Mei 09, 2016

[Resensi] Runaway Ran - Mia Arsjad


Judu buku: Runaway Ran
Penulis: Mia Arsjad
Cover: eMTe
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: November 2013
Ukuran buku: 368 hlm; 20 cm
ISBN: 9789792260007

“Udah cukup kamu jadi Runaway Ran selama ini. Jadi Ran yang kabur dari dirinya sendiri dan kenyataan. Ini saatnya kamu jadi diri kamu yang sebenarnya Ran,melangkah maju tanpa dendam masa lalu yang bikin kamu jadi orang lain. Aku yakin mama kamu lebih bangga melihat kamu suskes daripada melihat kamu berhasil balas dendam dan mengorbankan kesuksesan kamu,”.. [351]

Katrina tidak sengaja mendengar percakapan ayah-ibunya yang isinya jika ayah sudah pensiun karena masalah kantor. Berita ini melukai hobi Katrina yang suka belanja online, nongkrong dan berfoya-foya. Artinya Katrina tidak bisa memenuhi hobinya tersebut. Tapi Katrina sadar, mulai saat ini ia tidak bisa membebani orang tuanya lagi. Berkat Alya akhirnya Katrina mendapatkan pekerjaan sebagai asisten komikus J.F. Ran. Katrina pun mulai menghadapi banyak kisah selama menjadi asisten komikus yang menurutnya banyak keanehan.

Setelah diperhatikan, Katrina ternyata bukan sosok yang manja yang selama ini Ran kira. Ia bisa menempatkan diri menjadi apa sesuai keadaan. Katrina juga berani menentang keegoisan Ran. Dan semakin diperhatikan, Ran mulai merasai pertahanannya roboh. Pertahanan yang selama ini ia bangun untuk memisahkan masa lalunya yang kelam.

Konflik yang ada di novel ini sebagai berikut:

  1. Perjuangan Katrina mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan belanja, nongkong dan gaya hidup lainnya yang sudah masuk kategori foya-foya. Secara langsung, Katrina harus berhadapan dengan si spesies mix and match; perpaduan galak dan garang dengan sedikit sentuhan gentleman.
  2. Ran yang ingin membalas dendam kepada orang-orang yang pernah menghancurkan keluarganya- terutama sang ibu.
  3. Sahabat Katrina yang bernama Alya, harus menyelesaikan kisah cintanya dengan Adit yang selama ini tidak sehat.

Ketiga konflik yang saya sebutkan tadi diramu dengan baik oleh penulis sehingga terbentuk kisah yang manis dan mengharukan. Kadang pembaca dibuat tertawa, kadang dibuat hampir menangis. Dan porsi yang diberikan penulis untuk masing-masing konflik sudah pas sehingga konflik yang masih menonjol tetap yang berhubungan dengan tokoh utama.

Plot Runaway Ran maju. Kisah masa lalu diceritakan melalui narasi saja. POV-nya lebih banyak mengambil sudut pandang ketiga yang serba tahu. Sedangkan gaya menulisnya buat saya sangat bagus. Lancar dan tidak membuat proses membaca menjadi tersendat. Mungkin karena efek diksi yang digunakan tidak berbelit-belit.

Berikut karakter-karakter yang muncul di Runaway Ran;

Katrina: manja sedikit, cerdas, dewasa, pemberani dan bersahabat.
Ran:  baik hati, perhatian, peduli, sedikit galak, kurang senyum, dan aslinya konyol.
Alya:  penurut, bersahabat, peduli, sukar berpendapat, jika cinta seseorang suka mati-matian.
Viana: Judes, galak,norak, sok cantik, suka merajuk, mesum,

Banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik selama membaca novel ini. Pertama, bersikaplah bijaksana dalam mengelola keuangan. Sebab kita tidak pernah tahu akan ada kejadian apa di masa depan. Kedua, bagi perempuan, jagalah kehormatan kalian. Sebab sekalinya terenggut, akan susah melupakan momen itu dan akibatnya jangka panjang. Soal syarat bagi pasangan berikutnya, soal mental sebagai perempuan dan soal norma-norma yang sebenarnya ada dan mesti dituruti. Ketiga, tidak ada balas dendam yang ending-nya baik. Semua tindakan buruk akan mengakibatkan keburukan pula. Jika sampai detik ini masih menyimpan dendam, tuntaskanlah dengan MEMAAFKAN. Yang berjiwa paling besar adalah yang berani memaafkan kesalahan sesama.

