
Ungkapan di atas saya ungkapkan setelah beberapa detik menyelesaikan novel The Girl On Paper ini. Ada perasaan membuncah yang susah diungkapkan. Banyak hal positif yang saya terima dari Tom Boyd, Billie, Milo, dan Carole. Saya harus menegaskan, “Siapa pun kalian yang mengaku suka baca buku, rugi sekali tidak membaca buku ini!”.
Judul: The Girl On Paper
Penulis: Guillaume Musso
Penerjemah: Yudith Listiandri
Penyunting: Selsa Chintya
Proofreader:
Titish A.K.
Desain
Kover: Chyntia Yanetha
Penerbit: Penerbit Spring
Terbit: September 2016
Tebal buku: 448 halaman
ISBN: 9786027432246
Harga buku: Rp85.000
Buku ini
dibuka dengan prolog yang unik, perpaduan cuplikan berita koran yang
memberitakan penulis best seller
bernama Tom Boyd dan pianis Aurore Valancourt Laureate, dan email dari pembaca
sekaligus penggemar Tom. Selain berita kesuksesan Tom dan Aurore, ada juga
berita hubungan mereka yang menjalin cinta hingga berita mereka putus.
Efek putus
cinta membuat Tom terpuruk dan tidak bisa menulis. Kedua sahabatnya, Milo dan
Carole berusaha mengembalikan gairah hidup Tom. Lalu pada suatu malam berhujan,
Tom bertemu dengan perempuan yang mengaku bernama Billie, salah satu tokoh
dalam novelnya. Billie mengaku jatuh dari novelnya yang salah cetak.
Tom susah
untuk mempercayai Billie. Lalu keduanya terikat perjanjian. Jika Tom mau menuliskan
novel ketiga dari Trilogie Des Anges agar Billie bisa kembali ke dalam buku, Billie akan membantu Tom mendapatkan
kembali Aurore. Berhasilkah perjanjian tersebut dipenuhi Tom dan Billie?
Ternyata
novel The Girl On Paper adalah novel
pertama dari Guillaume Musso yang diterjemahkan ke bahasa indonesia. Aslinya, novel ini sudah diterjemahkan ke 25 bahasa, termasuk bahasa indonesia. Dengan tema
percintaan, persahabatan, petualangan, profesi kepenulisan, penulis meramu
dengan porsi seimbang, masing-masing 25%. Plot yang digunakan campuran, maju
mundur. Ada beberapa bagian cerita yang merupakan kilas balik dari para tokoh.
Bagian lain
yang menyenangkan buat saya ketika Tom dan Billie melakukan perjalanan ke
Meksiko untuk bertemu Aurore yang sudah memiliki pacar baru seorang pembalap
F1. Pada bagian ini penulis mengobrak-abrik rasa kedua tokoh yang tidak saling
suka menjadi suka melalui banyak kejadian yang pada akhirnya menjadi kenangan
spesial untuk keduanya. Yang melekat di ingatan saya adalah ketika mereka
singgah di bar dan terlibat percakapan yang menyakitkan.
“Kenapa... kenapa kau membuatku mengalami semua penderitaan itu dalam novelmu?” [hal. 173]
Selain cerita
Tom dan Billie, buku ini mengupas Milo dan Carole. Bentuk persahabatan yang
sangat tulus dan penuh liku. Persahabatan yang layak diteladani kita semua.
Pada bagian akhir buku, penulis belum cukup rela untuk membuat ceritanya mudah.
Lagi-lagi gambaran persahabatan diungkap secara gamblang dan mengharukan.
“Tidak, Tom. Masalahmu adalah masalahku. Kurasa itulah persahabatan, bukan begitu?” [hal. 28]
Saya kasih
tahu juga, buku yang gagal cetak sejumlah 99.999 dihancurkan. Menyisakan 1 copy
yang oleh penulis dibawa berkelana jauh melalui beberapa pemilik yang mempunyai
kisah unik masing-masing. Mengingatkan kepada kita, di belahan bumi lain ada
mereka-mereka yang memiliki kehidupan berbeda, memiliki masalah berbeda,
memiliki pandangan berbeda, namun perbedaan itu ternyata indah untuk
diceritakan, justru tidak untuk diperdebatkan.
Menjelang akhir cerita, pembaca (saya) dibuat gemes dengan fakta mengenai sosok Billie ini. Fakta yang tidak membuat cerita berakhir begitu saja. Dan jujur saya merasa sedih ketika ceritanya berakhir. Lalu saya pun berharap penerbit Spring bisa menerbitkan novel Guillaume Musso yang lainnya. Saya penasaran dengan kisah-kisah seru, bagus dan apik dari beliau.
Menjelang akhir cerita, pembaca (saya) dibuat gemes dengan fakta mengenai sosok Billie ini. Fakta yang tidak membuat cerita berakhir begitu saja. Dan jujur saya merasa sedih ketika ceritanya berakhir. Lalu saya pun berharap penerbit Spring bisa menerbitkan novel Guillaume Musso yang lainnya. Saya penasaran dengan kisah-kisah seru, bagus dan apik dari beliau.
Novel ini sangat menginspirasi dan membuat saya memandang hobi membaca sebagai
sesuatu yang istimewa dan harus dipertahankan. Tentu saja novel ini harus
kalian baca, jika tidak sekarang, mungkin besok atau lusa. Tapi kalau boleh
saya tegaskan sekali lagi, rugi tidak membaca novel ini paling tidak seumur
hidup sekali. Jika sudah baca novel ini, silakan mention twitter saya. Dan ingatkan
saya jika review dan pujian saya ini berlebihan.
Rating saya:
5/5
Catatan.
- “Ya Tuhan, kau harus berhenti berkubang dalam penderitaanmu! Kalau kau tidak segera keluar dari sana, kau akan tenggelam untuk selamanya. Memang lebih muda menghancurkan dirimu sedikit demi sedikit daripada mengumpulkan keberanian untuk kembali berjuang, kan?” [hal. 125]
- “Tapi apa enaknya sendiri? Kesepian adalah hal terburuk di dunia.” [hal. 243]
- “Kukira kita sudah melewati hal yang paling sulit, tapi aku salah. Bagian tersulit bukanlah untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, tapi menjaganya begitu kita mendapatkannya.” [hal. 258]
Typo.
- Tecermin = Tercermin [hal. 8]
- Meneluk = Memeluk [hal. 262]




