Tampilkan postingan dengan label gagasmedia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gagasmedia. Tampilkan semua postingan

Agustus 08, 2024

Resensi Novel Roma - Robin Wijaya

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]



Judul:
Roma

Penulis: Robin Wijaya

Editor: Ibnu Rizal

Sampul: Jeffri Fernando

Penerbit: Gagas Media

Terbit: 2013, cetakan pertama

Tebal: x + 374 hlm.

ISBN: 9797806149


Review

Kalau kita sudah punya pasangan (pacar), boleh nggak kita suka sama yang lain?

Pertanyaan ini dijawab oleh penulis dengan menghadirkan dua tokoh utama bernama Leo dan Felice, yang keduanya saling suka tapi sayangnya mereka sudah punya pasangan masing-masing. Pasti membingungkan. Namun lebih bikin saya kesal karena Leo dan Felice sempat-sempatnya membuat momen berduaan selama di Bali, yang kemudian dilanjutkan di kota Roma.

Jalan berdua, ngobrol soal sejarah bangunan ikonik, saling bertukar cerita, tidak membuat yang mereka lakukan jadi super romantis meskipun latarnya sekelas kota Roma yang punya vibes romantis. Saya menganggapnya mereka sedang selingkuh. 

Keduanya sudah dewasa, harusnya paham bagaimana bertanggung jawab dengan perasaan dan komitmen pasangan. Tapi yang dilakukan Leo dan Felice justru melanggar itu. Bahkan sampai ciuman. Ambyar sudah sisi romantis di novel ini di mata saya.

Tapi konflik novel ini masih ada lagi yaitu soal anak dan ibu yang tidak akur. Felice tidak akur dengan mamanya gara-gara mamanya punya pacar baru yang diduga masih berstatus suami dari seseorang. Lha, kalau Felice menolak bentuk perselingkuhan, kenapa dia adem ayem dan menikmati momen berduaan dengan pria lain yang jelas-jelas kelakuannya ini akan menyinggung pacarnya juga.

Di luar dari konflik yang bikin saya kesal, saya cukup menikmati gaya bercerita Robin Wijaya yang menurut saya pas membawakan sisi indah kota Roma. Walau konsep ceritanya umum dipakai untuk series sebuah kota, melakukan jalan-jalan ke beberapa wisata terkenal di kota tersebut, namun bagi saya kota Roma dijelajahi dengan baik dan membawa pengetahuan baru. 

Novel ini juga kuat dalam pembahasan karya seni terutama soal lukisan. Ada yang menarik ketika penulis membandingkan respon masyarakat Roma dan Indonesia untuk gelaran sebuah pameran. Bagi masyarakat di Roma, pergi ke pameran itu menyenangkan, sedangkan untuk orang Indonesia, pergi ke pameran itu membosankan. Fakta sih, tapi tidak dijelaskan apa yang membuat perbedaan tadi. Apakah SDM kita yang belum terikat dengan seni? Atau apakah karena kegiatan pameran belum digaungkan dengan lantang untuk menyasar banyak orang?


Plot | POV | Gaya Bercerita | Penokohan

Novel ini menggunakan alur maju dengan menggunakan dua setting di dua negara; Indonesia dan Italia. Saya bisa membedakan suasana tempat ketika kedua tokoh berada di Bali dan di Roma, yang artinya detail untuk lokasi cerita sudah mumpuni bagi pembaca untuk membayangkan kondisinya. 

Kelemahan dari sisi plot di novel ini adalah tidak cukup informasi seruncing apa perseteruan Felice dengan mamanya saat pemicu konflik muncul karena memang tidak ada kilas balik momen itu. Harusnya ada bagian kilas balik dengan emosi paling puncak saat Felice menolak mentah-mentah ide mamanya yang memacari lelaki itu. Dengan begitu, pembaca akan ikut bersimpati dengan jalan pikiran Felice.

Karena menggunakan sudut pandang orang ketiga, pembaca jadi tahu lebih dalam soal isi hati dan pikiran kedua tokoh utamanya. Ini jadi senjata makan tuan, karena pembaca jadi tahu apa yang dilakukan kedua tokoh utama saat merasakan ketertarikan, jalan-jalan berdua, dan tidak menyesal atau merasa salah dengan yang mereka lakukan. 

Seorang Robin Wijaya selalu berhasil menyampaikan kisah racikan dengan menghanyutkan. Diksi yang digunakan tertata dan mewakili. Cukup informatif dan detail juga, mengingat konsep cerita jalan-jalan di sebuah kota butuh mengenalkan banyak sudut. 

Karakter yang diciptakan penulis sangat hidup. Felice Patricia: seorang staf KBRI yang ceria dan menyenangkan. Kemurungannya hanya karena alasan sang mama. Di luar itu dia sangat baik sebagai pekerja, kawan, dan pacar. Leonardo Halim: seniman lukis yang awalnya tampak cool, tapi bisa becanda juga kalau sudah dekat. Tidak punya masalah besar kecuali saat ia harus memilih antara Felice atau Marla. Buat saya dia agak kurang tegas bersikap sehingga mengulur-ulur kejujuran kalau dia sudah punya pasangan. Jangan-jangan Leo tipikal yang lumayanan sama perempuan, tapi entahlah. 

Ada beberapa karakter pendukung di novel ini: Francesco Mancini (seniman yang ajak Leo pameran di Roma), Marla (kekasih Leo), Tenny (teman apartement Felice), Anna (kakaknya Felice), mamanya Felice, dan ada beberapa karakter pendukung lain seperti teman-teman seniman Leo.


Petik-Petik

Dari kisah romansanya saya bisa menarik pelajaran untuk jangan bermain api di belakang pasangan. Bentuk tanggung jawab komitmen itu bukan sekadar menjaga pasangan saja, tapi harus bisa mengembalikan pasangan yang sudah tidak bisa dicintai lagi.

Sedangkan dari kisah ketidakakuran anak dan ibu, saya belajar untuk memaafkan seluas mungkin kesalahan orang tua karena mereka juga manusia biasa, pasti bisa melakukan kesalahan, dan kita harus sabar juga menghadapinya. Bagaimana pun orang tua itu sudah memiliki watak yang sudah terbentuk dan mengeras, sebelum kelihatan salahnya dimana, mereka kerap merasa benar terus. Jadi, berlatihlah dari sekarang kesabaran menghadapi watak mereka.


Cuplikan

  • Mereka yang mengerjakan sesuatu dari hati, karyanya akan memiliki jiwa (hal. 14)
  • Satu keburukan tidak pernah pantas untuk mengalahkan sepuluh kebaikan (hal. 127)
  • Manusia cenderung gemar membicarakan apa-apa yang mereka sukai, bukan? (hal. 196)


Penutup

Sebagai salah satu bagian dari series Setiap Tempat Punya Cerita (STPC), novel ini masih menarik dibaca. Bakal diajak ke beberapa lokasi ikonik yang ada di kota Roma. Cuman ya itu, buat saya ceritanya bikin misuh-misuh. 

Nah, sekian ulasan novel Roma karya Robin Wijaya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!

Mei 12, 2024

Resensi Novel Sabar Tanpa Batas - Adhitya Mulya

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]



Judul: Sabar Tanpa Batas

Penulis: Adhitya Mulya

Editor: Resita Febiratri

Desain sampul: @hastapena

Penerbit: GagasMedia

Terbit: 2023, cetakan pertama

Tebal: vi + 266 hlm.

ISBN: 9786234930245


Setelah kemarin selesai dan mengulas novel Sabtu Bersama Bapak, saya melanjutkan membaca novel terbaru Kak Adhitya Mulya yang judulnya Sabar Tanpa Batas

Novel Sabar Tanpa Batas ini menceritakan tentang tiga saudara; Cahyadi, Ike, dan Irma, yang berjuang untuk melanjutkan hidup setelah didera banyak masalah. Ibu mereka sudah meninggal. Ayah mereka yang bekerja sebagai penarik becak punya hobi berjudi dan saat sudah meninggal malah meninggalkan hutang gede dari rentenir. Cahyadi sebagai anak tertua harus memutar otak dan bekerja keras untuk bertanggung jawab atas hutang itu, sekaligus memastikan adik-adiknya bisa melanjutkan hidup dengan tenang.

Apa pun dilakukan oleh ketiganya. Ike jadi kuli setrika, Irma menjadi guru les catur, dan Cahyadi harus meninggalkan kedua adiknya dengan menjadi Anak Buah Kapal atau ABK. Perjuangan mereka tidak mudah dan untuk menghadapi itu semua butuh kesabaran besar.


Yang membuat cerita di novel ini berbeda karena tokoh di sini punya latar belakang hidup miskin. Tentu saja alur besarnya adalah bagaimana tokoh-tokoh ini berjuang untuk mendapatkan hidup yang lebih baik. Perjuangan inilah yang coba dipotret penulis dan saya berhasil dibuat menangis pada beberapa bagian ceritanya.

Di awal novel kita akan dibuat kesal oleh sosok ayah yang suka meminta uang anak-anaknya untuk judi dengan mengandalkan kalimat "Anak durhaka!" jika anaknya menentang. Saya kira setelah ayahnya meninggal kehidupan kakak adik ini akan lebih baik, eh ternyata ketiganya dihadang hutang rentenir. Beruntungnya si rentenir bukan tipikal bar-bar tetapi cara kerja peminjaman uang di mereka benar-benar mencekik.

Drama kakak adik selalu berhasil menyentuh perasaan saya. Di sini akan kita temukan contoh pengorbanan kakak laki-laki yang mau melakukan apa saja agar adik-adiknya sukses. Bagian ini akan memotivasi siapa pun untuk lebih sayang dan cinta kepada sesama saudara.

Selain urusan typo yang masih saya temukan beberapa di novel ini, saya juga agak kurang nyaman dengan cara penulis meringkas rentang waktu kisahnya. Saya paham kalau penulis harus bisa membawakan cerita bertahun-tahun tokohnya berkembang dan akhirnya dipilih bagian-bagian penting saja. Untuk novel ini jalan tadi membuat ceritanya tidak punya kedalaman emosi.

Menurut saya tipe cerita novel ini, yang rentang waktunya lama, memang harus dibikin menjadi paling sedikit 2 jilid dengan halaman tebal. Contohnya seperti novel The Good Earth (Bumi Yang Subur) karya Pearl S. Buck. Tujuannya agar pembaca bisa mendapatkan banyak detail dan drama. Contoh yang saya maksud adalah ketika Covid melanda, saya kurang menemukan emosi ketiga tokohnya kesusahan akan wabah ini. Padahal saya yang mengalami sendiri begitu terpengaruh dan kesusahan dengan situasi saat itu. Saya tegaskan lagi maksud saya adalah kurangnya pendalaman rasa pada ceritanya.

Novel ini bisa dikatakan sebagai pengingat kita kalau hidup yang baik mesti diperjuangkan. Pesan islami juga tersemat dengan apik seperti yang pernah ada di novel Sabtu Bersama Bapak. Dan yang tidak lepas dari gaya menulis Kak Adhit adalah sisipan humor yang masih garing. Sama garingnya dengan komedi yang ada di novel Sabtu Bersama Bapak. Namun tenang saja, itu enggak akan mengurangi rasa drama di novel ini.

Secara keseluruhan novel Sabar Tanpa Batas ini enak dinikmati dan membuat saya semakin sadar dengan perjuangan hidup sekaligus memotivasi untuk jadi orang yang lebih berguna dan bisa diandalkan baik sebagai anak maupun sebagai saudara. Saya merekomendasikan bacaan ini, siapa tahu bisa jadi adjusment pandangan hidup kita dalam lingkup keluarga.

Nah, sekian ulasan dan kesan saya setelah membaca novel Sabar Tanpa Batas. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



Mei 07, 2024

Resensi Novel Sabtu Bersama Bapak - Adhitya Mulya

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]




Judul: Sabtu Bersama Bapak

Penulis: Adhitya Mulya

Penyunting: Resita Febiratri

Desain sampul: Prime Video & Falcon Pictures

Penerbit: GagasMedia

Terbit: 2023, cetakan kedua

Tebal: x + 278 hlm.

ISBN: 9786234930283


Dahulu saya pernah membaca buku ini tapi belum sempat diulas di sini. Begitu saya membeli buku terbaru dari penulis yang berjudul Sabar Tanpa Batas, saya memutuskan untuk membaca ulang lagi buku ini. Kesannya adalah perasaan melow yang membuncah dahulu, kini sudah enggak begitu terasa. Biar begitu ternyata masih ada bagian-bagian cerita yang hampir bikin saya menangis.

Novel Sabtu Bersama Bapak menceritakan tentang pelajaran hidup yang disampaikan seorang Bapak bernama Gunawan Garnida kepada kedua anak laki-lakinya, Satya Garnida dan Cakra Garnida, melalui video yang direkam dengan handycam, dan video itu ditonton setiap Sabtu sore. Sang Bapak menyiapkan video itu karena tidak ingin lepas tanggung jawab menemani kedua anaknya setelah ia berpulang karena kanker. 

Ternyata pelajaran hidup dari video itu sangat berguna ketika Satya dan Cakra sudah dewasa. Satya sudah menikahi Rissa dan mereka memiliki tiga anak laki-laki; Ryan, Miku, dan Dani. Konflik domestik mewarnai keluarga kecil itu. Satya berubah jadi bapak pemarah dan suami yang gemar menyalahkan istri. Sebuah email dari Rissa menjadi pukulan besar baginya dan Satya harus memperbaiki semuanya sebelum keluarga kecilnya hancur berantakan.

Sedangkan Cakra masih berusaha mencari jodoh setelah menurutnya persiapan ke jenjang pernikahan sudah dia rampungkan. Namun mencari pasangan hidup tidak semudah membalik telapak tangan. Saat dia menemukan gadis yang disukainya justru respon gadis itu dingin. Ia pun harus bersaing dengan rekan kerjanya yang sama-sama mengincar gadis itu.

Namun di luar masalah Satya dan Cakra, Ibu Itje, ibu mereka, pun sedang berjuang menyelesaikan masalahnya secara diam-diam, menghindari merepotkan kedua anaknya.



Novel ini berisi cerita drama keluarga yang penuh pelajaran hidup. Masalah yang disajikan penulis sangat relate dengan banyak orang, dan solusi yang dipilihkan pun masuk akal. Dua masalah utama di novel ini adalah bagaimana membangun rumah tangga yang baik dan bagaimana memilih pasangan hidup yang tepat.

Yang paling saya suka dari novel ini karena pesan Bapak lebih ditujukan untuk pembaca pria dan penyampaiannya tidak mendikte. Setelah membaca novel ini, saya terpengaruh untuk memperbaiki diri. Pria itu harus selalu punya rencana hidup yang jelas. Jangan mencari pasangan untuk melengkapi kekurangan kita tetapi sudah jadi kewajiban masing-masing untuk menguatkan value diri sebelum memilih pasangan.

Selain drama, sisi komedi pun diselipkan penulis untuk mengolok-olok kejombloan. Ini juga yang bikin novel ini terasa fresh. Dan saya juga suka dengan sampulnya yang versi series ini dibandingkan sampul versi film atau versi orisnialnya.

Secara keseluruhan, novel ini sangat layak dibaca dan pesan-pesan di dalamnya patut direnungkan untuk introspeksi diri. Saya merekomendasikan novel ini dibaca sebagai persiapan bagi siapa pun untuk berumah tangga. 

Nah, sekian ulasan saya untuk novel Sabtu Bersama Bapak. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!