Resensi Novel Sabar Tanpa Batas - Adhitya Mulya

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]



Judul: Sabar Tanpa Batas

Penulis: Adhitya Mulya

Editor: Resita Febiratri

Desain sampul: @hastapena

Penerbit: GagasMedia

Terbit: 2023, cetakan pertama

Tebal: vi + 266 hlm.

ISBN: 9786234930245


Setelah kemarin selesai dan mengulas novel Sabtu Bersama Bapak, saya melanjutkan membaca novel terbaru Kak Adhitya Mulya yang judulnya Sabar Tanpa Batas

Novel Sabar Tanpa Batas ini menceritakan tentang tiga saudara; Cahyadi, Ike, dan Irma, yang berjuang untuk melanjutkan hidup setelah didera banyak masalah. Ibu mereka sudah meninggal. Ayah mereka yang bekerja sebagai penarik becak punya hobi berjudi dan saat sudah meninggal malah meninggalkan hutang gede dari rentenir. Cahyadi sebagai anak tertua harus memutar otak dan bekerja keras untuk bertanggung jawab atas hutang itu, sekaligus memastikan adik-adiknya bisa melanjutkan hidup dengan tenang.

Apa pun dilakukan oleh ketiganya. Ike jadi kuli setrika, Irma menjadi guru les catur, dan Cahyadi harus meninggalkan kedua adiknya dengan menjadi Anak Buah Kapal atau ABK. Perjuangan mereka tidak mudah dan untuk menghadapi itu semua butuh kesabaran besar.


Yang membuat cerita di novel ini berbeda karena tokoh di sini punya latar belakang hidup miskin. Tentu saja alur besarnya adalah bagaimana tokoh-tokoh ini berjuang untuk mendapatkan hidup yang lebih baik. Perjuangan inilah yang coba dipotret penulis dan saya berhasil dibuat menangis pada beberapa bagian ceritanya.

Di awal novel kita akan dibuat kesal oleh sosok ayah yang suka meminta uang anak-anaknya untuk judi dengan mengandalkan kalimat "Anak durhaka!" jika anaknya menentang. Saya kira setelah ayahnya meninggal kehidupan kakak adik ini akan lebih baik, eh ternyata ketiganya dihadang hutang rentenir. Beruntungnya si rentenir bukan tipikal bar-bar tetapi cara kerja peminjaman uang di mereka benar-benar mencekik.

Drama kakak adik selalu berhasil menyentuh perasaan saya. Di sini akan kita temukan contoh pengorbanan kakak laki-laki yang mau melakukan apa saja agar adik-adiknya sukses. Bagian ini akan memotivasi siapa pun untuk lebih sayang dan cinta kepada sesama saudara.

Selain urusan typo yang masih saya temukan beberapa di novel ini, saya juga agak kurang nyaman dengan cara penulis meringkas rentang waktu kisahnya. Saya paham kalau penulis harus bisa membawakan cerita bertahun-tahun tokohnya berkembang dan akhirnya dipilih bagian-bagian penting saja. Untuk novel ini jalan tadi membuat ceritanya tidak punya kedalaman emosi.

Menurut saya tipe cerita novel ini, yang rentang waktunya lama, memang harus dibikin menjadi paling sedikit 2 jilid dengan halaman tebal. Contohnya seperti novel The Good Earth (Bumi Yang Subur) karya Pearl S. Buck. Tujuannya agar pembaca bisa mendapatkan banyak detail dan drama. Contoh yang saya maksud adalah ketika Covid melanda, saya kurang menemukan emosi ketiga tokohnya kesusahan akan wabah ini. Padahal saya yang mengalami sendiri begitu terpengaruh dan kesusahan dengan situasi saat itu. Saya tegaskan lagi maksud saya adalah kurangnya pendalaman rasa pada ceritanya.

Novel ini bisa dikatakan sebagai pengingat kita kalau hidup yang baik mesti diperjuangkan. Pesan islami juga tersemat dengan apik seperti yang pernah ada di novel Sabtu Bersama Bapak. Dan yang tidak lepas dari gaya menulis Kak Adhit adalah sisipan humor yang masih garing. Sama garingnya dengan komedi yang ada di novel Sabtu Bersama Bapak. Namun tenang saja, itu enggak akan mengurangi rasa drama di novel ini.

Secara keseluruhan novel Sabar Tanpa Batas ini enak dinikmati dan membuat saya semakin sadar dengan perjuangan hidup sekaligus memotivasi untuk jadi orang yang lebih berguna dan bisa diandalkan baik sebagai anak maupun sebagai saudara. Saya merekomendasikan bacaan ini, siapa tahu bisa jadi adjusment pandangan hidup kita dalam lingkup keluarga.

