Tampilkan postingan dengan label ratih kumala. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ratih kumala. Tampilkan semua postingan

September 18, 2025

Novel Koloni - Ratih Kumala

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul: Koloni

Penulis: Ratih Kumala

Editor: Mirna Yulistianti

Ilustrasi sampul & isi: Alit Ambara

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Agustus 2025, cetakan pertama

Tebal: vi + 246 hlm.

ISBN: 9786020684451

Tag: fabel, semut, koloni, kekuasaan, ratu



SINOPSIS

Novel Koloni ini menceritakan semut ratu muda bernama Darojak yang masih hidup setelah sarang dan koloninya porak-poranda diterjang perusakan hutan oleh mesin yang dikendarai manusia. Ia diselamatkan oleh semut jantan bernama Sunar dan membawanya ke koloninya.

Mak Momong yang bekerja di Departemen Perawatan dan Pengasuhan menyembunyikan keberadaan Darojak dari Ratu Gegana dengan mempekerjakannya sebagai pengasuh. Ini dilakukan karena Darojak adalah semut ratu dan dalam satu koloni tidak boleh ada dua ratu.

Rahasia pasti terbongkar dan begitu juga keberadaan Darojak. Ratu Gegana tahu keberadaan Darojak dari feromon cinta yang dikeluarkan Darojak saat kasmaran dengan Sunar. Mak Momong menentang pengusiran Darojak karena Darojak lebih memungkinkan melahirkan semut pekerja, bukan semut jantan, dan bisa memperkuat dan memperpanjang keberlangsungan koloni. Ratu Gegana yang selama ini hanya melahirkan semut jantan tidak bisa berbuat apa-apa. Sejak itulah persaingan dua ratu semut api dimulai.



RESENSI

Sempat maju-mundur mau beli novel ini karena saya belum baca novel Gadis Kretek dan novel Saga Dari Samudra yang sudah saya punya. Tapi gara-gara diskon di Lazada akhirnya beli juga.

Novel ini kategori fabel karena tokoh ceritanya berupa hewan yaitu semut api. Konsep cerita yang menarik karena jarang banget ada novel begini. Dan setelah saya membaca sampai tuntas, jujur, rasanya kayak habis nonton drama korea.

Konflik utama novel ini tentang perebutan kekuasaan antara dua ratu semut, Ratu Gegana dan Ratu Darojak, di sebuah koloni. Ratu Gegana adalah ratu asli koloninya, sedangkan Ratu Darojak adalah ratu pendatang yang diselamatkan dan masuk koloni. 

Mak Momong sebagai semut tua di Departemen Perawatan dan Pengasuhan menjadi yang paling bertanggung jawab atas situasi tersebut. Dia mempertahankan Darojak untuk melengkapi kekurangan Ratu Gegana dan tujuan besarnya agar koloni tidak punah.

Saya suka dengan penggambaran dunia semut yang detail. Saya baru tahu kalau semut bisa mengeluarkan feromon berbagai jenis sesuai situasi yang dihadapi misalnya feromon cinta, feromon panik, feromon menyerang, feromon sedih dan masih banyak lagi. Dunia semut juga punya hierarki yang jelas. Ratu adalah posisi tertinggi yang dilayani oleh semut pekerja, semut pemburu, semut prajurit, semut dayang dan semut jantan. Setiap posisi memiliki tugas masing-masing dan tidak boleh mencampuri posisi semut lain. Yang paling dikritisi adalah semut jantan karena ternyata tugasnya hanya mengawini semut ratu, dan tidak bisa diandalkan untuk bertarung atau mencari makan.

Proses kawin semut juga sangat menarik. Semut ratu akan terbang lalu dinaiki semut jantan. Kemudian terjadilah proses transfer sperma ke spermatheca untuk dibuahi bertahun-tahun. Semut ratu bisa dikawini oleh banyak semut jantan. Naasnya kebanyakan semut jantan yang telah mengawini semut ratu akan mati sebagai konsekuensi perannya.

Saya salut dengan penceritaan penulis yang bagus yang bisa membuat saya lupa kalau tokoh di novel ini tuh semut. Gampang banget saya diajak bersimpati dengan nasib beberapa tokoh. Ini bukti kalau emosi yang dibangun penulis bisa sampai ke pembacanya. 

