Resensi Buku Twelve And A Half - Gary Vaynerchuck


Judul:
Twelve And A Half

Penulis: Gary Vaynerchuck

Penerjemah: Ingrid Nimpoeno

Penerbit: Noura Books

Terbit: Agustus 2022, cetakan pertama

Tebal: 252 hlm

ISBN: 9786232423435



Twelve and a Half atau dua belas setengah, yang merupakan judul buku ini merujuk pada 12 nilai hidup dan setengah nilai hidup. Nilai tersebut dirangkum sebagai bahan-bahan emosional: rasa syukur (1), kesadaran diri (1), akuntabilitas (1), optimisme (1), empati (1), kebaikan (1), kegigihan (1), keingintahuan (1), kesabaran (1), keyakinan (1), kerendahan hati (1), ambisi (1), dan keterusterangan (1/2). 

Bagi penulis, setiap nilai hidup bernilai 1 karena sudah cukup menguasai. Sedangkan untuk nilai hidup yang masih proses dipelajari karena menjadi kekurangan bagi pribadinya, penulis memberikan nilai 1/2.

Rasa Syukur: Sikap menerima keadaan melalui perspektif lain yang lebih positif. Dan dengan bersyukur kamu akan terhindar dari penyesalan yang mendalam. 

Orang mendongak memandang mereka yang berperingkat lebih tinggi, tetapi tidak menunduk memandang miliaran orang yang berperingkat lebih rendah. (hal.29)

Kesadaran Diri: Mengenali diri sendiri dan mengakui apa yang menjadi kelemahan dan kelebihan. Kalau kamu sudah sadar diri, kamu akan kokoh menghadapi situasi yang berubah-ubah. Jika ada kelemahan, dapat kamu tingkatkan. Jika ada kelebihan, dapat kamu kuatkan.

Akuntabilitas: Memegang tanggung jawab dan tidak menunjuk orang lain atas nasib buruk yang kamu alami. Jika kamu menunjuk orang lain, artinya kamu lemah sebab kamu menjadi korban dari ulah orang lain. Dan dengan bertanggung jawab kamu akan dinilai sebagai orang yang berkomitmen baik.



Optimisme: Selalu mengedepankan harapan dan hanya melihat hal-hal baik saja. Bukan berarti tidak pernah melihat kemungkinan buruk, tapi hal-hal baik tadi menjadi bahan bakar utama melanjutkan hidup. Cara ini akan membuat langkah kamu lebih ringan meskipun kamu harus menghadapi masalah yang berat dan pelik.

Empati: Menempatkan diri menjadi orang lain karena kamu sadar jika kamu tidak mengenal seorang pun secara utuh. Kamu tidak bisa menilai seseorang atas dasar pandangan sekilas saja, dan penting sekali untuk bisa berempati agar bisa melihat seseorang dengan lebih baik.

Kebaikan: Bersikap baik meskipun di situasi tidak baik. Memang berat melakukannya tapi jika mampu melakukannya, keadaan buruk akan mampu dilewati dengan baik pula.

Kegigihan: Bukan sekadar rajin tetapi condong ke fokus melakukan sesuatu sesuai keyakinan. Dan saat melakukannya, kamu harus bisa menikmati prosesnya, tidak melulu berorientasi pada hasil semata.

Keingintahuan: Modal penting untuk berkembang dan menjadi pribadi lebih baik yaitu dengan mengakui kebodohan diri sendiri. Tanpa sikap ini, kamu akan menjadi orang biasa-biasa saja sebab menjalani hidup bagai mengikuti air mengalir.

Kesabaran: Nilai hidup yang paling banyak disebut, sebab kamu tahu kalau melakukan apa pun butuh waktu. Tidak ada pencapaian yang bisa diraih dengan instan. Butuh proses dan kerja keras. Dan sewaktu menjalani itu semua, dengan kesabaran yang tebal, kita akan merasakan kepuasan yang maksimal.

Keyakinan: Keteguhan hati dengan apa yang kita putuskan dan apa yang kita kerjakan. Terlepas pada benar atau salah, dengan sikap yakin kamu akan lebih bertanggung jawab.

Kerendahan Hati: Sikap menganggap diri sendiri tidak istimewa dan tidak menganggap orang lain lebih istimewa. Dengan sikap ini kamu akan terhindar dari kekecewaan terhadap orang lain.

Ambisi: Hasrat kuat untuk mencapai dan mewujudkan tujuan yang didambakan. Pada prosesnya dibutuhkan kesabaran dan kecermatan.

Keterusterangan: Kejujuran yang disampaikan walau hasilnya pahit. Tetapi sikap ini akan membuat lawan kamu berpikir dan mengevaluasi masalah.



Buku ini terdiri dari 3 Bab. Bab pertama membahas soal dua belas setengah (12 1/2) bahan-bahan emosional tadi, yang dijabarkan dengan cukup jelas dan singkat. Selain pengertian dari bahan-bahan emosional, penulis juga membahas pengalaman pribadinya ketika mengaplikasikannya. Penjelasannya sederhana, mudah dipahami, dan sangat relate dengan pembaca.

Saya sangat terkesan dengan bahan-bahan emosional yang dituturkan penulis. Seperti bercermin dan mulai mengakui ke diri sendiri jika ternyata masih banyak kekurangan. Membacanya membuat saya seperti diingatkan. Dan setelah dibaca semua bab pertama ini, saya semakin termotivasi untuk menjadi lebih baik dengan memperhatikan bahan-bahan emosinal tadi dan memastikan untuk terus mengasahnya.

