Oktober 26, 2016

Wishful Wednesday: Pembaruan Dongeng Cinderella

Selamat hari Rabu!
Selamat Wishful Wednesday!

Saya akan menjadi penasaran terhadap satu buku jika saya dijejali dengan penilaian baik terhadap buku tersebut dari beberapa blogger. Semacam penumpukan sugesti yang akhirnya menjadi harapan. Parahnya, harapan itu menagih untuk segera diwujudkan segera.

Keadaan menjadi sulit, sebagai pembaca buku, saya banyak mendapatkan informasi mengenai buku-buku bagus. Bertambah juga jumlah buku-buku yang masuk harapan. Sementara kemampuan mewujudkan sangat terbatas. Membeli hanya sebagian buku, yang lainnya mengadu peruntungan ikut kuis.
barui

Tapi, seperti prinsip, saya bersyukur setiap bulan ada saja buku baru yang menjadi bacaan.

Penasaran buku apa yang saya harapkan minggu ini?

Cinder: The Lunar Chronicles by Marissa Meyer


Buku ini adalah buku pertama dari seri The Lunar Chronicles. Buku yang membarui dongeng klasik Cinderella. Kisah yang paling dihafal mengenai ketinggalan sepatu kacanya. Namun, saya tidak bisa membayangkan dongeng klasik tadi dibuat dengan menambahkan teknologi dan lebih kekinian. Alasan ini membuat saya sangat penasaran.

Seri ini diterbitkan oleh Penerbit Spring. Usai mengintip web-nya, sudah ada empat buku yang menggenapkan kisahnya. Dan beberapa kali saya mampir juga di beberapa blog teman yang mengulas buku ini, rata-rata mereka menyukai kisah klasik yang dibawakan kembali penulis dengan kekinian.

Demikian buku harapan saya untuk minggu ini. doakan ya agar buku-buku bagus itu berjodoh dengan saya. Amin.

Untuk kalian yang mau menuliskan harapan tentang buku yang diinginkan, silakan mampir ke blognya PerpusKecil untuk tahu aturannya.

Terima kasih.

Oktober 25, 2016

[Resensi] The Adventures of Pinocchio - Carlo Collodi

Judul: The Adventures of Pinocchio
Judul terjemahan: Petualangan Pinocchio
Penulis: Carlo Collodi
Alih bahasa: Lulu Wijaya
Desain & ilustrasi sampul: Ratu Lakhsmita Indira
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2014
Tebal buku: 208 halaman
ISBN: 9786020304663
Harga: Rp40.000

Saya yakin banyak yang sudah tahu garis besar kisah Pinocchio ini seperti apa. Secara, kisah klasik ini sudah dibuat film kartunnya. Namun , saya ingin meringkasnya supaya kita lebih ingat. Awalnya hanya sebongkah kayu biasa. Ia ditemukan oleh Mastro Antonio dan hendak dibuat kaki meja. Pada saat pengerjaannya, Mastro Antonio mendengar suara-suara aneh. Bersamaan itu, datang Mastro Geppeto yang sedang mencari kayu untuk dibuat boneka tali. Seperti takdir, sebongkah kayu jadi milik Mastro Geppeto dan dibuat olehnya menjadi boneka tali anak laki-laki yang ia beri nama Pinocchio.

Belum selesai menjadi boneka, Pinocchio sudah membuat Mastro Geppeto kewalahan. Pinocchio menjadi boneka tali yang aktif, pembangkang, dan tentu saja pembohong.  Berangkat dari sini, kisah Pinocchio bergulir seru. Lebih seru dari filmnya, sebab banyak sekali bagian cerita yang tidak terrekam di film. Apakah Pinocchio akan berubah menjadi anak laki-laki seperti di filmnya?

Membaca kisah klasik Pinocchio ini seperti sedang beristirahat dari kegiatan membaca novel-novel yang lebih serius. Saya katakan, buku ini memang memuat kisah yang sederhana. Dimaklumi saja, sebab kisah Pinocchio ini memang ditujukan untuk anak-anak. Namun, saya sedikit kurang setuju dengan label ‘cerita anak-anak’, dengan pernyataan anak-anak boleh membaca buku ini. Sebab, kenakalan Pinocchio yang dikisahkan penulis terlalu keterlaluan.Misal, membunuh jangkrik dengan palu, berkata tidak sopan dengan orang yang lebih tua, tukang ingkar janji, dan pembohong. Saya menyarankan buku ini dibaca orang tua, kemudian diceritakan kembali kepada anak dengan bahasa yang lebih halus.