Nah, sekian ulasan dan kesan saya setelah membaca novel Sabar Tanpa Batas. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Resensi Novel Sabtu Bersama Bapak - Adhitya Mulya

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]




Judul: Sabtu Bersama Bapak

Penulis: Adhitya Mulya

Penyunting: Resita Febiratri

Desain sampul: Prime Video & Falcon Pictures

Penerbit: GagasMedia

Terbit: 2023, cetakan kedua

Tebal: x + 278 hlm.

ISBN: 9786234930283


Dahulu saya pernah membaca buku ini tapi belum sempat diulas di sini. Begitu saya membeli buku terbaru dari penulis yang berjudul Sabar Tanpa Batas, saya memutuskan untuk membaca ulang lagi buku ini. Kesannya adalah perasaan melow yang membuncah dahulu, kini sudah enggak begitu terasa. Biar begitu ternyata masih ada bagian-bagian cerita yang hampir bikin saya menangis.

Novel Sabtu Bersama Bapak menceritakan tentang pelajaran hidup yang disampaikan seorang Bapak bernama Gunawan Garnida kepada kedua anak laki-lakinya, Satya Garnida dan Cakra Garnida, melalui video yang direkam dengan handycam, dan video itu ditonton setiap Sabtu sore. Sang Bapak menyiapkan video itu karena tidak ingin lepas tanggung jawab menemani kedua anaknya setelah ia berpulang karena kanker. 

Ternyata pelajaran hidup dari video itu sangat berguna ketika Satya dan Cakra sudah dewasa. Satya sudah menikahi Rissa dan mereka memiliki tiga anak laki-laki; Ryan, Miku, dan Dani. Konflik domestik mewarnai keluarga kecil itu. Satya berubah jadi bapak pemarah dan suami yang gemar menyalahkan istri. Sebuah email dari Rissa menjadi pukulan besar baginya dan Satya harus memperbaiki semuanya sebelum keluarga kecilnya hancur berantakan.

Sedangkan Cakra masih berusaha mencari jodoh setelah menurutnya persiapan ke jenjang pernikahan sudah dia rampungkan. Namun mencari pasangan hidup tidak semudah membalik telapak tangan. Saat dia menemukan gadis yang disukainya justru respon gadis itu dingin. Ia pun harus bersaing dengan rekan kerjanya yang sama-sama mengincar gadis itu.

Namun di luar masalah Satya dan Cakra, Ibu Itje, ibu mereka, pun sedang berjuang menyelesaikan masalahnya secara diam-diam, menghindari merepotkan kedua anaknya.



Novel ini berisi cerita drama keluarga yang penuh pelajaran hidup. Masalah yang disajikan penulis sangat relate dengan banyak orang, dan solusi yang dipilihkan pun masuk akal. Dua masalah utama di novel ini adalah bagaimana membangun rumah tangga yang baik dan bagaimana memilih pasangan hidup yang tepat.

Yang paling saya suka dari novel ini karena pesan Bapak lebih ditujukan untuk pembaca pria dan penyampaiannya tidak mendikte. Setelah membaca novel ini, saya terpengaruh untuk memperbaiki diri. Pria itu harus selalu punya rencana hidup yang jelas. Jangan mencari pasangan untuk melengkapi kekurangan kita tetapi sudah jadi kewajiban masing-masing untuk menguatkan value diri sebelum memilih pasangan.

Selain drama, sisi komedi pun diselipkan penulis untuk mengolok-olok kejombloan. Ini juga yang bikin novel ini terasa fresh. Dan saya juga suka dengan sampulnya yang versi series ini dibandingkan sampul versi film atau versi orisnialnya.

Secara keseluruhan, novel ini sangat layak dibaca dan pesan-pesan di dalamnya patut direnungkan untuk introspeksi diri. Saya merekomendasikan novel ini dibaca sebagai persiapan bagi siapa pun untuk berumah tangga. 

Nah, sekian ulasan saya untuk novel Sabtu Bersama Bapak. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!


Resensi Novel 1Q84 - Haruki Murakami

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul: 1Q84

Penulis: Haruki Murakami

Penerjemah: Ribeka Ota

Desain sampul: Andrey Pratama

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia | KPG

Terbit: Februari 2019, cetakan kedelapan

Tebal: viii + 516 hlm.

ISBN: 9786024240059


Sumpah, rasanya senang sekali bisa membaca novel tebal sejumlah 500 halaman. Pencapaian yang jarang didapat karena akhir-akhir ini saya kesulitan membaca buku sampai tuntas. Bisa begini pasti salah satu faktornya karena novel 1Q84 punya cerita yang menarik dan bagus.