Yang tidak saya pahami mengenai eksekusi akhir cerita, menurut saya terlalu dimudahkan. Padahal, jika diperhatikan, psikologi seorang pendendam akan berubah ketika kesadarannya muncul atas kejadian yang sama hebatnya dengan penyebab ia menjadi dendam. Proses Ran memaafkan ayahnya, memaafkan Ibu Viana, terasa dipaksakan. Seharusnya lebih digali mengenai prosesnya. 

Sepemahaman saya, dendam yang dipendam Ran itu bukan hitungan hari atau bulan. Melainkan tahunan. Hanya dalam semalam, dendam itu luruh mencair. Kan aneh?

Namun di penghujung cerita juga pembaca akan dibuat berkaca-kaca ketika Ran memahami arti keluarga yang sesungguhnya.

Bicara kovernya, saya sangat suka. Skesta komik 4 Hero No Zero yang digarap Ran menjadi backround kover. Sangat menggambarkan tema yang ada di dalamnya. Mungkin kalau sekilas, pembaca akan menduganya novel Runaway Ran ini semacam komik. Tertipu.


Akhirnya saya memberikan rating 4 bintang dari 5 bintang.

Mei 07, 2016

[Resensi] Tangan Kelima; 1 Mobil, 4 Nama, 5 Misteri - Christian Armantyo


Judul buku: Tangan Kelima; 1 Mobil, 4 Nama, 5 Misteri
Penulis: Christian Armantyo
Penyunting: Muthia Esfand
Proof reader: Tim Redaksi Visimedia
Pendesain sampul & penata letak: Nuruli Khotimah
Penerbit: Visimedia
Terbit: Mei 2013
Ukuran buku: x + 366 hlm; 130 x 200 mm
ISBN: 979065183X

“... Ia juga selalu berkata kalau Pak Rantau punya kebiasaan menganalisis dengan sangat rumit. Sampai-sampai hal yang sebenarnya mudah ditebak dan sederhana, menjadi spekulasi yang luar biasa....” [357]

Orang dengan kemampuan analisis yang hebat, kerap membuat yang sederhana menjadi rumit. Rantau, baru lulus jurusan arkeolog, mengalami kejadian itu. Dua bulan setelah ayahnya meninggal, Rantau memulai spekulasi atas ditemukannya mobil Mercedes Benz SL klasik di gudang. Mobil yang mustahil dimiliki ayahnya. Terdapat juga sepatu baru warna merah. Dengan BPKB yang ada di laci mobil, Rantau mulai melakukan perjalanan bertemu 4 tangan pemilik mobil sebelumnya.

Di mata saya, Rantau itu terlalu cerdas berspekulasi terhadap manusia atau situasi. Mirip detektif Conan. Pengelihatan dan pikirannya sangat jeli. Petualangan bertemu keempat pemilik mobil sebelumnya- Elisabeth Mona, Rusdi, Joen Wong Long, Widodo- dimulai. Rantau pun berkenalan dengan Anna pada pencarian tangan keempat, yang kemudian menemaninya mencari tangan ketiga hingga tangan kedua. Pada pencarian tangan pertama, Rantau dan Anna berselisih.

Misteri yang coba ditawarkan penulis membuat saya tidak bosan mengikuti petulangan Rantau. Saya menilai penulis berhasil membawa teka-teki yang kemudian banyak dijelaskan ketika menjelang halaman-halaman terakhir. Dan pada separuh buku kedua, konflik mulai dibolak-balik dan diperuncing dengan adanya penemuan emas dan heroin di dalam mobil. Plotnya benar-benar disusun teratur dan rapi.

Untuk penggarapan karakternya, Rantau ini sangat nyata. Melalui narasi jalan pikiran dan dialog khas anak muda, sosoknya melekat dan mengesankan. Kekurangannya, ada bagian yang menyebutkan kalau Rantau ini orangnya pendiam. Namun, keseluruhan perannya, rasanya pernyataan itu cacat. Dan yang membuat sedikit berlebihan, Rantau pun dibuat sangat ‘terlalu elegan’ ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua. Saya menemukan adegan dimana Rantau bisa memperdayai orang yang lebih tua bahkan Rantau menunjukkan sifat culasnya ketika egonya tersentil. Kehebatan Rantau menerka kemungkinan dan bernegosiasi membuat saya bertanya-tanya, mengingat ini adalah kasus pertamanya.

