[Resensi] Sakura di Langit Osaka - Arizu Kazura



Judul: Sakura di Langit Osaka

Penulis: Arizu Kazura

Editor: Cicilia Prima

Penerbit: Grasindo

Terbit: Oktober 2017, cetakan pertama

Tebal buku: vi + 242 hlm.

ISBN: 9786024524098

***

Naya Wijaya - Pernah disakiti, hatinya dilukai, harapannya dipatahkan, hingga membuatnya sulit membuka hati dan percaya kepada laki-laki, menaruh kebencian yang mendalam kepada laki-laki pemilik mata dengan tatapan tajam- yang pantang menyerah dalam mendapatkan hatinya- itu sejak bertemu.

Nishimura Tetsuya - Pernah dikhianati, dikecewakan dan dipermalukan di depan orang banyak karena gagal menikah, hingga membuat dirinya enggan jatuh cinta dan lebih menyukai hidup sendiri, menaruh rasa kepada wanita pemilik senyum cantik ebrlesung pipi- yang ingin dimilikinya- itu ketika wajah cantiknya berada dalam frame kameranya.

Mereka bertemu di bawah langit musim semi. Berawal dari pertemuan yang tidak menyenangkan saat sakura sedang bermekaran hingga berubah menjadi dirindukan, tiba-tiba keduanya ingin jatuh cinta lagi. Mereka ingin bahagia lagi. Tapi, mampukah keduanya saling melengkapi? Menutup luka lama dengan kebahagiaan yang sekarang dirasa? Atau malah sebaliknya, pertemuan itu adalah awal bagi hadirnya luka baru yang lebih menyiksa?

***

Saya beli novel Sakura di Langit Osaka karya Arizu Kazura saat gramedia.com bikin bazar murah dan hanya dengan harga 6.000,-. Kovernya yang didominasi warna pink, persis warna kelopak bunga sakura, terkesan 'perempuan' banget. Alasan ini yang bikin saya agak malu kalo harus membaca novel ini di luar kosan.

Kover ini juga mengecoh saya mengetahui kalo penulis Arizu Kazura ini ternyata seorang penulis laki-laki. Saya pikir penulisnya perempuan lho! Saya baru tahu kalau nama asli penulis adalah Aris Kurniawan ketika baca profil penulis di halaman paling belakang.

Novel Sakura di Langit Osaka adalah noval roman, dan membaca novel roman yang paling dicari adalah alurnya yang dirajut dengan konflik-konflik pasangan kekasih. Sebab novel roman pasti berkutat di masalah sepasang kekasih, yang ragam masalahnya banyak banget. Konflik yang saya maksud sebenarnya bisa dan sering kita temukan di novel yang lain, karya penulis lain. Gara-gara ini, penulis novel roman harus bisa mengemas ceritanya dengan lebih mengesankan pembaca sehingga akan terus diingat karyanya.

Unsur novel roman kurang lebih begini: perasaan suka, jatuh cinta, cemburu, butuh perhatian, masa lalu, komunikasi romantis, restu, pernikahan impian. Kebanyakan novel roman isinya sekitar itu. Dan yang bikin saya memilih baca novel Sakura di Langit Osaka karena berharap akan mendapatkan cerita yang punya unsur salah satunya.

Naya, si tokoh utama perempuan, akan pergi ke Osaka, Jepang, untuk urusan kerja. Usianya yang sudah 27 tahun, dikhawatirkan oleh ibunya. Terbayang, kontrak 3 tahun di Osaka, dan ketika pulang ke Indonesia usianya sudah 30 tahun, belum menikah. Tapi Naya meyakinkan Ibunya jika sudah ketemu pasangan yang tepat, dia akan segera mengakhiri masa lajangnya.

Setibanya Naya di Osaka, dia justru bertemu pria menyebalkan, Nishimura Tetsuya. Pertemuan mereka terus berlanjut ke pertemuan lainnya, dan tetap hanya bikin Naya kesal saja. Namun bergulirnya waktu, siapa sangka perasaan bisa berubah. Tetsuya mulai mengisi hari-hari Naya dengan perhatian, petikan gitar, dan perlakuan romantis. Yuri, sahabat Naya, ikut senang karena kehadiran Naya merubah banyak kebiasaan Tetsuya.

Tapi kemudian 'Dia' yang berasal dari masa lalunya muncul kembali di tengah-tengah. Mencoba merekonsiliasi hubungan yang sudah rusak, mengais kemungkinan-kemungkinan bagi mereka untuk merajut asmara seperti dulu. 'Dia' bukan hanya ada di sisi Naya, tapi ada 'Dia' juga di sisi Tetsuya.

Tanda Tanya Besar Masa Lalu dan Dia

Saya akui fungsi prolog di novel ini cukup baik, dengan menyebutkan petunjuk yang samar dan membuat pembaca bertanya-tanya, bakal sukses bikin pembaca membuka halaman novel selanjutnya. Percakapan Naya dan Ibunya di prolog halaman 4, memancing rasa penasaran saya. Disitu disinggung kejadian pilu Naya pada tujuh tahun lalu, dan disangkutpautkan dengan 'Dia', yang entah siapa.

"Apa begitu sulit untuk membukanya dan membiarkan laki-laki lain mengisi kekosongan di dalamnya? Sudah tujuh tahun lho, Nduk. Apakah selama itu juga perasaanmu masih sama kepadanya?" (hal. 4).

"Tentang aku yang tidak bisa jatuh cinta dan membuka hati untuk laki-laki lain, sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan siapa pun. Termasuk dia yang Ibu pikirkan. Aku bahkan sudah lupa. Aku tidak mengingatnya. Jadi, bagaimana bisa seseorang yang sudah tidak ada di pikiranku menghalangiku untuk jatuh cinta lagi?" (hal. 4).

