Tampilkan postingan dengan label resensi novel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label resensi novel. Tampilkan semua postingan

Februari 21, 2024

Resensi Novel Festival Hujan - Nurunala


Judul:
Festival Hujan

Penulis: Nurunala

Editor: Trian Lesmana

Sampul: Withly

Penerbit: Grasindo

Terbit: Desember 2023

Tebal: 200 hlm.

ISBN: 9786020530482


Setelah dua tahun berpacaran, Tahta memutuskan hubungan dengan Rania tanpa penjelasan yang tuntas. Di tengah Rania meratapi nasibnya, kemunculan pemuda yang mengontrak ruko di depan rumahnya menjadi momen untuk move on

Tama, pemuda tadi, membuka Tokko Bukku dan berkatnya Rania mulai suka membaca novel. Tama juga pendengar yang baik, dan kedekatan mereka memunculkan harapan baru yang perlahan memupus kesedihan sebelumnya. Tetapi, selama ini hanya Rania yang lebih banyak bercerita, dan ia pun sadar tidak mengenal Tama sebaik yang seharusnya.

***

Nurunala menjadi nama penulis yang cukup berkesan buat saya setelah membaca novel sebelumnya berjudul Seribu Wajah Ayah. Mau tak mau ekspektasi itu melekat juga waktu saya membaca novel ini.

Novel ini memiliki tema percintaan yang membahas soal konflik patah hati dan proses move on. Ceritanya akan sangat relate dengan anak muda yang masih kuliah. Penulis menggambarkan fase-fase yang terjadi selama seminggu setelah putus. Dan kalau menilik apa yang dialami Rania, saran yang menyebutkan kalau mau melupakan mantan harus punya pacar baru, ada benarnya juga. 

Inti sebenarnya dari saran tadi adalah bagaimana cara kita mengalihkan pikiran dari mengingat mantan. Dan jalannya yaitu dengan melakukan banyak aktifitas agar kita tidak terjebak di momen melamun. Keberadaan sahabat di saat patah hati juga bisa sangat membantu proses move on. Kalau tidak ada yang memaksa untuk bangkit, orang yang patah hati akan lebih senang meratapi nasibnya di kamar dan tangan sahabat bisa berperan untuk itu.



Di sini juga kita akan mendapatkan konflik keluarga terutama soal perceraian orang tua dan apa efeknya bagi anak. Alasan yang bikin orang tua Rania pisah itu umum banget, tak lain soal ekonomi. Makanya di tengah masyarakat sudah bukan rahasia lagi kalau soal ekonomi jadi penyebab utama kenapa pasangan bisa memutuskan cerai. 

Yang kadang luput dari keputusan cerai adalah efek yang timbul bagi anak. Meski seorang anak kelihatan bisa menerima keputusan cerai orang tuanya, bukan berarti ia tidak terluka. Bahkan ketika sudah agak dewasaan, si anak akan mencari sendiri siapa yang salah hingga orang tuanya pisah. Karena itu, ketika melakukan perceraian, orang tua harus bisa menyampaikan dengan bijak alasan yang membuat mereka pisah agar si anak tidak membatin.

Pemilihan judul mengandung kata 'hujan' membuat kita akan menduga kalau kisah di novel ini bakal sendu banget. Dan saya setuju dengan dugaan itu, konflik di novel ini berpotensi menguras air mata. Tetapi, saya tidak mendapatkan rasa sedih itu seperti ketika membaca novel Seribu Wajah Ayah. Dugaan saya karena penulis memilih menggali emosi lebih banyak di konflik putus cinta dan bukan menggali emosi soal apa yang dirasakan orang tua ketika anaknya putus cinta. Inti cerita begini sudah banyak dipakai penulis lain jadi kita sudah hafal kalau alurnya ya soal berjuang agar bisa move on. Dan untuk pembaca itu bukan sesuatu yang mengesankan lagi.

Soal pandemi pun tidak digambarkan sebagai sesuatu yang mencekam padahal ini bisa jadi penambah kesenduan bagi Rania. Dan saya merasa kalau situasi pandemi ini hanya sisipan semata, bukan situasi yang bisa diolah terutama soal kesuntukan masyarakat menghadapi ketidakpastian dengan musibah.

Sedikit menyenangkan saya ketika unsur literasi dipakai pada ceritanya. Selain ada toko buku, penulis juga menyebutkan beberapa judul novel dan kata-kata bagus di dalamnya. Disayangkan karena penulis memilih novel yang sudah terkenal seperti novel Haruki Murakami, Dee dan Tere Liye, dan bagi saya yang sudah membacanya tidak cukup terkesan dengan yang ditemukan Tama dan Rania. 

Akan lebih menarik kalau penulis memilih novel yang tidak begitu terkenal tapi bisa dilihat sisi bagusnya sesuai penilaian Tama. Pasti akan membuat pembaca novel ini berburu novel yang disebutkan, sebagai pembuktian apa iya novelnya sebagus itu.

Untuk karakter di sini, saya tidak bisa memilih yang paling disukai. Tadinya saya mau memilih Rania dan Biah, tapi setelah membaca bagian mereka bertengkar gara-gara Tama, saya memutuskan tidak mau. Momen itu aneh sih, saya merasanya pertengkaran mereka terjadi dengan tiba-tiba dan diselesaikan dengan cepat pula. 

Karakter Tama pun yang awalnya baik sekali harus dihancurkan dengan kenyataan yang ia sembunyikan. Bahkan cara dia berpikir soal hubungannya dengan Rania, tak lain seperti bajingan karena tidak tegas dan tidak mau rugi.

Secara keseluruhan, novel Festival Hujan ini bisa jadi bacaan yang bagus pas hujan sedang turun. Dan mungkin bakal cukup mengaduk-aduk emosi untuk pembaca yang belum baca novel Seribu Wajah Ayah. 

