Tampilkan postingan dengan label Penerbit Bukune. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penerbit Bukune. Tampilkan semua postingan

Mei 31, 2025

Resensi Novel Serenada Di Ujung Senja - Millea

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]



Judul: Serenada Di Ujung Senja

Penulis: Millea

Penyunting: Ining Isaiyas

Sampul: Anadanu J.

Penerbit: PT Bukune Kreatif Cipta

Terbit: April 2017, cetakan pertama

Tebal: vi +370 hlm.

ISBN: 9786022202219

Tag: romansa, selingkuh

Sinopsis

Alexa, 28 tahun, tengah menjalin hubungan percintaan dengan Adrian, suami dan ayah dari seseorang. Sudah jalan 4 tahun. Tidak ada yang tahu bahkan ketiga sahabatnya: Rachel. Ella, dan Celia. Perjalanan yang tidak mudah sebab mimpinya untuk memiliki sang kekasih tidak gampang diwujudkan.

Lalu, orang tuanya menggagas pertemuan keluarga dengan teman mereka untuk mengenalkan Alexa kepada Vino. Alexa menentang perjodohan tersebut terang-terangan di depan Vino. Bukannya mundur, Vino justru lebih giat mendekatinya dengan hampir setiap hari mampir ke apartemennya. Kehadiran Vino tidak pernah diceritakan kepada Adrian sebab Alexa keukeuh tidak akan menikah dengannya.

Adrian sempat memutuskan untuk mengakhiri hubungan terlarangnya namun itu jadi ujian yang menyakitkan. Disty, istrinya, sangat berbeda dengan Alexa dalam menghargainya.  Keduanya sempat mengalami jeda. Dan saat mereka kembali bersama, rahasia mereka terbongkar.

Siapkah Alexa menerima semua resiko pilihannya untuk mencintai seseorang yang milik orang lain?

Apakah Vino akan terus memperjuangkan Alexa ketika perjuangannya seperti jalan di tempat?



Resensi

Saya tidak menyangka bakal suka dengan novel ini. Cerita romansa dibumbui perselingkuhan tapi di novel ini sudut pandangnya dari si pelaku. Yup, Alexa sebagai tokoh utama adalah selingkuhan Adrian, pria yang sudah menikah dan punya satu anak.

Sepanjang membaca, emosi saya dibuat jungkir balik. Kadang benci banget sama Alexa sebagai selingkuhan, kadang juga merasa sedih ketika pengorbanannya disepelekan. Saya sebenarnya tidak menemukan alasan kuat kenapa Alexa mau jadi selingkuhan dari laki-laki yang tidak memandikannya dengan harta. Dikesankan kalau Alexa tulus sayang sama Adrian. Tapi aneh saja rasa itu dibiarkan membesar dan mendalam padahal ia tahu itu salah dan Alexa itu bukan gadis yang baru menginjak dewasa. Dia harusnya bisa berpikir lebih jernih. Apalagi backround Alexa sangat baik; punya keluarga harmonis dan sahabat yang baik-baik.

Sementara dari sisi Adrian, saya bisa memahami kenapa dia bisa selingkuh. Dijelaskan kalau pria itu punya sisi ego lebih besar. Ketika istrinya punya ego lebih kuat, Adrian akhirnya memilih mempunyai perempuan lain yang bisa dia kendalikan sebagai pembuktian egonya. Dan momen itu didapat saat dia ketemu Alexa yang begitu menurut, menyayangi, bisa bersikap lembut, dan pengertian.

Karena mengambil sudut pandang dari pasangan selingkuh, kita akan dikasih tau bagaimana mereka menyembunyikan hubungan terlarang itu. Komunikasi menggunakan email atau SMS. Ketemuan sesekali di hotel dengan masing-masing beralasan yang masuk akal. Atau jalan-jalan keluar negeri berduaan. Dan cara itu berhasil menutupi permainan mereka. Meskipun Alexa mempunyai sahabat-sahabat dekat tapi mereka tidak pernah mencium hal itu.

Yang paling kasihan di novel ini adalah Vino. Pria yang sedang berusaha menjalin hubungan serius tapi hatinya jatuh ke perempuan yang menurut saya kurang baik. Pasangan selingkuh itu dua orang yang jahat. Dan orang dewasa yang selingkuh bukan hanya sekadar chat semata tapi bisa lebih jauh dari itu. Jadi bisa dibayangkan sendiri betapa menjijikan hubungan pasangan selingkuh itu dan kasihan sekali misalkan ada yang mendapatkan pasangan ini.

