Tampilkan postingan dengan label Penerbit Bentang Pustaka. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penerbit Bentang Pustaka. Tampilkan semua postingan

November 21, 2024

Resensi Buku Tanpa Rencana - Dee Lestari

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul:
Tanpa Rencana

Penulis: Dee Lestari

Penyunting: Ardhias Nauvaly

Desain sampul: Fahmi Ilmansyah

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: November 2024, cetakan pertama

Tebal: xii + 208 hlm.

ISBN: 9786231864352


Sebuah cerita akan mengesankan jika di dalamnya mengandung 'sesuatu' yang baru bagi pembacanya. Dan itu yang selalu disajikan oleh Dee Lestari dalam karya-karyanya. Alasan ini juga yang membuat saya memutuskan untuk segera punya buku Tanpa Rencana ini.

Buku ini bukan novel melainkan kumpulan cerita. Ada 18 judul yang isinya berupa cerpen dan prosa. Beberapa tulisan benar-benar memuaskan saya akan 'sesuatu' itu. 

Dalam cerita pembuka Asam Garam kita akan diajak mencicipi garam hitam yang dihasilkan dari mata air asin di Gunung Mili, Papua. Aneh, garam dibuat dari laut tetapi khusus yang ini justru dibuat di ketinggian gunung. Dan yang menakjubkan, bagi siapa pun yang mencicipi garam ini, akan dibuat menangis dengan sendirinya. Ini dialami Gaspar, seorang wartawan, sebagai tokoh utama setelah ikut Pak Rian, selaku pemilik Kedai Asam Garam, melakukan ritual di depan mata air asin tersebut.

"Berapa banyak kehilangan yang sudah kamu alami, Gaspar?" (hal. 19). Kuncinya ini, kehilangan, dan garam hitam jadi perekam kenangan itu. 



Bagi yang kangen dengan tokoh-tokoh di series Supernova, Dee memunculkan mereka di cerita The Supernova Lounge. Mereka kumpul sedang reuni. Ada tamu istimewa pula, Jati Wesi, tokoh dari buku berbeda tapi diundang hadir di tengah-tengahnya. Yang patut ditunggu, dari obrolan mereka dengan Dee sendiri, bakal ada buku baru dari mereka lagi. Tapi yang paling dekat bakal terbit adalah buku kedua dari Aroma Karsa, begitu kodenya.

"Saya sudah memutuskan untuk mengerjakan judul yang lain dulu. Saya harus menyelesaikan arc Jati Wesi dan Tanaya Suma." (hal. 48).


Yang unik dari cerita Surat Cinta di Botol Kaca menceritakan dua sahabat; Fia dan Tinus, yang masih akrab padahal keduanya sudah umur lima puluhan. Fia sudah menyerah dengan asmaranya setelah bercerai dari Alfian dan ia mengandalkan keajaiban harapan kalau-kalau ia menemukan surat cinta yang disimpan dalam botol apa pun. Kini ia menjalani hari-hari dengan anak perempuanya bernama Lili yang sudah 22 tahun. Sedangkan Tinus sendiri masih gemar mencari pasangan lewat aplikasi dating walau hasilnya selalu gagal. 

Keakraban Fia dan Tinus justru menginspirasi Lili agar punya pasangan serasa sahabatan. "Kan, katanya jodoh terbaik itu sahabat kita sendiri." (hal. 90).

"Dua orang yang nggak bisa hidup tanpa satu sama lain," bisiknya di telingaku. "Itu lebih dari cukup." (hal. 96)

Hal menarik sekaligus cerita yang menghangatkan hati saya temukan di cerita Temu & Power Rangers. Pak Ramli punya anak perempuan bernama Selma yang suka sekali main dengan ayam jago yang dinamai Temu. Kehilangan Temu jadi momen awal bagaimana Pak Ramli lebih dimengerti Emak dan ia belajar sekecil apa pun kebaikan kepada orang lain pasti akan berbalik ke diri sendiri. 



Rupanya buku ini begitu personal ditulis oleh Dee. Tak heran ada juga tulisannya yang berupa ungkapan hati Dee sebagai penulis. Di Balik Papan Tik mengungkapkan bagaimana susahnya jadi penulis ketika ide tulisannya mentok.

Hari ini berbeda. Aku ingin kamu bicara. Jangan diam. Hari ini, aku begitu kosong tanpamu dan terdesak sehingga tak punya pilihan lain. Ketiadaanmu memaksaku untuk akhirnya bercerita tentangmu. Ide. (hal. 103)


Kesan saya setelah membaca buku kumpulan cerita Tanpa Rencana ini, saya masih menemukan 'sesuatu' itu dan menyenangkan bisa membaca cerita yang begitu singkat tapi bermakna. Keunggulan seorang Dee dan karyanya itu adalah setiap tulisannya bertutur dengan niat sehingga pembaca bukunya pasti menemukan 'sesuatu', padahal sebelumnya tidak sedang kehilangan.

Sekian ulasan singkat saya untuk buku Tanpa Rencana ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku ya!



September 23, 2023

Resensi Novel The Mocha Eyes - Aida M. A.


Judul:
The Mocha Eyes

Penulis: Aida M. A.

Penyunting: Laurensia Nita

Sampul: Bara Umar Birru

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Mei 2013, cetakan pertama

Tebal: x + 250 hlm.

ISBN: 9786027888326

Nilai: 4/5 bintang

Komposisi: Cinta, Kejujuran, Kelembutan, Perubahan, dan Moka

Cara penyajian: Tuangkan kejujuran, kelembutan, perubahan, dan moka ke dalam cangkir. Tambahkan 180 cc air cinta, aduk, dan sajikan.

Kehadiranmu menjadi hal yang kutunggu. Kusesap kelembutanmu dengan senyuman, menafikan sedikit pahit karena ternyata terasa manis. Kamu dan aku seperti dua hal yang terlihat senada, tetapi berbeda. Karena aku justru menemukanmu dalam sepotong cinta.

Ya, menunggumu bersatu denganku, seperti mencari rasa cokelat dalam secangkir mochacccino. Karena aku tak akan merasakan manis dalam setiap hal yang tergesa-gesa, kecuali semuanya tiba-tiba menghilang.


Novel The Mocha Eyes ini menceritakan seorang gadis bernama Muara yang karakternya berubah setelah ia diperkosa oleh salah satu kenalan di kampusnya. musibah itu pun menjadi pukulan berat bagi ayahnya sehingga kabar itu membuatnya syok dan meninggal. Muara menanggung beban berat, selain kehormatannya direnggut, ia pun merasa menjadi penyebab ayahnya meninggal.

Butuh waktu berbulan-bulan bagi Muara untuk kembali menjalani hari-harinya. Dan ketika ia sudah membuka hati kepada Damar, lagi-lagi Muara harus menelan kepahitan dengan diputuskan pacarnya dengan alasan sikapnya yang begitu dingin.

Muara bertambah skeptis kepada kehidupan. Malam hari sulit untuk tidur sebab mimpi buruk itu selalu datang. Sehingga Muara kerap terlambat masuk kerja dan itu yang membuatnya sering diberhentikan kerja. Berulang kali Ibunya menasihati namun Muara tidak mengindahkannya. Dia menutup diri, bersikap dingin, dan pesimis.

Beruntung ada tempat makan ayam goreng yang menerimanya kerja. Keseringan terlambat dan bersikap dingin belum berubah. Dan pada satu waktu ada pelatihan crew yang diadakan di puncak, di sinilah Muara bertemu Fariz, trainner-nya. Diskusi kecil yang mereka lakukan membuka babak baru. Muara diingatkan jika hidup tak melulu pahit. Melalui secangkir moka, Muara diajarkan menggali rasa cokelat yang dicampur pahitnya kopi.


Novel The Mocha Eyes ini merupakan bagian series Love Flavour yang diterbitkan Penerbit Bentang. Sebelumnya saya pernah membaca judul lainnya yaitu The Coffee Memory karya Riawani Elyta.

Kesan pertama setelah membaca novel ini, saya cukup menikmati romansa antara Muara dan Fariz yang dibangun penulis. Romansa yang dihadirkan tipikal romansa dewasa, tidak menye-menye ala anak muda. 

Isu trauma masa lalu begitu kental disampaikan pada novel ini. Saya tidak bisa membayangkan seberapa hancur hidup seorang gadis yang jadi korban perkosaan dan setelah itu ayahnya meninggal karena kejadian ini. Kasus perkosaan bukan soal sepele. Korbannya akan memikul trauma ini seumur hidup dan menjadi nasib buruk yang tidak akan pernah bisa dihapuskan atau dilupakan. Karakter Muara yang begitu skeptis pada apa pun, pendiam, tertutup, menjadi contoh efek bagi si korban. Karena korban akan kehilangan kepercayaan diri, merasa kotor, malu dengan penilaian orang di sekitar, dan di sisi lain ia enggan dikasihani.

Kehadiran Fariz sebagai konselor bagi Muara menjadi jembatan terbukanya segala perasaan yang dipendam Muara. Ini bagian penting dari isu trauma masa lalu, jika korban harus bisa membuka diri dengan menceritakan masa lalunya, apa yang dirasakannya, harapan-harapannya, agar tumpukan perasaan itu terurai. Setidaknya proses konseling ini menjadi pelepasan beban hidup, dan tujuannya agar pikiran dan hatinya lebih lega. Dengan begitu, pikiran dan hatinya bisa diisi lagi dengan hal-hal baik dan menyenangkan yang lebih banyak.


Bagian paling menyenangkan di novel ini saat Muara berangsur-angsur memiliki gairah hidup setelah ia menceritakan masalahnya kepada Fariz. Semangat Muara seperti menular kepada saya sebagai pembaca. Bukan apa-apa, saya cukup bisa merasakan karakter Muara yang gelap, dan begitu dia mulai bersinar lagi, itu membuat saya senang.

Ada beberapa catatan yang menurut saya bisa diperbaiki dalam novel ini:

  1. Karena ini novel romansa, kita akan menemukan dialog-dialog manis. Tapi jujur saja, kayaknya sedikit sekali orang di kehidupan nyata akan mengatakan dialog-dialog manis tadi. Jadi pada bagian ini saya cukup geli membayangkannya.
  2. Hanya karakter Muara yang menurut saya menonjol dan utuh. Karakter seperti Fariz dan Meisha tidak tergali lebih dalam. Ini yang membuat saya kurang terkoneksi secara karakter dengan mereka.
  3. Bagian Muara berkonsultasi dengan Fariz soal masa lalunya terlalu singkat. Saya jadi tidak bisa merasakan pergulatan batin Muara ketika dia membuka rahasianya kepada Fariz. Dan untuk kasus pelik yang dipikul Muara, rasanya akan butuh banyak pertemuan dengan konselor.

Walau ada catatan seperti di atas, secara umum novel ini masih enak dinikmati, layaknya menikmati kopi moka.

Saya juga suka dengan kovernya. Perpaduan warna cokelat kayu, papan tulis hitam, dan lantai abu-abu, membuat novel ini tambah manis.

Sekian ulasan saya untuk novel ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Agustus 19, 2021

[Resensi] Rapijali #1: Mencari - Dee Lestari



Judul: Rapijali #1; Mencari

Penulis: Dee Lestari

Editor: Dhewiberta H., Jia Effendi

Penerbit: Penerbit Bentang

Terbit: Mei 2021, cetakan keempat

Tebal buku: xvi + 352 hlm.

ISBN: 9786022917724

***

Ping merasa telah memiliki segala yang ia butuhkan. Dunianya yang damai di Pantai Batu Karas, rumahnya yang penuh alat musik di tepi Sungai Cijulang, seorang sahabat terbaik, serta kakek yang menyayanginya. Namun, diam-diam Ping menyimpan kegelisahan tentang masa depannya yang buram. Bakat musiknya yang istimewa tidak memiliki wadah, dan ia tidak berani bercita-cita.

Hidup Ping jungkir balik ketika ia harus pindah ke Jakarta dan tinggal bersama keluarga calon gubernur. Ping mesti menghadapi sekolah baru, kawan-kawan baru, dan tantangan baru. Mungkinkah ia menemukan apa yang hilang selama ini? Dan, apakah Ping siap dengan yang ia temukan? Bahwa, hidupnya ternyata tidak sesederhana yang ia duga.

***

Nama Dee Lestari mulai dikenal ketika saya baca series Supernova. Walau nggak rampung series tersebut, tapi buku lainnya pun sempat saya cicipi, seperti novel Perahu Kertas, kumcer Madre, dan kumcer Filosofi Kopi. Buku sebelum Rapijali ini, Aroma Karsa, tidak rampung juga dengan alasan tertentu.

Bagi saya, novel Dee selalu punya rasa yang enak. Misal di Perahu Kertas, saya menikmati keluesan Dee meramu kisah anak muda dalam narasi yang lincah. Sedangkan di series Supernova, saya cukup terkesima dengan detail-detail pengetahuan yang saya tahu itu semua hasil riset yang nggak main-main.

Dan giliran menikmati Rapijali ini, saya terperanjat kaget dengan diksi dan isi novelnya. Ini persis ketika saya baca Aroma Karsa. Ada rasa tidak enak. Entah dibagian mananya. Dan saya butuh sedikit paksaan untuk menyelesaikan novel ini.

Rapijali sendiri mengisahkan remaja perempuan bernama Ping yang tinggal di Pantai Batu Karas, Pangandaran, bersama kakeknya, Yuda Alexander. Karena sudah kelas tiga SMA, ada kegelisahan mau kemana setelah lulus, mengingat kondisi ekonomi kakeknya yang sulit untuk membiayai kuliah. Sedangkan sahabatnya, Oding, yang peselancar andalan Batu Karas, punya peluang luas untuk jadi atlit.

Takdir lain menyeret Ping pergi ke Jakarta dan tinggal dengan keluarga calon gubernur, Pak Guntur. Di sini kisah barunya dimulai. Dia bertemu kawan baru; Inggil, Rakai, Buto, Jemi, dan Lodeh. Dia menemukan dunia musik; band, kompetisi, dan pengalaman belajar musik. Tapi tabir itu masih rapi tersembunyi rapat, entah kapan akan terungkap.

Musik Bukan 'Sesuatu' yang Dekat

Tema musik yang kali ini dibawa Dee, bukan tema yang dekat dengan saya. Saya hanya penikmat nada dan lagu, bukan pemain musik, jadi detail musik yang ada di novel ini terasa begitu jauh. Bahkan lagu-lagu yang disebutkan pun, tidak familiar. Saya memang tidak begitu suka lagu luar negeri karena bahasa inggris saya lemah. Ini alasan pribadi semata kenapa saya tidak bisa menikmati temanya.

Dunia musik yang coba disampaikan pun, tidak membuat saya takjub sebagai pengetahuan baru. Karena saya tidak bisa merasakan kalau itu menarik. Misal, kemampuan Ping sebagai perfect picth tidak membuat saya melihat Ping sebagai remaja istimewa. Di novel Rapijali ini, kemampuan itu hanya dianalisa sebagai bakat tok, bukan sebagai kemampuan yang membuat Ping gemilang dan melakukan sesuatu yang besar.

Kayaknya persoalan tema ini jadi alasan sama kenapa saya tidak bisa menikmati novel Dee sebelumnya, Aroma Karsa, yang mengambil tema indera penciuman. Kemampuan istimewa soal indera ini bukan hal yang dekat, bahkan sepanjang hidup saya, rasanya belum pernah bertemu dengan orang yang memiliki kemampuan ini. Sehingga saya kesulitan untuk dibuat takjub oleh tokoh-tokohnya.