Kita juga bakal menemukan kejutan-kejutan yang mengagetkan. Yang paling susah saya terima itu keputusan penulis membuat beberapa tokohnya mati padahal perannya vital dan saya sudah berharap tokoh itu bakal punya happy ending. Saya kaget tapi enggak sekecewa itu karena tahu ini cara penulis agar tokoh utamanya punya kedalaman karakter dari peristiwa menyedihkan yang dialaminya. Hasilnya novel ini jadi begitu emosional.

Walau ini cerita semut, banyak momen yang justru terasa sangat manusiawi. Terutama jika menyoroti dinamika hubungan antar semut. Ada penggambaran hubungan tidak harmonis antara ibu dan anak perempuan. Ada persaingan dan iri hati antara saudara kandung. Ada romansa merah jambu sepasang kekasih semut. Ada juga gambaran hubungan antara penguasa dan bawahan. Ceritanya terasa begitu kaya pembelajaran.

Tokoh semut yang muncul begitu hidup. Ratu Darojak adalah semut ratu yang baik, tahu diri, dan bijaksana. Ratu Gegana jadi antagonis dengan sifat iri, pemarah, dan jahat. Terasa sekali ambisinya menjadi ratu satu-satunya di koloni, sampai-sampai dia tega melakukan tindakan brutal. Mak Momong jadi sesepuh di koloni dengan pembawaan tenang, cerdas, dan bijaksana. Dia terlatih karena pernah jadi semut ratu sebelum akhirnya dikudeta anaknya sendiri. Sunar sebagai semut jantan yang memiliki pola pikir berbeda dengan mimpi melakukan petualangan di luar koloni. Jantung Hati adalah anak semut Ratu Darojak yang lahir dengan kondisi sayap tidak sempurna padahal dia semut ratu yang akan jadi penerus di koloni. Hari Bahagia adalah saudara Jantung Hati yang lahir dengan kesempurnaan namun ia diperlakukan berbeda oleh Ratu Darojak sehingga membuatnya begitu kesal.

Oya, latar tempat yang dipilih penulis ternyata di IKN sebelum hutannya dibabat. "Ya sudah, kita bikin saja proposal dananya. Ini kan mau bikin ibukota baru, nggak mungkin nggak ada duitnya, kan?" (hal. 242) Jadi masuk akal kenapa koloni Darojak dihantam perusakan, buat IKN toh!

Menurut saya novel Koloni ini punya ide cerita yang fresh, seru, dan emosional. Saya merekomendasikan novel ini untuk pembaca yang suka cerita politik kekuasaan walau di sini masih skala kecil. 

Nah, sekian ulasan saya untuk novel Koloni ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!

Agustus 26, 2021

[Resensi] Larutan Senja - Ratih Kumala


Judul: Larutan Senja

Penulis: Ratih Kumala

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Januari 2017, cetakan pertama

Tebal buku: vi + 126 hlm.

ISBN: 9786020338156

***

Dia membuat larutan antara siang dan malam. Larutan yang akan menjadikan siapa pun terpikat; 'larutan senja' begitu dia menyebutnya. Dia berpikir sambil bergumul denngan racikannya di laboratorium, menggumam-gumam sendiri mengenai penemuannya kali ini.

"Pertama-tama... rasa senja tidak manis seperti siang dan tidak pahit seperti malam. Senja memiliki rasa: hangat." Dia meneteskan beberapa ciaran rasa. " Lalu warna... bukan terang seperti siang, bukan hitam seperti malam... terlalu pekat."

Kali ini dia kembali mencampurteteskan beberapa cairan lain, cairan warna.

"Ada lagi... masih kurang sesuatu, ah... ya... aku tahu. Senja harus menimbulkan sebuah perasaan. Bukan perasaan gembira seperti siang atau perasaan gundah seperti malam."

Dia meneteskan cairan perasaan. Lalu larutan itu menimbulkan semacam ledakan kecil, peletik api keluar dari sana. Selesai sudah: 'larutan senja'.