Ide cerita yang dikembangkan penulis memang sederhana. Melalui tokoh boneka tali, penulis menuturkan perubahan dari sosok nakal menjadi baik. Selain itu, penulis mengemas dengan apik melalui petualangan yang dialami Pinocchio dan mempertemukannya dengan banyak karakter seru. Contoh; Jangkrik Berbicara, Harlequin & Pulcinella (boneka tali ), Pemakan Api (Sutradara Teater), Rubah, Kucing, Pembunuh, Peri Cantik Berambut Biru, Pak Burung Nuri, Seekor Ular Raksasa, Si Petani, Musang, Burung Dara, dan masih banyak karakter lainnya.

Di buku ini, saya ingin menggambarkan jika klimaks dibagi dua. Penilaian saya pada cerita yang membuat saya benci/gemas/suka/jatuh cinta/mengesankan. Pertama, bagian ketika Pinocchio melakukan banyak kenakalan dan kembali sadar, kemudian nakal lagi dan sadar lagi, terus hingga beberapa kali. Itu membuat saya tidak menyukai karakter Pinocchio. Apalagi, dia berdalih sebagai boneka kayu yang tak berotak. Menyebalkan sekali. Kedua, bagian ketika perubahan sifat Pinnochio yang berangsur-angsur menjadi baik dan bertanggung jawab terhadap hidup Geppeto dan dirinya sendiri. Ending-nya cukup melegakan dan saya kira karena judul buku ini adalah petualangan, spoiler akhir cerita tidak akan mengurangi petulangan itu sendiri.

Saya sedikit kurang puas juga untuk bagian adegan ketika Pinocchio bohong kemudian hidungnya akan memanjang. Sebab, ternyata itu salah satu bagian adegan kecil di novel ini, ketika ia bersama Peri Cantik Berambut Biru. Kebohongan sebelum dan sesudahnya, tidak lantas membuat hidung Pinocchio jadi panjang. Padahal, yang paling terkenal dari kisah Pinocchio ini terletak pada hidungnya yang bisa memanjang jika ia berbohong.

Untuk hasil terjemahannya sudah sangat baik. Selama membaca buku ini, saya lancar jaya. Meski, saya menemukan beberapa typo, namun tidak cukup mengganggu.

Untuk karakter utama adalah Pinocchio dan Mastro Geppeto. Pinocchio ini boneka tali yang aktif, pembangkang, nakal, pengumpat, pemalas, bodoh, polos dan pembohong. Sebagian buku akan menceritakan semua keburukan yang dimiliki Pinocchio. Mastro Geppeto ini pria tua si tukang kayu yang berhati lembut, mudah menangis, penyayang, dan pemaaf. Senakal apa pun Pinocchio, Geppeto selalu bisa menyayanginya dengan tulus. Beberapa peran figuran sudah saya singgung di atas ya!

Memerhatikan kovernya yang didominasi warna cokelat kayu dan ada pola seratnya, membuat novel ini mengesankan klasik sekali. Sedangkan gambar boneka kayu yang belum kelar, menegaskan kembali cerita isi bukunya, tentang petualangan si Pinocchio. Yang ganjil adalah cap dari lilin berwarna merah yang biasa digunakan pada jaman kerajaan dulu. Sebab, tidak ada cerita yang berhubungan dengan objek ini. Maksudnya apa ya?

Buku ini menyampaikan pesan moral untuk jujur, hormat kepada yang tua, menjadi dermawan, tidak berburuk sangka, menjaga pergaulan, dan masih banyak nilai-nilai moral yang bisa disampaikan kepada anak-anak selaku generasi masa depan. Dan, saya justru menangkap pesan dari buku ini untuk mengajarkan kepada orang tua menanamkan nilai-nilai kebaikan melalui mendongeng. Tugas orang tua bukan sekedar memberi anaknya makanan, hiburan, namun harus ikut serta membentuk karakter si anak.

