Resensi Novel Watersong - Clarissa Goenawan

Dahulu kala, ketika masih kecil, dia bermimpi tenggelam (kalimat pertama novel Watersong; 5)


Judul:
Watersong

Penulis: Clarissa Goenawan

Penerjemah: Lulu Fitri Rahman

Sampul: Sukutangan

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Juni 2022

Tebal: 392 hlm.

ISBN: 9786020664972

RINGKASAN

Shouji memutuskan ikut pindah dengan kekasihnya, Youko Sasaki, dari Tokyo ke Akakawa. Dia yang belum bekerja akhirnya menerima tawaran dari Youko untuk bekerja di tempat kerja yang sama, sebuah kedai teh mewah, sebagai pendengar bagi klien yang memilihnya. Ini jenis pekerjaan yang menuntut kerahasiaan, apa yang diucapkan klien tidak boleh sampai diceritakan ke orang lain.

Mizuki sebagai klien pertama Shouji yang merupakan korban kekerasan suaminya, mendorong niat baiknya untuk menolong. Kemunculan Tooru Odagiri yang mengaku sebagai reporter justru membuat Shouji diincar untuk dihabisi.

Merasa nyawanya terancam, hampir ditabrak mobil misterius dan apartemennya tiba-tiba kebakaran, Shouji melarikan diri kembali ke Tokyo, meninggalkan Youko. Sejak itu pasangan ini terpisah dan Shouji diteror untuk melupakan Youko dibandingkan dengan resiko kematian jika ia terus mencarinya.

Sepanjang pelarian itu Shouji bertemu dengan beberapa orang dari masa lalu, seperti Liyun, Eri, dan Yoshioka. Ada rahasia yang terungkap, ada kisah penghubung yang akhirnya diketahui, dan ada masa lalu yang harusnya dimaafkan.

Berhasilkah Shouji menemukan kekasihnya lagi?

Kemudian, bagaimana dengan keselamatan nyawanya?

ULASAN

Saya suka dengan cerita di novel ini karena menggabungkan cerita romansa dengan cerita misteri thriller. Di samping kita mengikuti perkembangan hubungan Shouji dan Youko yang terpisah, kita juga dibuat penasaran dengan ujung nasib teror pembunuhan yang menimpa keduanya.

Shouji pernah diramal waktu kecil dan dikatakan kalau ia akan bertemu dengan tiga perempuan yang memiliki unsur air dalam namanya. Salah satunya mungkin akan jadi belahan jiwa namun jika tidak hati-hati, Shouji atau salah satu dari ketiga perempuan tersebut akan mengalami kematian. Kita akan menebak-nebak kira-kira siapa saja perempuan itu dan ada cerita romansa apa antara Shouji dan ketiganya. Ini juga bagian yang menarik diikuti.

Novel ini juga membahas soal konflik keluarga antara anak dan orang tua. Shouji kurang rasa hormat kepada ayahnya karena trauma kekerasan yang dia alami. Dia juga menyalahkan ibunya karena waktu kekerasan itu terjadi, dia tidak dilindungi dan justru dia diminta berbohong kepada orang lain atas luka-luka yang ada di tubuhnya. Peristiwa ini ternyata membekas sampai dewasa dan jadi rahasia yang dia pendam. Bagian ini jadi pelajaran penting untuk orang tua dalam mengasuh dan membesarkan anak.

Selain itu, kita juga akan diajarkan untuk memaafkan masa lalu, baik berupa kemarahan, penyesalan, dan kesedihan. Hampir tokoh-tokoh yang muncul di novel ini mempunyai masa lalu yang kelam dan itu jadi luka batin sampai dewasa. Kebanyakan orang akan memendamnya, segan untuk membicarakannya, padahal dengan membicarakannya bersama orang yang tepat itu bisa menjadi proses awal penyembuhan. Tidak enak lho menyimpan perasaan negatif dalam dada.

Sepanjang membaca novel ini emosi saya seperti diaduk-aduk karena masalah setiap tokohnya kebanyakan tragis dan memilukan. Masalah yang ditampilkan di sini pasti pernah dialami oleh kita atau orang terdekat kita. Jadi ceritanya terasa dekat sekali dengan pengalaman kita sebagai pembaca.

Tokoh-tokoh di sini juga begitu hidup dan menonjol. Mudah sekali untuk dibedakan dan kita tidak akan bingung atau kesulitan untuk mengingatnya saat proses membaca. Gaya bercerita pun menunjang kesan baik saya untuk novel ini karena penulis membuat diksinya terasa tenang, lembut, teratur, lengkap dan sarat rasa. Ini juga yang dulu saya rasakan ketika membaca novel debutnya, Rainbirds.

Kejutan yang menarik di sini yaitu peran tokoh-tokoh yang ada ternyata berhubungan dengan kedua tokoh utama, Shouji dan Youiko. Padahal saat awal-awal kayak hanya sebagai peran tambahan, eh ternyata mereka bagian penting di masa lalu. Enggak kepikiran lho!


  • Setiap orang memiliki bagian dari diri mereka yang sengaja mereka tutupi dari orang lain (hal. 51)
  • Kita tidak bisa kehilangan sesuatu yang sejak awal tak pernah dimiliki (hal. 53-54)
  • Banyak hal yang kita anggap remeh, sampai hal itu direnggut dari kita, meninggalkan lubang menganga (hal. 61)
  • Bakat itu hanya kerja keras dan kepercayaan diri (hal. 64)
  • Tak akan ada yang berubah jika semua orang terus menutup mata (hal. 90)
  • Orang yang bilang dirinya tidak kesepian biasanya yang paling kesepian (hal. 196)
  • Kalau ingin berubah, itu harus karena diriku sendiri (hal. 234)
  • Kau harus bisa mencintai diri sendiri dan berkembang lebih dulu sebelum mencintai orang lain (hal. 241)


Kesimpulannya, novel Watersong ini mempunyai cerita yang seru, pilu, dan mengajak pembaca untuk merenung soal kebahagiaan. Disampaikan dengan cara baik dan menghanyutkan. Saya merekomendasikan buku ini untuk pembaca yang suka dengan literasi Jepang dan berisi cerita soal psikologi manusia terutama yang membahas tentang emosi manusia.

Balon itu terbang semakin lama semakin tinggi, lenyap ditelan langit biru (kalimat terakhir novel Watersong, 390)

Sekian ulasan saya untuk novel ini, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



0 komentar:

Posting Komentar