Dia tahu, saat dia membuat larutan itu, selamanya dia harus tutup mulut. Menjaga sebongkah rahasia dan tak boleh bercerita. Karena jika bocor, maka tuhan akan mencuri larutan itu dari dia guna memperkaya mainan-mainan ciptaannya yang dinamakan 'dunia'.

***

Setelah cukup puas menikmati buku Wesel Pos, saya menjajal buku lainnya karya Ratih Kumala, dan kali ini berupa kumpulan cerita/KumCer. Buku ini mencolok lantaran warna dominan merah kekuningan khas senja, seolah menantang untuk dibaca. Saya? Ya Beranilah!

Awal akan membaca, ada sedikit keraguan lantaran saya jarang menemukan cerpen yang menarik untuk dinikmati. Sejauh ini saya masih mengunggulkan buku kumcer Kuda Terbang Maria Pinto (Linda Christanty), Rahasia Selma (Linda Christanty), dan Kupu-Kupu Bersayap Gelap (Puthut EA) sebagai bacaan kumcer menarik.

Menurut saya cerpen menarik itu yang ditulis dengan diksi lugas, mengambil tema cerita keseharian, dan ada muatan pesan membangun untuk pembacanya. Ini yang saya temukan pada beberapa cerpen di ketiga buku yang saya sebutkan tadi sehingga bisa dibilang saya memfavoritkan ketiga bukunya.

Buku Larutan Senja ini memiliki 14 cerita pendek dengan ragam tema sehingga usai membaca semua ceritanya, kita akan sadar jika buku kumcer begini punya warna-warni yang tidak bikin bosan.

Tema-Tema yang Menyedot Perhatian

Keempat belas cerita di buku ini bisa dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan tema. Tema Mistis, kita bisa menemukan di cerpen Paradji, Purnama di Borneo, Larutan Senja, Obral Peti Mati, dan Gin-Gin dari Singaraja.

Paradji menceritakan profesi dukun yang dituduh penyebab kematian seorang warga hingga si paradji ini dihakimi. Fitnah keji ini yang akhirnya berujung sumpah dendam di masa depan. Cerita Purnama di Borneo mengangkat soal peri yang ada di hutan kalimantan, yang suka menggoda pria agar dinikahi tapi ujungnya terhalang restu. Ketika si pria dikembalikan ke dunianya, dia akan mengalami mimisan hingga meluah sampai ke titik meninggalnya.

Larutan Senja menjadi judul besar untuk kumcer ini, memaparkan Dia membuat ramuan yang kerap hasilnya itu dibeli oleh tuhan untuk mengayakan mainannya, dunia. Karena prestasi dunia yang meningkat, tuhan kerap dipuji dan disanjung oleh yang lain. Ini yang membuat Dia kesal sehingga ketika ia berhasil membuat larutan Senja, larutan ini disembunyikan dari tuhan. Tapi tuhan ternyata bisa membuat duplikasinya. Tuntutan yang tidak terpenuhi membuat Dia menuangkan larutan gelap pekat ke dunia, dan jadi bencana.

Lalu kisah Gin-Gin dari Singaraja menyebut makna tradisi ngaben di Bali. Pertemuan si tokoh dengan Gin-Gin justru memperjelas soal tradisi ngaben sebagai upacara memulangkan kembali roh. Dan cerita Obral Peti Mati mengisahkan penjual peti mati yang sedang sepi pembeli dan berharap peti mati di depan rumahnya bergerak pada malam hari sebab itu tanda peti mati tersebut akan terjual. Lalu pada satu malam ada empat peti mati yang bergerak. Kematian pertama, seorang ayah. Kematian kedua, seorang janda kembang pelakor. Kematian ketiga, seorang rentenir yang meresahkan. Dan kematian keempat tidak pernah diduganya.

Tema Sejarah memiliki lintasan yang lebih luas karena melingkupi sisi agama, sejarah dunia, hingga sejarah negara kita, Republik Indonesia. Kita bisa menemukannya di judul-judul berikut ini: Dalu-Dalu, Natch Westen, Anakku Terang Laksana Burung, dan Radio Kakek.

Dalu-Dalu menjadi cerita yang kurang saya sukai karena membahas soal Lekra, dimana saya tidak tahu Lekra itu apa. Kemudian saya coba cari di google dan ketemu ini!

Lembaga Kebudajaan Rakjat atau dikenal dengan akronim Lekra, merupakan organisasi kebudayaan sayap kiri di Indonesia. Lekra didirikan atas inisiatif D.N. Aidit, Nyoto, M.S. Ashar, dan A.S. Dharta pada tanggal 17 Agustus 1950, Lekra mendorong seniman dan penulis untuk mengikuti doktrin realisme sosialis.

Netch Westen menjadi cerita drama yang dibalut sejarah karena mengisahkan keluarga yang terpisah di Jerman Barat dan Jerman Timur pada masa awal-awal tembok Berlin. Pada masa itu ada ketimpangan di antara dua wilayah. Kalau sekarangnya, mungkin sama keadaannya dengan dua wilayah Korea Utara dan Korea Selatan. Perpisahan yang terjadi itu, tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir. Dan proses keluar dari wilayah itu harus menghadapi banyak birokrasi. Sehingga beberapa orang memilih untuk mengendap-endap menyebrangi tembok, tapi kebanyakan berakhir mati ditembak.

Sisi agama justru kental sekali akan kita temukan di cerita Anakku Terbang Laksana Burung. Kisah ini kurang lebih menuturkan ulang kisah Nabi Isa AS atau kisah Yesus, dan diceritakan dari sudut pandang Maryam, Ibunya.

Hampir sama dengan latar cerita Dalu-Dalu, Radio Kakek menceritakan kejadian tragis pada masa dulu dimana sorang kakek, sekaligus imam mesjid, dituduh menyembunyikan pejuang kemerdekaan. Sampai akhirnya tokoh aku mengintip eksekusi orang-orang yang dituduh di kebun kecil.

Tema Drama Kehidupan lebih kaya, dan dapat kita jumpai di cerita-cerita: Shizophrenia, Tahi Lalat di Punggung Istriku, Wanita Berwajah Penyok, Pada Sebuah Gang Buntu, Buroq.

Cerita Shizophrenia mengisahkan seorang psikiater yang memanipulasi pasiennya yang bergaya sebagai intel. Tapi kegiatan psikiater ini justru diawasi ketat oleh dokter lain. Selain drama, dibalut juga sisi seksual, bisa dibaca pada cerita Tahi Lalat di Punggung Istriku, yang membahas suami yang memiliki fetis akan tahi lalat istrinya. Dan ketika tahi lalat itu menghilang, gairah pasangan ini meredup cepat.

Orang stres kembali dibahas ketika penulis menjabarkan kisah Wanita Berwajah Penyok yang mengalami disabilitas sejak lahir, diduga akibat ia merupakan hasil janin yang gagal diaborsi. Kehidupannya terkurung di ruang sempit dekat kuburan. Temannya hanya bulan, matahari, dan pantulan wajahnya di genangan air. Lalu kisah Pada Sebuah Gang Buntu, penulis membahas kehidupan suami yang kedapatan jajan di tempat prostitusi saat istrinya baru saja melahirkan anak kedua. Keanyeban hubungan mereka dimulai sejak kehamilan itu. Menurut pengakuan si suami, kebutuhan rohaninya tidak terpenuhi maksimal.

Dan cerita pamungkas di buku ini berjudul Buroq. Mengisahkan seorang pemuda yang berprofesi sebagai tukang tato yang bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW sedang mengendarai buroq. Walau kisahnya dibuat selang -seling dengan seorang bocah yang juga memimpikan Nabi Muhammad SAW. Pada ujung ceritanya, kita akan sepakat kebulatan soal latar belakang si pemuda tersebut.



Kesan Membaca Buku Ini?

Oya, halaman di dalam buku ini memiliki rona warna senja yang unik, yang bikin buku ini berbeda dari buku yang lain. Dan kesan setelah menuntaskan keempat belas ceritanya, saya sangat puas, terhibur, tercerahkan, dan lumayan mendapatkan pengalaman kegetiran hidup dari tokoh-tokoh yang dirancang Ratih Kumala.

Jika saya harus menilai, buku ini saya kasih 3 bintang dari 5 bintang. 

Demikian ulasan saya, terakhir, selamat membaca buku!

Agustus 24, 2021

[Resensi] Wesel Pos - Ratih Kumala



Judul: Wesel Pos

Penulis: Ratih Kumala

Editor: Mirna Yulistianti

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Juni 2018, cetakan pertama

Tebal buku: vi + 100 hlm.

ISBN: 9786020387116

***

Ada dua jenis orang yang hidup di Jakarta. Pertama adalah orang sakti, mereka adalah orang yang akan bertahan hidup sebab 'ilmu' mereka sudah tinggi. Kedua adalah orang sakit, yang akan mati ditelan kekalahan di kota ini. Elisa datang ke Jakarta membawaku, sebab di atas tubuhku tertulis alamat kakaknya yang selama ini mengiriminya uang melalui aku, si Wesel Pos. Apakah dia akan menjadi orang sakti atau orang sakit? Sungguh tipis perbedaan menjadi sakti dan sakit.

***

Ratih Kumala sebagai penulis mulai saya ketahui sejak gaung novel Tabula Rasa beredar di media sosial karena waktu itu buku ini akan difilmkan. Film Tabula Rasa akhirnya rilis pada bulan September 2014. 

Beruntungnya saya berjodoh dengan karya ratih Kumala ketika toko buku online gramedia.com mengobral beberapa buku menarik dengan harga sangat terjangkau. Dan saat itu saya membeli beberapa judul, dan di antaranya ada dua buku karya Ratih Kumala: Wesel Pos dan Larutan Senja, kedua buku ini saya beli hanya dengan harga masing-masing 5.800,-, murah banget cuy!. Anggap saja ini memang sudah saatnya saya berkenalan dengan karya Ratih Kumala.

Kali ini saya mau mengulas novel tipis berjudul Wesel Pos. Novel ini menceritakan sudut pandang wesel pos yang dibawa ke Jakarta oleh tokoh Elisa untuk mencari kakak laki-lakinya yang sudah dua tahun tidak pernah pulang tapi masih mengirimkan uang lewat wesel, sekaligus untuk mengabarkan kepada kakaknya kalau Ibu sudah meninggal.

Dari Purwodadi ke Jakarta jadi perjalanan yang menarik bagi Elisa. Namun, Jakarta ternyata tidak seramah yang dibayangkan. Begitu keras kehidupan di kota metropolitan ini. Baru saja tiba di Jakarta, Elisa harus kerampokan oleh ibu-ibu penjual kopi. Berkat bantuan polisi dan alamat kantor yang tertera di wesel, Elisa bertemu Fahri, salah satu teman Iqbal, kakaknya. Dari Fahri, kehidupan Elisa bergulir warna-warni dan tersingkap pula beberapa hal yang selama ini Elisa tidak ketahui.

Jakarta Bukan Kota yang Ramah

Latar cerita novel ini di Jakarta. Gambaran Jakarta yang keras begitu tampak dalam beberapa kejadian yang dialami tokoh-tokohnya. Misal, Elisa yang kerampokan, Fahri yang menjadi kurir barang haram, Mas Memet yang jadi banci dan menurut rumornya harus sampai jual diri, bahkan pemandangan kehidupan orang-orang yang tinggal di rumah susun. 

Jakarta yang keras juga menjadi berkumpulnya banyak orang dengan ragam tabiat, baik-buruk. Dijelaskan di novel ini jika di Jakarta kita tidak bisa asal menilai seseorang.

"Kamu lugu atau naif? Penjahat itu enggak melulu harus laki-laki, enggak melulu harus preman. Ibu-ibu penjahat juga banyak." (hal. 11).

Saya pertama kali menginjak Jakarta, tepatnya di Jakarta Utara, serasa sedang melakukan touring. Padahal saat itu saya ke Jakarta untuk bekerja menjaga toko sembako. Karena ada kejadian tidak mengenakan, saya kabur dan berpetualang dari Jakarta Utara ke Jakarta Pusat, lanjut ke Tanggerang. Selama perjalanan ini, saya beruntung karena mendapatkan banyak bantuan. Walau saat itu saya harus menginap di salah satu musolah di Pasar Baru. Tapi perjalanan kabur di Jakarta menjadi pengalaman yang seru banget.