Bahan emosional yang paling berkesan buat saya adalah kesabaran. Membacanya seperti melucuti diri sendiri yang suka buru-buru, spontanitas, dan reaktif. Sifat jelek ini kadang menyisakan penyesalan nantinya. Dan saya bertekad untuk perlahan-lahan memoles kesabaran agar saya lebih tenang menikmati hidup.

Bab kedua berisi contoh skenario peristiwa sehari-hari dan bahan-bahan emosional apa yang paling baik dipakai ketika mengalami hal tersebut. Ada 35 skenario peristiwa, dan hampir semuanya berada di lingkup dunia pekerjaan dan bisnis. Hubungan antara bawahan dengan atasan atau hubungan antara kolega. Ini memang sudah jelas kalau kita baca ulang jargon judulnya yang menyebutkan, "Kecerdasan Emosional Terpenting dalam Bisnis." Makanya, contoh peristiwanya ya seputar dunia kerja.

Penulis mewanti-wanti jika bahan-bahan emosional tadi tidak bisa diaplikasikan secara sendiri-sendiri. Pasti harus dikombinasikan, bisa dengan satu atau lebih bahan emosional lainnya. Dan setiap menghadapi skenario hidup, kamu membutuhkan kombinasi yang pas.


Salah satu contoh skenario menarik adalah apa yang akan kita lakukan jika ketika kita jadi pemimpin harus memimpin anggota tim yang lebih lama bekerja di tempat kerja dan usianya juga lebih tua. Dan penulis memberikan kombinasi bahan emosional yang terdiri dari empati, kebaikan, dan kerendahan hati. Empati gunanya untuk memahami apa yang orang tersebut rasakan, kebaikan gunanya untuk memperlakukan orang tersebut dengan baik, dan kerendahan hati gunanya menjaga kita agar tidak mendadak sombong dengan posisi jabatan baru. Dengan begini, hubungan pemimpin dan anggota tim tadi akan tetap solid.

Contoh skenario menarik lainnya adalah apa yang akan kamu lakukan jika pekerjaan saat ini membebani kamu karena ada pengurangan tim dan belum ada penggantinya, kamu ingin resign, tetapi kamu nyaman dengan orang-orangnya. Penulis menyodorkan kombinasi antara keterusterangan, keingintahuan, dan empati. Keterusterangan membuat kamu bisa menyampaikan apa yang kamu rasakan atas pekerjaan saat ini kepada atasan, keingintahuan akan membuat kamu memahami ada alasan apa kenapa belum ada rekrutmen lagi, dam empati membuat kamu bisa melihat kasus ini dari berbagai sisi, baik sisi manajer maupun sisi pemilik perusahaan. Jika sudah menerapkan kombinasi tadi, kamu tinggal memutuskan antara resign atau bertahan.

Pada bab ketiga, penulis memberikan tantangan bagi pembaca untuk menerapkan bahan-bahan emosional tadi. Buku ini ingin mengajak pembacanya untuk mempraktikan, bukan sekadar menuturkan teori-teorinya saja.

Sebagai contoh praktik ambisi, kamu akan diminta untuk merekam video dan membahas mimpi-mimpi yang ingin kamu wujudkan. Video ini di-share di media sosial agar pengikut kamu tahu. Cara ini akan membuat kamu memutar otak berupaya mewujudkan omongan di video tadi. Sebab pertaruhannya, kalau kamu gagal, kamu akan diolok-olok.

Sepanjang saya membaca buku, butuh ekstra sabar untuk menyelesaikan buku nonfiksi. Ditambah harus membuat ulasannya, itu pekerjaan yang berat. Tapi membaca buku ini memberikan efek langsung, saya mencoba bersikap gigih dan sabar dalam proses membacanya.

Menurut saya buku ini akan mengingatkan kita pada beberapa sikap positif yang diperlukan dalam keseharian. Jika kita praktikan terus, saya yakin kita akan menjadi pribadi yang menyenangkan dan kehidupan kita pun akan jauh lebih nyaman dan tenang.

Beberapa kutipan menarik:

  • Bijak dan jujurlah dengan diri sendiri mengenai salah langkah anda, tetapi jangan mulai menyesalinya. (hal. 30)
  • Jika ada mengambil energi dari rasa syukur, anda akan tahu bahwa itu bertahan jauh lebih lama daripada energi yang diambil dari rasa tidak percaya diri, kemarahan, atau kekecewaan. (hal. 31)
  • Pengkhayal tidak memiliki kesadaran diri mengenai kekuatan dan kelemahan mereka. (hal. 35)
  • Rasa tidak aman sering kali mengakibatkan penghindaran. Orang cenderung paling menghindari kekurangan mereka sendiri. (hal. 35)
  • Sulit untuk menerima kesalahan jika anda tidak baik kepada diri sendiri atau optimistis mengenai masa depan; menerimanya akan membuat anda benar-benar rentan terhadap penilaian orang lain. (hal. 42)

Buku ini bisa menjadi panduan meningkatkan kecerdasan emosional dalam bisnis. Berbobot dibaca oleh siapa pun yang sudah menginjak dunia pekerjaan. Dan karenanya, saya memberikan nilai 4/5 bintang.

Sekian ulasan saya untuk buku ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku.