Wrap Up: Maret 2020


Berubah itu ternyata butuh usaha luar biasa. Ini yang saya rasakan setelah bulan Februari kemarin saya sama sekali tidak berhasil membaca satu judul buku pun untuk diresensi. Begitu masuk Maret, saya mencoba melakukan dengan lebih santai dan berharap mood untuk membaca meningkat. Rupanya tidak sungguhan menjadi kenyataan. Saya tetap terseok-seok dan tidak begitu banyak membaca buku.

Mau tau gimana perkembangan saya dalam kegiatan membaca buku, yuk cek langsung di bawah ini:


BUKU YANG DIDAPATKAN DI JANUARI 2020

Karena saya kebetulan harus beli dompet baru dan lokasi tokonya deket dengan toko buku Gramedia, jadi saya menyempatkan mampir dulu. Memang sih saya sudah ada niatan mau beli buku nonfiksi untuk pengembangan diri. Nah, sewaktu di tempat kerja sempat mengintip aplikasi My Value untuk melihat ada voucher apa saja. Ketemulah dua voucher yang menggiurkan. 1) Voucher 30% untuk kategori buku Seni yang diterbitkan penerbit BIP. 2) Voucher 10% untuk semua buku terbitan Gramedia dan lininya.

Buku Mengatasi Masalah Besar Dalam Hidup karya Richard Carlson (88.200 - sudah diskon 10%)


Membaca sinopsis di belakang bukunya bikin saya yakin untuk membaca buku ini. Pilihan ini tentu saja bikin saya menunda membeli buku kedua Mark Manson yang judulnya Segalanya Ambyar. Biarlah buku Bang Manson dibeli di lain kesempatan, hehe.

Buku Bicara Itu Ada Seninya karya Oh Su Hyang (46.900 - sudah diskon 30%)


Jujur saja saya sempat membeli buku bajakannya karena waktu itu butuh untuk membuat artikel lomba. Eh rupanya lombanya nggak ikut, bukunya juga gagal dibaca. Begitu ada promo diskon yang lumayan gede ini, saya nggak melewatkan kesempatan untuk beli buku aslinya. Tetapi awal buku ini memang memikat banget, karena apa yang dibahas terhubung sekali dengan saya yang susah banget untuk memulai percakapan yang asyik. Dan semoga saja buku ini bisa membantu merubah kekakuan saya dalam berbincang-bincang.

Oya, buku ini sudah saya baca dan resensinya ada disini: [Buku] Bicara Itu Ada Seninya karya Oh Su Hyang

Total saya beli buku adalah 135.100,-

Novel Renegades karya Marissa Meyer


Novel ini saya dapatkan sebagai hadiah giveaway yang diadakan oleh toko buku AIAKAWA BOOKS di twitter. Waktu itu diminta menyebutkan quote yang bagus dari buku. Dan yang saya jawab adalah, "Merusak memang lebih mudah daripada memperbaiki." Quote ini ada di novel Asa Ayuni yang ditulis oleh Dyah Rinni.

Tanggal 23 Maret diumumkan pemenangnya dan saya baru liat di tanggal 24 Maret-nya. Hari itu juga saya langsung DM untuk konfirmasi sebagai pemenang. Barulah di tanggal 30 Maret buku itu sampai ke tangan saya. Sumpah, saya seneng banget karena memang sudah lama tidak pernah menang giveaway buku lagi. Sampai saya menulis artikel ini, bukunya sedang proses dibaca, hehe.

BUKU YANG DIBACA DI JANUARI 2020


  1. Buku Bicara Itu Ada Seninya karya Oh Su Hyang
  2. Novel Starting Over karya Titi Sanaria


Untuk bulan Maret ini memang belum banyak buku yang dibaca. Semoga bulan depan sudah bisa melahap lebih dari bacaan bulan ini. Semoga ya!

[Resensi] Starting Over - Titi Sanaria


Judul: Starting Over
Penulis: Titi Sanaria
Editor: Dion Rahman
Penata Letak: Debora Melina
Desainer Sampul: @Hayharits
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Terbit: Oktober 2019
Tebal Buku: 394 halaman
ISBN: 9786230007620 / 9786230007637 (digital)

Blurb
Hubungan mereka hanya berlandaskan physical attraction, awalnya Prita mengira begitu. Hanya ketertarikan fisik semata. Tidak lebih. Dia mengagumi Erlan yang tampan dengan setelan kantor yang membuatnya terlihat sempurna. Namun, waktu telah membantu dia menyadari bahwa perasaannya kepada laki-laki itu mulai berkembang.