Inkonsisten Soal Sudut Pandang Wesel Pos

Sudut pandang dalam novel ini diambil dari benda mati, Wesel Pos. Di awal-awal cerita, penggunaan sudut pandang ini memang efektif. Tapi semakin bergulirnya cerita, sudut pandang ini semakin tidak konsisten. Akibat dari kejadian yang dialami oleh tokoh utamanya, Elisa dan Fahri, berkembang jauh sehingga peran sudut pandang wesel ini tidak fungsi. Misalnya, ketika Fahri datang ke markas untuk mengambil barang dan menyatakan ingin berhenti jadi kurir, jadi penceritaan berubah menjadi sudut pandang orang ketiga. Karena memang harus diakui jika wesel pos ini tidak melekat terus dengan tokoh-tokohnya, sehingga banyak sekali bagian cerita yang berubah sudut pandang.

Menurut saya, jika sudut pandang ini dirubah ke sudut pandang orang ketiga pun tidak masalah. Karena pengaruh sudut pandang wesel pos tidak berarti signifikan. Pemilihan ini seolah untuk membuat novelnya lebih unik dan berbeda.

Rasa Film Televisi (FTV)

Alur novel Wesel Pos ini maju dan bergulir lumayan cepat. Berkat gaya bercerita yang lugas dan jelas, saya bisa menikmati alurnya seolah sedang menonton film televisi atau FTV. Ratih Kumala berhasil membuka semua pertanyaan soal perjalanan Elisa di Jakarta dengan pelan-pelan dan rapi. Pembaca terus dibuat penasaran dengan apa yang akan di alami Elisa. Misal, apa yang akan terjadi setelah Elisa kerampokan, bagaimana dia menemukan kakaknya yang menurut informasi Fahri sudah 2 tahun tidak bekerja di perusahaan itu, dan bagaimana nasib Elisa selanjutnya setelah pencariannya ke Jakarta tidak sesuai harapan.

Ending novel Wesel Pos ini cukup terbuka lebar jika akan dibuat sekuel. Kehidupan Elisa akan lebih pelik setelah kejadian tragis yang menimpa Fahri. Dan tentu saja kisah roman Elisa ini berpotensi besar dijadikan novel sekuel, kira-kira Elisa akan bertemu siapa lagi selama di Jakarta ini.

Nah, jika kita perhatikan di belakang kover novel ini, ada kode rate 18+ yang tentu saja artinya novel ini memiliki muatan alur cerita yang pantasnya dibaca oleh pembaca dewasa. Dalam benak saya, rate tersebut menyiratkan adegan vulgar semata. Ketahuan nih kalo sempit banget pemahaman saya, taunya ada adegan indehoy aja.

Tetapi di novel ini justru adegan vulgarnya minim sekali. Langsung mengelus dada, menghela nafas, yah huft! Rupanya yang dimaksud muatan dewasa dalam novel ini lebih ke konteks kehidupan banci dan transaksi narkoba. Dua hal ini jelas belum pantas dibaca oleh pembaca remaja atau anak-anak, sehingga peringatan rate ini sudah tepat.

Apakah novel Wesel Pos karya Ratih Kumala ini menarik?

Secara keseluruhan saya puas sekali bisa membaca cerita Elisa dan Fahri di novel ini. Tidak perlu pusing memahami ceritanya karena alurnya bergulir lancar bak aliran air di sungai pada musim hujan. Eh, tapi kan suka ada banjir bandang? Iya, di novel ini juga ada bagian yang bikin tegang, pas penyergapan Fahri itu, anggap aja itu banjir bandangnya, hehe.

Jika mesti saya nilai, saya akan kasih 4 bintang dari 5 bintang. Perkenalan yang manis bukan? Makanya novel selanjutnya yang akan saya baca pun masih karya Ratih Kumala, sebuah kumpulan cerita berjudul Larutan Senja. Nantikan ya resensinya. 

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!