Sesungguhnya aku sudah tak kuat lagi melihat semua ini, tetapi aku terus menguatkan diriku untuk tega bertingkah keji. [159]

Daan Mogot, sahabat kuliah Rantau yang belum lulus, hadir membawa warna lain. Kadang konyol, kadang mood-an, tapi sahabat yang bisa diandalkan. Pengorbanannyan hingga kehilangan satu jari membuat saya terenyuh. Lain lagi dengan Anna, sosok perempuan yang memiliki porsi banyak dalam mengikuti petulangan Rantau, justru membawa kejutan tidak terduga. Elora, si pacar pun kemudian berperan sebagai malaikat setelah kekeliruan si arkeolog dalam menuntaskan kasusnya. Keberadaan bumbu persahabatan dan percintaan cukup mengena dan tidak membiaskan jalur utama novelnya; misteri.

Kover yang didominasi warna putih bercorak abu-abu dengan adanya gambar depan mobil, cukup menceritakan kisah di dalamnya. Yang membuat tidak sreg, blurb-nya terlalu memberi bocoran cerita. Sehingga rasa misteri itu sedikit berkurang karena blurb sudah mewakili cerita.

Penulis juga berhasil membuat cerita misteri dengan memadukan banyak fakta dan informasi, sehingga rasa novel ini jadi informatif dan intelektual. Pendapat saya pribadi, terlalu banyak detail untuk beberapa hal yang tidak ada hubungannya dengan fakta utama dan misteri utama. Dugaan saya, penulis ingin memberikan gambaran jelas narasi soal indra pembaca dan mungkin trik mengaburkan fakta dan misteri utama. Meski begitu, gaya menulisnya sangat baik dengan pilihan Plot maju dan POV orang pertama. Diksi cerdas dan tidak dibuat mendayu-dayu membuat pembaca hanyut seolah-olah menjadi Rantau.

Ending cerita dibuat dengan sangat apik. Beberapa kejutan muncul dan saya merasakan emosi yang dalam untuk penyelesaian kasusnya. Mobil, Anna, Rantau, mendiang ayahnya dan sepatu merah terhubung dengan rapi.

Novel ini bergenre misteri. Membawa fakta –fakta yang berhubungan dengan kondisi Indonesia tahun 60-an. Ceritanya menghipnotis dan saya rekomendasikan bagi pembaca yang suka genre ini dan bagi yang mau memperkaya bacaan. Novel ini perkenalan yang tidak mengecewakan buat saya. Penilaian saya sebagai pembaca biasa adalah 4 bintang dari 5 bintang.


April 28, 2016

[Resensi] Gue Berani Putusin Elo! - As'ad S dkk.


Judul buku: Gue Berani Putusin Elo!
Penulis: As’ad S, Alma N, Rania K, Tiwi M, Mita R, Oksa P, Novia Y, K’nan, Ayka N, Tafrid H
Penyunting bahasa & penyelaras akhir: Asri Istiqomah
Penata letak: Vicko Princesa, Bagus Muhamad Ma’ruf
Desain sampul: Naafi Nur Rohma, Andhi Rasydan
Penerbit: Penerbit Indiva
Terbit: Januari 2015
Tebal buku: 168 hlm.; 19 cm
ISBN: 9786021614402

Dalam buku antologi ini terdapat 10 kisah yang benang merahnya sama; memutuskan. Jadi ketika membaca judulnya saja, pembaca sudah bisa menebak akan disuguhi cerita yang bagaimana.


Ada yang berharap menjadi tokoh utama dalam film-film religi romantis namun akhirnya harus memilih mengikhlaskan. Ada yang pacaran berkat dunia maya dan berakhir rugi besar. Ada yang suka gonta-ganti pacar dan ujung-ujungnya ia kena karmanya sendiri.

Yang membuat buku antologi ini menarik untuk dibaca karena dalam setiap ceritanya terselip pesan agama mengenai pandangan BERPACARAN. Berpacaran hanya menambah dosa, mengaburkan hati, dan menghalangi kesuksesan. Sehingga inti kesepuluh cerita mengatakan hal yang sama; jangan berpacaran.

Pesan yang disampaikan oleh kesepuluh penulis tidak terasa menggurui. Berkat cerita yang dikemas menjadi cerita pendek, mengindikasikan juga jika cerita tersebut seperti curhatan penulis. Gaya menulis setiap penulis terasa berbeda antara satu dengan yang lain. Ini membuat saya bisa menikmati keberagaman sekaligus menambah referensi dalam memahami tipe penulis vs gaya menulis.