Hanya ketertarikan fisik, Erlan mendengar pengakuan itu berulang kali dari mulut Prita. Sementara dia sendiri gamang atas perasaannya. Dia nyaman berada di sisi putri tunggal bosnya itu. Akan tetapi, logika terus mengingkari rasa bahwa dirinya telah jatuh cinta kepada Prita.

Ya, tidak ada jatuh cinta dalam kamus Erlan, awalnya begitu. Namun, apa yang kira-kira tidak bisa dilkaukan oleh kekuatan cinta?

#####

394 halaman merupakan pencapaian tertebal novel yang berhasil saya baca beberapa bulan ini. Awalnya saya cuma berpikir perlu membaca cerita dengan tokoh dewasa. Akhirnya saya memutuskan membaca novel Starting Over ini tanpa tahu tebalnya berapa halaman. Yang saya jadikan pertimbangan karena novel ini masuk ke lini citylite.

Ide Cerita
Novel Starting Over ini mengisahkan kisah roman antara Prita dan Erlan. Perbedaan karakter membuat kisah cinta mereka sangat berliku yang ada awalnya saya kira karena perbedaan kelas sosial. Prita Halim adalah anak tunggal bos besar Johny Halim, yang dilimpahi banyak kemewahan dan orang mengenalnya sebagai gadis yang manja, egois, bahkan sembrono. Sedangkan Erlan merupakan tangan kanan Johny yang gila kerja, menuntut sempurna, kaku, dan jarang ngomong selain untuk urusan kerjaan.

Keduanya sempat bertunangan dengan alasan masing-masing, tetapi bukan karena saling suka, jauh juga dari saling cinta. Namun, dewi asmara membolak-balik hati mereka dengan banyak konflik.

Konflik dalam novel ini pun tidak bergulat sekadar roman antara Prita dan Erlan tetapi penulis menyisipkan sisi lain kehidupan tokohnya seperti dinamika pekerjaan, latar belakang keluarga, dan keseruan persahabatan. Pokoknya bisa dikatakan paket komplit.

Gaya Menulis. POV. Plot. Karakter.
Sebagai pembaca yang baru pertama kali melahap karya Kak Titi Sanaria, saya suka dengan rangkaian kalimat yang disusun tanpa menggunakan banyak majas. Narasinya terbaca sangat lugas sehingga terkesan ceritanya lebih dinamis dan tidak bertele-tele.

Hanya saja saya beberapa kali melakukan skip terhadap paragraf yang isinya berupa pengulangan. Kebanyakan paragraf itu mengulang latar belakang Prita sebagai anak orang kaya, sebagai gadis yang pernah tersandung kasus pembunuhan, dan beberapa kali menyebut permakluman karakter Prita yang keinginannya harus terpenuhi. Mungkin tujuan penulis adalah menegaskan kembali.

Novel ini secara keseluruhan menggunakan sudut pandang orang ketiga yang serba tahu. Subjeknya lebih banyak menyoroti sisi Prita, walaupun di beberapa halaman berpindah menyoroti sisi Erlan. Dan pemilihan font yang berbeda ketika menceritakan kilas balik cukup membantu untuk mengidentifikasi kapan cerita sedang berlangsung sehingga pembaca tidak dibikin bingung, apalagi dibikin galau.

Untuk karakter utamanya tentu saja ada Prita dan Erlan. Prita ini memiliki sifat sembrono, cerewet, manja, dan banyak karater minus lainnya yang biasa ditempelkan pada anak orang kaya. Namun, bukan berarti dia tidak punya karakter baik. Karena dia itu tipe orang yang sangat tanggung jawab ketika menjalankan tugas yang diamanahkan kepadanya. Bahkan kalau mengerjakan hal yang dia suka, Prita akan melakukannya dengan kerja keras dan sepenuh hati.

Sedangkan Erlan, lelaki dewasa yang kaku, pintar, terjadwal, irit ngomong, banyak bersikap cuek. Namun jangan salah, dia bersikap begitu karena latar belakang masa kecilnya yang cukup menguras airmata. Tetapi sikapnya itu perlahan-lahan mengalami perubahan. Cukuplah untuk bikin pembaca nggak ikutan geram mengikuti interaksi dia dengan Prita.