Sekian ulasan saya kali ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Februari 11, 2024

Resensi Novel Dongeng Binatang - Gita Karisma

Apolo menghampiri mereka, berkenalan satu demi satu (kalimat terakhir novel Dongeng Binatang)



Judul:
Dongeng Binatang

Penulis: Gita Karisma

Penerbit: Kakatua

Terbit: Februari 2019

Tebal: 176 hlm.

ISBN: 9786027328402


PREMIS

Di sebuah kandang kaca pada satu kebun binatang terdoktrin jika tikus-tikus terpilih yang diangkut oleh Penjaga akan dibawa ke Taman Surga. Di sana mereka akan bahagia dilimpahi gunung keju, sungai susu, dan hamparan kacang. Mereka dan kawanannya juga memuja kebaikan manusia yang sudah merawat dan memberi makan selama ini.

Dua tikus bernama Apolo dan Ganesa mendapatkan giliran dibawa Penjaga bersama tikus-tikus lainnya. Harapan mereka untuk sampai ke Taman Surga tidak semulus yang dibayangkan. Mereka sadar kalau tempat luas berisi kandang-kandang itu adalah Kebun Binatang. 

Apolo dan Ganesa dimasukan ke kandang Katak. Mereka masih belum sadar betul jika mereka adalah pakan untuk si Katak. Setelah menyaksikan salah satu tikus yang dilahap si Katak, Apolo cepat menyadari situasi meski masih ragu-ragu, melancarkan ide agar ia dan Ganesa bisa lolos dari kandang Katak.

Rencananya berhasil tetapi si Penjaga membawa mereka ke kandang pemangsa baru yaitu Ular. Kali ini giliran Ganesa yang mengakali si Ular dengan cerita sedih dan membuatnya melakukan tindakan yang mematikan. 

Lolosnya Apolo dan Ganesa dari dua pemangsa membuat si Penjaga curiga. Diputuskanlah mereka dibawa ke pemangsa yang lebih sadis yaitu Elang. 

Bagaimanakah nasib Apolo dan Ganesa selama di kebun binatang? 

Berhasilkah mereka menemukan Taman Surga yang selama ini dicarinya?



IDE CERITA

Karena buku ini menggunakan hewan sebagai tokoh utama, saya jadi ingat dengan buku Animal Farm yang ditulis George Orwell. Kesamaan lainnya kedua buku ini membahas pemberontakan para hewan dengan kesewenang-wenangan manusia yang mengeksploitasi hewan.

Tetapi menurut saya buku ini lebih seru karena penulis menggabungkan cerita hewan dengan cerita petualangan. Dua tokoh utamanya adalah tikus muda yang terlalu lama tinggal di kandang pemeliharaan sehingga keduanya tidak tahu apa pun di dunia luar. Makanya ketika mereka disajikan sebagai pakan untuk hewan lain, ada ekspresi takjub, terutama bagi Apolo yang tipikal hewan banyak tanya dan penasaran dengan segala hal.

Sepanjang perjalanan mencari Taman Surga, kedua tikus ini bertemu hewan lain yang membawa pengetahuan baru. Ada Kecoa, Nyamuk, Katak, Ular, Elang, Burung Gagak, Semut, Anjing, Kucing, Kuda, Keledai, Ayam, Sapi, dan masih ada beberapa lainnya. 

Melalui percakapan antara dua tikus dan hewan lain yang ditemui, banyak sekali sindiran yang ditujukan untuk manusia. Dari sudut pandang hewan, manusia dinilai sebagai mahluk jahat sebab memperlakukan hewan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka, tanpa memikirkan kebutuhan dan keinginan hewan.

Banyak aksi heroik yang dilakukan kedua tikus untuk mengakali manusia dan menyelamatkan hewan lain. Terutama ketika Apolo berada di Peternakan, terasa sekali perannya sebagai pahlawan bagi ayam, sapi, dan domba.

Saya juga sangat terhibur ketika dua tikus menunggangi Elang melakukan perjalanan panjang. Dan saya turut sedih ketika Apolo dan Ganesa terpisah karena jatuh sewaktu terbang bersama Elang. 

INTRINSIK

Keseluruhan alur dalam kisah Apolo dan Ganesa ini menggunakan alur maju. Kalau pun ada bagian yang membahas masa lalu, itu hanya penggalan cerita yang dituturkan hewan, tentang nasib mereka hingga berada di posisi saat ini. Kebanyakan memang hewan-hewan lain yang menceritakan kisahnya kepada si dua tikus.

Gaya bahasa penulis cukup rapi dan sederhana. Saya sangat menikmati diksi yang disusun, mengingat ini ceritanya tentang hewan, kalimat yang disusun tentu saja tidak boleh gegabah menyamakan dengan menceritakan tokoh manusia. Bahkan porsi pengetahuan para hewan sudah pas sesuai kecerdasan mereka, penulis mengakali dengan menggali kebiasaan hewan pada umumnya.

Apolo dan Ganesa yang jadi tokoh utama sebagai tikus memiliki karakter yang berlainan. Apolo adalah tikus yang serba penasaran dan banyak bertanya. Dan menurut saya dia tergolong tikus yang cerdas, cepat memahami situasi yang dihadapi, dan cukup berani mengambil resiko pada keputusan-keputusannya. Sedangkan Ganesa terkesan tikus yang tidak ambil pusing, jarang memikirkan secara mendalam, dan jujur saja perannya tidak sebanyak Apolo di cerita ini. Apalagi sewaktu mereka terpisah, tidak ada kelanjutan cerita Ganesa dan petulangannya, dan kisah utamanya hanya dari petualangan Apolo.

Setelah kelar membaca buku ini saya menangkap pesan kalau hewan itu tercipta dengan peran dan fungsinya masing-masing. Rasanya tidak ada hewan yang ada tapi sia-sia. Selain itu, saya juga membenarkan kalau manusia itu rumit, egonya tinggi, dan jarang yang menilai hewan dengan objektif. Mungkin beberapa manusia bisa dibilang serakah dan dibutakan nafsu duniawi sehingga bagi mereka hewan itu salah satu alat pemenuhan semata.