Saya kurang sreg terhadap pengambilan karakter untuk cerita yang lebih didominasi anak sekolah dan kuliah. Mungkin karena usia saya sekarang yang bukan kategori anak sekolah dan kuliah, sehingga ceritanya hanya menjadi bacaan selingan meskipun pesannya sangat dipahami.

Kovernya pun menurut saya tidak merefleksikan cerita di dalamnya. Saya berandai-andai kovernya berlatar belakang warna putih. Pada pojok bawah kanan terserak sobekan kertas warna pink yang sebelumnya berbentuk hati. Disandingkan juga dengan setangkai mawar yang kelopaknya  sebagian sudah berguguran. Akan tergambar bagaimana rapuhnya hati yang mencoba kembali ke jalan yang benar tapi tidak bisa mengelak dari rasa sakit yang ditimbulkannya.

Buku antologi ini sangat direkomendasikan untuk pembaca muda agar memahami pilihannya untuk berpacaran atau tidak berpacaran. Saya memberi rating 3 dari 5.

April 20, 2016

Wishful Wednesday: Metropop Lagi


Selamat hari Rabu, selamat ber-wishful wednesday. Sebelumnya terima kasih untuk https://perpuskecil.wordpress.com/ yang sudah menggagas event ini. Sehingga setiap minggunya, saya bisa mencanangkan harapan buku-buku apa yang diidam-idamkan.

Minggu kali ini saya kembali tertarik pada buku-buku terbitan Gramedia yang secara kovernya, sangat menarik perhatian. Buku-bukunya berikut ini:

1. Love on Probation by Christina Juzwar


[ Janji kencan yang tidak ditepati membuat Alita Mendrofa sakit hati dan ingin melupakan keberadaan Arestyo Miller dalam hidupnya. Namun itu tak mungkin. Mereka bekerja di kantor yang sama dan pria itu pun gigih meminta maaf, bahkan nekat mengajaknya kencan ulang.

Yang tidak Lita pahami, persetujuannya atas usul Ares tentang memberi kesempatan pada hubungan mereka. Percobaan yang awalnya terdengar konyol. A thirty days probation.

Pelan-pelan, Lita membiarkan dirinya mengenal Ares. Ia masuk lebih dalam ke kehidupan pria itu. Ke cerita kelam tentang keluarga Ares dan akhirnya, alasan tentang janji kencan pertama yang tidak ditepati pria itu.

Yang Ares tidak pahami, alasan Lita menarik diri setiap pria itu bertanya tentang masa lalunya. Tentang bekas luka di punggungnya. Lalu bagaimana status hubungan mereka di hari ke-30? ]


2. Que Queen by Regina Alexandra


[ Bagi Ella, tidak ada pertanyaan yang lebih menyebalkan ketimbang “Kapan punya momongan?” Belum lagi tudingan bahwa ia terlalu sibuk berkarier sebagai chef di bakery ternama hingga melupakan kodrat sebagai wanita.

Maka Ella dan suaminya, Jordan, memutuskan mengikuti program kehamilan. Namun, dalam prosesnya Ella kembali dihadapkan pada pilihan sulit. Haruskah ia melepaskan cita-citanya di dunia yang dicintainya?

Dalam kondisi gamang, Ella menemukan bahwa dapur selalu menyediakan kekuatan jiwa yang ia butuhkan. Kekuatan untuk bangkit dan mengambil keputusan yang tepat. ]


Kedua novel itu menarik minat saya lantaran lini yang mengkategorikannya; Metropop. Alasannya, karakter dewasa yang biasa dimunculkan serta konflik yang dihadapi tokoh dewasa selalu membuat saya merasa sedang belajar kehidupan. Jadi, saya berharap bisa segera membaca kedua buku tersebut pas ketika bukunya rilis di bulan Mei nanti. Amin.

April 18, 2016

[Buku] Finding Cinderella - Collen Hoover



Judul: Finding Cinderella
Penulis: Collen Hoover
Alih bahasa: Shandy Tan
Editor: Mery Riansyah
Desain sampul: Orkha Creative
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2016
Ukuran buku: 200 hlm; 20 cm
ISBN: 9786020325279

Blurb.
Bagi Daniel, pertemuan dengan Cinderella di sekolah tahun lalu meninggalkan kesan yang mendalam. Ruang gelap tempat mereka bertemu memang menyembunyikan jati diri gadis itu. Namun interaksi mereka yang begitu intens sulit dilupakan.

