[Resensi] Madre - Dee Lestari


Judul: Madre (novelet)
Penulis: Dee Lestari
Penyunting: Sitok Srengenge
Penerbit: Penerbit Bentang
Cetakan: Pertama, Juni 2015
Tebal buku: v + 46 halaman
ISBN: 9786022911036
Harga: Rp49.000 (via bukabuku.com )

Tidak semua hal bisa diukur dengan uang. Sering kali ada nilai yang lebih besar dari sekadar ukuran rupiah. Cara pandang ini yang kemudian ingin ditegaskan Dee Lestari dalam noveletnya yang bertajuk Madre.

Tansen Roy Wuisan, pemuda berdarah india dan manado, terkejut ketika dirinya terdaftar sebagai ahli waris dari kakek yang sudah meninggal, Tan Sin Gie. Kakek ini merupakan pemilik toko roti legendaris Tan de Bakker yang kemudian berganti nama menjadi Toko Roti Tan, toko roti yang sudah mati suri selama lima tahun. Tansen tidak kenal kakek ini dan namanya saja baru ia tahu ketika pengacara keluarga Tan mengkonfirmasi. Juga warisan tersebut terasa konyol karena hanya berupa setoples adonan roti yang dinamai Madre, dari bahasa spanyol yang artinya Ibu. Jelas Tansen menolak menerimanya karena dia merasa tidak punya bakat menggunakan biang roti dan justru berpikir biang roti itu akan lebih berguna jika berada di tangan Pak Hadi, karyawan lama Pak Tan. Selain warisan yang diterima, silsilah keluarga Tansen pun berubah hanya dalam seceritaan. Tansen merasa ingin menertawakan skenario hidupnya yang penuh kejutan.

Gadis muda pengusaha roti Fairy Bread bernama Meilan Tanuwidjaja tertarik membeli biang roti Madre dengan harga tinggi setelah ia membaca artikel tentang Madre di blog Tansen. Berbeda dengan Pak Hadi yang keberatan atas tawaran Mei namun bukan haknya untuk menolak, Tansen justru sangat tertarik dengan tawaran itu karena harga yang ditawarkan Mei merupakan realitas. Sampai pada akhirnya ketika pesta perpisahan digelar, Tansen melihat kalau Madre bukan hanya biang roti bagi karyawan lama Tan de Bakker, melainkan sudah seperti keluarga. Tansen akhirnya memutuskan untuk memiliki Madre dan menghidupkan Tan de Bakker meski harus mengalami adaptasi besar-besaran mengingat pekerja yang sudah sepuh dan pemasaran roti yang sudah harus mengikuti zaman.

Melalui Madre, Dee mengingatkan kita untuk mulai melihat sesuatu dengan cara pandang baru, bukan diukur dengan nilai uang. Terkadang sesuatu itu lebih bernilai bagi orang lain karena muatan sejarah dan kenangannya. Jika kita mengukur segalanya dari uang, bisa-bisa kita bersikap merendahkan sesuatu karena melihat sesuatu itu ‘murah’. Dengan perubahan cara pandang ini kita akan lebih menghargai milik orang lain sesederhana apa pun itu. Madre yang secara kasat mata berupa percampuran air, tepung, fungi saccharumyses exiguus, dan lactobacillus, ternyata memiliki nilai tinggi bagi Tansen dan Mei. Bagi Tansen, Madre adalah jantung bagi Tan de Bakker, dan Tan de Bakker adalah kehidupan bagi Bu Sumi, Bu Cory, Bu Dedeh, Pak Joko, dan Pak Hadi. Sedangkan di mata Mei, Madre bisa menebus kesalahan di masa kecilnya yang sudah membunuh biang roti milik kakeknya.


Skill dalam menekuni profesi menjadi satu dari banyak faktor yang akan membuat kita betah mengerjakan pekerjaan terlepas sesuai minat atau tidak. Dee menegaskan hal tersebut berbarengan dengan konsekuensi pilihan. Manusia hidup dihadapkan banyak pilihan dan setiap pilihan harus dipertanggungjawabkan. Diwakili karakter Tansen yang akhirnya memilih Madre ketimbang kebebasan menjalani hidup, membuatnya harus belajar dari nol demi mendapatkan skill yang baik untuk kepentingan jangka panjang pilihannya. Begitu juga Mei, memilih mengelola bisnis roti padahal ia menyukai hidup bebas yang dianut Tansen. Pilihannya itu diemban sepenuh hati dengan selalu memastikan melakukan pekerjaan dengan usaha maksimal.

Saya menemukan pelajaran untuk memiliki jiwa dan pikiran yang besar dalam menerima konsep hidup yang bisa berubah, sesuai atau tidak sesuai yang kita harapkan. Dan akhirnya saya memberi nilai 4/5 untuk kisah Tansen dan Mei.


2 komentar:

  1. Aku belum baca buku ini, sepertinya menarik. Oya beberapa waktu lalu ada pre order buku Dee yang Aroma Karsa, jadi pengen beli ahhahahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selalu suka sama cara Dee bercerita. Yang Aroma Karsa, saya nunggu ada di Gramedia aja. Hehehe. Belum gajian.

      Hapus