Rating dari saya: 3/5


Catatan:
  •  “Kau lihat,” cetus Geppeto, “benar kataku tadi, yaitu kita tidak boleh terlalu cerewet dan rewel tentang makanan. Sayangku, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari!” [hal. 31]
  • “Anak-anak selalu berjanji begitu kalau menginginkan sesuatu,” tukas Geppeto. [hal. 32]
  • “Tetapi ingatlah, seseorang tidak bisa dinilai dari pakaiannya, kecuali kalau pakaiannya itu rapi dan bersih.” [hal. 34]
  • “Ingatlah bahwa anak-anak yang memaksakan keinginan mereka, lambat-laun pasti menemui nasib malang.” [hal. 57]
  • “... Hari ini (tapi sudah terlambat!) aku telah mengambil kesimpulan bahwa untuk mendapatkan uang yang halal, orang harus bekerja dan tahu cara mencari nafkah dengan menggunakan tangan atau otak mereka.” [hal. 85]
  • “Lapar, anakku, bukan alasan untuk mengambil sesuatu yang merupakan milik orang lain.” [hal. 93]
  • “Sama sekali tidak. Ingatlah, tidak ada kata terlambat untuk belajar.” [hal. 116]
  • “... Kau berbuat baik padaku, dan di dunia ini, apa yang diberikan selalu dikembalikan....” [hal.130]
  • “Anak-anak mudah berjanji, tetapi juga mudah melupakan janji.” [hal. 144]

Oktober 23, 2016

[Resensi] Rooftoppers - Katherine Rundell

Judul buku: Rooftoppers
Judul terjemahan: Para Penghuni Atap
Penulis: Katherine Rundell
Alih bahasa: Ambhita Dhyaningrum
Editor: Ferrial Pondrafi
Ilustrasi sampul dan isi: Fatimah Zahra
Desain sampul dan isi: Dian Nurwendah
Penata letak isi: Diyantomo
Proofreader: Hartanto
Penerbit: Metamind (Creative Imprint of Tiga Serangkai)
Cetakan: Pertama, Juni 2016
Tebal buku: iv + 300 halaman
ISBN: 9786029251319
Harga: Rp50.000 

Novel Rooftoppers ini bercerita mengenai seorang anak perempuan berumur satu tahun yang selamat dari kapal yang tenggelam dan ditemukan oleh pria bernama Charles Maxim di dalam kotak cello. Anak perempuan tadi diberi nama Sophie. Karena Charles bukan orang kaya, Miss Elliot yang berasal dari Agen Perlindungan Anak Nasional di Westminster, berpendapat jika Sophie ini tidak cocok diasuhnya. Dan entah bagaimana bisa, Sophie kecil meyakini dirinya punya ingatan mengenai sosok wanita yang ia akui sebagai ibunya.

Dan pada usia 12 tahun, surat vonis untuk memisahkan Charles dan Sophie itu dikeluarkan agen. Dalam keadaan sedih dan putus asa, sebuah alamat di Paris ditemukan Sophie dalam plakat kotak cello yang hendak ia hancurkan.Berdasarkan kesepakatan bersama antara Charles dan Sophie, mereka memutuskan untuk mencari alamat itu yang diduga adalah alamat ibunya Sophie.

Berhasilkah Charles dan Sophie menemukan wanita yang diduga ibunya Sophie?

Menurut saya, ide umum cerita novel Rooftoppers ini sangat biasa yaitu pencarian sosok ibu. Justru ide ‘bagaimana pencarian ibu’ itu dikembangkan oleh penulis, patut mendapatkan dua jempol. Sampai saya menyelesaikan membaca novel ini, saya masih merasa tidak habis pikir jika di Paris sana ada yang namanya Penghuni Atap. Penghuni Atap ini adalah anak-anak yang memilih beraktifitas di atap berbagai bangunan. Aktifitasnya seperti makan, tidur dan banyak lainnya. Bagi mereka atap adalah dunianya. Yap, Sophie bisa menjadi bagian Penghuni Atap setelah ia berkenalan dengan anak laki-laki bernama Matteo.

Novel ini bisa dikatakan berisi cerita petualangan. Sebab, 2/3 dari buku menceritakan hari-hari Sophie bersama Matteo selama di atap. Banyak sekali hal yang diceritakan penulis mengenai kegiatan mereka berdua. Tapi, cerita tersebut tidak menyisihkan alur utama ‘pencarian ibu’ dan sebaliknya, cerita itu menguatkan proses pencarian. Yang sangat disayangkan oleh saya justru pada eksekusi ceritanya. Sebab, penulis tidak membuat akhir pencariaan itu menjadi adegan dramatis. Malah terkesan sangat datar. Untuk klimaks dari novel ini saya temukan menjelang akhir novel, ketika gerombolan Sophie, Matteo, Anastasia, Gerard dan Safi bertempur melawan gerombolan Garier yang dikenal jahat dan bersenjata. Pembaca juga akan diberikan bocoran kenapa Matteo sangat bermusuhan dengan gerombolan Garier ini.

Berbicara gaya bahasa penulis, rasanya tidak adil dinilai sebab saya baca terjemahannya. Saya pun akan berkomentar dari sisi terjemahannya. Saya harus mengatakan jika terjemahan novel Rooftoppers ini belum baik. Banyak sekali kalimat yang aneh dibaca dan untuk memahaminya saya harus membaca berulang-ulang. Ini jelas menghambat saya membaca.

Bayi itulah satu-satunya mahkluk hidup yang ada sejauh bermil-mil. Hanya bayi itu, beberapa kursi makan, dan ujung kapal yang menghilang ke dalam lautan. Ada suara musik di ruang makan. [hal. 1]

Tokoh utama di novel ini adalah Charles Maxim (wali Sophie), Sophie, dan Matteo (salah satu Penghuni Atap). Charles Maxim ini pria yang cerdas dan digambarkan memiliki banyak buku di rumahnya, bijaksana, dewasa, menyukai anak-anak, dan tidak mengekang. Beberapa kali Charles membiarkan Sophie melakukan apa yang ia sukai, membiarkan Sophie memakai apa yang ia mau, dan tentu saja mendukung semua apa yang dipikirkan Sophie. Sophie itu anak perempuan yang sederhana, aktif, banyak ingin tahu, mengormati Charles, berpikiran positif, dan optimis. Ia tidak ragu dengan kenangannya tentang wanita yang diduga ibunya dan ia memperjuangkan apa pun tentang ibunya meski petunjuk yang ia dapatkan sangat sedikit. Lalu, Matteo ini tipe anak yang suka kebebasan, liar, namun peduli. Ia pun membantu Sophie mencari ibunya padahal ia dan Sophie tidak ada unsur balas budi. Tokoh figuran yang sering muncul, ada Anastasia (Penghuni Atap), Asfi (Penghuni Atap), Gerard (Penghuni Atap), dan Miss Susan Eliot (Agen perlindungan Anak Nasional.

Untuk kovernya, i love it. Menampilkan sosok Sophie yang sedang duduk di atap dengan pandangan ke penjuru kota Paris. Warna biru langit dan burung terbang membuat pemandangannya terlihat cerah. Komposisi yang sangat relevan dengan keseluruhan cerita di dalamnya.

Berkat novel Rooftoppers ini, pembaca (saya) diingatkan untuk selalu memiliki pikiran optimis. Seperti kalimat yang kerap diucapkan Charles dan Sophie, jangan pernah mengabaikan kemungkinan, sekecil apa pun kemungkinan itu. Kita tidak pernah tahu, apa yang kita perjuangkan akan berakhir bagaimana. Novel ini tentu saja menginspirasi untuk menjadi orang yang selalu bersemangat.

Rating dari saya: 3/5


Catatan:

  • “Jangan terlalu yakin, sayangku. Memercayai sesuatu adalah bakat.” [hal. 47]
  • “... Cinta bukan untuk membuatmu merasa istimewa. Cinta membuatmu merasa berani....” [hal. 278]
Typo:

  • Lebh = Lebih [hal. 27]
  • Bekhayal = Berkhayal [hal. 107]
  • Mungkn = Mungkin [hal. 277]

Oktober 21, 2016

[Resensi] Kastil Es & Air Mancur Yang Berdansa - Prisca Primasari

Judul buku: Kastil Es & Air Mancur Yang Berdansa
Penulis: Prisca Primasari
Editor: eNHa
Proofreader: Gita Romadhona
Penata letak: Wahyu Suwarni
Desain sampul: Dwi Annisa Anindhika
Penerbit: GagasMedia
Cetakan: Pertama, 2012
Tebal buku: viii + 292 halaman
ISBN: 9797805891
Harga: Rp45.000 

Seorang perempuan 28 tahun bernama Florence, kabur dari rumah karena akan dijodohkan oleh orang tuanya dengan sorang pria yang belum dia temui. Tujuannya meninggalkan Paris menuju Honflour. Selama lari tasnya rusak. Dan setelah naik kereta, seorang pemuda ijin duduk di sebelahnya. Florence mengintip tas kertas si pemuda yang berisi tas. Setelah basa-basi, tas itu pun diberikan kepada Florence dengan sedikit rasa tidak enak sebab ia tahu tas itu akan diberikan kepada seorang wanita.