Saya juga rasanya kesal ketika membaca bagian kucing yang menilai manusia sebagai penyebab utama kenapa beberapa kucing kehilangan insting naluri hewannya. Kucing peliharaan kebanyakan kehilangan kemampuan memburu mangsa karena terlalu diberikan kemudahan oleh manusia. Manusia dengan arogan merubah tabiat hewan karena ego. Kejam banget nggak sih?

Kesimpulannya, saya suka dengan buku ini karena selain berisi kisah petualangan hewan, juga memiliki banyak sindiran untuk pembacanya, yang pasti adalah manusia, hahaha. Pokoknya buku ini sangat menghibur.

Oya, saya membaca novel ini melalui aplikasi Baca Kakatua. Kebetulan ebook ini sedang gratis untuk dibaca jadi kesempatan ini enggak boleh dilewatkan. Buku-buku lain harganya lumayan terjangkau. Dan aplikasi bacanya juga nyaman. Pengalaman yang menyenangkan sih ini.

Sekian ulasan saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Januari 31, 2024

Resensi Novel Heaven - Mieko Kawakami

Itu sekadar keindahan belaka, yang tak bisa kusampaikan kepada siapa pun, yang tak bisa diketahui oleh siapa pun (kalimat terakhir Novel Heaven; 232)


Judul:
Heaven

Penulis: Mieko Kawakami

Penerjemah: Ribeka Ota

Sampul: Ellen Halim

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia | KPG

Terbit: Desember 2023

Tebal: v + 232 hlm.

ISBN: 9786231341181


Perasaan saya sama, sama-sama marah, ketika menonton film atau membaca cerita yang ada unsur perundungan. Mungkin ini terjadi karena saya pernah di posisi korban pada jaman sekolah dulu. 

Memikirkan soal perundungan, selain pelaku salah, saya juga sering menyalahkan korban yang tidak berbuat apa-apa. Pikiran ini muncul saat saya sudah dewasa. Menyayangkan sekali dulu kenapa saya tidak berbuat apa-apa, saya penakut, saya pecundang, padahal saya yakin kalau pelaku perundungan dilawan, ceritanya akan berbeda. Itulah kenapa ketika keponakan saya pindah sekolah, saya selalu tanya apakah ada yang melakukan perundungan, dan jika ada, saya minta dia bawa pisau ke sekolah dan boleh menusuknya.

Barbar banget!

Karena saya tahu semua orang akan tutup mata dan telinga sebelum kasusnya menjadi parah. Jadi bukan hanya pelaku yang perlu digertak, orang sekitar pun perlu dikejutkan kalau perundungan bukan masalah sepele seperti anak-anak becandaan. 

Dan membaca tokoh utama di novel Heaven ini yang mengalami perundungan parah, saya pun ikut geram. Si aku, murid laki-laki, ini baru kelas dua SMP, dan dia memiliki kekurangan, matanya juling. Selama ini ia mengira kalau gara-gara matanya yang juling, dia jadi korban bully.

Si aku tidak sendirian jadi korban, ada murid perempuan yang sekelas dengannya, bernama Kojima yang bernasib sama. Melalui surat menyurat mereka memutuskan menjadi sekutu karena persamaan nasib. Mereka melakukan pertemuan diam-diam untuk saling kenal. Dengan saling balas surat mereka merasa menjadi normal di tengah perundungan yang mereka alami di sekolah.

Pertemuan dan surat membawa keduanya pada diskusi mendalam soal apa yang mereka alami. Keduanya mulai saling mengenal latar belakang keluarga. Keduanya kerap membahas makna hidup karena menjadi korban.

Saya sudah berharap kalau kedua korban ini akan membalik keadaan dengan melawan Ninomiya dan gengnya. Tetapi itu tidak terjadi. Perundungan parah yang dialami si aku membuatnya kerap berpikir untuk bunuh diri.

Lalu, sampai kapan keduanya jadi korban perundungan? 

Saya benci dengan karakter Kojima yang meromantisasi menjadi korban. Dia selalu berpikir kalau jadi korban pun akan ada makna hidupnya. TOLOL! Yang ada kalian tambah rusak selama menerima terus perundungan itu. Ketidaksukaan saya bertambah saat dia mengajak si aku untuk melakukan hal yang sama.

Isu perundungan sangat kental dibahas di novel ini. Bentuk perundungannya pun parah; disuruh membawa barang-barang Ninomiya, ditendang, dipukul pakai seruling, disuruh berlari, pernah dipaksa makan atau minum air kolam, air kakus, ikan mas, sisa-sisa sayur di kandang kelinci, disuruh makan kapur tulis, kepalanya dijadikan bola sepak, dan terakhir ditelanjangi agar melakukan hubungan seks sambil ditonton. Bagaimana enggak marah membaca bentuk perundungan begini?

Dan dari novel ini saya pun jadi tahu kalau kondisi keluarga sangat berpengaruh terhadap korban perundungan. Baik si aku dan Kojima ternyata berasal dari keluarga yang tercerai berai. Buat mereka susah menemukan pegangan ketika perundungan di sekolah membuat hidup mereka limbung, sehingga mereka bingung meminta tolong kepada siapa. Yang ada mereka memendamnya dan mengatakan kalau di sekolah mereka baik-baik saja.

Dialog antara si aku dan Momose cukup deep membahas antara perasaan korban dan pelaku. Korban akan menyalahkan pelaku karena melakukan perbuatan perundungan, dan pelaku akan menyalahkan korban karena mau saja dirundung. Jadi karena inilah saya sesekali menyalahkan korban juga. Di otak saya, para korban ini bisa minta tolong kepada keluarga atau siapa pun. Bisa melakukan perlawanan, bisa menarik perhatian kalau dia itu korban dan butuh ditolong.

