Judul buku: My Bittersweet
Marriage
Penulis: Ika Vihara
Editor: Afrianty P. Pardede
Penerbit: Elex Media Komputindo
Terbit: Maret 2016
Tebal buku: vii + 352 halaman
Harga: Rp 64.800 (before
discount, gramedia.com)
ISBN: 9786020282435
Aarhus. Tempat yang asing di
telinga Hessa. Tidak pernah sekali pun terlintas di benaknya untuk mengunjungi
tempat itu. Namun, pernikahannya dengan Afnan membawa Hessa untuk hidup di
sana. Meninggalkan keluarga, teman-teman, dan pekerjaan yang dicintainya di
Indonesia. Seolah pernikahan belum cukup mengubah hidupnya, Hessa juga harus
berdamai dengan lingkungan barunya. Tubuhnya tidak bisa beradaptasi. Bahkan dia
didiagnosis terkena Seasonal Affective Disorder. Keinginannya untuk punya anak
terpaksa ditunda. Di tempat baru itu, Hessa benar-benar menggantungkan hidupnya
pada Afnan. Afnan yang tampak tidak peduli dengan kondisi Hessa. Afnan hanya
mau tinggal dan bekerja di Denmark, meneruskan hidupnya yang sempurna di sana.
Kata orang, cinta harus
berkorban. Tapi mengapa hanya Hessa yang melakukannya? Apakah semua
pengorbanannya sepadan dengan kebahagiaan yang pernah dijanjikan Afnan padanya?
***
Review.
Novel My Bittersweet Marriage
adalah pengalaman kedua membaca seri Le Mariage yang digagas penerbit Elex
Media, setelah sebelumnya saya membaca My Prewedding Blues karya Anna Triana.
Novel ini runut menjelaskan
bagaimana susahnya menjadi perempuan berusia 27 tahun namun belum juga menikah.
Hessa kerap kali dijodohkan oleh mamanya ke anak teman-temannya. Rasa risih
sudah pasti dirasakan. Terlebih lagi jika diingatkan jika umur 30 tahun,
perempuan akan susah punya anak. Dan perjodohan terbaru, Hessa ogah-ogahan
menemui pria bernama Afnan, seorang warga negara Denmark. Pada makan malam yang
diadakan mamanya, Hessa menadapti kenyataan yang lain. Ia mengakui Afnan
menarik. Adegan seru terjadi pada pertemuan kedua Afnan, ia langsung melamar Hessa.
Setelah ketakutan tidak menikah
terlewati, Hessa harus bersabar mengikuti Afnan ke Aarhus, Denmark. Perbedaan
iklim yang kontras, mmembuatnya gampang sakit. Terlebih urusan psikologi yang
mendadak harus beradaptasi. Hessa menjadi istri yang di rumah. Hessa menjadi
pengangguran. Hessa tidak punya teman siapa-siapa. Menurut saya penulis
berhasil menyampaikan kesedihan Hessa dengan masalahnya selama di Denmark.
Urusan anak pun menjadi konflik
yang lumayan membuat saya simpati. Hessa ingin menjadi perempuan yang utuh
dengan bisa memiliki anak. Namun kesehatannya yang selalu ambruk jika musim
dingin tiba, membuat Afnan selalu mengundurkan keputusan itu. Setelah keputusan
dibuat, proses hamil tidak semudah yang mereka duga. Setelah bisa hamil, Hessa
diuji untuk kehilangan anaknya. Bagaimana Hessa melalui kesedihan dan kesulitan
menjalani pernikahan dengan Afnan selama di Denmark? Sebaiknya segera beli
novelnya di toko buku terdekat dan baca hingga selesai.
Novel ini terbilang detail dalam
mengungkapkan satu per satu fase yang dialami Hessa. Sehingga saya merasa kenal
baik dengan sosok Hessa ini. Kesenangan, kesedihan, kekecewaan dan kemarahan
Hessa bisa membuat saya maklum dan ingin sekali mengatakan, “Kamu akan bertemu
kebahagian ketika tepat pada waktunya?”
Tampilan kover novelnya sudah pas.
Backround gambar rumah khas Denmark dan sepeda kuning sudah menjelaskan isi
yang ada di dalam cerita. Namun jika boleh mengusulkan, saya kurang menangkap
kesan sendu yang dialami Hessa. Sebaiknya jika menampilkan backround
rumah-rumah pada musim salju dan warna abu-abu musim dingin mungkin akan lebih
mewakili sebagian besar cerita Hessa. Dan gambar sepeda tidak perlu
dihilangkan.
Plot. Gaya menulis. POV.
Karakter.
Novel My Bittersweet Marriage
mengusung plot maju yang menceritakan dengan sangat runut, detail, kisah hidup
sosok Hessa. POV yang digunakan adalah orang ketiga. Lebih banyak mewakili
Hessa. Gaya menulis Ika Vihara menurut saya kurang mengalir. Terutama pada
struktur kalimat yang sering kali membuat saya tersendat dan harus mengulang
untuk mendapatkan intonasi yang pas. Di tambah saya juga menemukan banyak
sekali typo.
