasihnya, Linda, diganggu. Ia pun berhasil ditangkap oleh Inspektur Ariel untuk menjalani hukuman penjara. Tidak sanggup melihat sang kekasih bersedih mengetahui dirinya dijebloskan ke penjara, Roby menyuruh Linda untuk berlibur.

Di sisi lain, ada pasangan yang baru menikah hendak berbulan madu: seorang penyiar berita bahasa Jepang, Helena Lizzana, dan pria keturunan keturunan Jepang - Timur Tengah, Ihdina Shirota. Mereka berencana menikmati momen indah itu dengan naik kapal pesiar.

Pasangan muda tersebut berada dalam satu kapal pesiar yang sama dengan Linda. Tak disangka terjadi musibah: kapal pesiar itu menabrak karang dan karam. Dari hasil evakuasi, dinyatakan bahwa hanya ada satu korban jiwa meninggal, yaitu LINDA!

Memperoleh berita nahas ini, Roby tentu saja tidak terima. Menurutnya, ada keanehan yang menyebabkan kekasihnya saja yang menjadi korban. Ia percaya seseorang sengaja membunuh Linda. Ia pun menyusun rencana untuk kabur dari penjara, dan mencari tahu siapa pembunuh sang kekasih. Inspektur Ariel mesti mati-matian mencegahnya!

***

Novel Kabut Di Bulan Madu karya Zainul DK ini merupakan tawaran Bang Dion untuk diulas. Saya tidak bisa menolak mendapatkan bacaan gratis, terlepas akan menarik atau tidak menarik. Dan mengutip informasi pada ‘Ucapan terima Kasih’, novel ini jadi karya perdana penulis. Berbekal info itu, saya harus banyak memaklumi kondisi umum novel debut.

Blurb buku di atas, sudah banyak memberi gambaran mengenai jalan ceritanya. Proses balas dendam Roby atas kematian tunangannya, Linda, sewaktu ikut liburan di kapal mewah Phoenix. Di sisi lain, Iptu Ariel Stallone bekerja keras mengejar Roby yang kabur dari rumah tahanan demi menuntaskan balas dendamnya kepada pemilik kalung inisal H. Ide yang seru, menurut saya. Label ‘novel thriller romance’ yang disematkan di kover depan, membuat saya berharap novel ini akan menegangkan. Namun, baru pada seperempat buku menjelang akhir, novel ini mulai bisa dinikmati rasa thriller-nya.

Jujur saja, diksi yang digunakan penulis banyak yang janggal. Misal, penggunaan kata ‘you’ yang diucapkan aparat hukum terasa aneh, penggunaan kata ‘total’ untuk menyebutkan sangat, amat, atau lebih. Ada juga kata ‘deh’ yang rasanya janggal diucapkan pria dewasa, polisi lagi. Beberapa kalimat juga banyak mengutip kalimat terkenal. Misal, kalimat ‘Jangan ada dusta di antara kita’, ‘Sakitnya tuh di sini’, ‘saya minum tiga’. Kelirunya, tema cerita buku ini tergolong serius dan kalimat-kalimat tadi membuat novel ini jadi lucu. Mungkinkah maksud penulis agar novel ini lebih santai?

Tokoh yang banyak dibicarakan di novel ini antara lain; Roby, Iptu Ariel, Helena Lizzana, Ihdina Shirota dan Wandi Rekzen. Tidak ada yang jadi tokoh favorit. Karakter mereka tidak kuat dan kadang menyebalkan sebab banyak dialog yang berlebihan atau lebay. Tapi, pada akhir buku, pembaca akan dikejutkan oleh satu tokoh yang memang tidak disangka-sangka menjadi kunci utama cerita. Penulis berhasil membuat saya geleng-geleng kepala, tidak mengira cerita akan dibawa ke tokoh itu.

Eksekusi cerita menjadi kesan yang akan diingat pembaca, dan tugas mahapenting ini harus diperhatikan penulis. Di novel ini, menuju akhir buku terasa sekali kalau kasus balas dendam mulai meruncing dan tentu saja akhirnya klimaks. Walau pun, proses klimaks itu dikecoh tokoh Iptu Ariel yang ganjen kepada Helena.