Berbeda dengan nasib percintaannya, Vino digambarkan sebagai karakter yang menyenangkan. Selain wajahnya yang senyumable, auranya juga positif banget. Enggak heran kalau Vino bisa cepat akrab dengan sahabat seapartemen Alexa, Celia.




Bom dari cerita ini adalah momen ketika akhirnya istri Adrian mengetahui hubungan mereka yang sudah berjalan 4 tahun. Tapi sayangnya momen itu enggak sampai meledak karena ternyata novel ini adalah bagian satu dari rangkaian ceritanya.

Karena temanya soal perselingkuhan, jadi jangan kaget menemukan narasi adegan hubungan badan dan diksinya begitu lugas untuk menggambarkannya. Ini yang bikin saya merasa geram saat membacanya karena hubungan mereka akan menghancurkan banyak hati; pasangan, anak, orang tua, para sahabat, dan mungkin rekan kerja.

Pemilihan POV dari pelaku selingkuh tergolong berani. Dan ini sangat sukses untuk mempermainkan emosi pembaca. Penceritaan juga tidak bertele-tele. Banyak momen dipaparkan sepertinya tujuannya agar pembaca bisa melihat sisi manusiawi dari pasangan selingkuh itu. 


"Lelaki yang baik nggak akan pernah sedikit pun berpikir untuk mencari celah supaya bisa ngekhianatin istrinya, apa pun alasannya." (hal. 102)


Secara keseluruhan, saya sangat menikmati cerita Alexa, Adrian, dan Vino. Ada momen bikin geram, bikin cengengesan, sedih, kecewa, dan deg-degan. Dan saya pengen banget melanjutkan ceritanya tapi pas cek di goodreads kayaknya belum ada buku keduanya. Huft!

Nah, sekian ulasan saya untuk novel Serenada Di Ujung Senja. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!

Januari 27, 2021

[EBook] Seperti Bianglala, Pada Sebuah Akhir Kita Memulai - Galih Hidayatullah

 


Judul: Seperti Bianglala, Pada Sebuah Akhir Kita Memulai

Penulis: Galih Hidayatullah

Penyunting: Fariz Kelima

Penerbit: PT Bukune Kreatif Cipta

Terbit: Mei 2017, cetakan kedua

Tebal: vi + 178 hlm.

ISBN: 9786022202172


    Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada penulis dan penerbit ebook ini, karena sudah menyediakan secara gratis ketika awal pandemi kemarin, sebagai teman bacaan ketika pemerintah menggalakan #StayAtHome. Setidaknya dengan gratis, saya bisa menikmati beberapa buku tanpa merogoh kocek.

    Buku dengan tajuk Seperti Bianglala, Pada Sebuah Akhir Kita Memulai, bukan novel. Melainkan kumpulan tulisan pendek yang dikumpulkan penulis dengan tema roman. Kalau kita menilik sampulnya, pantasnya ini adalah novel, begitu juga dugaan saya di awal. Namun setelah membaca bab 'thanks to' yang merupakan pendahuluannya, di situ dikatakan tulisan ini merupakan catatan-catatan saja.

    Tema roman merupakan intisari semua tulisan di buku ini. Kita akan menemukan tulisan-tulisan pendek mengenai banyak keadaan manusia ketika dihadapkan dengan cinta. Ada catatan ketika jatuh cinta, bahkan jatuh cinta yang diam-diam. Ada juga catatan tentang putus cinta, ketika kehilangan. Ada pula catatan tentang rindu. 

    Tulisan yang dibuat penulis tersaji dalam banyak format. Ada yang seperti cerita pendek, ada juga yang seperti sajak, bahkan ada juga yang seperti tulisan jurnal pribadi. Bahkan tulisan per judulnya dibuat dengan unik, karena satu dengan yang lainnya dibuat berbeda, baik font, maupun susunan paragrafnya. Tidak lupa juga di buku ini kita akan melihat ilustrasi-ilustrasi sederhana yang menegaskan pada setiap tulisannya.

    Namun, secara pribadi saya kurang menyukai buku ini. Pertama, tulisannya memiliki tema yang diulang-ulang. Misalnya tulisan mengenai kerinduan, kita akan menemukan lebih dari dua judul yang membahas persoalan kerinduan ini. Atau tulisan mengenai patah hati karena kehilangan kekasih dibuat penulis menjadi beberapa judul. Yang kemudian membuat saya nggak nyaman adalah saya menemukan diksi yang diulang-ulang juga. Misalnya kata 'menganaksungai' yang dipakai penulis sebanyak lima kali untuk menggambarkan 'menangis'. Diksi yang diulang-ulang begini secara otomatis membuat saya merasa membaca kalimat template yang dibuat penulis untuk memperindah tulisannya. 