Lalu, ada karakter pendukung yaitu: Felis (adik angkat Erlan), Ardhian (temen Prita, pacar Felis), Sebastian (asisten Erlan), Becca (sahabat Prita), Johny dan Yura Halim (orang tua Prita), dan yang paling konyol sekaligus menggemaskan adalah Orlin (asisten Prita). Karakter mereka cukup memberikan kesan dan bakal teringat mulu sampai saya benar-benar selesai membaca novel ini. Tentu saja ini keberhasilan penulis dalam memakaikan karakter kepada masing-masing tokohnya.

Bagian Favorit 

“Aku tertarik sama kamu, tapi aku belum siap untuk terlibat hubungan dengan seseorang.”

“Mungkin kamu akan menganggap apa yang aku katakan ini sebagai pembelaan diri untuk apa yang sudah aku lakukan. Dan itu mungkin memang benar. Tapi dibutuhkan lebih daripada sekadar ketertarikan fisik untuk menjalin hubungan.”

Dua penggalan kalimat di atas ada di halaman 211 dan merupakan awal ketika Erlan mulai terbuka dengan apa yang dia rasakan kepada Prita. Kenapa ini sangat berkesan? Karena Erlan dan Prita itu dua orang yang selalu mengingkari apa yang mereka rasakan. Dalihnya banyak dan semua hampir masuk akal. Kekurangannya hanya satu, keduanya tidak berani mengambil resiko untuk saling terus terang. Lebih banyak bersembunyi kepada alasan-alasan yang masih bersifat ‘seandainya’.

Petik-Petik
Urusan romannya, pembaca bakal diingatkan untuk bikin komunikasi yang efektif. Sehingga kalau suka katakan suka, kalau ada keinginan mohon disampikan. Nggak perlu melibatkan ‘seandainya’ yang justru membuat jarak untuk sebuah hubungan.

Untuk pesan lainnya adalah terkadang masa lalu yang pilu memang menyisakan luka. Tetapi bakal sampai kapan membiarkan lukanya tetap basah? Sedangkan kita diberikan pilihan lainnya, yaitu memaafkan. Pilihan ini jelas-jelas ampuh untuk menyembuhkan luka hati. Kita harus memilih, bukan memelihara luka.

Final. Rating.
Membaca kisah Prita dan Erlan ini cukup menguras emosi dan memberikan banyak perenungan terutama soal bagaimana menyikapi asmara dengan cara dewasa. Diseling juga dengan kekonyolan kaum bucin yang haus perhatian dan penuh drama, membuat novel ini terasa lebih berwarna. Akhirnya, saya memberikan nilai 4/5.

Cuplikan
  • “...Suka sama orang kan hak asasi manusia. Asal nggak maksa dia buat balas perasaan kita, wajar-wajar aja, sih.” – hal.16
  • “... Bahkan ada orang yang membenci kita hanya karena kita lebih kaya daripada mereka, tanpa tahu kerja keras yang kita lakukan untuk sampai pada titik ini.” – hal.20
  • Mengingat aib orang lain jauh lebih mudah dan menyenangkan daripada membicarakan kebaikannya. –hal.21
  • Hanya saja, orang memang tidak pernah menduga apa yang akan mereka dapatkan dalam hidup. Sama seperti kehilangan yang juga tidak bisa diperkirakan. –hal.49
  • Bertindak impulsif itu jatuhnya malah sering merugikan. –hal.58
  • “Memang ada orang yang sukses dalam pekerjaan, tetapi kehidupan sosialnya menyedihkan....” –hal.79
  • “Tapi orang yang kelihatannya menyenangkan itu bisa membawa masalah juga....” –hal.80

[Resensi] Bicara Itu Ada Seninya - Oh Su Hyang


Judul: Bicara Itu Ada Seninya
Penulis: Oh Su Hyang
Penerjemah: Asti Ningsih
Penyunting: Yosepha Ary Hascaryani. K
Desain: Aditya Ramadita
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer (BIP)
Terbit: Desember 2019, cetakan kedua
Tebal: xvi + 240 hal.
ISBN: 9786024553920

Saya memutuskan membeli buku ini karena judulnya menarik. Saya merasa butuh bantuan dan latihan untuk bisa berbicara dengan baik karena dalam kehidupan sosial saya kesulitan memulai pembicaraan. Sehingga saya berharap pada buku ini akan menemukan beberapa tips untuk melakukannya.