Rajutan Kisah Ping yang Berwarna

Latar pantai di novel ini mengingatkan saya pada series Outer Banks yang baru-baru ini selesai saya tonton season 2-nya. Saya membayangkan tokoh Oding sebagai John B dan tokoh Ping sebagai Kiara. Pemandangan pantai, Rumah Makan Mang Acep, dan Sungai Cijulang terbayang memiliki nuansa kuning keemasan seperti warna senja dan fajar. Dan kulit para tokohnya lebih gelap terpanggang matahari, khas orang-orang yang tinggal di pesisir. Menarik bukan?




Alasan kenapa saya bisa menyelesaikan sampai halaman terakhir, karena alur maju yang membawa Ping ke dunia baru, Jakarta, yang lebih luas daripada Pantai Batu Karas. Pertanyaan, "Bagaimana nasib Ping di Jakarta dan bagaimana ia akan tahu rahasia besarnya?" menjadi motor yang membuat saya tidak bosan baca cerita Ping. Ada dua konflik yang dihadapi Ping yang bikin saya lanjut baca; konflik dengan keluarga Pak Guntur (Sarnita dan Ardi) dan konflik perjalanan band-nya. Kedua konflik ini memberi warna pada kisah hidup Ping.

Tokoh-Tokohnya Belum Mengkilap

Ping mendadak gagap budaya karena hijrah dari daerah pantai ke kota metropolitan. Dia juga harus adaptasi dengan kebiasaan orang kaya selama tinggal di keluarga Pak Guntur. Selain bakat musik, Ping ditampilkan sebagai sosok gadis remaja yang gugup dan segan. 

Oding, pemuda peselancar, sosok khas anak pantai yang hidup di tengah keluarga sederhana. Di novel ini belum tergali dia pemuda yang bagaimana sebab belum banyak konflik yang melibatkan Oding. Kecuali konflik pribadi, ketika dia harus menerima kepergian Ping ke Jakarta, padahal mereka sudah sepakat untuk terus jadi sahabat masa kecil.

Rakai tipikal pemuda cerdas yang tidak nakal, tidak cupu juga. Anak band sejati, yang baik ke semua orang, termasuk ke Ping dan Jemi. Dan dia bisa jadi sosok yang akan membawa konflik asmara hingga merusak pertemanan di band. Ini kemungkinan saya semata ya.

Inggil merupakan sosok gadis remaja yang rendah diri karena harus berdiri di tengah lingkungan sekolah orang kaya. Punya obsesi jadi anak pintar, sebab sisi keuangan bukan andalannya agar bisa bertahan di lingkungan sekolah elit.

Jemima menjadi sosok kebalikan dari Ping. Lahir dari keluarga kaya, punya fisik cantik, dan punya otak yang cerdas. Bisa dibilang bintangnya sekolah. 

Buto digambarkan remaja yang punya badan bongsor. Anak dari keluarga yang kaya. Dan di novel ini dia belum dijelaskan punya konflik apa. Sejauh ini hanya ada sedikit ketegangan antara dia dan Rakai soal band saja.

Semua tokoh di novel ini belum tergali mendalam. Mungkin karena novel ini merupakan series pertama jadi konflik yang tersebar pun masih kecil-kecil. Porsi paling besar dari novel ini masih di tokoh Ping. Tokoh lainnya belum bersinar terang.

Sebatas Remahan Kue

Saat pre-order novel ini selesai dan beberapa orang sudah menerima fisik novelnya, geger kalau kover yang diiklankan berbeda dengan yang dicetak. Rupa-rupanya banyak yang tidak tau kalau Rapijali ini akan menjadi series. Pembaca banyak yang merasa dibohongi oleh penerbit.

Terlepas dari kegaduhan itu, karena Rapijali ini jadi series membuat buku pertamanya ini serasa buku perkenalan saja. Konflik yang dimuat baru sebatas remahan kue. Dan saking kecilnya remahan, sampai akhirnya beberapa rasa tidak tertangkap indera. Misalnya, kegaduhan kempanye pemilihan gubernur tidak tergambarkan seperti yang biasanya terjadi di kehidupan nyata. Kesibukan tim Pak Guntur tidak cukup terceritakan dengan detail. Ketegangan dan persaingan dua kubu tidak tampak.

Lainnya yang kurang, kisah kehidupan Oding dan keluarganya langsung redup. Saya tidak tahu bagaimana keseharian Oding setelah Ping ke Jakarta. Saya tidak tahu nasib rumah Ping di Cijulang diurus oleh siapa. Intinya, Dee belum menceritakan kondisi orang-orang terdekat Ping di Cijulang, termasuk anggota band D'Brehoh lainnya.

Apakah Novel Rapijali #1 Mencari ini menarik?

Di luar kekurangan yang saya utarakan sebelumnya, series pertama Rapijali ini menarik. Buktinya saya bisa tamat membaca padahal sebelumnya saya kesulitan menyelesaikan baca novel. Novel ini ditutup dengan pintu besar yang penuh tanda tanya. Saya berharap bisa segera punya dan baca novel Rapijali #2 Menjadi, untuk mengetahui perjalanan Ping di Rapijali Band, dan mengetahui apa yang akan terjadi dengan rahasia besar Ping soal keluarganya.

Sekian resensi kali ini, terakhir, selamat membaca buku!