Setelah akhirnya pacaran dengan gadis lain dan putus dengan cara yang buruk, Daniel ternyata masih penasaran ingin mencari tahu siapa Cinderella sebenarnya. Tapi semua berubah begitu ia bertemu Six, gadis dengan nama unik dan kepribadian yang lebih unik lagi. Six betul-betul sempurna di mata Daniel, rasanya seperti di dalam dongeng saja. Hingga sebuah petunjuk dari Six menjadi kunci bagi Daniel untuk menemukan Cinderella.


Review
Sebelumnya saya merasa bodoh karena saya tidak membaca kover belakang yang menandai jika Finding Cinderella ini adalah novel dewasa. Karena di dalamnya banyak sekali adegan semi-vulgar yang bikin saya harus kipas-kipas. Tapi semua impas ketika saya membaca penggalan Kisah Cinderella-ku sebelum menyentuh prolog-nya. Penggalan itu menceritakan perjalanan penulis Collen Hoover akhirnya bisa debut dengan novel perdananya. Penggalan yang akan membangkitnya gairah menulis untuk mereka yang suka menulis namun merasa belum tersulut kemampuannya.

Finding Cinderella memadukan meet cute ala dongeng Cinderella. Cinderella dan Daniel jatuh cinta di gudang alat kebersihan. Namun pertemuan tanpa tahu identitas dan muka masing-masing karena pertemuan mereka dalam kondisi ruangan gelap, kemudian dibatasi oleh suara bel masuk kelas. Sedangkan dalam dongengnya dibatasi suara lonceng pada tengah malam. Keduanya kemudian harus berpisah karena sosok Cinderella harus pindah entah kemana.

“Aku takkan datang ke sini lagi setelah hari ini,” ia memberi tahu dengan lirih. -Finding Cinderella, 27.
Kejadian itu membekas dibenak Daniel meskipun berkali-kali ia berusaha melupakannya dengan menjadi sosok berengsek. Setahun kemudian Daniel bertemu dengan sosok Six yang langsung membuatnya jatuh cinta dalam hitungan sehari. Aneh, tetapi ada penjelasannya kok kenapa bisa begitu. Six ini menjadi generator cerita yang menghidupkan kembali sisi romantis dari seorang Daniel. Bagaimana kisah Daniel dan Cinderella sementara Six muncul di tengah-tengahnya?

Untuk kisahnya sendiri, novel ini memang romantis. Meskipun untuk saya, kadarnya masih nanggung. Alasannya, karena karakter utamanya berusia sangat muda yang dikenal dengan kelabilannya. Sehingga perjalanan cinta mereka ya hanya sebatas manis tapi tidak mengesankan secara keseluruhan. Atau ini lantaran saya penyuka romance dengan karakter yang dewasa.

Ada beberapa poin yang kemudian saya soroti sepanjang membaca novel ini. Pertama, cerita novel ini tidak bisa ditiru secara membabi buta untuk pembaca di Indonesia. Nilai moral yang terkandungnya sangat "kebaratan" sekali sehingga sangat bertolak belakang dengan nilai kesopanan khas orang timur. Adegan ciuman, sex bebas, cara menghujat, bisa ditemui sepanjang cerita dan saya sebagai pembaca hanya sekedar tahu saja hal-hal tadi, bukan untuk dipelajari.

Kedua, pendidikan yang bisa dipelajari adalah efek pergaulan bebas tidak pernah baik. Salah satu kasusnya adalah hamil di luar nikah pada usia masih muda. Six menjadi gambaran betapa berat memiliki anak di usia muda. Namun cerdasnya Six, ia memikirkan nasib si anak dan akhirnya memutuskan keputusan yang salah tapi sebagai pembaca mau tidak mau harus setuju. Keputusan yang seperti apa? Silakan langsung baca saja bukunya.

Ketiga, persahabatan yang digambarkan penulis betapa mulianya. Seharusnya memang persahabatan bisa menjadi solusi, menjadi penopang, menjadi pendengar antara satu dengan yang lain. Persahabatan yang baik akan memberi dampak yang baik pula. Kepercayaan dalam persahabatan menjadi vital untuk dijaga agar tidak menghancurkannya.

Kalian lihat kovernya! Romantis bukan? Kedua anak manusia itu bernama Daniel dan Six. Mereka kerap berdekatan begitu karena merasa saling memiliki. Itu hanya sebagian yang diceritakan kover. Bahkan ada statement yang menyebutkan jika Daniel tidak bisa tidak mencium Six jika Six memamerkan senyumnya.