Isue yang Masih Eksis

Dalam novel ini diangkat isu-isu yang eksis di kehidupan sehari-hari, dan masih menjadi bahan diskusi yang panjang. Misalnya soal usia ideal perempuan untuk menikah, dan soal adanya pandangan kemapanan seorang laki-laki sebagai kriteria pasangan membahagiakan. Dua isu ini tidak begitu banyak disinggung, tapi lumayan membekas ketika kita membaca bagian itu.

Untuk isu usia ideal menikah lumayan menohok karena pandangan ini disampaikan dari sisi seorang ibu. Kita sebagai anak tidak bisa mengatur perasaan ibu terkait sudut pandangnya. Tapi kita harus tahu perasaan ibu yang prihatin jika pada usia kita yang cukup untuk menikah, kita belum juga memijak fase itu. Dan langkah tepat untuk meluruskan perbedaan pendapat ini ya dengan komunikasi yang baik dan santun. Seorang ibu pada akhirnya akan memahami kondisi kita, karena dalih mereka menyinggung usia ideal menikah hanya untuk mengingatkan anaknya.

Sedangkan pembahasan soal kemapanan sebagai pilihan pasangan tepat, hanya disampaikan sepintas oleh Yuri ketika memberikan saran kepada Naya untuk tidak membuang kesempatan memiliki Tetsuya. Apalagi keseluruahn tokoh di novel ini digambarkan memiliki kondisi ekonomi tengah dan atas. Sehingga saya tidak menemukan pembanding apa resikonya memiliki pasangan biasa dan pasangan mapan.

Rasa Novel Karya Ilana Tan

Dari segi penceritaan dan penokohan, saya merasakan rasa novel ini tuh mirip novel karya Ilana Tan. Saya memang baru membaca satu judul karya Ilana Tan yang Autum in Paris, namun saya bisa menyebutkan apa saja kemiripan antara novel ini dengan novel Ilana Tan.

Pertama, latar kisah sama-sama di luar negeri. Dan setau saya ada juga karya Ilana Tan yang latarnya di Jepang, yakni novel Winter in Tokyo. Musim pada akhirnya memiliki peran penting untuk membangun hubungan romantis antar tokoh-tokohnya. Jika pada Winter in Tokyo memakai musim salju, di novel ini memakai musim semi dan gugur, pada saat bunga sakura berkembang indah sampai pada saat bergugurannya.

Kedua, tokoh-tokoh yang dikarang penulis merupakan orang-orang dewasa yang latar belakangnya bukan ekonomi bawah sekali. Profesi atau latar pribadi mereka cukup baik sehingga ekonomi bukan jadi unsur cerita yang fital yang membangun alurnya. Di novel ini disebutkan profesi kantor konstruksi. Kita pasti tahu kemakmuran orang-orang yang bekerja di perusahaan konstruksi, apalagi jika perusahaan tersebut sampai menangani proyek luar negeri.

Ketiga, tema 'benci jadi cinta' menjadi benang merah yang masih dipakai kedua penulis untuk merajut kisah romantisnya. Ciri paling mencolok, pada awal kisah akan dimulai dengan pertengkaran-pertengkaran kecil. Semakin ke belakang, kedua tokoh makin menguat memiliki perasaan suka, perasaan kagum, perasaan ketergantungan satu sama lain, dan berujung 'aku suka kamu, kamu suka aku'.

Keempat, diksi yang formal sekali. Apalagi jika sudah menggunakan kata 'aku, kau, kamu'. Ditambah tidak ada penggunaan kata-kata gaul, akan membuat novel terasa lancar alurnya tapi kaku. Kalimat-kalimat percakapan di novel ini pun lebih ke percakapan tulisan, bukan lisan, sebab komposisi kalimat dan penggunaan kosa katanya begitu formal.

"Bagaimana? Apa kau yakin kau sudah melupakanku sepenuhnya?" (hal. 178)

Kelima, kover novel ini mirip dengan kover novel Winter in Tokyo. Saya sampai menyandingkan kover keduanya, dan setuju jika mirip sekali.




Apa Kesan Setelah Membaca Novel Sakura di Langit Osaka?

Seru. Pasangan yang awalnya tidak saling suka, seiring berjalannya waktu, mereka jadi saling cinta. Di novel ini proses perubahan perasaan Naya dan Tetsuya dijabarkan pelan-pelan, tidak tergesa-gesa, sehingga pembaca tidak dibuat kaget dengan perubahan yang tiba-tiba.

Kurang puas karena ada bagian-bagian tertentu yang mau tidak mau harus disingkat sedemikian rupa agar novel harus segera diakhiri. Misalnya, kepulangan Naya ke Indonesia, dan masa penyembuhan Tetsuya pasca mengalami kecelakaan di lokasi proyek.

Memilih kontrak 3 tahun di Osaka, Jepang, jelas menjadi tantangan penulis mengemas kisah tokoh-tokohnya, karena penulis harus bisa memangkas waktu, memberikan dinamika konflik, bahkan harus memetakan kapan dimulai, kapan memuncak, dan kapan kisah harus diselesaikan. 

Tetapi untuk novel Sakura di Langit Osaka ini menurut saya sudah cukup baik dieksekusi penulis. Dan kalo harus memberi nilai, saya beri 3 bintang dari 5 bintang.

Karena novel ini sebuah sekuel, saya makin penasaran dengan novel sebelumnya, Sekelopak Bunga Sakura. 

Sekian ulasan saya untuk novel Sakura di Langit Osaka, terakhir, jaga kesehatan dan selamat membaca buku!

0 komentar:

Posting Komentar