"Artinya," sembari terkikik Momose melihatku, "sebenarnya tidak harus kau. Bisa siapa pun. Kebetulan kau di situ dan kebetulan suasan hati kami begitu. Dan kebetulan kedua hal itu punya titik temu. Itu saja." (hal. 156)

Sesederhana itu pelaku melakukan perundungan hanya karena kebetulan ketemu titik temu. Semacam iseng yang akhirnya dinikmati dan berkelanjutan. Dan lantas si korban akan mulai mencari pembenaran kekurangan dia kenapa jadi korban dan meratapi tanpa melakukan apa pun.

Huh... menulis ulasan ini pun berat karena membahas perundungan.

Penulis mencoba menyajikan tema yang sensitif dan ada di sekitar kita, dan itu berhasil. Kisah di novel ini tidak manis tapi patut dibaca agar kita paham ada dinamika apa sih dalam kasus perundungan. Puncak ceritanya bikin saya pengen tepuk tangan. Adegan epik yang dilakukan Kojima bener-bener di luar nalar. Dan sayangnya si aku tidak melakukan apa pun. Huft!

Membaca novel ini pun agak tersendat-sendat karena memang pembahasannya yang berat. Jadi sabar saja membacanya sambil menikmati sensasi yang timbul. 

Sampul novel ini simple banget. Ada gambar pesawat kertas untuk menunjukkan surat menyurat. Ada gambar mata juling juga sesuai tanda yang dipunyai tokoh utamanya. Lalu, pemilihan judul Heaven ini sebenarnya menunjuk ke sebuah lukisan di museum seni rupa, yang sayangnya tidak sempat dilihat oleh si aku sewaktu di sana.

Kesimpulannya, novel ini agak menguras emosi namun patut dibaca jika ingin tahu soal isi pikiran pelaku dan korban perundungan. Namun, saya kayaknya enggak akan baca ulang sebab agak mengusik hati ceritanya, haha.

Nah, sekian ulasan saya kali ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Januari 27, 2024

Resensi Novel Angsa Liar - Mori Ogai

Hanya satu hal yang jelas, aku tidak pantas menjadi kekasih Otama, maka lebih baik jangan menerka tentang hal yang bukan-bukan (kalimat terakhir Novel Angsa Liar; 145)


Judul:
Angsa Liar

Penulis: Mori Ogai

Penerjemah: Ribeka Ota

Penerbit: Taman Moooi Pustaka

Terbit: Oktober 2020

Tebal: iv + 156 hlm.

ISBN: 9786239018504


Ini pertama kalinya buat saya membaca buku yang diterbitkan Penerbit Moooi dan ternyata saya suka dengan bukunya. Novel Angsa Liar ini jadi novel pertama buat penerbit dan sebagai tanda tertulis angka satu di punggung bukunya. Cukup kreatif dan bikin saya pengen mengoleksi semua bukunya sampai lengkap.

Novel Angsa Liar ini menceritakan tentang pencerita yang membahas soal tidak terjalinnya hubungan antara Okada dan Otama, dan itu terjadinya 35 tahun lalu. Kemudian cerita meluncur bebas dan liar kepada tokoh-tokoh lain yang berada di sekitar mereka. Isunya lebih besar dari sekadar hubungan cinta-cintaan.

Yang paling mengena buat saya tentu saja isu soal perempuan kedua yang dimiliki lelaki dan mempengaruhi keluarga intinya. Suezo adalah gambaran pria yang dimabuk harta. Ketika sudah kaya, ia tergila-gila dengan perempuan muda dan menjadikannya gundik.

Sehebat apa pun bangkai disimpan, kapan waktu akan tercium. Itu yang terjadi, Otsune sebagai istri sah Suezo mengetahui juga kalau suaminya menyimpan perempuan lain. Sejak itu Otsune melihat Suezo dengan nilai yang berbeda. Melihat suaminya di dekat bikin geram, membiarkannya keluar rumah bikin ketar-ketir. Alhasil, bakti istri kepada suami sudah tidak tulus lagi dan segala-gala menjadi salah di matanya.

Dari sisi Otama sebagai gundik, ini bukan pilihan mudah. Hidupnya sudah sulit sejak lama, ia juga berharap bisa membuat ayahnya hidup enak setelah bertahun-tahun bekerja keras, dan begitu menjadi istri polisi, ia pun ditipu. Suezo datang di momen tepat dan Otama pun berusaha menjadi gundik yang baik. 

Tetapi menjadi sesuatu dengan cara salah tidak pernah berujung baik dan membahagiakan. Otama pun pelan-pelan membuang peran baiknya itu. Dia justru tertawan oleh pesona Okada, seorang mahasiswa. Namun, langkahnya tidak leluasa, dan mereka hanya bisa saling sapa lewat mata dan anggukkan kepala.

Lalu kenapa Okada dan Otama tidak bisa bersatu? Kalian baca saja novel ini.



Karena novel ini klasik, jadi memang butuh usaha untuk menyelesaikan membacanya walau pun halamannya tipis. Novel ini kebanyakan narasi dibandingkan dialog. Tampaknya karena penulis menggali detail cerita lebih banyak. Urutan jalan yang dilalui Okada saja dideskripsikan panjang lebar, bahkan jalur alternatifnya pun dibahas. Padahal menurut saya, susah juga buat membayangkannya.

Penulis juga bercerita dengan konsep akar serabut. Ada akar intinya, tapi lebih banyak lagi akar rambutnya ke kanan dan kiri. Awalnya membahas soal Okada, lalu disusul soal pertemuan Okada dengan Otama, dan cerita lanjut ke awal mula Suezo bisa jadi kaya dan bisa menjadikan Otama gundik, lalu di susul latar belakang Otama dan masih banyak lagi pinggiran-pinggian cerita yang menyamping.

Secara alur dan konflik, saya menyukai isinya. Cerita novel ini tuh relate dengan situasi saat ini, dimana banyak banget kasus perselingkuhan yang terekspos dan dari novel ini kita dikasih tahu dua sisi sudut pandang, sisi istri sah dan sisi pelakor. 