Sepanjang membaca buku ini memang saya menemukan banyak tips terkait berbicara. Beberapa saran memang bisa dipakai. Tetapi, banyak juga yang akhirnya tidak bisa saya pakai.

Contohnya, di halaman 10–12, kita akan diberitahu cara melatih logika dalam berbicara: berikan alasan tepat untuk argumen anda, hindari lompatan logika dan melebih-lebihkan, konsisten dalam bersikap, gunakan kata-kata sederhana, dan tetap tenang.

Contoh lainnya mengenai berbicara menggunakan storytelling yang baik harus memenuhi syarat seperti tema, konflik, simpati dan solusi. Syarat tambahannya berupa pembalikan dan alasan. Lebih jelasnya kita bisa membaca di halaman 16–18.

Bagi kalian yang termasuk tipe orang yang gugupan, penulis juga memberikan tips cara menghilangkan kegugupan yaitu: membuat karikatur pendengar, menghindari merendahkan kapasitas diri saat memperkenalkan diri, mempelajari konten dengan baik, dan mengucapkan “mantra” dengan penuh keyakinan.

Dan masih banyak lagi tips yang dibagikan penulis, yang kemudian dirangkung dalam catatan saya sebagai berikut: 

  1. Lima unsur nonverbal untuk memikat hati pendengar (hal. 27-30).
  2. Tiga kunci menjadi sukses dengan bertingkah seperti orang sukses (hal. 40).
  3. Tiga keterampilan dalam berbicara (hal. 59-61).
  4. Empat teknik mendengarkan (hal. 95).
  5. Delapan unsur untuk mmebuat plot yang kokoh (hal. 113-118)
  6. Sepuluh rahasia pembiacaran komunikatif ala Yoo Jae Suk (hal. 142-143).
  7. Empat unsur menghadirkan irama dalam berbicara (hal. 149-150).
  8. Empat tipe presentasi yang tidak cukup persiapan (hal. 168-169).
  9. 4P mempersiapkan presentasi yang baik (hal. 170-171).
  10. Tiga cara membentuk suara (hal.200-201).

Dari beberapa tips berbicara yang dibagikan penulis ternyata dapat diaplikasikan dalam membuat tulisan. Misalnya menggunakan kata-kata yang sederhana, menggunakan perumpamaan, dan yang paling berhubungan dengan membuat tulisan adalah tips delapan unsur untuk membuat plot yang kokoh.

Keunggulan buku ini selain isinya banyak berupa tips, penulis juga menceritakan banyak tokoh yang menurutnya merupakan pembicara yang handal. Seperti Oprah Winfey, Barack Obama, dan tokoh-tokoh dunia lainnya.

Yang membuat saya kurang suka dengan buku ini adalah tips yang diberikan pada akhirnya ditujukan untuk berbicara dalam situasi formal. Misalnya berbicara untuk presentasi, berbicara sebagai presenter acara, dan bahkan berbicara sebagai pekerja penjualan. Padahal saya berharap akan mendapatkan inspirasi memulai pembicaraan dalam konteks hubungan personal. Karena kendala saya saat ini adalah tidak bisa memulai pembicaraan dengan orang sekitar secara luwes.

Karena alasan di atas, saya sangat rekomendasikan buku ini untuk kalian yang membutuhkan nasihat cara berbicara dalam dunia pekerjaan yang membutuhkan keahlian berbicara yang baik. Saya kira semua saran di buku ini akan sangat berguna sekali.

Akhirnya saya memberikan nilai 3 dari 5 untuk buku ini.

Wrap Up: Februari 2020


Bulan Februari sudah berlalu lama. Tetapi saya baru bisa memunculkan artikel wrap-up sekarang. Awal bulan Maret ini saya memang sedang kelelahan karena habis UTS di kampus. Jangankan untuk mengedit draft artikel ini, waktu tidur saja rasanya kekurangan. Makanya artikel ini baru saya edit baru-baru ini.

Saya juga mengakui kalau bulan Februari kemarin kegiatan ngeblog saya menurun karena banyak banget kendala. Misalnya, ada pemeriksaan audit yang menguras pikiran dan waktu, dan saya sakit berkali-kali dengan penyakit yang beda-beda. Pokoknya sakitnya bertubi-tubi.