Plot. POV. Gaya menulis. Karakter
Novel ini bercerita dengan plot maju. Kilas balik dituturkan lewat narasi sepintas dan lewat dialog. Dan cara seperti itu membuat saya paham kenapa novel ini bisa tipis dalam hal jumlah halaman. Plotnya sangat dinamis secara pergerakan dari adegan ke adegan yang lain. Yang lebih membuat saya bisa menikmati novel ini, penulis menggunakan POV orang pertama di pihak Daniel. Sosok berengseknya Daniel kemudian gampang saya masuki secara pola pikir. Ini yang kemudian menjadi parameter keberhasilan penulis membuat cerita dengan tokoh utama yang melintas gender penulisnya.

Gaya penulisan penulis bisa saya nikmati dengan baik. Meskipun di beberapa bagian saya merasa kalimatnya kadang terlalu panjang dan struktur kalimatnya suka membingungkan. Keseluruhan sih masih aman dibaca kok. Untuk visualisasi setting dan waktu masih terbilang mencerahkan imajinasi pembaca.

Untuk karakter yang muncul, Daniel menjadi pusat cerita dan cukup mengesankan. Cuek, percaya diri tinggi, berengsek, labil namun bijaksana. Bijaksana? Beberapa masalah yang kemudian muncul antara dirinya dengan Six, Daniel bisa menempatkan dirinya dari sudut pandang yang lain dan dengan pikiran yang dingin. Masalah yang muncul pun surut terselesaikan dengan apik tanpa berlarut-larut.

Six adalah gadis yang blak-blakan, cerdas, penikmat hidup, sederhana dan penyimpan sedih yang ulung. Di balik kesenangannya memiliki Daniel, Six menutup rapat kesedihan masa lalu yang begitu kesedihan itu terbuka, sisi rapuhnya otomatis mendominasi. Bisa berhari-hari Six menanggung sedih.

Holder dan Sky, sahabat yang mengelilingi Six dan Daniel, dengan karakter yang pas sebagai sahabat yang baik. Pendukung, pendengar, penghibur dan pemberi solusi yang baik untuk masalah-masalah temannya.

Adegan favorit. 
Adegan paling berkesan yang saya ingat adalah ketika Daniel marah pada dirinya pasca ia mengetahui siapa aslinya sosok Six, hingga membuat dia memukul-mukul stir mobil lalu menedang-nendang ban mobil. Silakan baca halaman 153-155. Itu dilakukannya karena rasa marah yang menuntut dituntaskan tapi bingung dengan cara apa. Pada adegan ini penggambaran psikologi rasa marah, sedih, bingung yang bercampur, sukses tersampaikan ke pembaca.

Petik-petik.
Sebagian saya sudah menyebutkannya di atas. Dan saya juga perlu mengingatkan, jika karakter baik dan terhormat terlahir berkat situasi dan kondisi keluarga di rumah yang harmonis. Saya sempat iri melihat bagaimana interaksi antara Daniel dan keluarganya yang menurut saya sangat hangat. Maka jika karakter penghuni rumah terpuji, masalah sebesar apa pun akan dihadapi dengan elegan dan tuntas.

Final. Rating.
Novel ini memang mengundang minat yang besar mendalami romantisnya ala orang luar. Namun jauh di luar romantis, ada nilai baik yang kemudian bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; persahabatan dan keluarga. Akhirnya saya memberikan rating 3 dari 5.

Penulis.
Kecintaan Collen Hoover pada dunia menulis dimulai tahun 1985 saat baru berumur lima tahun. Collen biasa menulis cerita pendek untuk teman dan keluarga. Hingga suatu saat ia memutuskan untuk menulis novel Slammed/Cinta Terlarang #1 yang akhirnya menjadi bestseller New York Times. Dua novel Collen Hoover yang juga laris versi NYT adalah Point of Retreat/Titik Mundur #2 dan Hopeles/Tanpa Daya.

Kini Collen tinggal di Texas bersama dengan suaminya dan tiga anak lelaki mereka.

Untuk mengenal Collen lebih dekat, kunjungi akunnya di Istagram, Twitter (@collenhoover), atau Facebook (www.facebook.com/authorcollenhoover). Dan tentu juga di situs web www.collenhoover.com.