Lalu, kover dengan warna dominan hitam, dan tergambar dua orang berpelukan, memberi tahu itu adalah pasangan Helena Lizzana dan Ihdina shirota. Kalung inisial H, menjadi aksesori yang penting dalam cerita. Kover gelap dengan pemilihan judul sangat relevan. “Kabut Di Bulan Madu”, definisi dari tragis bulan madu yang seharusnya menyenangkan menjadi trauma bagi Helena.

Oh iya, buku ini juga berbonus CD lagu. Ada 6 lagu yang merupakan karya penulis. Tapi, maaf seribu maaf, saya tidak bisa menikmati lagunya. Ini soal selera sih, jadi kalau saya tidak menyukai, belum tentu yang lain juga sama. Dan jika boleh berpendapat, saya lebih suka puisi di novel ini dibaca saja dengan ada backsound musik.

Sedangkan, pesan moral yang bisa dipetik pada novel ini, banyak sekali manusia yang memiliki sisi tidak terungkap. Di luar bisa saja berkilau seperti emas, namun dilihat ke dalam bisa jadi tidak sekilau emas. Prinsipnya, ada batas-batas untuk mengenal orang di sekitar sehingga di masa depan tidak ada yang merasa dicurangi.

Akhirnya, saya sarankan penyuntingan novel ini harus diperbaiki agar lebih enak dibaca. Sebab, ide ceritanya sangat menarik. Penulis juga berpotensi membuat cerita yang asyik, jadi besar harapan saya agar novel ini diperbaiki kembali, untuk diterbitkan ulang. Dan tentu saja, penilaian ini tidak membuat saya kapok untuk membaca karya selanjutnya.

Rating dari saya: 2/5




Catatan:
  • “Pria boleh saja datang dan pergi untuk menyakiti hati wanita, tetapi bahasa jepang takkan pernah menyakitiku dan hati semua wanita!” [hal. 6]
  • “Jawab jujur! Apakah you menyesal telah menembak mati korban? Walau preman, tapi korban juga memiliki hak hidup, sama halnya you dan seluruh masyarakat. Paham?” [hal. 22]
  • “Kejadian ini di luar basat kemampuan kita sebagai manusia. Manusia hanya dapat berencana, tapi semuanya balik lagi pada di atas yang menentukan” [hal. 70]
  • If you educate a man, you just educate A MAN. If you educate a woman, you educate A GENERATION. [hal. 74]
  • “Ditunggu ya besok. Pesan terakhir untuk Mr Roby, mumpung masih muda, tetaplah semangat. Jangan pernah putus asa! LIVE WHILE WE’RE YOUNG” [hal. 82]
  • “Sejujurnya tak ada masalah. Bukankah kepercayaan itu fondasi terpenting dalam membangun satu hubungan?” [hal. 84]
  • Luka di badan seiring waktu dapat sembuh, tapi luka di hati oleh perkataan kasar, hanya waktu dan kerelaan yang kuasa menghapusnya. [hal. 200]

[Giveaway] The Girl On Paper by Guillaume Musso


Alhamdulillah, saya bersyukur sekali bisa diberikan kesempatan untuk mengadakan giveaway pertama kali bekerja sama dengan Penerbit Spring. Dan ini menjadi momen yang membahagiakan, sebab saya diberikan kepercayaan. Kepercayaan itu yang kemudian harus saya pelihara.

Kali ini, saya akan membagikan 1 eksemplar novel The Girl On Paper karya Guillaume Musso yang akan dikirim oleh Penerbit Spring, bagi kalian yang beruntung. TAPI, sebelum saya sebutkan syaratnya, silakan komentar ya di review buku The Girl On Paper by Guillaume Musso.