- Mengengal à Mengenal [hal. 27]
- Senyum Afnan. Masih tetap... àSenyum Afnan masih tetap... [hal. 32]
- Afnan bilang ... akan diterimanya. à “Afnan bilang...akan diterimanya.” [hal. 57]
- Khawatir.Hessa masih... à Khawatir. Hessa masih... [hal. 69]
- Pernihakahan à Pernikahan [hal. 76]
- Aku akan...tidak setengah-setengah.”... à “Aku akan.. tidak setengah-setengah.”... [hal. 95]
Sepanjang mengikuti novel ini,
pusat cerita lebih tersorot kepada tokoh utamanya, Hessa dan Afnan. Hessa
adalah sosok perempuan ceria, bisa rapuh, mudah berprasangka, bisa mengalah
dengan logis, dan mengerti prioritas. Afnan adalah pria yang ambisius, sedikit
egois, realistis, bisa romantis, sedikit pemalu, dan bertanggung jawab. Di
antara kedua tokoh, saya lebih menyukai sosok Hessa dari pada Afnan. Bisa jadi
penilaian saya karena Hessa lebih banyak mendapat porsi di cerita.
Bagian favorit.
Afnan adalah orang yang sangat percaya diri. Dia merasa apa saja di dunia ini tidak akan bisa membuat dirinya menangis dan meratap. Sekarang dia ingin menangis karena tidak sanggup membayangkan reaksi Hessa kalau mengetahui ini. Apa yang bisa dilakukannya? [hal. 294]
Di halaman 291-301 menceritakan
bagaimana Afnan mengetahui kalau janin yang dikandung Hessa sudah tidak
berkembang. Ketakutan ia menghadapi reaksi Hessa membuat saya merasa terpukul juga.
Saya menyadari tidak mudah bagi Hessa kehilangan calon anak yang selama ini ia
perjuangkan keberadaannya. Ketika bahagia datang, justru duka merenggutnya
seketika. Pada bagian ini memang lebih banyak narasi. Penempatannya sangat tepat
ketika penulis ingin mengungkapkan lebih banyak mengenai isi hati, pikiran,
suara batin dari seorang Afnan sebagai seorang suami dan calon ayah. Bagian yang
sangat mengharukan.
Petik-petik.
Menikah itu bukan gambaran manis
seperti pada saat dilangsungkannya pesta. Ada banyak lembaran baru yang lebih berwarna.
Yang dibutuhkan, hati yang kuat dan keyakinan dengan pilihannya. Dua manusia
yang dijadikan satu, dengan perbedaan yang melekat sejak mereka kecil, untuk
menyamakannya tidak semudah membalik telapak tangan. Yang dibutuhkan, hati yang
luas dan penuh ikhlas.
Catatan menarik.
- Laki-laki yang baik itu walaupun tidak mencintaimu, dia tidak akan menyakitimu. [hal. 7]
- Jangan biasakan diri kamu dengan prasangka buruk. Itu mungkin yang bikin kamu susah dapat pacar. [hal. 8]
- Waktu adalah sesuatu yang paling bisa menghibur kita. [hal. 10]
- Anak-anak ini kecil dikasih makan di rumah, besar bisa nyari makan, nggak ingat rumah. [hal. 16]
- Bahwa menjadi orang yang sukses dalam pekerjaan itu biasa banget. Sukses menjadi suami dan ayah yang hebat itu baru luar biasa. [hal. 45]
- Jodoh yang baik itu adanya di tempat yang baik. [hal. 53]
- Tuhan menciptakan pasangan untuk setiap manusia. Sekeras apa pun manusia menolak, kalau memang sudah ditakdirkan pasangan itu akan bertemu. Juga sebaliknya. [hal. 72]
Final. Rating.
Novel My Bittersweet Marriage
seperti pelajaran dan modul untuk siapa saja yang belum menikah untuk menjelang
pernikahannya suatu saat nanti. Mengungkap bagaimana menyikapi konflik yang
kerap muncul dan memberikan solusi yang pas. Akhirnya saya memberikan rating
novel ini sebesar 3 bintang dari 5 bintang.
Penulis.
Ika Vihara memiliki hobi menulis
dan entah sejak kapan. My Bittersweet Marriage ini adalah novel debutnya. Penulis
bisa dihubungi di Twitter @IkaVihara atau email ikavihara@gmail.com.
Aku baru tau ada penyakit terkait musim din
BalasHapusOya, klo yg rangkaian baca buku seri marriage ini kamu dapetin bukunya gimsna? Bli sendirikah? Ato disponsori pnulis
Aku masi blum ngerti ni konsep blogtour? Arti gampangnya gimana yah hihi
Saya juga baru tau ada penyakit demikian. Dan membaca novel ini saya sedikit memahami kesulitan beradaptasi di negara orang yang mempunyai musim yang berbeda.
HapusUntuk bacaan berseri saya membeli sendiri bukunya. Soalnya kalau ikutan giveaway suka nggak menang. Hehehe
Blogtour itu seperti membahas novel dari blog yang satu ke blog yang lain dan biasanya disponsori penulis atau penerbitnya..
Duh, gue paling nggak bisa nih kalo topiknya udah kayak gini. Pasti berasa nyess gitu gimana padahal mah boro-boro mikirin anak. ._.
BalasHapusBicara sasaran memang novel ini lebih ngangkat perasaan perempuan sebagai istri. Kayaknya kalau dibaca pria menjadi semacam pelajaran pranikah. Hehehe. Mungkin begitu.
Hapus