Si pemuda yang belakang diketahui bernama Vinter, kelihatan bingung karena seniman yang akan ia bawa kepada temannya membatalkan tampil. Sebagai balas budi, Florence setuju menggantikan. Di rumah Zima, teman Vinter, Florence berhasil menampilkan membuat lukisan, membaca puisi, bernyanyi sambil main piano. Pada kesempatan drama akhirnya Florence gagal sebab ia sendirian. Keluar dari rumah Zima, mereka harus berpisah.

Benarkah mereka akan terpisah sedangkan Florence merasa tidak ingin berpisah dengan Vinter?


Kisah Kastil Es & Air Mancur Yang Berdansa sangat terasa romantis. Penulis menggiring kedua tokoh untuk terus berhubungan dengan cara mereka merasa saling membutuhkan. Ada sedikit salah paham di antara keduanya,tapi  itu hanya pemanis saja dan bukan satu babak yang menjadikan cerita ini memiliki klimaks. Justru saya bingung klimaksnya dimana. Sebab tidak ada bagian cerita yang tiba-tiba nilai serunya tinggi. Yang saya tangkap hanya berupa letupan yang penulis sebar di beberapa bagian. Contohnya, ketika Zima meninggal karena sakit kanker, atau ketika Florence menceritakan asmaranya dengan Jean kandas setelah ia memberikan segalanya. Bagian-bagian itu yang membuat saya terharu.

Kisah di novel ini juga dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama menceritakan masa pelarian Florence di daerah Honflour. Bagian kedua menceritakan satu bulan setelah kejadian di Honflour dan berlatar di Paris. Bagian ketiga menceritakan sosok Vinter mulai dari masa lalu hingga ia bertemu dengan Florence di kereta. Jadi, pembagian cerita seperti ini membuat semua sudut antara kedua tokoh terceritakan utuh.

Sebenarnya, di novel ini ada yang tidak saya sukai yaitu penulis terlalu banyak memberikan informasi seni; seni lukis, seni drama dan seni musik. Judul lagu, lukisan, drama, ditambah penciptanya, semua itu tidak membuat saya kenal dengan karya seni itu. Terus terang saya pun tidak merasa harus mencari tahu karena seni di negara itu tetap akan asing buat saya. Ini berlaku untuk semua novel yang saya baca. Saya akan menyebutnya sebagai pemaksaan memberikan pengetahuan, apalagi sejarah seni, yang sebenarnya bagi si pembaca tidak ada gunanya.  Itu catatan bagi saya, walau pun saya memang tidak punya hak untuk protes terhadap penulis. Tapi harus diketahui efeknya, saya akan membaca informasi itu sebagai rangkaian kalimat saja.

Sebagai pengalaman pertama saya membaca karya Prisca Primasari, saya jatuh cinta dengan gaya berceritanya yang ringan. Kalimat yang disusunnya sederhana dan lugas. Tidak saya temukan kalimat yang puitis. Dan untuk kalimat dialog, penulis membuat strukturnya seperti dialog orang berbicara pada kenyataannya. Saya mengukur keberhasilan penulis dalam bercerita dari waktu yang saya butuhkan untuk menyelesaikan membaca novel ini; 1 hari.

Tokoh utama novel ini adalah Florence dan Vinter. Florence itu gadis multitalenta dalam seni, pemberani, dan ekspresif. Sedangkan si Vinter ini condong ke sosok penyendiri, dewasa, dan rapuh karena suka menyalahkan diri sendiri untuk musibah masa lalu. Tokoh figuran yang muncul ada Zima, Celine, Didier Leroy (papa Florence), Yvonne Leroy (mamam Florence), Annalies dan masih ada beberapa lainnya yang perannya tidak lebih besar dari yang saya sebutkan.