Walau pun isunya panas, namun penulis berceritanya dengan santun sekali. Bahkan di bagian ketika Otsune sudah dipuncak kemarahannya, penulis menceritakannya dengan slow saja. Jadi ketika selesai membaca novel ini, emosi kita bakal tetap aman terkendali.



Dugaan saya yang bikin cerita ini kalem karena setting-nya di Jepang pada jaman dulu kala. Di awal novel disebutkan kalau kejadiannya di tahun tiga belas atau sekitar 1880. Pada saat itu sastra belum kebentuk, novel luar belum banyak masuk ke Jepang, dan literasi hanya berbentuk majalah saja. Sehingga konflik sedemikan sensitif tidak digambarkan dengan brutal, berbeda halnya dengan kejadian saat ini.

Untuk kovernya sangat vulgar mempertontonkan sosok perempuan Jepang telanjang yang kayaknya sedang mencuci peralatan dapur. Hemm, kenapa dipilih kover ini ya?

Novel Angsa Liar ini saya rekomendasikan untuk kalian yang suka baca buku klasik, terutama literasi asia. Pengalamannya membacanya seru dan saya sangat menikmatinya.

Sekian ulasan saya untuk novel ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Januari 08, 2024

Resensi Novel Paris: Aline - Prisca Primasari

Dulu, Gagas Media termasuk penerbit yang kreatif dengan karyanya yang enggak ada matinya. Banyak buku bagus yang diterbitkan. Salah satu series yang terkenal adalah series Setiap Tempat Punya Cerita a.k.a STPC. Kalau mengintip di goodreads, totalnya ada enam buku. Dan novel Paris: Aline ini adalah buku pertamanya.



Judul: Paris: Aline

Penulis: Prisca Primasari

Editor: eNHa

Sampul: Jeffri Fernando

Ilustrasi isi: Diani Apsari

Penerbit: Gagas Media

Terbit: 2012, cetakan pertama

Tebal: x + 214 hlm.

ISBN: 9797805778

RINGKASAN

Aline Ofelif yang patah hati gara-gara pria yang ditaksirnya malah jadian dengan perempuan lain. Melalui pecahan porselen ia dipertemukan dengan pria yang misterius bernama Sena. Terlalu banyak tanda tanya mengenal Sena. Selain Sena, ada Kak Ezra yang lebih dulu dikenal Aline dan menunjukkan perhatian-perhatian. 

Kira-kira kepada siapa Aline akan menambatkan hatinya?

RESENSI

Menurut saya novel ini terasa manis, plus suasana romantis didukung penuh oleh lokasi cerita yaitu Paris. Saya lumayan takjub sih dengan awal mula pertemuan Aline dan Sena yang terhubung lewat pecahan porselen dan lokasi yang dipilih pun enggak biasa, monumen pemakaman. Rada ngeri-ngeri sedap ya, takut ketemu hantu, itu juga yang dialami Aline ketika menyanggupi janjiannya.

Selain itu saya juga memikirkan kira-kira Aline lebih pas berpasangan dengan Sena atau Kak Ezra. Jujur saja Kak Ezra ini sosok misterius tapi bisa diandalkan, dia bahkan menunjukkan bentuk perhatiannya dengan tindakan, bukan kata-kata saja, rela menemani Aline menunggu Sena datang dengan alasan mengamati sebuah gedung.

Yang mengganjal buat saya justru pada keputusan hati Aline yang naksir Sena padahal Sena itu menyebalkan dan seingat saya tidak banyak perhatian dan persinggungan antara keduanya. Bagaimana rasa sayang itu bisa muncul, bahkan mengalahkan perlakuan perhatian Kak Ezra yang nyata-nyata diterima Aline sejak ia tiba di Paris.

Kejadian Sena yang ditawan oleh pasangan Poussin juga membingungkan karena Sena itu bukan anak kecil harusnya dia bisa lebih tegas dengan hidupnya ketimbang memikirkan keluarga yang bukan siapa-siapanya. Istilahnya, dia lebih memikirkan kondisi keluarga orang lain dibandingkan kekhawatiran keluarganya sendiri. Dan apa yang dilakukan pasangan Poussin itu sudah tergolong kriminal, harusnya gampang dilaporkan ke polisi, tapi lagi-lagi Sena memberikan alasan yang menurut saya belum kuat kenapa dia memilih bertahan ditawan. 



Selain sisi romansa yang disajikan penulis, saya juga bersimpati dengan Sevigne Devereux, sahabat Aline, yang tengah berjuang dengan cita-citanya menjadi penulis. Kerasa banget kesulitan yang dihadapi dia, terutama mewujudkan keinginannya untuk menerbitkan karya. Selain itu, pilihan dia menjadi penulis juga dipandang sebelah mata oleh keluarganya. Tentu ini jadi pukulan keras dimana keluarga harusnya menjadi pilar pendukung utama tapi justru jadi penghambat utama. Huft!


"...Dia melihat salah satu tulisanku dan bilang semua itu tidak ada gunanya, buang-buang waktu, sampah..." (hal. 114)


Untuk sudut-sudut Kota Paris yang ditampilkan dalam cerita ini lebih variatif, tidak memilih yang ikonik banget yaitu Menara Eifel. Kita akan diajak ke Monumen Pemakaman Place de la Bastille, Museum Cluny, Beaumarchais Boulangerie, Kediaman Victor Hugo, Pemakaman Pere Lachaise, dan sudut-sudut Kota Paris lainnya yang dilewati oleh Aline atau pun tokoh lainnya. Ini memberikan wawasan baru buat pembaca soalnya beberapa novel yang mengambil setting di kota terkenal biasanya hanya menonjolkan lokasi ikonik saja tanpa mengajak berjalan-jaln lebih luas.

Gaya menulis Kak Prisca Primasari terbilang runut dan detail. Saya menikmati sekali diksi-diksi yang dirangkai penulis sehingga bisa membayangkan kelembutan, keromantisan, dan kehangatan kisah Aline dan Sena selama di Paris.

