[Resensi] Funiculi Funicula - Toshikazu Kawaguchi


Judul: Funiculi Funicula

Penulis: Toshikazu Kawaguchi

Penerjemah: Dania Sakti

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Mei 2021, cetakan kedua

Tebal: 224 hlm.

ISBN: 9786020651927

***

Di sebuah gang kecil di Tokyo, ada kafe tua yang bisa membawa pengunjungnya menjelajahi waktu. Keajaiban kafe itu menarik seorang wanita yang ingin memutar waktu untuk berbaikan dengan kekasihnya, seorang perawat yang ingin membaca surat yang tak sempat diberikan suaminya yang sakit, seorang kakak yang ingin menemui adiknya untuk terakhir kali, dan seorang ibu yang ingin bertemu dengan anaknya yang mungkin takkan pernah dikenalnya.

Namun ada banyak peraturan yang harus diingat. Satu, mereka harus tetap duduk di kursi yang telah ditentukan. Dua, apa pun yang mereka lakukan di masa yang didatangi takkan mengubah kenyataan masa kini. Tiga, mereka harus menghabiskan kopi khusus yang disajikan sebelum kopi itu dingin.

Rentetan peraturan lainnya tak menghentikan orang-orang itu untuk menjelajahi waktu. Akan tetapi, jika kepergian mereka tak mengubah satu hal pun di masa kini, layakkah semua itu dijalani?

***

Satu hari Fumiko Kiyokawa dan Goro Katada janjian ketemu di satu tempat makan, tapi tutup. Lalu mereka mencari tempat lain, sayangnya mereka hanya menemukan kafe Funiculi Funicula. Pertemuan itu diharapkan menjadi lamaran Goro. Namun ternyata justru jadi perpisahan Goro karena harus ke Amerika mengejar impian pekerjaannya.

Setelah kejadian itu, setelah melihat informasi di televisi, Fumiko baru sadar kalau kafe kemarin adalah kafe yang legendaris sebab rumornya bisa membawa pengunjung pergi ke masa lalu. Fumiko kembali datang ke kafe dan meminta tolong kepada Kazu Tokito, pekerja kafe, untuk membantunya pergi ke masa lalu. Di kafe Funiculi Funicula, Fumiko mengenal Yaeko Hirai, Kumi HiraiKotake, Fusagi, Kei Tokita (istri sepupu Kazu), dan Nagare Tokita (sepupu Kazu).

Ada lima peraturan rumit yang harus diketahui oleh pengunjung ketika ingin pergi ke masa lalu. Gara-gara peraturan ini, kebanyakan pengunjung mengurungkan niat mereka.


Walau dengan lima aturan sulit ini, Fumiko bisa kembali ke masa lalu. Disusul oleh yang lainnya. 

Lalu, masa lalu seperti apa yang mereka kunjungi? Jawaban apa yang mereka cari?

Masa Lalu Tetaplah Masa Lalu

Kebanyakan alasan seseorang ingin kembali ke masa lalu karena ingin memperbaiki sesuatu yang sudah berlalu, yang dianggap sebagai kesalahan. Dengan harapan bisa merubah keadaan sekarang. Namun, di novel ini kita akan diberikan kebalikannya.

Konsep masa lalu yang tidak dapat diubah merupakan aturan bijaksana. Sebab jika masa lalu bisa dirubah, masa depan ikut berubah. Dan cerita tipe itu pasti membingungkan kita, sebab teori paradoks akan berlaku. Misalnya Grandfather - Paradox: Jika kamu kembali ke masa lalu dan membunuh kakekmu, maka keberadaan kamu dipertanyakan. Sebab jika kakekmu meninggal, orang tuamu tidak ada, dan kamu pun tidak ada. Lalu kamu yang membunuh pun tidak ada.

Rumit, kan?

Dengan aturan yang ketat soal masa lalu yang tidak dapat berubah, tokoh yang pergi ke masa lalu hanya akan menemukan jawaban dari yang selama ini belum mereka ketahui atas suatu kejadian atau peristiwa.