Kalian sudah siap mendapatkan novel The Girl On Paper!!! 
Perhatikan syarat-syarat berikut ini ya:

  • Follow blog saya melalui GFC
  • Follow akun twitter saya @adindilla dan penerbit Spring @penerbitspring 
  • Share ya informasi giveaway ini dengan hastag #GATheGirlOnPaper dan mention kedua akun di atas
  • Silakan tulis pada komentar format berikut ini; akun twitter kalian - link share
  • Pemenang akan saya pilih dengan cara diundi dan akan saya umumkan tgl 22 atau 23 Oktober 2016. Doakan semoga tidak ada halangan ya!


Sepertinya syarat di atas tidak terlalu susah. Semoga tidak menghalangi kalian untuk mengikuti giveaway di blog saya ini ya!

Oke, jadi berdoalah semoga novel ini datang ke tangan kamu dan coba tangkap berbagai keajaiban di dalamnya.

Tunggu update pemenangnya ya di postingan ini juga!



***[ UP DATE ]***

#GATheGirlOnPaper sudah berakhir ya tadi malam.

Saya ingin mengucapkan terima kasih untuk Penerbit Spring yang sudah memberi kesempatan kepada saya untuk menjadi host giveaway. Dan jangan bosan untuk mengajak saya kembali di kesempatan lain.

Saya juga ingin berterima kasih kepada 78 peserta yang sudah ikut. Maunya semua menang, tapi buku yang disediakan hanya 1 eksemplar. Jangan berkecil hati ya, Insya Allah setelah ini masih ada giveaway lainnya.

Penasaran siapa yang menang di #GATheGirlOnPaper?

Jreng!
Jreng!
Jreng!


Selamat! Kamu mendapatkan 1 eksemplar buku The Girl On Paper karya Guillaume Musso yang akan dikirim Penerbit Spring. 

Silakan pemenang mengirimkan data format: nama – alamat – nomor telepon, via DM twitter @adindilla atau email ke hapudincreative(dot)gmail(dot)com.

Bagi yang belum beruntung, sampai jumpa di giveaway selanjutnya ya!


[Resensi] The Girl On Paper - Guillaume Musso


Ungkapan di atas saya ungkapkan setelah beberapa detik menyelesaikan novel The Girl On Paper ini. Ada perasaan membuncah yang susah diungkapkan. Banyak hal positif yang saya terima dari Tom Boyd, Billie, Milo, dan Carole. Saya harus menegaskan, “Siapa pun kalian yang mengaku suka baca buku, rugi sekali tidak membaca buku ini!”.

Judul: The Girl On Paper
Penulis: Guillaume Musso 
Penerjemah: Yudith Listiandri
Penyunting: Selsa Chintya
Proofreader: Titish A.K.
Desain Kover: Chyntia Yanetha
Penerbit: Penerbit Spring
Terbit: September 2016
Tebal buku: 448 halaman
ISBN: 9786027432246
Harga buku: Rp85.000

Buku ini dibuka dengan prolog yang unik, perpaduan cuplikan berita koran yang memberitakan penulis best seller bernama Tom Boyd dan pianis Aurore Valancourt Laureate, dan email dari pembaca sekaligus penggemar Tom. Selain berita kesuksesan Tom dan Aurore, ada juga berita hubungan mereka yang menjalin cinta hingga berita mereka putus.

Efek putus cinta membuat Tom terpuruk dan tidak bisa menulis. Kedua sahabatnya, Milo dan Carole berusaha mengembalikan gairah hidup Tom. Lalu pada suatu malam berhujan, Tom bertemu dengan perempuan yang mengaku bernama Billie, salah satu tokoh dalam novelnya. Billie mengaku jatuh dari novelnya yang salah cetak.

Tom susah untuk mempercayai Billie. Lalu keduanya terikat perjanjian. Jika Tom mau menuliskan novel ketiga dari Trilogie Des Anges agar Billie bisa kembali ke dalam buku, Billie akan membantu Tom mendapatkan kembali Aurore. Berhasilkah perjanjian tersebut dipenuhi Tom dan Billie?

Ternyata novel The Girl On Paper adalah novel pertama dari Guillaume Musso yang diterjemahkan ke bahasa indonesia. Aslinya, novel ini sudah diterjemahkan ke 25 bahasa, termasuk bahasa indonesia. Dengan tema percintaan, persahabatan, petualangan, profesi kepenulisan, penulis meramu dengan porsi seimbang, masing-masing 25%. Plot yang digunakan campuran, maju mundur. Ada beberapa bagian cerita yang merupakan kilas balik dari para tokoh.

Gaya bahasa penulis menyampaikan cerita juga enak sekali, ini berkat penerjemah tim penerbit Spring juga. Dan yang membuat saya menyukai novel ini adalah bagian profesi penulis Tom yang diceritakan dengan elegan, rinci, dan akan menginspirasi pembaca dan calon penulis. Banyak diceritakan proses bagaimana penulis membuat karyanya. Salah satu yang dibeberkan adalah dalam membuat tokoh, Tom akan menulis detail identitas satu tokoh bisa dalam 20 halaman secara terperinci. Lalu ¾ bagian itu tidak akan muncul di novel dan menjadi rahasia penulis. Masih banyak rahasia menulis novel yang dibagikan Tom. Pokoknya, ini panduan menulis yang asyik untuk kalian yang mau membuat novel. Jadi masih ragu untuk baca novel ini?

Bagian lain yang menyenangkan buat saya ketika Tom dan Billie melakukan perjalanan ke Meksiko untuk bertemu Aurore yang sudah memiliki pacar baru seorang pembalap F1. Pada bagian ini penulis mengobrak-abrik rasa kedua tokoh yang tidak saling suka menjadi suka melalui banyak kejadian yang pada akhirnya menjadi kenangan spesial untuk keduanya. Yang melekat di ingatan saya adalah ketika mereka singgah di bar dan terlibat percakapan yang menyakitkan.

“Kenapa... kenapa kau membuatku mengalami semua penderitaan itu dalam novelmu?” [hal. 173]

Selain cerita Tom dan Billie, buku ini mengupas Milo dan Carole. Bentuk persahabatan yang sangat tulus dan penuh liku. Persahabatan yang layak diteladani kita semua. Pada bagian akhir buku, penulis belum cukup rela untuk membuat ceritanya mudah. Lagi-lagi gambaran persahabatan diungkap secara gamblang dan mengharukan.

“Tidak, Tom. Masalahmu adalah masalahku. Kurasa itulah persahabatan, bukan begitu?” [hal. 28]

Saya kasih tahu juga, buku yang gagal cetak sejumlah 99.999 dihancurkan. Menyisakan 1 copy yang oleh penulis dibawa berkelana jauh melalui beberapa pemilik yang mempunyai kisah unik masing-masing. Mengingatkan kepada kita, di belahan bumi lain ada mereka-mereka yang memiliki kehidupan berbeda, memiliki masalah berbeda, memiliki pandangan berbeda, namun perbedaan itu ternyata indah untuk diceritakan, justru tidak untuk diperdebatkan.


Menjelang akhir cerita, pembaca (saya) dibuat gemes dengan fakta mengenai sosok Billie ini. Fakta yang tidak membuat cerita berakhir begitu saja. Dan jujur saya merasa sedih ketika ceritanya berakhir. Lalu saya pun berharap penerbit Spring bisa menerbitkan novel Guillaume Musso yang lainnya. Saya penasaran dengan kisah-kisah seru, bagus dan apik dari beliau.

Novel ini sangat menginspirasi dan membuat saya memandang hobi membaca sebagai sesuatu yang istimewa dan harus dipertahankan. Tentu saja novel ini harus kalian baca, jika tidak sekarang, mungkin besok atau lusa. Tapi kalau boleh saya tegaskan sekali lagi, rugi tidak membaca novel ini paling tidak seumur hidup sekali. Jika sudah baca novel ini, silakan mention twitter saya. Dan ingatkan saya jika review dan pujian saya ini berlebihan.