Sebagai sebuah tanggung jawab kepada diri sendiri, tetaplah saya bikin artikel ini. Dan berikut adalah ulasannya:

BUKU YANG DIDAPATKAN DI FEBRUARI 2020

Novel Patah Hati di Tanah Suci karya Tasaro GK (45K), Novel Sudut Mati karya Tsugaeda (32K), Novel Spammer karya Ronny Mailindra (15K), Novel Raksasa Dari Jogja karya Dwitasari (15K)



Pada kunjungan kedua di bazar Out of The Boox, saya membeli empat novel secara random. Novel Patah Hati di Tanah Suci saya beli lantaran saya memang menyukai penulisan Bang Tasaro. Dan sejauh ini saya baru pernah membaca karya beliau yang berjudul Sewindu. Buku trilogi Muhammad karya Bang Tasaro belum kesempatan saya beli karena harganya masih lumayan. Semoga saja saya segera berjodoh membaca trilogi Muhammad-nya.


Novel Sudut Mati karya Tsugaeda saya beli karena racun dari Mbak Aya, pemilik chanel youtube Kanaya, yang pernah menyebutkan informasi karya terbaru Tsugaeda. Dia ini penulis yang pernah membuat dua buku thriller: Rencana Besar dan Sudut Mati. Begitu melihat buku ini ada di bazar, saya langsung memutuskan untuk membelinya. Sempat juga mencari buku Rencana Besar, tapi saya tidak menemukannya di bazar.


Novel Spammer ini saya tahu pas ada giveaway-nya. Namun pada saat itu saya belum beruntung mendapatkan buku ini. Dan begitu melihat di bazar, ya saya harus beli. Penasaran juga sama ceritanya yang membahas soal dunia internet begitu.


Sedangkan novel Raksasa Dari Jogja ini saya beli lantaran pas ke bazar itu, saya sudah memegang tiga buku cerita yang menurut saya terbilang berat dan bacaan serius. Saya merasa butuh buku yang punya cerita manis. Dan pilihan saya ke buku ini.

Jadi total saya beli buku seharga 107K

Buku Tiba Sebelum Berangkat karya Faisal Oddang (60K)


Setelah siangnya mampir ke bazar Out of The Boox, sehabis Maghrib saya mampir ke bazar Gramedia. Sayangnya di bazar ini tidak terlalu banyak buku yang diobral. Dan kebanyakan buku lawas. Saya selalu rutin datang ke bazar Gramedia, dan tahu kalau koleksi buku di bazar kali ini tidak jauh berbeda dengan koleksi pada bazar sebelumnya. Daripada saya pulang dengan tangan hampa, sedangkan saya sudah menyisihkan waktu untuk ke bazar ini, saya naik ke lantai 3, ke toko bukunya.

Cukup alot juga menimbang buku mana yang mau dibeli. Sempat mengambil dua sampai tiga judul sebelum akhirnya memilih satu. Dan pilihan mantapnya tentu saja ke buku karya Faisal Oddang yang judulnya Tiba Sebelum Berangkat. Sebelumnya saya pernah membaca karya dia yang Puya Ke Puya. Dan memang bukunya itu bagus. Akhirnya saya akan berkenalan lagi dengan karya dia yang lain.

Total saya beli buku seharga 60K

BUKU YANG DIBACA DI FEBRUARI 2020

Miris sekali untuk bulan ini saya belum menuliskan satu resensi buku. Saya sebenarnya sudah membaca buku Langit Merbabu karya Rons Imawan, tetapi belum berhasil menuliskan resensinya karena saya sangat takjub dengan bukunya. Dan rencananya saya akan membaca ulang bukunya supaya saya bisa memikirkan bagaimana baiknya menuliskan resensi buku yang mengguncang saya sebagai pembaca. Keluhan saya soal susahnya meresensi bisa dibaca di artikel "Susahnya Menulis Resensi Buku"

Saya juga sempat membaca juga novel Raksasa Dari Jogja, sudah sedikit lagi tuntas tetapi saya diserang sakit sehingga susah untuk melanjutkan membaca bukunya. Rasanya super malas pas kondisi badan kurang fit untuk diajak membaca buku.

Jadi, dengan sangat menyesal untuk bulan Februari 2020 ini saya tidak punya daftar buku yang sudah selesai dibaca.

Semoga saja di bulan Maret 2020 ini, saya kembali giat di kegiatan blog dan kegiatan membaca bukunya juga lancar jaya. Amin!

(Padahal sampai saya meng-edit artikel ini belum juga ada artikel atau resensi yang baru, hehe, maafkan daku....)