Ini adalah kedua kalinya saya membaca tulisan Haruki Murakami. Dan ini pertama kalinya saya membaca tulisan beliau yang berupa novel. Buku sebelumnya yang saya baca berupa memoar berjudul What I Talk About When I Talk About Running.

Novel 1Q84 ini memiliki cerita paralel dua tokoh utama yaitu Tengo dan Aomame, yang terjadi pada tahun 1984 di Jepang.

Tengo adalah guru matematika di bimbel yang suka menulis. Dia kemudian dimintai tolong oleh seorang editor bernama Pak Komatsu untuk mempercantik naskah berjudul Kepompong Udara yang ditulis Fuka-Eri, gadis 17 tahun pengidap disleksia. Rencana ini beresiko besar. Kondisi Fuka-Eri pasti meragukan khalayak kalau dia bisa menulis naskah novel, apalagi jika tulisannya rapi dan lebih memikat. Tetapi Pak Komatsu secara meyakinkan akan mengambil tanggung jawab jika sesuatu yang buruk muncul.

Setelah memasuki proses penulisan ulang, mau tak mau Tengo pun mendalami naskah Kepompong Udara dan sosok Fuka-Eri. Banyak informasi baru tentang gadis itu yang membuat Tengo makin penasaran.  Salah satunya adalah asal Fuka-Eri yang ternyata dia itu pelarian dari sebuah komune besar misterius bernama Sakigake. Dari penuturan Profesor Ebisuno, orang tua Fuka-Eri merupakan anggota komune tadi, yang sudah 7 tahun hilang kabar sejak perubahan aneh pada komune tadi jadi sekte keagamaan yang tertutup. 

Tengo yakin naskah Kepompong Udara adalah gambaran situasi di dalam sekte yang tampaknya ingin disampaikan oleh Fuka-Eri. Dan Tengo pun memutuskan untuk terlibat dengan rencana Profesor Ebisuno untuk membongkar kegiatan sekte Sakigake, sekaligus mencari orang tua Fuka-Eri

Sedangkan Aomame adalah perempuan pembunuh bayaran yang hanya menerima pesanan untuk membunuh laki-laki bajingan. Biasanya korban yang diincar adalah pelaku kekerasan terhadap wanita baik kepada anak atau istri. Aksinya kemudian didukung oleh wanita tua yang sama-sama memiliki kesamaan nasib buruk dengan Aomame. 

Dan pada satu waktu, Aomame dikenalkan dengan Tsubasa, gadis 10 tahun yang jadi korban perkosaan brutal oleh pemimpin komune Sakigake. Dengan adanya korban Tsubasa, wanita tua itu semakin yakin kalau komune Sakigake sudah sesat dan ada praktik yang tidak benar. 

Aomame dan wanita tua tadi merencanakan untuk memberi pelajaran si pemimpin komune agar tidak ada korban lain. Tetapi rencana ini tidak bisa dilakukan sembrono sebab komune yang awalnya bergerak di bidang pertanian berubah menjadi sekte keagamaan dan menjadikannya sulit disentuh pihak luar.


1Q84-itulah nama yang kuberikan untuk dunia baru ini, Aomame memutuskan. Q adalah singkatan dari "question mark", tanda tanya. Dunia bertanya-tanya. (hal. 183)



Yang menarik dari novel 1Q84 ini karena memiliki cerita yang komplek dan penuh misteri. Banyak hal dibahas. Soal kegiatan penulisan dan penerbitan buku, soal praktik sekte yang mencurigakan, soal trauma dan soal pelecehan seksual. Saya tidak sampai kebosanan, justru saya dibuat penasaran dengan konflik besarnya. Dan buku jilid 1 ini bisa dibilang pintu pertama menuju pemecahan misteri di balik Sekte Sakigake yang sudah mempengaruhi Fuka-Eri dan Tsubasa hingga kondisi mereka jadi suram.

Pembagian dua sudut pandang yang bergiliran di setiap bab-nya (antara Tengo dan Aomame) pun jadi cara cerdas yang membuat saya betah melanjutkan membaca ceritanya. Dari awal saya yakin kalau Tengo dan Aomame pasti akan terhubung, hanya saya tidak tahu pada bagian mana mereka memiliki persinggungan. Dan begitu tiba di bagian tersebut, saya benar-benar senang. Akhirnya satu tanda tanya terjawab walau pun di dalam ceritanya mereka belum dipertemukan. Ini yang membuat saya pengen segera baca jilid selanjutnya.

Pembahasan soal sekte keagamaan yang menyimpang pun membuat saya semakin melek karena praktik ini ternyata ada juga di negara lain. Dan untuk sekte di buku ini, saya benar-benar mengecam dan marah. Terutama praktik yang mempersembahkan gadis yang belum haid kepada pemimpin sekte untuk dijadikan bagian ritual pencerahan dengan menyetubuhinya. Lebih gilanya lagi, orang tua korban justru yang mendorong korban untuk mengikuti ritual itu.