Rating saya: 5/5


Catatan.
  • “Ya Tuhan, kau harus berhenti berkubang dalam penderitaanmu! Kalau kau tidak segera keluar dari sana, kau akan tenggelam untuk selamanya. Memang lebih muda menghancurkan dirimu sedikit demi sedikit daripada mengumpulkan keberanian untuk kembali berjuang, kan?” [hal. 125]
  • “Tapi apa enaknya sendiri? Kesepian adalah hal terburuk di dunia.” [hal. 243]
  • “Kukira kita sudah melewati hal yang paling sulit, tapi aku salah. Bagian tersulit bukanlah untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, tapi menjaganya begitu kita mendapatkannya.” [hal. 258]

Typo.
  • Tecermin = Tercermin [hal. 8]
  • Meneluk = Memeluk  [hal. 262]

[Resensi] San Francisco - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Segar, itu yang saya rasakan membaca novel ini. Banyak keunggulan yang dimunculkan penulis sehingga membaca menjadi kegiatan yang dinamis. Pengetahuan musik pun menjadi bobot yang menambah pengetahuan pembaca, saya.

Judul: San Francisco
Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Editor: Septi Ws
Desain sampul: Teguh
Ilustrator isi: Tim Desian Broccoli
Penata isi: Tim Desain Broccoli
Penerbit: PT Grasindo
Terbit: Juli 2016
Tebal buku: iv + 220 halaman
ISBN: 9786023755929
Harga buku: Rp60.000 

Satu-satunya yang menarik dari cowok bernama Ansel adalah badannya yang tinggi, kegemarannya akan musik klasik, dan senar-senar harpa di ujung jarinya. Ansel bekerja di Suicide Prevention Center, bertugas mengangkat telepon, hingga akhirnya ia menemukan hal menarik yang baru: Rani – gadis dari negeri asing yang mengiris nadi setiap dua hari sekali.

Sekarang sebagian besar kehidupan Ansel berputar di sekitar Rani. Dan, Ansel bertanya-tanya apakah pertemuan mereka di Golden Gate Bridge San Francisco adalah takdir, atau sekedar kesialan? Karena dari sini, mobil kabel yang membawa kisah mereka bisa saja menanjak terus hingga setengah jalan menuju bintang, atau justru terjebak dalam kabut di atas perairan biru dan berangin San Francisco.

***

Jujur saja, saya merasa jalan cerita pada novel ini dibuat buram oleh ‘pritilan’ mengenai musik klasik dan informasi di dalamnya, entah kisah penciptaan musiknya, atau kisah hidup si penciptanya. Sehingga benang merah yang seharusnya menonjol, tidak begitu saya rasakan. Emm, tepatnya, saya seharusnya mendapatkan banyak momen berkesan dari alur yang diciptakan. Singkat saja, novel ini sebenarnya soal tokoh punya pacar – ketemu tokoh lain yang punya pacar –merasakan rasa sayang – memilih akan bagaimana. Itu saja, tapi bisa menjadi novel 200-an halaman karena banyak dialog tambahan. Kalau saya harus mencari momen atau adegan mana yang favorit, saya harus katakan tidak ada. Sorry...

Di penyajian ide cerita yang tidak memikat versi saya, saya harus mengakui jika penulis bercerita dengan sangat baik. Penulis seperti memilih adegan-adegan yang tidak biasa sehingga rasa yang ditimbulkan dari plot maju itu, tidak normal. Contoh adegan yang membuat saya kaget, ketika Ansel tidur di apartemen Rani kemudian bangun pagi dan mendapati di sampingnya ada sosok pemuda. Saya sempat kaget siapa si pemuda itu, dan bukannya harusnya Rani yang tertidur di samping Ansel, begitu kalau di novel-novel penulis lain, biasanya. Dan masih banyak lagi adegan yang tidak normal lainnya. Juga, diksi yang dipakai penulis sangat – sangat lugas dan saya seperti membaca novel terjemahan. Efeknya tentu saja tidak akan bosan baca sampai halaman terakhir.