Penokohan di novel ini belum membuat saya suka dengan salah satunya. Karakter Aline Ofelif secara umum saya kutip seperti yang dituturkan oleh Sena, "Pikiran sempit, nggak percaya diri, tapi sok kuat. Melankolis tidak pada tempatnya. Suka berjibaku pada hal-hal tidak penting." Meski begitu, karakter Aeolus Sena pun tidak lebih baik dari Aline. Dia kurang tegas memilih keputusan, suka meremehkan hal-hal penting, dan kurang bertanggung jawab. Sedangkan Kak Ezra terlalu penutup dan lebih pemendam perasaan sehingga dia kena salip oleh Sena, hehe.



Kover novel Paris; Aline ini jadi template baku untuk series STPC ini. Warna dasar yang kalem dengan gambar vector di kasih judul yang bold. Dan yang paling keren, buku ini juga memberi postcard dengan ilustrasi yang cakep banget.

Novel Paris: Aline ini merupakan buku ketiga karya Kak Prisca Primasari yang saya baca. Sebelumnya saya pernah membaca Heartwarming Chocolate dan Kastil Es & Air Mancur Yang Berdansa.

Kesimpulannya, novel Paris: Aline ini kuat di bagian romantisnya dan bikin saya bernostalgia dengan kejayaan Penerbit Gagas Media yang kerap menerbitkan buku-buku jatuh cinta. Ceritanya sangat enak dinikmati dan pas untuk pecinta cerita cinta-cintaan.

Sekian ulasan saya untuk novel ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!


November 13, 2023

Resensi Novel A Friend's Goodwill - Denkus


Judul:
A Friend's Goodwill

Penulis: Denkus

Penyunting: Sari Mulia Eri

Desain sampul: Generared by AI

Penerbit: Bhuana Sastra

Terbit: November 2023

Tebal: 176 hlm.

ISBN: 9786230416132


Sempat kejar-kejaran dengan polantas, empat remaja yang membawa mayat ditangkap. [kalimat pertama, A Friend's Goodwill]



Empat siswa SMA; Langit, Iman, Satria, dan Hari, diamankan polisi setelah melarikan mobil menghindari razia. Dan saat mobil digeledah, di dalamnya ditemukan mayat temannya, Awan, yang mati dengan tusukan di leher. Penusukan terjadi di villa saat mereka liburan untuk merayakan ulang tahun Awan. Introgasi panjang dilakukan oleh polisi dan Langit terpojok dengan hasil yang dikemukakan ketiga temannya. Langit terus mengatakan kalau dia bukan pembunuh Awan walaupun dia pernah merisaknya di masa lalu.

Selama polisi menyelidiki kasus ini, Langit kembali memasuki kesehariannya sebagai murid sekolah. Tetapi semua sudah berbeda. Ketiga temannya keluar dari sekolah dan tidak ada akses untuk berkomunikasi. Banyak murid yang menuduhnya sebagai pembunuh dan beberapa di antaranya melakukan perisakan kepada Langit karena kebencian dengan tingkahnya di masa lalu.

Langit percaya kalau ketiga temannya pun bukan pembunuh Awan. Didukung dengan pernyataan Pak Bram, polisi yang menangani kasus ini, kalau pembunuhnya bukan di antara keempatnya, tetapi ada orang lain yang melakukannya, memotivasi Langit untuk mencari tahu siapa pembunuh Awan dan apa motifnya

Penyelidikan Langit selalu menemui kesulitan karena orang di sekitarnya sudah mencapnya sebagai pembunuh. Banyak pihak yang tidak percaya dan enggan untuk membantunya. 

Berhasilkah Langit menemukan pembunuh Awan dan membongkar apa motifnya?




Novel A Friend's Goodwill karya Denkus ini bergenre thriller mistery karena membahas soal kasus pembunuhan dan proses mencari tahu siapa pelakunya. Tipikal novel yang bikin penasaran karena penulis menebar petunjuk sedikit-sedikit pada setiap babnya lalu akan dibongkar menjelang ceritanya berakhir. Di sini pun sama, kita akan diberi tahu bertahap apa yang terjadi di masa lalu dan latar belakang dari tokoh atau pun sebuah peristiwa. Teknik ini kerap dipakai novel misteri dan membuat pembaca menebak-nebak siapa pelakunya dan bagaimana kejadiannya.

Isu yang diangkat penulis adalah perundungan di lingkungan sekolah SMA. Potret keadaan yang memang ada di sekitar kita. Beberapa kasus mencuat akhir-akhir ini di media sosial. Pelaku bukan hanya anak SMA saja, tapi ada juga yang anak SMP. Dilakukan bukan oleh anak laki-laki, tetapi ada juga anak perempuan. Miris sekali bukan?

Bentuk perundungan bisa bermacam-macam. Ada yang disuruh membelikan makanan, ada yang dipukuli atau ditendang, dan di novel ini lebih mengerikan lagi sebab ada adegan jari korban dipukul pakai palu oleh pelaku hingga jadi setengah buntung.

Pembaca akan diajak bersimpati dengan korban perundungan yang kebanyakan mental mereka ikutan rusak. Membuat trauma, dan tidak sedikit para korban memendam kebencian dan rasa marah yang dipendam dalam waktu lama. Di novel ini akan kita temukan beberapa korban yang dulunya dirisak justru berubah jadi perisak saat kesempatan itu datang. Bagai lingkaran setan, tidak berujung. Makanya pakar kesehatan selalu menekankan kesembuhan mental korban sebab jika tidak diatasi sampai tuntas ditakutkan si korban akan berubah jadi pelaku di masa depan.

Yang berbeda dari kasus perundungan lain, di novel ini kita akan mendalami perasaan pelaku yang bertobat. Bahkan di sini diceritakan kalau pelaku dan korban menjadi teman baik. Tapi tetap saja, cap perundung yang melekat susah dibersihkan. 