Dari segi teknis penulisan, saya suka dengan detail-detail yang disajikan. Penulis sengaja menggali pendalaman karakter dengan membongkar banyak hal seperti masa lalu, harapan, dan pemikiran-pemikiran atas kejadian yang dialaminya. Beberapa detail kayaknya tidak nyambung dengan alur utamanya tetapi itu jadi penegasan kalau karakter utama itu begini yang karena dulunya begitu, hukum sebab akibat.

Secara keseluruhan, saya benar-benar menyukai buku ini dan sangat merekomendasikan untuk dibaca. Tantangannya jelas berupa kesabaran karena novelnya tebal. Tapi saya bisa memastikan kalau kita sabar, kita akan merasa puas ketika sudah masuk lebih dalam di ceritanya.

Nah, sekian ulasan saya untuk novel 1Q84 ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!


Bebukuan April 2024


Halo! Apa kabar?

Kita sudah di awal bulan lagi dan tulisan ini adalah rekapan bebukuan selama bulan April kemarin. 

Untuk proses baca buku, saya merasa masih di tahap konsisten walau pun masih jadi pembaca santai. Saya enggak mau stres karena perubahan ini dan memilih untuk menikmati proses membaca ketimbang harus memaksa mengejar target jumlah tertentu.

Sedangkan saya masih terkendala dalam menulis ulasan. Setiap selesai baca buku dan disusul membuat ulasannya, saya sering terjebak kebingungan mau menulis poin-poin apa. Seringnya jika saya sudah menulis beberapa kalimat, kemudian dibaca ulang, saya kerap tidak puas dengan hasilnya dan tulisan tadi dihapus lagi. Makin ke sini makin terasa kalau tulisan saya terasa hambar. Tentu saja ini jadi PR saya ke depannya untuk belajar menulis agar hasil tulisannya lebih renyah, lebih baik, dan memikat.

Oya, tulisan ini adalah konten baru di blog ini dan insyaallah akan saya lanjutkan ke bulan-bulan selanjutnya. Artikel ini ditujukan untuk merekap buku apa saja yang sudah dibaca, buku apa saja yang didapatkan, dan buku apa yang akan dibaca selanjutnya. Sedikit tambahan jika ada gosip panas terkait bebukuan. 

Biar pembukaannya enggak kepanjangan, berikut adalah rekap Bebukuan April 2024:


Bacaan April 2024

Sepanjang bulan lalu saya berhasil membaca 2 buku dan mengulasnya.

1. Buku Sulung dan Nyonya Ai karya Sulung Landung

2. Buku Kumcer Cerita-Cerita Jakarta karya Ratri ninditya, Hanna Fransisca, dkk.


Koleksi April 2024


Saya berhasil mengurangi pembelian buku dan hanya menambah 3 buku saja.

1. Titipan Kilat Penyihir karya Eiko Kadono

2. Aliansi Monyet Putih karya Ramayda Akmal

3. Sabar Tanpa Batas karya Adhitya Mulya


Rencana Baca Mei 2024


Karena TBR 2024 sudah menumpuk jadi saya mau fokus menghabiskannya lebih dulu.

1. 1Q84 - Haruki Murakami

2. A Man Called Ove -  Fredrik Backman

3. Sabtu Bersama Bapak - Adhitya Mulya

4. Sabar Tanpa Batas - Adhitya Mulya

5. Storm Sister: The Sinking World - Mintie Das


Gosip Panas April 2024

1. Di lini masa X sempat ramai pembahasan sampul buku Rumah Untuk Alie yang mencomot bar-bar dari pinterest. Ilustrator sampulnya sudah meminta maaf dan membenarkan kalau desain yang diajukan hasil comot dan diakui sebagai karya pribadi kepada penerbit. Huft!

2. Kabar dari Kak Ziggy yang ternyata buku-bukunya sudah ditarik dari Penerbit Gramedia dan tengah mencari rumah baru. Menurut Kak Ziggy melalui tweetnya di X, judul-judul itu adalah Di Tanah Lada, Kita Pergi Hari Ini, Jakarta Sebelum Pagi, dan Kapan Nanti. Saya sendiri belum tahu pasti apa yang jadi penyebabnya.

***


Itu adalah rekapan Bebukuan April 2024 yang bisa saya rangkum. Harapan saya di bulan Mei ini semoga konsisten tidak membeli banyak buku dan mulai fokus menghabiskan TBR yang menggunung.

Nah, teman-teman sendiri bagaimana hasil rekapan Bebukuan April 2024 kemarin?