Penokohannya sendiri sangat kuat. Florence yang ekspresif dibuktikan dengan gampangnya bagi dia untuk mengungkapkan rasa suka sama Vinter dan ketidakinginannya berpisah. Untuk Vinter, sifat menyendirinya sangat terasa. Apalagi dikatakan jika setelah musibah yang menimpa adik kembarnya, Vinter kerap melukai diri untuk mengalihkan rasa sakit perasaan dalam bentuk menyayat tangan. Di tambah, profesi Vinter sebagai pemahat es, membuat Vinter ini makin terasa dingin.

Kalau menilai kover bukunya, ini terlalu feminim. Sudah warna backround-nya biru telur asin yang lembut, ada juga bunga-bunga di bagian pojok, dan gambar bola kaca yang berisi entah bangunan apa. Masih menyambung dengan cerita di dalamnya, mungkin masalahnya karena saya pembaca pria sehingga sedikit malu kalau harus membawanya ke tempat umum.

Pesan yang paling tersirat dalam cerita Florence dan Vinter adalah untuk menjadi lebih baik dengan berdamai dengan masa lalu, menyayangi diri sendiri, dan tentu saja menyayangi sesama. Disinggung sekilas, jika kita akan lebih bahagia ketika kita bisa memberi lebih banyak kepada yang lain.

Rating dari saya: 3/5


Catatan:
  • “Kereta seindah apapun tidaklah berguna bila tidak mempunyai kuda yang menariknya. Lama-lama akan terbengkalai dan terpendam salju. Sama halnya dengan manusia, yang tidak akan bertahan lama bila tidak ada yang mendukung atau mendampinginya; betapapun hebatnya, mereka pasti akan terlupakan.” [hal. 41]
  • Tentu saja karena saat itu aku bodoh... perasaan tergila-gila selalu membuatmu bodoh. [hal. 89]
  • Ada hal-hal yang semakin mustahil diraih ketika dia malah amat mengharapkannya. [hal. 186]
  • “Masa lalu tidaklah penting. Orang yang punya masa lalu buruk belum tentu akan menjadi pribadi yang buruk juga. Semua tergantung pilihan hidup. [hal. 226]
  • “Hidup terus berjalan,” kata Zima jengkel. “Tidak akan ada peri yang datang padamu. Hanya kau satu-satunya orang yang dapat membuat dirimu bahagia.” [hal. 273]

Oktober 19, 2016

Wishful Wednesday: Being Henry David

Selamat hari Rabu!
Selamat wishful wednesday!

Ketemu lagi di hari Rabu ini, dan kembali saya akan menambah jumlah buku-buku apa saja yang masuk list harapan saya. Buku-buku yang bagus yang tiba-tiba ingin saya miliki dengan alasan tertentu. Saya tidak pernah takut akan banyaknya buku-buku yang menjadi incaran. Jika memang tidak berjodoh membaca, ya sudah, Insya Allah ada buku lainnya yang berjodoh dengan saya.

Mau tau buku apa minggu ini yang saya taksir?

BEING HENRY DAVID by Cal Armistead


'Hank' tersadar di Stasiun Penn, New York tanpa ingatan. Pemuda berumur tujuh belas tahun itu tidak tahu namanya, siapa dirinya, dan dari mana ia berasal. Satu-satunya petunjuk yang ia miliki adalah sebuah buku berjudul 'Walden' karya Henry David Thoreau yang ada di tangannya. Menggunakan buku itu, ia mencoba mencari jati dirinya. Dapatkah ia mengingat kembali siapa dirinya?

Atau lebih baik ia tidak mengingatnya sama sekali?

Berikut ini alasan saya ingin buku Being Henry David karya Cal Armistead:

  • Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Spring. Beberapa waktu lalu, saya memang mendapatkan kesempatan menjadi host giveaway buku The Girl On Paper by Guillaume Musso. Dan saya menyukai pilihan penerbit untuk menerbitkan buku tersebut. Sebab apa yang diceritakan di dalam novel karya Musso itu, ada nilai-nilai yang luas biasa. Karena itulah, alasan penerbit menjadi pertimbangan saya menginginkan buku ini.
  • Ide cerita yang menarik setelah saya membaca blurb-nya. Bagaimana pun, psikologi Hank akan 'seharusnya' dikulik oleh penulis selama perjuangannya mengenali identitas dirinya yang asli. Ditambah, adakah sisi percintaan di novel ini, secara Hank baru berusia 17 tahun? Percintaan yang seperti apa yang akan dimunculkan Cal.
  • Buku ini merupakan terjemahan dari novel dengan judul yang sama yang ditulis Cal dan menjadikannya Being Henry David sebagai novel debut. 