Februari 22, 2018

[Resensi] Madre - Dee Lestari


Judul: Madre (novelet)
Penulis: Dee Lestari
Penyunting: Sitok Srengenge
Penerbit: Penerbit Bentang
Cetakan: Pertama, Juni 2015
Tebal buku: v + 46 halaman
ISBN: 9786022911036
Harga: Rp49.000 (via bukabuku.com )

Tidak semua hal bisa diukur dengan uang. Sering kali ada nilai yang lebih besar dari sekadar ukuran rupiah. Cara pandang ini yang kemudian ingin ditegaskan Dee Lestari dalam noveletnya yang bertajuk Madre.

Tansen Roy Wuisan, pemuda berdarah india dan manado, terkejut ketika dirinya terdaftar sebagai ahli waris dari kakek yang sudah meninggal, Tan Sin Gie. Kakek ini merupakan pemilik toko roti legendaris Tan de Bakker yang kemudian berganti nama menjadi Toko Roti Tan, toko roti yang sudah mati suri selama lima tahun. Tansen tidak kenal kakek ini dan namanya saja baru ia tahu ketika pengacara keluarga Tan mengkonfirmasi. Juga warisan tersebut terasa konyol karena hanya berupa setoples adonan roti yang dinamai Madre, dari bahasa spanyol yang artinya Ibu. Jelas Tansen menolak menerimanya karena dia merasa tidak punya bakat menggunakan biang roti dan justru berpikir biang roti itu akan lebih berguna jika berada di tangan Pak Hadi, karyawan lama Pak Tan. Selain warisan yang diterima, silsilah keluarga Tansen pun berubah hanya dalam seceritaan. Tansen merasa ingin menertawakan skenario hidupnya yang penuh kejutan.

Gadis muda pengusaha roti Fairy Bread bernama Meilan Tanuwidjaja tertarik membeli biang roti Madre dengan harga tinggi setelah ia membaca artikel tentang Madre di blog Tansen. Berbeda dengan Pak Hadi yang keberatan atas tawaran Mei namun bukan haknya untuk menolak, Tansen justru sangat tertarik dengan tawaran itu karena harga yang ditawarkan Mei merupakan realitas. Sampai pada akhirnya ketika pesta perpisahan digelar, Tansen melihat kalau Madre bukan hanya biang roti bagi karyawan lama Tan de Bakker, melainkan sudah seperti keluarga. Tansen akhirnya memutuskan untuk memiliki Madre dan menghidupkan Tan de Bakker meski harus mengalami adaptasi besar-besaran mengingat pekerja yang sudah sepuh dan pemasaran roti yang sudah harus mengikuti zaman.

Melalui Madre, Dee mengingatkan kita untuk mulai melihat sesuatu dengan cara pandang baru, bukan diukur dengan nilai uang. Terkadang sesuatu itu lebih bernilai bagi orang lain karena muatan sejarah dan kenangannya. Jika kita mengukur segalanya dari uang, bisa-bisa kita bersikap merendahkan sesuatu karena melihat sesuatu itu ‘murah’. Dengan perubahan cara pandang ini kita akan lebih menghargai milik orang lain sesederhana apa pun itu. Madre yang secara kasat mata berupa percampuran air, tepung, fungi saccharumyses exiguus, dan lactobacillus, ternyata memiliki nilai tinggi bagi Tansen dan Mei. Bagi Tansen, Madre adalah jantung bagi Tan de Bakker, dan Tan de Bakker adalah kehidupan bagi Bu Sumi, Bu Cory, Bu Dedeh, Pak Joko, dan Pak Hadi. Sedangkan di mata Mei, Madre bisa menebus kesalahan di masa kecilnya yang sudah membunuh biang roti milik kakeknya.


Skill dalam menekuni profesi menjadi satu dari banyak faktor yang akan membuat kita betah mengerjakan pekerjaan terlepas sesuai minat atau tidak. Dee menegaskan hal tersebut berbarengan dengan konsekuensi pilihan. Manusia hidup dihadapkan banyak pilihan dan setiap pilihan harus dipertanggungjawabkan. Diwakili karakter Tansen yang akhirnya memilih Madre ketimbang kebebasan menjalani hidup, membuatnya harus belajar dari nol demi mendapatkan skill yang baik untuk kepentingan jangka panjang pilihannya. Begitu juga Mei, memilih mengelola bisnis roti padahal ia menyukai hidup bebas yang dianut Tansen. Pilihannya itu diemban sepenuh hati dengan selalu memastikan melakukan pekerjaan dengan usaha maksimal.

Saya menemukan pelajaran untuk memiliki jiwa dan pikiran yang besar dalam menerima konsep hidup yang bisa berubah, sesuai atau tidak sesuai yang kita harapkan. Dan akhirnya saya memberi nilai 4/5 untuk kisah Tansen dan Mei.


Agustus 02, 2016

[Resensi] Jodoh - Fahd Pahdepie


Judul buku: Jodoh
Penulis: Fahd Pahdepie
Penyunting: Ika Yuliana Kurniasih
Perancang sampul: labusiam
Pemeriksa aksara: Achmad Muchtar
Penata aksara: Martin Buczer
Terbit: Februari 2016 (cetakan kelima)
Penerbit: Penerbit Bentang
Tebal buku: viii + 246 halaman
ISBN: 9786022911180
Harga: Rp 54.000 (sebelum diskon, bukabuku.com)

Cinta tak sesederhana kata-kata “aku cinta kamu dan dunia harus mengerti itu”, cinta adalah “aku cinta kamu dan karenanya aku juga harus mengerti dunia di sekelilingmu”. [hal. 199]

Jodoh adalah buku pertama yang saya baca dari penulis bernama Fahd Pahdepie. Sebelum membeli bukunya, saya beberapa kali mendapati informasi mengenai buku ini di lini twitter. Berkat itu, penilaian saya terhadap buku ini lumayan besar.

Saya mengira buku ini akan memberikan gambaran mengenai Jodoh dengan lebih jelas melalui karakter yang dihadirkan. Di benak saya, buku ini akan mirip novel religi seperti Ayat-Ayat Cinta. Begitu beberapa bab pertama saya baca, saya sadar ini bukan novel yang ada di bayangan saya. Dan sangat mubadzir jika saya harus menghentikan membacanya.

Jodoh ini bercerita tentang Sena yang jatuh cinta pada Keara sejak mereka masuk SD. Cinta yang kadang membuat Sena merasa rindu, sedih, dan merasa harus berjuang, bukan sekedar cinta biasa. Perasaan itu tumbuh semakin subur seiring bertambahnya usia. Namun ternyata penyakit yang diderita Keara sempat membuatnya mempertanyakan, berjodohkah dirinya dengan Keara.

Satu kata yang muncul untuk karakter Sena ketika saya mulai mengenali sosoknya; pecundang. Ada pergulatan pikiran mengenai pemilihan penulis untuk karakter Sena ini, yang menurut saya sangat melow, tidak dewasa dan terkesan dipaksakan menjadi ‘soleh’. Pertama, ketika Sena dan Keara melanggar banyak aturan pesantren. Secara sudut pandang pertama, saya menemukan banyak narasi yang menunjukkan kalau Sena itu sadar dengan kesalahan yang tengah dilakukannya. Namun ternyata ia tetap meneruskan kesalahan itu; pacaran. Meski sudah menerima teguran keras, kesalahan itu diulanginya. Bahkan tambah parah. Ini yang membuat saya geleng-geleng kepala. Pemilihan memasukkan narasi sosok soleh untuk menggambarkan sosok yang nakal rasanya sangat bersebrangan.

Kedua, keputusan Sena meninggalkan Keara tahunan dengan alasan menjaga diri dari dosa. Terlalu mengada-ada mengingat bagaimana ia pernah memperlakukan Keara sebelumnya. Dan jika sudah menyadari batasan, rasanya kalau sampai tidak berkomunikasi, tindakan Sena sudah kategori keterlaluan. Apalagi sampai melarang temannya memberitahukan mengenai keberadaannya. Tindakan seperti ini lebih pantas jika dilakukan oleh pihak Keara.

Gaya bercerita penulis pun terlalu dibuat indah. Banyak sekali dialog antara Sena-Keara yang jika di diucapkan lantang menjadi terdengar lucu. Bukan bahasa orang yang sedang ngobrol atau diskusi. Mungkin maksud penulis agar buku ini bisa lebih menyerap dibaca. Entah ada apa dengan saya yang menganggap gaya menulis Fahd bukan selera saya.

Untuk intisari mengenai judul bukunya sendiri, saya tidak mendapatkan gambaran mengenai Jodoh itu seperti apa. Menurut saya penulis membuat penyampaian inti cerita menjadi berbelit-belit dan justru membingungkan sebenarnya pembaca akan dibawa pada pengertian mengenai Jodoh yang bagaimana. Saya hanya paham jika keduanya mencinta dan sudah memperjuangkan cintanya.

Maaf ya jika saya menuliskan lebih banyak minus-nya. Nah, untuk kelebihan buku ini justru pada penyampaian pesannya yang sangat dewasa. Saya menyukai pesan-pesan kebaikan yang diselipkan penulis untuk setiap babak yang dialami Sena dan Keara. Kovernya pun sangat memikat dan bisa memikat pembaca untuk membeli. Apalagi judulnya "Jodoh" yang kerap membuat sisi sentimen manusia terusik untuk mencari tahu.

Dan menurut saya buku ini pas dibaca untuk pembaca yang memang ingin tahu Jodoh dalam bentuk yang berbeda. Akhirnya saya memberikan rating untuk buku ini 2 bintang dari 5 bintang.

Februari 26, 2016

[Resensi] Perempuan Patah Hati Yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi - Eka Kurniawan



Judul buku : Perempuan Patah Hati Yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi
Penulis : Eka Kurniawan
Penyunting : Ika Yuliana Kurniasih
Perancang sampul : @labusiam
Ilustrasi sampul : Ayu Hapsari & @labusiam
Ilustrasi isi : Ayu Hapsari
Pemeriksa aksara : Intan & Nurani
Penata aksara : Archi Tobias Chandra
Penerbit : Penerbit Bentang
Terbit : Maret 2015
Ukuran buku : vi + 170 hlm; 20,5 cm
ISBN : 9786022910725

Saya sebenarnya kurang menyukai buku kumpulan cerita (kumcer). Karena bagi saya cerpen selalu menuntut kepekaan pikiran untuk memahami apa yang ingin disampaikan penulisnya. Sedangkan hal tersebut untuk saya merupakan kesulitan. Pilihan saya memilih buku kumcer Perempuan Patah Hati Yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi ini hanya berdasarkan ingin mencoba dan berusaha menikmati kesulitan tersebut. Seperti memberi variasi lahapan pada kebiasaan saya yang suka membaca.

Ketika harus berbagi pengalaman membaca buku kumcer ini, saya pun bingung harus menguraikannya seperti apa. Sebisa mungkin apa yang saya jelaskan di sini merupakan hasil saya menikmati 15 cerita yang ditawarkan Eka Kurniawan. Kalau pun ada yang tidak sependapat dan berbeda dengan pembaca lainnya, semata karena kemampuan dan kepekaan saya dalam menikmati cerita yang berbeda dengan pembaca yang lain. Saya tidak berusaha mengarang atau merekayasa.

Gerimis yang Sederhana. Bercerita Mei akan bertemu dengan Efendi di restoran. Ia melihat pengemis juga di restoran tersebut. Kemudian setelah bertemu, mereka mengelilingi lingkungan di Amerika sana. Saya membacanya sampai dua kali untuk mengerti isi cerita. Namun entah kenapa saya masih belum paham. Hasil saya menikmati cerita ini justru dua yang saya pahami. Pertama, memberi (sodakoh) pasti akan diganjar harapannya. Kedua, pertemuan pertama selalu membuat gugup dan bisa diatasi dengan guyonan.

 “Ya, ya, doakan perempuan yang akan datang ini memang manis,” gumam Efendi.  (hal.6)
Gincu Ini Merah, Sayang, bercerita mengenai pasangan suami istri yang dipertemukan di bar Beranda. Rohmat Nurjaman adalah pelanggan. Marni si penjual. Mereka jatuh cinta. Cerita ini saya pahami betul. Gincu merupakan kata pertanda latar cerita, dandanan pelacur di bar. Kemudian konflik terjadi karena rasa cemburu, curiga dan yang paling fatal, tidak adanya komunikasi. Seharusnya sebagai pasangan suami istri tidak ada tebak-tebakan, tetapi berkomunikasi dua arah.

“Sebaiknya, kita bercerai saja.” (hal.21)
Perempuan Patah Hati Yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi pas dibaca untuk yang belum bisa move on dari masa lalu. Maya, perempuan yang ditinggal calon suami pas menjelang pernikahan. Apakah dia terluka dan sedih bukan pertanyaan yang benar saat itu. Maya kemudian menjadi perempuan yang rapuh. Dan ia kemudian mendapati mimpi yang berulang. Dia bertemu pria yang menggiring anjing sedang berlarian di pantai Pangandaran. Maya percaya pada mimpi itu dan mengejarnya ke Pangandaran. Pesan cerita yang saya tangkap, percayalah, soal hati, takdir telah merancangnya dengan sempurna. Jika ditinggalkan, akan ada pengganti yang lebih baik.

“Kalian orang-orang tolol yang percaya pada mimpi. Ia pergi ke Jakarta seminggu lalu.” (hal.34)
Penafsir Kebahagian, merupakan cerita yang membuat saya menggelengkan kepala. Siti, pelacur yang disewa dan dibawa ke Amerika untuk digilir oleh Jimmi dan kelima temannya. Jadi Siti bekerja selama enam hari dalam seminggu. Keadaan pelik, ketika Markum, pria setengah baya, dilayani Siti juga. Kondisinya waktu itu sedang hamil. Siti bingung siapa ayah bayi yang dikandungnya. Saya menyukai cerita ini, lebih gampang saya ikuti alurnya. Dan pelajaran yang saya ambil, tidak ada keburukan yang berbuah kebaikan, keburukan akan menimbulkan keburukan lainnya.

“Aku tak tahu apakah harus memanggilnya anak atau cucu,” gumam Markum, masih agak kesal. (hal.45)
Membuat Senang Seekor Gajah. Cerita ini mengingatkan saya pada tebak-teban waktu saya kecil. “Gajah dimasukan kulkas, yang gede apanya?” Dan jawaban tepat untuk tebak-tebakan ini adalah bohongnya yang besar. Nah, ceritanya mengenai gajah yang ingin masuk ke dalam kulkas karena kepanasan dengan dibantu dua anak kecil. Lalu yang saya dapatkan selain lelucon adalah jadilah orang yang lebih sadar diri dalam mengharapkan sesuatu. Jika dipaksakan belum tentu hasilnya seperti yang diharapkan.

“Membuatnya senang kupikir hal yang lebih penting daripada apa pun,” kata si anak lelaki. (hal.50)
Jangan Kencing Di Sini. Idenya tidak bisa saya pahami betul. Ini mengenai Sasha, pemilik toko, yang geram karena pojok parkiran tokonya selalu berbau kencing, padahal sudah dipasang larangan dan himbauan.  Ia pun sempat memata-matai karena ingin tahu siapa pelaku sebenarnya. Namun, justru berujung pada pengalaman menahan kencing yang kemudian membuat dirinya merasa menikmati rasa ‘begituan’. Pesannya, jangan membuat larangan dengan jangan.

Penis lelaki memang merupakan masalah dunia,.. (hal.52)
Tiga Kematian Marsilam. Marsilam jatuh dari lantai 12. Tidak ada saksi yang tahu penyebabnya. Kemudian cerita bergulir menuju tiga tahap kematian. Urutan kematiannya sedikit membingungkan. Penulis menyebutnya kematian kedua, kematian pertama lalu kematian ketiga. Bagi benak saya muncul urutannya kematian ketiga, kematian pertama lalu kematian kedua. Cerpen ini harus saya baca dua kali untuk tahu plotnya. Sebab, perpindahan cerita membuat saya bingung. Namun akhirnya saya tahu apa hubungan Marsilam dan Armantana. Poin mengena yang saya terima, tidak ada orang tua yang akan membiarkan anaknya menderita.

“Barangkali karena kami berbagi kesedihan yang sama.” (hal.75)
Cerita Batu, mengisahkan bagaimana si Batu menyimpan dendam setelah ia diseret pada kasus pembunuhan seorang perempuan yang mayatnya diceburkan ke sungai. Melalui kisahnya, saya memahami jika banyak sekali manusia serakah dan akhirnya melakukan kejahatan. Bisa dibayangkan seandainya benda mati bisa dijadikan saksi kejahatan, tidak ada kejahatanyang tidak terungkap.

Seperti semua batu di dunia, ia pendendam yang tabah. (hal.87)
La Cage aux Folles, merujuk pada kisah perjalanan seorang laki-laki bernama Marto, yang kemudian berubah menjadi Martha. Ini tentang transgender. Saya tidak memahami apa yang ingin disampaikan penulis melalui karakter Martha. Tapi satu hal, Kemala, sebagai teman, hanya bisa melihat apa yang diputuskan teman.

...“tapi antara tubuh lelaki dan perempuan, kau akan tahu, ada jarak yang terlampau jauh untuk kutempuh.” (hal.102)
Setiap Anjing Boleh Berbahagia, haruskah disebut sebagai kisah cinta? Cerita anjing yang membuat seorang perempuan, istri dan ibu, rela meninggalkan suami dan anak-anaknya. Cinta paling konyol saya menyebutnya. Saya hanya bisa mengambil sisi, setiap mimpi boleh diperjuangkan.

“Ronin, kita akan pergi, jauh, aku dan kamu akan bahagia.” (hal.110)
Kapten Bebek Hijau, sejenis fabel atau memang iya ini fabel. Anak bebek berbulu kuning yang berubah menjadi berbulu hijau, karena memakan buah mogita. Sedih, iya. Emak Bebek akhirnya menjuluki anak bebek hijau dengan sebutan Kapten Bebek Hijau. Keras kepalanya si anak bebek untuk kembali memiliki bulu warna kuning, membuatnya harus melakukan petualangan ke atas bukit  demi mendapatkan kunir raja. Pesannya, bersyukurlah. Ini terkait dengan akhir cerita yang fatal.

“... Hanya kamu yang berbulu hijau, sebab kamu istimewa....” (hal.114)
Teka-Teki Silang, permainan yang dibuat Juwita. Namun saat suatu hari  ia menemukan teka-teki silang dan mengisinya, justru membuat Juwita tidak tenang. Apa yang ditulisnya menjadi nyata.  Kembali saya harus meraba pesan yang saya tangkap dari cerita ini dan kesulitan. Akhirnya, jangan sombong.

Ia merasa yakin tak perlu mengeluarkan senjata-senjata rahasianya. (hal.124)
Membakar Api, memaparkan soal kehilangan Lohan. Ia ayah Artika, ia mertua Mirdad, ia besan Rustam Satria Juwono. Ini soal mafia. Nilainya adalah suap adalah kejahatan halus.

..., “Sejak kapan uang suap ada kuitansi?” (hal.143)
Pelajaran Memelihara Burung Beo. Mirah, seorang ibu yang kehilangan ketiga anaknya akibat perceraian. Ia mengganti keberadaan anak-anaknya dengan memelihara burung  beo yang mahir berbahasa indonesia. Saat burung beo tersebut diambil dinas perlindungan hewan, Mirah baru merasakan kalau anaknya tidak bisa digantikan apapun. Tampak sangat jelas apa pesan yang ingin disampaikan penulis.

Jangan pernah menggantikan anakmu dengan burung beo. (hal.155)
Pengantar Tidur Panjang mengisahkan aku yang mengantarkan Bapak tidur selamanya dengan cerita-cerita manis antara aku dan keluarga lainnya. Pesannya, menjadi orang baik tidak rugi, banyak kegunaannya.

Bahkan, pikirku, setelah meninggal  Bapak masih memberiku ongkos bus. (hal. 167)


Kalau membaca apa yang disampaikan penulis di atas, saya mungkin keterlaluan memahami cerita yang dibuatnya. Atau mungkin perkataan Eka hanya berlaku untuk novel saja?

Tapi saya memang berusaha menemukan pelajaran-pelajaran dari apa yang saya baca. Saya yakin kalau semua karya memiliki maksud dan ada yang bisa dipelajari. Uraian pesan cerita di atas pun mungkin jauh dari maksud penulis, namun saya mencoba menggunakan sudut pandang sendiri.

Cerita-cerita yang ada di kumcer ini ditulis dengan sangat apik. Beberapa cerita membuat saya bingung. Yang lainnya bisa saya serap dengan gampang. Ini seni cerpen. Dan bagi saya kumcer seperti spasi saat mengetik. Istirahat. Lalu cerita favorit saya adalah cerita terakhir. Hubungan anak dan bapak dan keluarganya selalu menyentuh selera cerita saya.

Yang membuat saya salut adalah tema cerita yang beragam dan memperkaya saya sebagai pembaca akan rasa cerita. Akhirnya saya memberi rating 4 dari 5. Saya puas membaca kumcer ini dan semoga ke depannya saya bisa membaca kumcer lainnya.

*gambar diambil kamera hape Samsung Galaxy ACE4