Tampilkan postingan dengan label penerbit baca. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label penerbit baca. Tampilkan semua postingan

Desember 19, 2024

Resensi Novel The Jolly Psychopath - Ki Yoonseul

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]



Judul:
The Jolly Psychopath

Penulis: Ki Yoonseul

Penerjemah: Dewi Ayu Ambar Rani

Desain sampul: Fahrul Kesampulan

Penerbit: Baca

Terbit: Juli 2024, cetakan pertama

Tebal: 296 hlm.

ISBN: 9786238371266

Tag: psikopat, thriller, keluarga, pembunuhan, literasi korea



Karena di sampul novel ini ada menyebut psikopat, saya makin tertarik untuk segera membaca isinya. Ditambah kali terakhir membaca novel yang ada pembunuhan ya di novel 1Q84 karya Haruki Murakami. Dan saat memulainya, saya berekspektasi akan menemukan kisah pembunuhan yang mengerikan.

Novel ini menceritakan remaja laki-laki bernama Yongin, berusia 15 tahun, dan dia baru mendapatkan orang tua asuh sejak ia dititipkan ibunya di panti asuhan saat usianya baru 6 tahun. Pasangan suami istri, Pak Yoon Jangpal dan Bu Namgoong, memilih Yongin dengan tujuan menjadikannya teman untuk putrinya Dongju, yang dikenal sebagai psikopat.

Suatu hari tetangga mereka, Pak Kim, ditemukan meninggal di rumahnya. Dia dibunuh dengan cara dijerat pada lehernya. Hasil penyelidikan polisi menunjuk Kak Dongju sebagai pelakunya. Bukti yang ditemukan adalah jejak sepatu Kak Dongju.

Hidup dengan psikopat tidak tenang dan Kak Dongju yang akhirnya dipenjara justru membuat Yongin kebingungan antara senang karena bebas dari tekanan Kak Dongju dan sedih karena musibah ini membuat orang tua angkatnya kehilangan gairah hidup. Yongin juga merasa bersalah sebab jejak sepatu di rumah Pak Kim adalah ulahnya.

Keadaan tidak memberi pilihan bagi Yongin selain memenuhi permintaan Kak Dongju untuk menyelidiki pembunuh sebenarnya. Sebab pada malam itu, Kak Dongju tidak melakukan pembunuhan itu, ia justru sedang menyantap daging sapi panggang bersama Bu Yangsun.

Dalam proses penyelidikan itu, Yongin dibantu oleh Paman Song Romyeon, yang merupakan putra kedua dari Nenek Toserba Manmul, sekaligus mantan kawan dari Detektif Wang Gojin, detektif yang menangani kasus Kak Dongju. Yongin harus menelan amarah saat ia ingin mengirimkan surat permintaan peninjauan ulang kasus Kang Dongju dengan dibantu oleh Pak Romyeon, justru Pak Romyeon mengkhianatinya. Pak Romyeon yang tidak akur dengan Detektif Wang Gojin, pada hari itu mereka justru sedang asik bermain Go-Stop.

Yongin akhirnya mengajukan peninjuan ulang kasus Kak Dongju tanpa dibantu siapa pun. Itu berhasil, Kak Dongju dibebaskan. Dan mereka berdua akhirnya bekerja sama memecahkan kasus kematian Pak Kim.

***


Lumayan susah menebak pembunuh aslinya. Apalagi saya sempat terkecoh dengan informasi awal kalau Dongju adalah psikopat dan sejak awal saya sudah menaruh curiga. Hanya tinggal mencari tahu bagaimana Dongju melakukan pembunuhan itu. Namun prasangka saya keliru, misterinya tidak selurus itu.

Penulis mengupas semua misteri kasus Pak Kim secara pelan-pelan. Latar belakang setiap karakter dibeberkan dan itu penting diungkapkan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi hingga Pak Kim dibunuh. Masa lalu Dongju yang tinggal dengan pembunuh berantai saat ia masih kanak-kanak. Awal mula orang tua Dongju terikat hutang dengan Pak Kim. Cerita lengkap hubungan Paman Romyeon dan Detektif Wang Gojin dari yang awalnya dekat hingga berubah renggang.