Ada empat bab di novel ini, yang setiap bab-nya menceritakan kunjungan para tokoh melintasi waktu. Bab pertama, Kekasih, menceritakan Fumiko yang ingin mengungkapkan keinginannya menahan Goro supaya jangan pergi. Bab kedua, Suami-Istri, menceritakan rasa penasaran Kotake dengan surat yang dipegang suaminya, Fusagi, yang mengidap Alzhemier. Bab ketiga, Kakak-Adik, menceritakan Hirai yang menyesal karena kehilangan adiknya. Bab keempat, Ibu-Anak, menceritakan perjalanan Kei ke masa depan untuk melihat putrinya.

Dominan Tema Keluarga

Karena ada empat kisah menjelajah waktu, dan semuanya membahas soal hubungan, saya bisa menyebut tema novel ini didominasi tema keluarga. Tema yang selalu bikin hati saya menghangat ketika membacanya, dan terkadang justru bikin mata berkaca-kaca. 

Tema keluarga lebih banyak menggali konflik yang biasa muncul di tengah rumah tangga, lalu dibandingkan dengan kondisi ideal. Misal, hubungan suami-istri itu harusnya mesra dan romantis, tapi jika kenyataan salah satu pasangan ditimpa sakit, keadaan mesra dan romantis tadi menguap. Yang ada justru usaha keras untuk membuat kondisi tetap stabil. Pencapaian ini paling minimal yang diupayakan.

Contoh lainnya, Ibu-Anak harusnya akrab dan harmonis. Tetapi jika anak itu ditinggal mati ibunya sejak bayi, apakah akrab dan harmonis akan berlaku? Yang ada adalah bagaimana si anak melanjutkan hidup tanpa kasih sayang seorang ibu.

Kondisi-kondisi seperti inilah yang paling gampang mengaduk emosi pembaca sebab tema ini relate dengan hati pembaca kebanyakan.

Heartwarming

Saya sempat membaca salah satu twett yang menanyakan, "Apakah 'Heartwarming' termasuk salah satu genre buku?" Tentu saja bukan. Heartwarming atau menghangatkan hati merupakan salah satu kesan yang timbul setelah membaca novel. Biasanya kesan ini muncul untuk novel-novel yang bergenre roman dan keluarga.

Novel Funiculi Funicula ini termasuk salah satu novel yang meninggalkan kesan heartwarming tadi. Menurut saya hal itu terjadi karena emosi yang dimainkan penulis tidak sampai meledak (marah-marah, kesal, menggerutu, atau emosi negatif lainnya). Pembaca justru diajak untuk bersikap positif thinking, ikhlas, sabar, dan berlapang dada dengan kenyataan yang tidak dapat diubah semau kita.


Apakah novel Funiculi Funicula ini menarik?

Bagi saya novel ini meninggalkan kesan adem. Saya belajar banyak nilai hidup dari berbagai bentuk hubungan. Pesan yang dikandung novel ini mengajak pembaca untuk lebih menyayangi keluarga atau orang terdekat. Sebab ketika kita kehilangan waktu indah bersama mereka, yang tersisa tinggal penyesalan. Di novel ini para tokoh bisa menemukan jawaban dengan menjelajah waktu. Sedangkan di kenyataan, kita tidak bisa berbuat apa-apa.

Saya memberikan nilai 4 bintang dari 5 bintang untuk kafe sederhana dan dingin, kafe Funiculi Funicula.

Terakhir dari saya, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

4 komentar:

  1. buku bagus ini, aku juga suka, cuma emang pas awal-awal agak lama masuk ke ceritanya. konsep pindah dimensi waktunya unik aja, sampe harus nunggu hantunya ke toilet dulu. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serasa nunggu apaan aja ya pas nunggu hantunya ke toilet. Udah mah serem hantunya kalo marah, hihi

      Hapus