[terima kasih untuk penerbit Gramedia yang sudah menghadiahi saya novel keren ini]

Maret 30, 2016

[Resensi] My Pre-Wedding Blues - Anna Triana


Judul: My Pre-Wedding Blues
Penulis: Anna Triana
Editor: Pradita Seti Rahayu
Penerbit: Elex Media Komputindo
Terbit: 2016
ISBN: 9786020280226

Kejujuran tak selalu jadi jawaban paling benar saat hati dan perasaan banyak orang yang jadi taruhan.

Candace dan Abim sepakat menikah. Candace siap menjadi tua bersama Hans, Abim mau menemani Aira sepanjang hidupnya. Sepasang sahabat beda gender dari bayi ini yakin, mereka bisa menjalani kehidupan rumah tangganya kelak. Tapi, saat persiapan pernikahan hampir sempurna, rasa takut kehilangan mengambil alih keyakinan mereka. Abim merasa Candace takkan bisa jadi teman travelling terbaiknya lagi. Candace juga sadar, Abim akan sulit ia jadikan tempat berkeluh kesah seperti biasa.

Bagaimana mereka menghadapi pre-wedding blues ini? Apakah Hans dan Aira mampu menerima kejujuran hati Abim dan Candace.

Review. Abim dan Candace akhirnya bersama. Maaf seribu maaf saya mengungkap ending novel ini. Tapi saya harus bilang, buat saya bukan ending yang penting di novel ini. Tapi perjalanan mereka berdua mempermainkan takdir. Abim dan Candace memang sangat dekat karena tumbuh bersama sejak dari bayi. Usia Candace terpaut lebih tua setahun dengan Abim. Dan kedekatan mereka, bagi Candce menuntutnya kadang menjadi kakak, kadang menjadi teman, kadang menjadi sahabat, dan seringnya menjadi musuh untuk bertengkar. Tidak ada rahasia antara keduanya.

Candace menerima lamaran kekasihnya, Hans. Ia yakin Hans pria terbaik yang layak menjadi suaminya. Disusul lamaran Abim kepada Aria yang sama manisnya. Pernikahan mereka akan digelar berdekatan. Namun siapa sangka kalau pernikahan mereka memunculkan kegelisahan yang akhirnya merubah jalan hidup mereka.

Persahabatan, pernikahan, dan Pulau Karimunjawa menjadi tiga bahan yang dikemas apik. Penulis menggambarkan persahabatan yang membuat saya iri. Kedekatan mereka begitu ber-attitude. Persahabatan yang kemudian tidak berputar di antara mereka berdua, tetapi sikap bersahabat juga menyebar kepada keluarga masing-masing. I love my family, itu yang kemudian ingin saya katakan setelah menyaksikan Abim dan Candace berinteraksi dengan keluarga masing-masing.

Pernikahan menjadi awal pertanyaan yang kemudian memunculkan ragu. Kata hati pun kerap dikesampingkan demi melihat banyak harapan dan kebahagian dari orang-orang terdekat. Saya tidak sanggup membayangkan bagaimana merevisi ulang rencana pernikahan setelah semuanya dipersiapkan. Ini bukan tentang baju pengantin, bukan soal gedung, atau katering, tapi mengenai kebahagian yang sudah diumumkan kepada orang terdekat. Apa mereka tidak kecewa?

Pulau Karimunjawa akhirnya menjadi sesi pencarian apa arti masing-masing. Di pulau ini pula keduanya berusaha keras menerima skenario hidup yang jelas-jelas bukan yang mereka mau. Tapi bukannya menjadi tenang dan ikhlas, pergolakan batinnya makin berkecamuk hebat.

Saya kemudian memperhatikan kover novelnya. Mempelai wanita yang memakai gaun pengantin tapi memunggungi pembaca. Itu Candace yang menangis. Ia menahan kesedihan agar tidak terumbar bebas dan menyakiti yang menyaksikannya. Rasanya ingin menepuk bahunya agar ia berbalik badan dan saya ingin mengatakan, “Abim soulmate-mu. Abim takdirmu. Jadi jujur sajalah soal perasaanmu sekarang!”

Novel ini juga komplit sebab tidak hanya membahas mengenai sisi percintaan. Penulis pun menggambarkan sisi keluarga yang di mata saya sangat harmonis. Saya salut, sebab banyak penulis yang hanya fokus pada konflik kedua tokoh utama dan melempar jauh-jauh peran keluarga.

Pokoknya, kalian akan menyesal jika tidak menjadi saksi Abim dan Candace mencoba membodohi takdir. Bacalah buku ini, please!