Oke, saya kira 3 alasan tadi yang saya pikirkan untuk buku selanjutnya yang saya harapkan segera akan punya. Lalu apa buku harapanmu minggu ini?

Jika kalian mau ikut serta membuat postingan Wishful Wednesday seperti ini, silakan kalian cek blog Mbak Astrid sebagai adminnya. Cek di PerpusKecil ya!

Sampai jumpa minggu depan! 
:) :) :)

Oktober 18, 2016

[Resensi] Renjana - Anjar

Perasaan damai di tengah konflik perasaan, itulah yang paling mengesankan saya setelah membaca tuntas Renjana ini. Banyak sekali renungan yang kemudian membuat saya terpekur sejenak untuk menyelami maksud yang ingin disampaikan si penulis.

Judul buku : Renjana
Penulis: Anjar
Editor: Dwi Ayu Ningrum
Desain cover: Sandra S. Hariadi
Layout: Rahayu Lestari
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, Desember 2013
Tebal buku: xiv + 242 halaman
ISBN: 9786020300948
Harga: Rp59.294 

Ola tak pernah mengira bahwa ia akan menyelam ke pusaran waktu, merasakan kembali gemuruh rasa yang dahulu menyapa hatinya tatkala di sebuah kapel kecil itu ia tak sengaja melihat sosok yang pernah mengisi sukmanya. Sosok yang telah menjadi brajanya. Daus. Romo Daus.  Renjana (rasa hati yang kuat) nyaris sepuluh tahun itu benar-benar berlimpah ruah hanya dalam beberapa menit melihatnya.

Dunia ini seolah menyempit. Pertemuan dua insan yang sama-sama pernah mencinta itu pun hadir. Getaran-getaran cinta menyeruak. Oh Tuhan, emngapa di antara kejenuhan menjalani rutinitas sebagai romo, ia justru hadir memberikan kesejukan? Pembawaan Ola yang tenang dan dewasa justru membuat gelombang rasa itu semakin bergejolak. Panggilan hati sang Romo untuk selamanya menyerahkan hidupnya pada Tuhan, kembali ditantang.

Di tempat lain, cinta lama Wie dan Tra mendadak datang tanpa permisi. Ikatan pernikahan dengan orang lain dan perpisahan dengan rentang waktu sekian lama ternyata tak bisa memupus rasa hati mereka.

Daus dan Wie sama-sama berada di persimpangan jalan yang membingungkan. Apa yang harus mereka lakukan dalam posisi tak menyenangkan kini, tapi telah menjadi pilihan mereka?

Ketika membacanya, anda tak akan pernah menyangka pilihan yang mereka ambil.

Novel Renjana ini menceritakan beberapa tokoh yang terhubung melalui perkenalan dan pertemanan, dan bergulat dengan perasaan masing-masing. Ada seorang Romo (Gabrielle Firdaus Abhipraya) yang keyakinannya goyah oleh masa lalu yang datang lagi. Ada seorang suami sekaligus ayah (Wylie) yang hampir melepaskan tanggung jawabnya hanya karena kemunculan email berisi puisi-puisi. Ada wanita (Carolina Wibowo) yang menjadi lebih bijaksana setelah melalui kegagalan-kegagalan asmara dan berakhir pada keputusan untuk tidak menikah. Ada juga seorang gadis (Gentra Laksmi) yang bimbang memutuskan untuk melanjutkan perasaan dengan pilihan yang sudah ada atau mengejar masa lalu yang tidak pernah memberikannya pilihan.

Saya katakan novel ini cukup ‘penuh’. Selain mengolah bentuk perasaan yang beragam, si penulis juga memasukkan beberapa hal untuk mempermanis jalan cerita. Dua agama; Khatolik dan Islam, disandingkan si penulis sebagai identitas tokoh untuk memperjelas latar belakang, dan bukan menjadi jurang untuk tokoh-tokohnya. Hubungan keluarga pun di masukkan si penulis sebagai pereda banyak gejolak dan kebimbangan. Seperti yang dialami Ola dengan papanya dan Daus dengan ibunya. Nilai persahabatan ditunjukkan oleh Ola - Aisyah, Ola - Wylie, dan Ola – Daru. Nilai rumah tangga diperlihatkan si penulis melalui keluarga kecil Wylie dan Dalimah yang didera sedikit prahara rumah tangga.