Tema keluarga dan persahabatan juga akan kita temukan di novel ini. Pada beberapa bagian penulis berhasil membikin saya menangis. Peran keluarga dalam kasus bully sangat penting, baik untuk korban maupun pelaku. Beberapa kali saya menangis karena terharu dengan hubungan Langit dan orang tuanya. Saya salut dengan papanya Langit yang bisa tegas pada kasus anaknya tetapi di sisi lain beliau juga menyayangi dengan gestur dan keputusan-keputusan bijak sebagai ayah.

Persahabatan Langit dengan Awan dan ketiga temannya merupakan gambaran kedewasaan dari anak SMA. Langit yang sedang menebus kesalahannya kepada Awan justru harus kehilangan karena kematian dan teman-teman Langit lainnya menopang dengan moral kalau yang kehilangan bukan dia saja, tapi semua. Pokoknya kita akan dibuat percaya kalau pelaku bully juga bisa tobat dan jadi lebih baik. Tetapi kalau di dunia nyata, entahlah ya.

Alur cerita di novel ini maju-mundur. Kita akan diajak melihat apa yang terjadi setelah Langit dan ketiga temannya bisa keluar dari kantor polisi setelah diintrogasi berjam-jam. Yang paling kentara adalah soal hukum sosial yang lebih mengerikan. Langit dibuat tak berdaya dengan tatapan nyinyir murid lain, tuduhan sebagai pembunuh, dan puncaknya sampai dia dilempar telur. 

Alur mundur akan muncul saat penulis membahas soal kejadian perundungan yang dilakukan Langit baik kepada Awan dan korban lainnya di masa lalu. Sekaligus penulis juga memberikan latar belakang kenapa Awan dan korban lainnya bisa jadi sasaran bully.

Banyak karakter yang muncul di novel ini tapi yang paling dominan dibahas adalah Langit. Dia murid SMA yang petantang-petenteng, suka merisak, tempramen, dan sok gagah-gagahan. Namun dia kemudian berubah jadi lebih baik. Menjadi sahabat yang bisa diandalkan, peka terhadap lingkungan sekitar, dan bisa menurut dengan orang dewasa. Ketiga temannya (Hari, Satria, dan Iman) menjadi karakter pendukung yang secara penggambaran belum kuat sebab mereka tampak menjadi nakal saat Langit nakal dan kemudian jadi baik saat Langit sudah tobat. Seperti mengikuti arah angin saja dan yang jadi anginnya yaitu Langit. Tidak ada penjelasan lengkap kenapa mereka ikut-ikutan apa yang dilakukan Langit.

Awan yang jadi korban pembunuhan tidak mendapatkan sorotan yang banyak sebab kita tidak bisa menyelami kedalaman karakter orang mati. Sebagian karakter yang dimunculkan dari tokoh Awan hanya melalui bagian-bagian masa lalu yang diceritakan ulang. Kita akan mengenal Awan sebagai sosok pemuda yang dermawan, suka membantu, baik, pekerja keras, dan menyayangi anak-anak.

Masih ada beberapa karakter pendukung lain yang memiliki peran penting misalnya korban bully lain seperti Nathan dan Miko. Ada juga karakter Nenek, Kenzo, orang tua Langit, murid-murid belajar pinggir kali, Pak Bram, dan guru di sekolah.

Dari keseluruhan karakter yang muncul, saya akui kalau penulis berhasil menghidupkan tokoh dengan baik dan memberi nyawa kepada alur cerita sehingga emosi dari mereka bisa sampai kepada saya sebagai pembaca. Ada poin yang bisa dikembangkan penulis yaitu soal gambaran fisik para tokohnya yang belum detail sehingga saya tidak bisa membayangkan Langit, Awan, Nathan, dan tokoh lainnya sosok seperti apa. Setelah selesai membaca novel ini saya masih menganggap mereka itu tetap di dua dimensi, sekadar tulisan nama karena poin tadi menurut saya belum terpenuhi.

Selain tipis, berkat gaya penulisan Kak Denkus yang lugas, to the poin, dan meringkas laju alur yang tepat membuat saya bisa menyelesaikan novel ini dalam sekali duduk. Setiap paragrafnya pun tidak disusun panjang-panjang jadi tidak bosan dengan ceritanya dan tahu-tahu sudah mau beres saja.

Kesimpulannya, novel A Friend's Goodwill ini mempunyai cerita menarik dan mengharukan. Kita akan dibuat lebih sadar tentang urgensi penyelesaian dan penanganan kasus bully. Bahaya perundungan bukan soal fisik saja, tetapi lebih dalam lagi karena menembus pada psikologi korban yang secara tidak kasat mata tetapi efeknya ada dan nyata.

Nah, sekian ulasan saya untuk novel ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



September 29, 2023

Resensi Novel 23:59 - Brian Khrisna


Judul:
23:59

Penulis: Brian Khrisna

Penyunting: Juliagar R. N.

Ilustrasi isi: Dalila Arrumaisha

Sampul: ORKHA CREATIVE

Penerbit: MediaKita

Terbit: Januari 2023

Tebal: iv + 232 hlm.

ISBN: 9789797946692

Novel 23:59 ini menceritakan hubungan Ami dan Raga yang sudah terjalin dua tahunan harus kandas. Raga memutuskan hubungan mereka tanpa penjelasan dan itu membuat Ami sangat patah hati.

Perasaan Ami hancur. Dia berusaha mencari tahu alasan kenapa Raga memilih pergi tapi tidak berhasil. Selama patah hati itu tak terbilang berapa kali dia menangis, berapa kali dia berusaha mengakhiri hidup. Beruntung Ami memiliki teman-teman dan keluarga yang memperhatikan dan menjaganya agar hal buruk tidak dilakukannya.

Ami mencoba move on dengan menerima Aransyah sebagai kekasih. Tetapi selama itu pula ia tidak bisa melupakan Raga. Walau Ami masih meradang dengan hubungan masa lalunya, Aransyah bersabar untuk terus di sisi Ami dan menerima semua perlakuan Ami yang belum sepenuhnya menganggapnya ada.

Athif, sahabat Raga, tahu betul apa alasan Raga pergi dan membiarkan Ami menderita begitu. Sebagai orang luar, Athif tidak bisa mencampuri masalah di antara keduanya. Bahkan di saat Ami dan Aransyah bertunangan, Athif tidak membuka mulut meski Ami mendesaknya.

Dua hari menjelang pernikahan, Ami bertekad untuk menyudahi meratapi nasib kegagalan hubungannya dengan Raga. Foto polaroid dan gelang manik-manik sejumlah 24 membawa Ami pada momen ajaib dan di sanalah dia menemukan jawaban apa yang membuat hubungannya dengan Raga tidak berhasil.

Membaca novel ini sangat mengaduk emosi. Banyak bagian cerita yang membuat saya sedih. Tema novel ini adalah tentang patah hati dan memaafkan masa lalu. Pasti banyak banget pembaca yang akan relate dengan kisah Ami dan Raga.

Saya sendiri punya pengalaman serupa, diputuskan tanpa penjelasan. Setahun saya merasa sakit di dada dan sulit tidur. Biar bisa istirahat, saya harus minum Antimo. Awalnya satu pil, makin lama tidak berhasil, dan sampai saya harus minum empat pil agar bisa tidur. Saat itu mau minum lima pil tapi saya diingatkan oleh kenalan seorang apoteker jika itu beresiko.

Saya baru benar-benar bisa ikhlas setelah setahun berlalu dan waktu itu saya memaksakan diri menemui dia untuk mengatakan maaf jika selama dengan saya dia tidak bahagia sampai akhirnya memutuskan pergi begitu saja. Pertemuan kurang dari lima menit itu berhasil membuat saya bisa move on sampai hari ini.

Menurut saya, ketika ingin mengakhiri hubungan, please, beri closure yang tuntas. Jika ada yang harus dijelaskan, tolong beri kesempatan untuk menjelaskan. Jangan sekali-sekali membiarkan salah satu pasangan menebak-nebak ada apa, siapa yang salah, dan sebenarnya ada masalah apa. Ibaratnya begini, selama berhubungan kita pelan-pelan mengikat benang ke sepuluh jari masing-masing. Lalu saat putus, ada dua benang di dua jari yang tertinggal tidak diputuskan. Mau berapa tahun pun kejadian itu, bagi salah satu pasangan akan menjadi beban yang belum selesai. Ini yang membuat susah untuk memulai dengan orang lain karena masih ada ikatan yang belum dituntaskan.

Eh, saya malah curhat, hehe. Tapi memang betul, berada di posisi Ami itu tidak enak. 


Secara penceritaan penulis, saya suka, karena runut dan utuh sehingga rasa dan emosi ceritanya sampai ke saya sebagai pembaca. Sedikit kekurangan, di sini banyak sekali paragraf narasi yang agak panjang. Bahkan untuk adegan dramatis pun dipangkas dengan narasi saja. Sayang sekali memang, padahal bisa makin membuat nangis kejer kalau part itu dibikin adegan. Contohnya ketika Ami marah, kesal, dan mencaci maki Raga, penulis merangkum dalam narasi, tidak ada detail caci maki Ami seperti apa.

Building karakter di novel ini cukup baik, terutama tokoh Ami dan Raga. Mungkin karena keduanya tokoh utama jadi karakter mereka menonjol. Walau pun tokoh Raga baru benar-benar akan kita kenali setelah mulai ketengah buku. 

Di awal buku kita akan kenal Ami sebagai gadis yang sendu akibat patah hati. Walau dulunya dia sangat cemerlang tapi setelah diputuskan Raga, karakternya menjadi mendung. Bagian cemerlang ini yang tidak saya rasakan, tahu-tahu sudah jadi gadis yang memprihatinkan.

Sedangkan Raga akan dikenalkan di awal sebagai pemuda yang berengsek karena membuat Ami menderita. Pengecut karena pilihan sikapnya untuk menunda penjelasan kepada Ami. Saya geram sekali saat tahu begitu. Tetapi setelah membaca momen ajaib itu, saya jadi ikut bersimpati. Sebagai lelaki, kita akan memperjuangkan sesuatu yang kita sukai dengan maksimal. Tetapi ada waktunya kita berhenti karena tahu kalau dipaksakan akan menimbulkan banyak ketidakbahagiaan. Ibaratnya, keinginan hidup itu enggak melulu akan terpenuhi, dan kadang kita harus berkorban untuk hal baik yang lebih banyak.

Untuk tokoh Athif sendiri cukup menyita perhatian. Awalnya saya kira dia akan punya momen penting di masalah Ami dan Raga, tetapi ternyata peran dia memang hanya sebagai katalisator bagi kedua sahabatnya itu.

Ada bagian yang tidak digali penulis yaitu bagaimana orang tua Ami menghadapi anaknya yang patah hati. Walau ibunya Ami sering menyumpahi Raga, tapi itu belum menunjukkan sisi orang tua dalam menghadapi anaknya yang dirundung pilu. Akan lebih pilu lagi jika ada bagian yang memaparkan sama terlukanya ayah dan ibunya Ami melihat anaknya yang putus harapan karena seorang Raga.

Oya, novel ini juga tergolong bacaan dewasa dan pembaca harus terbuka dengan sesuatu yang tabu. Sebab ada pernyataan yang menjelaskan kalau Ami dan Raga melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Secara terselubung penulis menganggap hal itu bukan masalah besar. Tapi bisa jadi untuk beberapa orang bagian ini tidak sependapat.


"Aku memang menyesal karena pada akhirnya kita enggak bisa bersama seperti semua rencana kita dulu, tapi untuk satu hal itu, enggak. Aku gak menyesal." (hal.152)

Secara keseluruhan, novel ini berhasil membuat saya sedih mengikuti kisah Ami dan Raga. Dan novel ini saya rekomendasikan buat pembaca yang suka cerita romansa tapi punya kisah yang bikin pengen nangis.

Oya, jangan lupa juga mendengarkan lagu dari Andre Mastijan yang judulnya Khianatiku.


Sekian ulasan novel ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!