Resensi Novel 1Q84 - Haruki Murakami

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul: 1Q84

Penulis: Haruki Murakami

Penerjemah: Ribeka Ota

Desain sampul: Andrey Pratama

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia | KPG

Terbit: Februari 2019, cetakan kedelapan

Tebal: viii + 516 hlm.

ISBN: 9786024240059


Sumpah, rasanya senang sekali bisa membaca novel tebal sejumlah 500 halaman. Pencapaian yang jarang didapat karena akhir-akhir ini saya kesulitan membaca buku sampai tuntas. Bisa begini pasti salah satu faktornya karena novel 1Q84 punya cerita yang menarik dan bagus.

Ini adalah kedua kalinya saya membaca tulisan Haruki Murakami. Dan ini pertama kalinya saya membaca tulisan beliau yang berupa novel. Buku sebelumnya yang saya baca berupa memoar berjudul What I Talk About When I Talk About Running.

Novel 1Q84 ini memiliki cerita paralel dua tokoh utama yaitu Tengo dan Aomame, yang terjadi pada tahun 1984 di Jepang.

Tengo adalah guru matematika di bimbel yang suka menulis. Dia kemudian dimintai tolong oleh seorang editor bernama Pak Komatsu untuk mempercantik naskah berjudul Kepompong Udara yang ditulis Fuka-Eri, gadis 17 tahun pengidap disleksia. Rencana ini beresiko besar. Kondisi Fuka-Eri pasti meragukan khalayak kalau dia bisa menulis naskah novel, apalagi jika tulisannya rapi dan lebih memikat. Tetapi Pak Komatsu secara meyakinkan akan mengambil tanggung jawab jika sesuatu yang buruk muncul.

Setelah memasuki proses penulisan ulang, mau tak mau Tengo pun mendalami naskah Kepompong Udara dan sosok Fuka-Eri. Banyak informasi baru tentang gadis itu yang membuat Tengo makin penasaran.  Salah satunya adalah asal Fuka-Eri yang ternyata dia itu pelarian dari sebuah komune besar misterius bernama Sakigake. Dari penuturan Profesor Ebisuno, orang tua Fuka-Eri merupakan anggota komune tadi, yang sudah 7 tahun hilang kabar sejak perubahan aneh pada komune tadi jadi sekte keagamaan yang tertutup. 

Tengo yakin naskah Kepompong Udara adalah gambaran situasi di dalam sekte yang tampaknya ingin disampaikan oleh Fuka-Eri. Dan Tengo pun memutuskan untuk terlibat dengan rencana Profesor Ebisuno untuk membongkar kegiatan sekte Sakigake, sekaligus mencari orang tua Fuka-Eri

Sedangkan Aomame adalah perempuan pembunuh bayaran yang hanya menerima pesanan untuk membunuh laki-laki bajingan. Biasanya korban yang diincar adalah pelaku kekerasan terhadap wanita baik kepada anak atau istri. Aksinya kemudian didukung oleh wanita tua yang sama-sama memiliki kesamaan nasib buruk dengan Aomame. 

Dan pada satu waktu, Aomame dikenalkan dengan Tsubasa, gadis 10 tahun yang jadi korban perkosaan brutal oleh pemimpin komune Sakigake. Dengan adanya korban Tsubasa, wanita tua itu semakin yakin kalau komune Sakigake sudah sesat dan ada praktik yang tidak benar. 

Aomame dan wanita tua tadi merencanakan untuk memberi pelajaran si pemimpin komune agar tidak ada korban lain. Tetapi rencana ini tidak bisa dilakukan sembrono sebab komune yang awalnya bergerak di bidang pertanian berubah menjadi sekte keagamaan dan menjadikannya sulit disentuh pihak luar.


1Q84-itulah nama yang kuberikan untuk dunia baru ini, Aomame memutuskan. Q adalah singkatan dari "question mark", tanda tanya. Dunia bertanya-tanya. (hal. 183)



Yang menarik dari novel 1Q84 ini karena memiliki cerita yang komplek dan penuh misteri. Banyak hal dibahas. Soal kegiatan penulisan dan penerbitan buku, soal praktik sekte yang mencurigakan, soal trauma dan soal pelecehan seksual. Saya tidak sampai kebosanan, justru saya dibuat penasaran dengan konflik besarnya. Dan buku jilid 1 ini bisa dibilang pintu pertama menuju pemecahan misteri di balik Sekte Sakigake yang sudah mempengaruhi Fuka-Eri dan Tsubasa hingga kondisi mereka jadi suram.

Pembagian dua sudut pandang yang bergiliran di setiap bab-nya (antara Tengo dan Aomame) pun jadi cara cerdas yang membuat saya betah melanjutkan membaca ceritanya. Dari awal saya yakin kalau Tengo dan Aomame pasti akan terhubung, hanya saya tidak tahu pada bagian mana mereka memiliki persinggungan. Dan begitu tiba di bagian tersebut, saya benar-benar senang. Akhirnya satu tanda tanya terjawab walau pun di dalam ceritanya mereka belum dipertemukan. Ini yang membuat saya pengen segera baca jilid selanjutnya.

Pembahasan soal sekte keagamaan yang menyimpang pun membuat saya semakin melek karena praktik ini ternyata ada juga di negara lain. Dan untuk sekte di buku ini, saya benar-benar mengecam dan marah. Terutama praktik yang mempersembahkan gadis yang belum haid kepada pemimpin sekte untuk dijadikan bagian ritual pencerahan dengan menyetubuhinya. Lebih gilanya lagi, orang tua korban justru yang mendorong korban untuk mengikuti ritual itu.

Dari segi teknis penulisan, saya suka dengan detail-detail yang disajikan. Penulis sengaja menggali pendalaman karakter dengan membongkar banyak hal seperti masa lalu, harapan, dan pemikiran-pemikiran atas kejadian yang dialaminya. Beberapa detail kayaknya tidak nyambung dengan alur utamanya tetapi itu jadi penegasan kalau karakter utama itu begini yang karena dulunya begitu, hukum sebab akibat.

Secara keseluruhan, saya benar-benar menyukai buku ini dan sangat merekomendasikan untuk dibaca. Tantangannya jelas berupa kesabaran karena novelnya tebal. Tapi saya bisa memastikan kalau kita sabar, kita akan merasa puas ketika sudah masuk lebih dalam di ceritanya.

Nah, sekian ulasan saya untuk novel 1Q84 ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!


4 komentar:

  1. Cerita novel yang menarik
    reviewnya jadi membuat penasaran

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Kang sudah mampir. Bener, Kang, cerita novelnya menarik dan seru.

      Hapus
  2. Aku kaget baca buku series ini. Haha. Isinya bikin terkejut. 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Kak Ila, lumayan mengejutkan isinya. Dan saya bener-bener penasaran sama kelanjutannya. Novel Jilid 2 nya baru dibeli kemarin, masih dalam perjalanan. Semoga bisa segera melanjutkan membaca kisah Tengo dan Aomame.

      Hapus