Karena seri novel ini mengangkat kota istimewa yang dibalut kisah cinta, kota San Francisco tidak terkulik total, menurut saya. Hanya spot jembatan Golden Gate Bridge yang dimunculkan. Kelirunya jelas, karena musik klasik itu yang mendominasi dan hampir memenuhi objek cerita yang menghidupkan kisah Ansel dan Rani. Saya tidak kemana-kemana dan saya disuguhi musik yang tetap asing. Itu jelas masalah sebab saya harusnya membaca buku ini serasa piknik.

Saya juga perlu berterima kasih kepada penulis oleh dialog bahasa inggris yang kemudian ia terjemahkan. Sumpah, kalau pola demikian tidak dipilih oleh penulis, saya lebih memilih segera menutup novel dari pada pusing. Makanya, ini pola yang renyah dan nyaman. Thanks to you, Ziggy!

Ansel itu tidak spesial, penyuka musik klasik. Di novel ini, di mata saya, perannya hanya sebatas penyampai cerita dan salah satu benang warna yang dihubungkan dengan karakter lainnya yang lebih berkesan. Rani itu sensitif, suka putus asa, dan bisa jadi negatif thinking. Hasrat bunuh diri itu parameternya. Kok bisa sedepresi itu sehingga bunuh diri baginya sangat normal? Tokoh favorit jatuh pada Benji, serba selalu bisa, tidak egois, dewasa dengan caranya, dan tentu saja unik. Lalu tokoh samping lainnya; Ada, Gretchen, Dexter, Maria, teman-teman band Benji, punya porsi yang pas di cerita, tidak ada yang berusaha mendominasi.

Lalu menilik kovernya yang merah, ini elegan. Ah, seperti kover Roma karya Pia Devina. Tentu saja, saya suka kover-kover seri A Love Story yang lainnya juga. Terasa baru dan aman buat saya sebagai pembaca pria ketika meletakkannya di meja kerja dan bukan tidak mungkin dilihat orang lain.

Kemudian yang saya terima sebagai pesan moral di sini adalah mencintai itu tugas yang tidak bisa dibarengi egois. Tidak semua yang kita perjuangkan akan diberikan Tuhan sebagai reward. Termasuk jodoh. Seberapa kita ingin bersama si A, lalu Tuhan menulis takdir jodoh dengan si Z, maka itulah yang akan terjadi. Maka, terimalah jalan cerita hidup seaneh apa pun dengan pikiran yang luas. Di situ akan ditemukan rasa syukur jika ini bagian hidup terbaik yang dirancang Tuhan.

“Ini cuma pemikiranku saja, tapi menurutku tidak semua orang harus menikahi orang yang dicintainya, tidak semua orang harus mendapatkan pekerjaan yang sesuai untuknya, atau menjadi orang yang selalu diinginkan. Kau harus selalu ingat kalau, bahkan dalam buku cerita, setelah ‘akhir yang bahagia’, semua tokoh harus meneruskan hidup mereka. ‘Akhir yang bahagia’ itu cuma fase, dan ia akan segera berakhir.” [hal. 201]

Rating dari saya: 3/5



Catatan:
  • “Maksudku, sulit kalau dia tidak menyukai sesuatu yang merupakan fondasi seluruh kehidupanku, paham tidak? Orang-orang yang sangat berbeda bisa saja tetap hidup bersama, tapi kalau mereka bertentangan dalam hal paling dasar, sepertinya sangat sulit dijalani.” [hal. 198]
  • “Benar. Itukan seperti penyalahgunaan kekuatan. Yah, kurasa dia mau orang menyukainya bukan karena dia membuat mereka merasa seperti itu. Dia mau orang menyukainya karena mereka memang menyukainya. Tanpa alasan, tanpa syarat.” [hal. 116]
  • “Aku membentuk, menyulut, membakar, memukul, menjepit... Logam-logam yang kukerjakan mungkin menyakitiku, tapi aku juga menyakiti mereka. Yang melukaimu mungkin juga sama hancurnya denganmu. Tapi, mungkin kaliansama-sama merasakan sakit karena kalian dalam proses penciptaan sesuatu yang luar biasa. Kalaun kau memutuskan untuk mundur, kau merasa sakit dengan sia-sia.” [hal. 114]