Renjana juga menyentil sisi manusiawi yang bisa rapuh dan goyah. Seperti ketika Romo Daus yang bimbang dengan pilihannya sebagai manusia sekaligus pria biasa. Di satu sisi ia ingin melepaskan perasaannya kepada lawan jenis. Di sisi lain, panggilannya sebagai Romo tidak mudah ditanggalkan. Lalu, dialami juga oleh Wylie yang sejak mendapatkan email berupa puisi-puisi, ia mengingat sosok masa lalu dan sejak itu gairah hidupnya untuk istri dan anak mulai kacau.

Kalau saya menggambarkan dengan diagram, novel Renjana ini bisa dikatakan novel yang datar. Mempunyai konflik perasaan tidak disajikan si penulis dengan meledak-ledak. Sepanjang cerita, si pembaca akan dibawa pada pikiran, suara hati, pertimbangan dan kegalauan tokoh-tokohnya. Biarpun demikian, novel Renjana sangat manis dengan cara si penulis bercerita melalui kalimat-kalimat puitis dan penggalan-penggalan puisi. Si pembaca akan hanyut dan dibuat penasaran dengan hubungan antara tokoh-tokoh yang ada, dengan apa yang akan diputuskan dan dengan apa yang akan dialami si tokoh tersebut.

Novel ini mengajarkan cinta sejati yang lebih dewasa dan menghormati pilihan hidup orang lain. Juga, mengajarkan hidup sederhana tanpa perlu menjadi sosok orang lain dan menghargai perbedaan yang ada di tengah masyarakat.

Rating dari saya: 3/5


Catatan:
  • Tapi tidak semua hal bisa dikonversikan ke dalam alat-alat kecanggihan seperti ini, apalagi urusannya untuk bertemu Tuhan [hal. 5]
  • Dalam kedekatan sekian lama ini, kehangatan dan perhatian banyak teman adalah obat mujarab dari kejenuhan dan masalah sehari-hari. [hal. 21]
  • Doa adalah senjata tercanggih untuk mengatasi kegundahan hatinya. [hal. 62]
  • “Masa lalu boleh kamu ajukan saat kembali menggundah. Tapi, jangan jadikan alasan untuk memudarkan semangat dan kekuatan masa kinimu...” [hal. 93]
  • “Uang itu urusan duniawi, Le... Kalau ada yang mencintai uang tanpa mengerti bagaimana cara menggunakannya dengan baik dan berguna bagi dirinya dan sesama, yo kuwi keliru. Tapi, Le, kamu mesti inget juga uang itu bisa menjadi bentuk dari energi yang bisa dipakai sebagai alat kebaikan. Jadi, Ibu pesan padamu..., sing bijak yo, Le menggunakan uangmu.” [hal. 100]
  • Tak peduli siapa ia, jika memang telah bersiap menuju cita, sebaiknya memang siap pula pada hadangan risiko di muka. [hal. 122]
  • “Aku tahu, keputusanku ini pasti akan berisiko banyak hal di depan. Tapi, bukankah tujuan hidup salah satunya adalah untuk memenuhi segala risiko dari keputusan?” [hal. 132]
  • Keseimbangan hidup itu adalah cara kita memandang orang lain dan membiarkan diri kita menjadi lebih baik karena kedua belah pihak. [hal. 156]
  • Menjalani hidup sekian waktu itulah, dengan gejolak yang terkadang mulus seperti jalan tol kadang memang membosankan. Tak aneh jika sering kali manusia membutuhkan tantangan baru agar yang membosankan itu bisa kembali berubah menjadi semangat untuk melakukannya. [hal. 178]
  • Tapi, pengalaman masa lalu banyak mengajarkannya agar mau merampungkan langkah yang telah diatur oleh-Nya tanpa terburu-buru. Tra percaya, segala sesuatu indah pada waktunya meski pikiran manusia kadang ingin segera mendahului masa indah itu. [hal. 187]
  • “Bagiku, menikah itu seperti menjadi manusia itu sendiri. Cukup sekali saja. Enggak perlu ada copy atau cloning segala. Kalau selama hidup sudah baik, mengapa harus dua kali. Belum tentu yang kedua juga lebih baik.” [hal. 214]