Plot. Gaya menulis. POV. Karakter.Penulis menggunakan plot maju mundur. Beberapa membahas kilas balik. Dan bagi saya plot seperti ini sangat menunjang dengan gaya bercerita penulis yang mengalir sekali. Penulis tidak membuat novelnya mendayu-dayu meskipun sebenarnya cerita Abim dan Candace perlahan tapi pasti menguras emosi yang membaca. Saya tidak menangis, tapi hati saya merasa diobok-obok. Saya sedih tapi tidak terlalu. Hebatnya, penulis bercerita dengan begitu teratur, tidak tergesa-gesa bahkan sampai mau ending pun, penulis sangat sabar mengemas cerita untuk tidak diakhiri dengan gampang. Kalian akan diberikan kejutan menohok ketika akan mencapai ending-nya.

POV yang dipakai penulis adalah campuran antara sudut pandang ketiga dan sudut pandang orang pertama. Konsisten penggunaanya meski dengan mengubah pihak yang bercerita antara Abim, Candance, Karina, Bayu, dan lain-lain. Ini yang akhirnya membuat penulis sangat mampu menyampaikan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan, setiap tokoh dalam menyoroti tokoh yang lainnya. It’s so nice.

Karakter yang hadir di novel ini saya kasih nilai 10. Bukan mengada-ada, Abim digambarkan konyol. Bahkan Candace mengatainya childish. Tapi di balik sosok itu, dia juga pria dewasa seperti pada umumnya. Kharisma sebagai seorang pria untuk Abim letak terbesarnya pada sifat humoris. Jadi wajar ketika rencana pernikahan digagas, Candace merasa takut kehilangan semua kekonyolan Abim. Lalu sosok Candace itu perempuan yang cerewet tapi perhatian. Dia mengerti cara memperlakukan teman dengan baik dan menerima semua karakter sahabat mulai dari baik dan buruknya.

Ada Hans, pria formal yang baik. Karena sangat baik, Candace pun sempat yakin memilih dia. Ketika badai datang, Candace bingung bagaimana untuk tidak mengecewakannya. Aira pun sosok perempuan yang terpuji. Memiliki tugas merawat ibunya dan tidak pernah mengeluh dengan hal itu. Yang paling menonjol karakter Aira ini muncul, ketika akhirnya ia harus memilih untuk mundur dari pernikahan. Dengan tenang dan lega, ia menelan rasa sedih dan kecewa dengan kondisi hati yang dingin. Pikirannya sangat mengagumkan.

Bagian favorit. Ada di halaman 160-162. Perjalanan mereka ke Pulau Karimunjawa menjadi keputusan kalau mereka harus menerima perubahan hubungan. Pernikahan akan merenggut kedekatan yang selama ini terjalin. Dan perpisahan mereka ke rumah masing-masing sangat memilukan.

Tugas gue buat jagain lo udah selesai sekarang. Mulai hari ini, tugas itu resmi jadi punya Hans.My Pre-wedding Blues, 161.
Petik-petik.
“... , padahal seharusnya gue lakukan cuma ngikutin kata hati. Sesederhana itu.”-My Pre-Wedding Blues, 265.
Semuanya mengarah pada pesan untuk belajar mengikuti kata hati. Tidak boleh membohongi diri sendiri setiap memutuskan keputusan penting. Biasanya dan lebih banyak, kata hati selalu menunjuk kepada kebaikan.

Final. Rating. Bagi saya novel ini buku wajib bacaan untuk semua orang. Ini semacam panduan sebelum menikah. Bukan soal A sampai Z tentang mempersiapkan pernikahan dari soal properti. Ini panduan kejiwaan dan pilihan sebelum menikah agar lebih bisa yakin. Pernikahan tidak akan berhasil jika keraguan diyakin-yakinkan. Akhirnya, saya memberi rating 5 dari 5.

Penulis. Anna Triana, 26 tahun, anak kedua dari dua bersaudara. Suka membaca sejakkecil dan mulai suka menulis sejak SMP. Hobi mendengarkan musik,makan dan jalan-jalan. Saat ini bekerja sebagai seorang guru di salah satu sekolah dasar swasta di Jakarta. “My Pre-wedding Blues” adalah novel kelimanya setelah “Hingga Ujung Waktu” (Media Pressindo, 2013), “Best I Ever Had” (Media Pressindo, 2014), “Simple Thing Called Love” (Elex Media Komputindo, 2015), dan “A Simple Wish for You” (Kinomedia, 2015).


Anna dapat diajak bertegur sapa via akun twitternya @annatriana_anna.