Saya suka dengan perubahan sikap Yongin dan Kak Dongju setelah keduanya bahu membahu menyingkap rahasia pada kasus Pak Kim. Pada akhirnya mereka bisa melihat nilai baik dalam diri masing-masing dan itu sangat mengharukan. Saya juga suka dengan novel ini diakhiri, benar-benar menghangatkan hati.

Di sisi lain misteri pembunuhan, novel ini juga menyinggung soal hubungan orang tua dan anak. Tema yang pasti relate dengan banyak pembaca. Poin utamanya menunjukkan kalau cinta orang tua kepada anak itu sepanjang zaman. Orang tua Dongju tetap menyayangi anaknya meski dikenal di masyarakat sebagai psikopat. Nenek Toserba Manmul yang rela menyembunyikan fakta demi anaknya tidak terusik. Ibu Yongin tetap datang menjemput walau mereka sudah berpisah 9 tahunan.

Sepanjang membaca novel ini, kita akan menemukan gambar belalang sembah, di sampul dan di halaman isinya. Ini simbol untuk psikopat, dimana karakter psikopat hanya memangsa korban yang lebih lemah. Belalang sembah pun demikian, hidup dengan memangsa serangga lain yang lebih lemah dari dirinya.

"... Untuk memelihara belalang sembah, kamu perlu memberinya umpan berupa serangga lain. Meskipun sama-sama serangga, belalang sembah memerlukan serangga lebih kecil sebagai mangsanya...." (hal. 51)

Dalam setiap bacaan fiksi sekalipun, pasti ada hikmah yang bisa dipelajari. Dalam novel ini saya diingatkan kembali untuk tidak mudah menilai orang lain, lebih terlarang lagi jika penilaian kita buruk kepada orang lain. Seperti yang dilakukan Yongin kepada Kak Dongju, menilai buruk di awal, tapi sebenarnya Kak Dongju tidak semenakutkan itu walau dia psikopat.

Kekurangan novel ini ada pada bagian akhir cerita, saya merasa pembongkaran misteri yang sudah dibangun disampaikan dengan tidak menarik sebab dibuat dalam rangkuman yang disampaikan oleh salah satu tokoh di sini. Bahkan beberapa kali saya membaca pengulangan narasi yang isinya misteri dalam kasusnya. Terkesan dibikin cepat oleh penulisnya dan itu membuat perhatian saya mendadak turun signifikan karena harapan saya pembongkaran misterinya dilakukan di momen paling penting, misal saat persidangan pelakunya.

Kesimpulannya, novel The Jolly Psychopath ini menarik dibaca dan bikin kita menebak-nebak pada kasus pembunuhan Pak Kim. Alur yang penuh misteri dan pendalaman cerita yang memuaskan saya. 

Sekian ulasan saya untuk novel ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku ya!


September 25, 2021

[Resensi] Dollagoot: Toko Penjual Mimpi - Lee Mi Ye



Judul: Dollagoot: Toko Penjual Mimpi

Penulis: Lee Mi Ye

Penerjemah: Dwita Rizki

Penyunting: Jia Effendi

Penerbit: Penerbit Baca

Terbit: Juli 2021, cetakan pertama

Tebal: vi + 294 hlm.

ISBN: 9786026486608

***

Ada sebuah desa yang hanya bisa kamu kunjungi dalam tidurmu. Tempat paling populer di desa ini adalah Dollagoot: Toko Penjual Mimpi yang mengumpulkan dan menjual segala macam mimpi. Toko ini selalu ramai oleh manusia dan hewan yang ingin tidur panjang atau tidur siang. Setiap lantainya dilengkapi dengan mimpi-mimpi dari berbagai macam genre istimewa, termasuk mimpi tentang masa kecil, perjalanan menyenangkan, melahap makanan lezat, hingga mimpi buruk dan mimpi misterius.

Di toko ini ada Dollagoot, si pemilik toko; Penny, karyawan baru yang ceroboh dan penuh rasa ingin tahu; Aganef Coco. produser legendaris; dan Vigo Myers, manajer lantai dua.

Penny ditugaskan untuk bekerja di lantai satu dengan karyawan veteran, Bibi Weather. Namun, pada hari pertama dia bekerja, mimpi yang paling mahal dicuri....

Kisah menawan ini akan meninggalkan gaung yang lama. Tidak hanya menyenangkan bagi pembaca remaja, tetapi juga memberikan kehangatan dan penghiburan bagi pembaca dewasa yang lelah dengan kenyataan hidup.

***

Sejauh ini saya baru membaca 2 buku yang diterbitkan oleh Penerbit BACA: The Hen Who Dreamed She Could Fly karya Hwang Sun-mi dan Vegetarian karya Han Kang. Kesan saya, buku mereka kebanyakan berasal dari asia sehingga tempo dan tema cerita terasa lembut, dingin, sesekali diliputi misteri.

Novel Dollagoot: Toko Penjual Mimpi langsung memikat saya ketika mulai dibuka PO-nya. Tetapi saya yang sedang berusaha mengatur budget beli buku -walau gagal- belum memasukan buku ini ke keranjang. Jodoh memang nggak kemana, saya bisa mendapatkan buku ini dihadiahi oleh Kak Khansaa di twitter karena terpilih sebagai pemenang beruntung pengisi survey mengenai kebiasaan membaca buku.

Novel Dollagoot: Toko Penjual Mimpi menceritakan tentang Penny yang akhirnya bisa bekerja di toko penjual mimpi yang dikelola oleh Dollagot. Dia kemudian mengenal manajer setiap lantai toko yang memiliki karakter berbeda-beda. 

Bibi Weather, manajer lantai satu, sosok yang keibuan. Dalam bayangan saya, badannya gemuk. Dia murah senyum dan ramah. Vigo Myers, manajer lantai dua, memiliki kesan kaku, sangat suka kerapihan dan kebersihan. Tipe yang perfeksionis. 

Mogberry, manajer lantai tiga, sosok perempuan yang bebas dan ceria sehingga lantai tiga terasa lebih berwarna dan bising. Speedo, manajer lantai empat, tipe yang aktif, nyentrik, dan bawel sebab dia memegang lantai yang menjual mimpi bagi manusia dan hewan. Dan Motale, bukan manajer lantai lima, merupakan teman Penny waktu SMA yang dikenal bersikap gaduh, suka tampil, dan bersemangat.

Selama bekerja di Dollagoot, Penny mendapatkan banyak nilai hidup, baik dari Dollagoot, manajer setiap lantai, maupun dari pelanggan. Dia merasa beruntung bisa bekerja di tempat yang tepat.

Pondasi cerita yang kuat

Kontradiksi sebenarnya ketika saya menyatakan pondasi cerita yang kuat dalam novel ini, padahal di awal saya kebingungan membayangkan latar tempat, waktu, dan alur ceritanya. Kotanya tidak jelas, mahluk Noctiluca itu apa, sirop penenang itu minuman apa. Dan dengan mengabaikan sementara, saya akhirnya bisa memahami dunia mimpi yang diciptakan penulis.

Yang terlintas di otak saya ketika membayangkan masyarakat di kota mimpi ini tertuju ke film animasi Soul dan Inside Out, dimana karakter pada kedua film ini adalah jiwa dan emosi. Orang-orang yang ada di kota terbagi menjadi dua golongan. Pertama, penduduk asli kota mimpi yang menjalankan industri mimpi. Kedua, pelanggan yang jadi tamu di kota adalah jiwa dari orang sungguhan yang sedang berada di fase setengah tidur.

Sejarah toko Dollagoot diulas lengkap dalam buku mungil berjudul Kisah Dewa Waktu dan Ketiga Murid. Buku yang diberikan Assam kepada Penny yang secara tidak langsung memuluskan dia untuk diterima bekerja di toko Dollagoot. Pengetahuan soal ini akan memudahkan pembaca memahami siapa Dollagoot dan bagaimana cerita toko ini menjadi penting dan terkenal di kota.

Pesan moral yang mengena ke hati

Saya menyebut jika alur cerita dalam novel Dollagoot ini tidak biasa. Umumnya, urutan alur cerita begini: perkenalan, konflik, titik puncak konflik, lalu penyelesaian, yang berfokus kepada tokoh utama. Tapi Dollagoot ini punya alur begini: perkenalan, konflik, perkenalan, konflik, perkenalan, dan konflik. Karena memang tipe cerita Dollagoot ini lebih ke menjelaskan apa yang terjadi selama kurun waktu tertentu di kota Mimpi.

Misal, ketika perayaan natal, perayaan tahun baru, pagelaran Grand Prix, keseharian Bibi Weather pagi hari sebelum berdinas, kegiatan Dollagoot melayani pesanan mimpi untuk orang lain, dan lain-lain. Semua berupa potongan kegiatan yang dilakukan para tokoh pekerja di Dollagoot, termasuk pelanggan yang bersinggungan dengan Penny dkk.

Konflik besarnya tidak tampak. Tapi tenang saja, jalan ceritanya tetap bisa dinikmati karena muatan pesan moral yang relate dengan kondisi kita masa sekarang.

Saya setuju dengan pernyataan di atas. Selain menambah pengetahuan, kebiasaan membaca dapat melatih otak untuk lebih mengerti suatu masalah. Ini terbukti ketika kita mempelajari rumus excel. Banyak orang yang tidak memahami rumus fungsi IF, padahal bagi orang yang suka membaca, rumus ini sebenarnya berupa kalimat. Jadi ketika rumus-rumus excel dikombinasikan antara satu rumus dengan rumus lain, kita akan lebih paham maksudnya karena rumus tersebut membentuk kalimat.

Pada halaman 106 dibahas mengenai arti masa depan dan tujuan hidup. Kurang lebih menyatakan, "Hidup akan terasa sempurna kalau bisa melewati prosesnya, bukan sekadar tau ujung akhirnya." Penulis menyentil kita semua untuk menikmati proses hidup, jangan terpaku kepada hasil. Jika terpaku kepada hasil, kita bisa berhenti di tengah proses karena melihat hasil yang ingin dicapai tidak sesuai ekspektasi.

Tidur merupakan wahana untuk menghidupkan mimpi. Dan arti penting tidur dibahas di halaman 172-173. Penulis mengingatkan orang-orang yang rela begadang demi main gim, mengutak-atik smartphone, dan menelepon pacar. Padahal, esok harinya mereka harus beraktifitas. Bagi industri mimpi ini kerugian sebab penjualan mimpi menurun drastis karena orang-orang memilih tidur nyenyak dibanding tidur bermimpi.

Pesan lebih mendalam disampaikan penulis lewat pertanyaan yang langsung menohok.

"Sampai kapan aku harus hidup begini?" (hal. 73) menyoroti keputusasaan seorang perempuan muda berusia 28 tahun, yang merasa kehidupannya tidak menarik. Relate banget dengan saya pribadi, yang sejak mendapatkan jabatan baru, kehidupan saya tersedot hampir seluruhnya untuk menyelesaikan pekerjaan. Sehingga keseharian saya tidak menarik dan terasa membosankan sekali.

"Kapan kalian merasa tidak bebas?" (hal. 207) memaksa kita merenungkan keresahan-keresahan apa yang tengah kita rasakan dan itu membuat kita merasa tidak bebas. Salah satu cara untuk bebas adalah dengan menerima kehidupan apa adanya dan paham kalau kehidupan bebas itu memang tidak ada.

Industri Mimpi bagian dari bisnis

Mimpi dalam novel Gollagoot ini menjadi salah satu industri bisnis. Dalam setiap mimpi yang dialami kita, ada produser di belakangnya. Setiap produser memiliki sentuhan dan spesifikasi tertentu pada karyanya. Begitu membaca soal seluk-beluk mimpi, saya membayangkan industri mimpi ini mirip industri film. 

Mimpi dan film sama-sama diputar untuk disaksikan. Keduanya sama-sama dijual-beli. Sampai pada puncaknya, industri mimpi di Dollagoot pun ada malah anugerahnya. Semacam piala penghargaan. Dan dijelaskan malam penghargaan ini merupakan tontonan yang menarik banyak orang dan meriah.



Apakah novel Dollagoot: Toko Penjual Mimpi ini menarik?

Menurut saya buku ini sangat menarik. Bagi saya, novel yang membahas dinamika manusia, selalu punya nilai tersendiri. Saya seperti sedang belajar memahami nilai kebijaksanaan dari cerita-cerita beragam manusia. Dan itu akan membuat kita semua sadar, tidak ada manusia yang sempurna.

Jika saya harus memberi nilai pada novel ini, saya akan menganugerahkan 4 bintang dari 5 bintang.

Nah, sekian ulasan dari saya. Terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!


Agustus 22, 2021

[Resensi] The Hen Who Dreamed She Could Fly - Hwang Sun-Mi



Judul: The Hen Who Dreamed She Could Fly

Penulis: Hwang Sun-Mi

Penerjemah: Dwita Rizki

Editor: Harum Sari, Dian Pranasari

Penerbit: Penerbit BACA

Terbit: November 2020, cetakan pertama

Tebal buku: x + 214 hlm.

ISBN: 9786026486523

***

Dari balik kandang, seekor ayam petelur yang menamai dirinya sendiri Daun selalu menyaksikan kehidupan keluarga halaman yang penuh kebahagiaan. Ayam Betina mengerami telur. Beber-bebek berbaris menuju bendungan. Anjing Tua yang selalu kalah ketika berebut makanan dengan Ayam Jantan. Daun ingin berhenti menjadi ayam petelur. Daun ingin keluar, bebas, dan menjadi ibu; bertelur dan mengeraminya.

Tatkala kesempatan keluar kandang tiba, Daun harus berhadapan dengan penolakan keluarga halaman dan ancaman Musang lapar yang hendak menerkam. Hidup di luar kandang tidak semudah yang daun bayangkan. Namun Daun berhasil menetaskan Jambul Hijau, seekor anak bebek yang berbeda dengan bebek-bebek di halaman.

The Hen Who Dreamed She Could Fly adalah dongeng indah yang menguatkan tekad untuk memupuk impian. Sebuah kisah tentang bersikap penuh kasih sayang, keberanian, pengorbanan, dan tulus mencintai tanpa membeda-bedakan. Begitu diterbitkan, The Hen Who Dreamed She Could Fly langsung mencuri perhatian pembaca Korea. Berada di daftar buku terlaris selama sepuluh tahun berturut-turut dan menginspirasi film animasi terpopuler dalam sejarah Korea.

***

Novel ini tergolong fabel. Menurut KBBI, fabel adalah 
cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang (berisi pendidikan moral dan budi pekerti). Ditulis oleh penulis berasal dari Korea dan novel ini laris diterjemahkan ke banyak bahasa.

Premisnya, seekor ayam betina petelur yang memiliki keinginan untuk punya kehidupan seperti ayam betina umumnya: mengerami telur, menyaksikan anaknya menetas, dan bisa menikmati kehidupan normal bersama anak-anaknya. Tapi sebagai ayam petelur, dia meradang setiap kali melihat telurnya diambil majikan dan entah diapakan. Keinginan ini yang membuat gairah hidupnya menurun, diliputi kesedihan.

Begitu ada kesempatan untuk keluar kandang, Daun si ayam petelur ini, menghadapi banyak kesulitan: diincar Musang si Pemangsa, ditolak oleh keluarga halaman, tidak punya sarang, dan kelaparan. Tapi mimpinya yang bikin Daun kuat. Sampai akhirnya dia menemukan sebuah telur dan mengeraminya. Bahagia membuncah karena impiannya terwujud. Namun begitu menetas, yang lahir ternyata anak bebek liar. Ini tantangan baru, dia akhirnya punya anak, tapi bebek yang dipelihara ayam betina tetaplah bebek.

Dongeng Petualangan

Cerita apa pun, jika ada unsur petualangan, menurut saya selalu menarik. Ada nilai perjuangan, latihan kesabaran, dan pendewasaan, yang membuat petualangan itu bernilai lebih. Walau karakter di novel ini adalah hewan, namun nilai yang selipkan pada kisahnya relevan untuk kehidupan manusia. 

Petualangan yang saya maksud tentu saja perjalanan Daun menemukan sarang baru, pelariannya mencari sarang aman untuk anaknya, dan pertemuannya dengan kebanyak kejadian yang menegangkan ketika jadi sasaran si Musang. Saya yakin kisah petualangan hewan begini akan menarik perhatian anak-anak jika orang tua bersedia menceritakannya. Hitung-hitung menanamkan nilai-nilai kebaikan sejak dini, hehe.

Kemasan Sederhana Tapi Memikat

Karena ini cerita fabel, penulis mengemas kisahnya dengan diksi sederhana. Alur cerita, kejadian-kejadian, dan konflik yang dibangun penulis tidak menyimpang dari kewajaran prilaku hewan. Penilaian ini yang membuat buku ini disajikan apa adanya. Saya menyebut demikian karena beberapa kali saya menemukan cerita hewan yang prilakunya manusia banget, misal kelinci menggunakan ponsel, anjing menggunakan sepeda, atau hewan lain yang melakukan aktifitas manusia atau menggunakan fasilitas manusia. Tidak keliru sebenarnya, tapi menurut saya berlebihan.

Dengan kemasan sederhana tapi memikat ini, pembaca jadi belajar bagaimana prilaku hewan tertentu. Misal hewan bebek yang suka berkelompok, ayam jantan yang kadang superior, dan musang yang punya naluri memangsa. Lumayan bukan untuk nambah wawasan soal hewan-hewan.

Ada Bawang-Bawangnya

Dulu sekali, saya pernah membaca buku fabel, dan kebanyakan memiliki jalan cerita yang mencerahkan. Misal, cerita Tokek mengejek Semut yang mengumpulkan makanan setiap hari. Begitu musim hujan dan banjir, Semut punya persediaan makanan sedangkan Tokek kelaparan. Akhir cerita Semut berbagi makanan dengan Tokek. 

Namun di buku ini cerita dibuat kental dengan emosi sedih. Apalagi menjelang akhir kisah, Daun harus merelakan Bebek Jambul Hijau pergi bersama kelompoknya untuk melanjutkan perjalanan migrasi. Alasan jadi momen sedih karena kedekatan yang terbangun antara Daun dan Bebek Jambul Hijau sudah seperti ikatan ibu dan anak. Dan perpisahan ibu dan anak selalu menjadi titik paling menyedihkan, apalagi di kehidupan manusia.

Bermimpi, Berjuang, Ikhlaskan

Ketiga pesan ini begitu terasa di dalam kisah Daun. Bermimpi; Daun mengajarkan untuk memiliki impian setinggi dan semutahil mungkin. Jika itu bisa membuat kita bahagia. tidak salah jika dicoba dulu. Berjuang: Dalam mewujudkan impian yang besar tadi, dibutuhkan usaha yang lebih besar dan lebih giat. Jangan harap akan menemukan jalan mudah, sebab setiap proses mencapai sesuatu akan ditemukan kerikil-kerikil yang mesti dihadapi. Ikhlaskan: Setelah melalui proses panjang untuk mewujudukan impian besar kita, apa pun hasilnya, kita mesti memiliki hati yang luas untuk proses terakhir, mengikhlaskan hasil yang sudah kita upayakan, apa pun ujungnya.

Sekian ulasan saya, terakhir, jaga kesehatan dan selamat membaca buku!

April 14, 2017

[Buku] Vegetarian, Han Kang


Judul : Vegetarian
Penulis : Han Kang
Penerjemah : Dwita Rizkia
Penyunting : Anton Kurnia
Pemeriksa aksara : Aniesah Hasan Syihab
Penata isi : Aniza Pujiati
Perancang sampul : Wirastuti – TEKOBUKU
Penerbit : Penerbit Baca
Terbit : Februari 2017, cetakan pertama
Tebal buku: 224 halaman
ISBN : 9786026486073
Harga : Rp65.000

Aku penasaran dengan hubungan waktu yang dihabiskan untuk membaca buku dengan kualitas buku sesuai prestasinya. Soalnya, untuk buku Vegetarian karya Han Kang ini, yang mendapatkan penghargaan Man Booker International Prize, aku membutuhkan lebih banyak waktu menyelesaikan membacanya dibandingkan dengan buku lain.

Vegetarian ini mengungkap fenomena psikologis kegilaan. Perempuan bernama Young Hye mendadak memutuskan tidak makan daging setelah bermimpi. Mimpi yang dialami Young Hye sangat detail dan buatku itu menjijikan. Namun, dari mimpi yang menjijikan itu sulit untuk diterima oleh akalku, mampu merubah kebiasaan seseorang secara drastis. Bahkan Young Hye menolak ajakan suaminya untuk bersetubuh dengan alasan badan suaminya berbau daging.

Perubahan yang dialami Young Hye mempengaruhi psikologis Young Hye sendiri, psikologis suaminya, psikologis kakak iparnya, dan psikologis kakak perempuannya. Seperti bola salju yang menggelinding, dari satu putaran kecil berubah menjadi tambah besar. Masalah kecil yang dialami Young Hye memengaruhi secara luas hubungan orang-orang di sekitarnya.

Vegetarian sendiri dibagi menjadi tiga bab. Bab pertama adalah Vegetarian. Bab yang menceritakan awal mula Young Hye jadi Vegetarian dengan menggunakan sudut pandang suaminya. Bab ini pun jadi perkenalan pembaca dengan anggota keluarga lain Young Hye seperti suaminya, kakak perempuannya, ibunya, ayahnya, adik dan istrinya, dan kakak iparnya.

Suatu hari di perkumpulan keluarga yang diadakan di rumah baru kakak perempuan Young Hye terjadi drama keluarga yang menakjubkan. Young Hye dipaksa makan daging oleh ayahnya. Ia tidak menggubris. Ayahnya yang pemarah akhirnya menampar Young Hye dan mencoba menjejalkan paksa daging ke mulut Young Hye. Young Hye justru menghindar dan meraih pisau lalu mengiris pergelangan tangannya. Ini merupakan awal pemicu konflik berikutnya.

Yang membuatku penasaran justru sifat tertutup dan pendiamnya Young Hye ini ternyata sudah tampak sejak ia remaja. Sepanjang buku ini saya tidak mendapati satu peristiwa yang menunjukkan kalau Young Hye pernah ceria dan periang. Sehingga perubahan kebiasaan Young Hye yang bertambah pendiam dan tertutup tidak membuatku kaget.

Pada bab ini pula pembaca disuguhkan kegilaan Young Hye yang semakin tidak masuk akal. Selain menolak makan daging dan bersetubuh, Young Hye pun kerap bertelanjang dada di bawah sinar matahari. Alasan yang ia ucapkan ketika pertanyaan mengapa ditujukan padanya; gerah.

Bab kedua adalah Tanda Lahir Kebiruan. Bab yang memasukkan unsur cerita erotis dengan menggunakan sudut pandang Kakak Ipar. Kegilaan Young Hye menulari kejiwaan Kakak Iparnya yang berprofesi sebagai seniman film. Sejak peristiwa Young Hye mengiris pergelangan tangannya, kakak ipar mulai terobsesi dengan tanda lahir kebiruan yang ada di sebelah kiri atas bokong Young Hye. Dan puncak kegilaan kakak iparnya memunculkan kegilaan istrinya. Dan cerita masuk ke bab ketiga; Pohon Kembang Api.

Hubungan kakak ipar dan istrinya hancur. Kim in Hye; kakak perempuan Young Hye, melanjutkan hidup dengan anak laki-lakinya yang saat itu berusia enam tahun. Young Hye dirawat di rumah sakit di pegunungan. Ada kejadian Young Hye kabur dari rumah sakit dan ditemukan di dalam hutan yang gelap sedang berdiri kaku seolah dirinya pohon.

Perubahan lainnya atas kegilaan Young Hye, ia mengaku dirinya adalah pohon. Sering akhirnya Young Hye berdiri terbalik. Ia merasa dari tangannya akan muncul akar yang mencuat ke tanah. Dan ia juga merasakan akan tumbuh bunga di selangkangannya.

Di bab ini akan dikupas secara total siapa kakak perempuan Young Hye. Sebagai anak pertama Kim Hye menanggung beban hidup yang tidak sedikit. Rasa lelah itu ia sembunyikan hingga bertumpuk dan puncaknya berupa kehancuran keluarga. Ada sisi perenungan tentang kebahagian di bab ini dan lumayan mengusik pribadiku. Menjadi pribadi yang apa adanya dan berada di lingkungan keluarga yang kondusif, bisa menjadi terapi kebahagiaan untuk jangka panjang. Dan jangan biarkan masalah kecil ditunda diselesaikan sehingga pada akhirnya jadi masalah besar.

Setelah membaca sampai akhir buku, kesanku tidak jauh dari rasa depresi, stres, lelah, kesedihan, dan kehilangan harapan. Vegetarian bukan buku tentang bagaimana menjadi vegetarian yang berhasil. Melainkan buku drama yang khusus menggali sisi gelap manusia. Dan aku mengaku sepertinya tidak akan membaca ulang buku ini. Selain butuh konsentrasi mencerna alur cerita dan narasinya, suasana buku ini yang mencekam dan gelap bisa memberikan efek yang tidak bagus untuk mood. Tapi, buat kalian yang suka membaca buku, rasanya sayang sekali kalau tidak mencicipi buku yang berprestasi ini.