    Kedua, saya tidak menemukan pendalaman terhadap rasa dari masing-masing tulisan. Ketika berbicara rindu, saya tidak menemukan rasa rindu yang bisa menulari saya. Atau ketika berbicara jatuh cinta, saya tidak ikut merasakan jatuh cinta tadi. Atau ketika berbicara patah hati, saya tidak merasakan simpati. Dugaan saya karena tulisan di sini dibuat pendek, seperti jurnal, bahkan seperti sajak, sehingga rasa tulisan ini begitu personal untuk penulisnya, tetapi bukan untuk dirasakan pembaca. Singkatnya, rasa tulisan di sini belum menggali perasaan pembaca sampai dalam.

    Kita pernah mempertahankan sesuatu- cinta, impian, pekerjaan, atau apa saja yang menurut kita kebahagiaan- hingga menafikan luka, rasa sakit, kepedihan, dan kegetiran yang bertubi-tubi menghadang. Hanya karena begitu kukuh meyakini bahwa itu adalah kebahagiaan yang paling benar. Tak peduli lagi pada kebaikan diri sendiri (hal. 17).

    Paragraf di atas merupakan yang mengena di saya karena mengingatkan sekaligus memperingatkan untuk mengejar kebahagiaan tanpa harus mengorbankan kebahagiaan. Yang terlintas pertama kali saat membaca kalimat di atas adalah soal pekerjaan saya. Beberapa bulan ini saya mati-matian mengerjakan pekerjaan yang mendadak banyak, dan kerap saya lupa makan, kurang tidur, bahkan ketika sakit pun saya mencoba untuk tidak merasakannya. Hanya karena keyakinan semua usaha akan berbuah manis. Padahal bisa saja ketika manis itu datang, kondisi kita justru yang ambruk. Buah manis tadi tidak akan bisa dinikmati ketika kita sakit. Kesimpulannya, pengendalian diri, berjuang keras sah-sah saja, tapi bukan berarti menyakiti diri sendiri. Harus tahu batasan diri, karena kita semua masih manusia biasa.

    Setelah membaca buku ini, saya mengakui kalau membuat tulisan pribadi seperti jurnal harian akan sangat membantu menstabilkan emosi. Pun ketika kita berurusan soal cinta-cintaan, yang kapan waktu mood seperti dimain-mainkan, membuat tulisan perlu dilakukan untuk menumpahkan perasaan. Apalagi untuk sebagian pria yang susah mengungkapkan emosi rapuh, sedih, bahkan terpuruk, ke orang lain, dan lebih memilih menelan semuanya, menuliskan perasaan akan membantu mengeluarkan uneg-uneg yang terpendam.

    Sekian tulisan saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku.


[Buku selanjutnya dari penulis Galih Hidayatullah yang akan dibaca adalah buku Untukmu Di Hari Kemarin]



Januari 20, 2021

[EBook] Kami (Bukan) Sarjana Kertas - J. S. Khairen

 


Judul: Kami (Bukan) Sarjana Kertas

Penulis: J. S. Khairen

Penyunting: MB Winata

Penerbit: PT. Bukune Kreatif Cipta

Terbit: Februari 2019

Tebal: x + 362 hlm.

ISBN: 9786022203049

[Terima kasih Bang J. S. Khairen atas ebook legal yang dibagikan gratis pas pandemi mulai parah dan pemerintah menggalakan #StayAtHome, dan akhirnya baru dibaca sekarang-sekarang ini.]

***

    Awalnya pas liat sampul buku ini, saya kira genrenya buku non-fiksi, memotivasi para lulusan kampus untuk nggak jadi 'sarjana kertas'. Diperkuat pula oleh judulnya yang kaku. Kalo fiksi, biasanya punya judul yang lebih puitis, atau satu kata tapi punya makna mendalam. Sedangkan buku ini punya judul mirip-mirip buku pengembangan diri yang sedang hits, yang ada seni-seninya begitu. Tetapi ketika ditilik lebih seksama, ini adalah sebuah novel.

    Novel ini punya cerita sekumpulan mahasiswa di sebuah kampus yang tidak terkenal, yang masing-masing punya perang atau perjuangan sendiri-sendiri. Awalnya kita akan dikenalkan dengan dua tokoh; Ogi dan Randi Jauhari. Dua temen, yang satu niat banget kuliah sedangkan satunya kagak, yang akhirnya kedua pemuda ini punya masa depan tidak terduga. Tokoh lainnya adalah Arko, orang ketiga yang masuk ke pergaulan Ogi dan Ranjau. Berikutnya ada Gala, mahasiswa penuh misteri, yang kerap ditemani bodyguard-nya. Lalu ada tiga perempuan yang mewarnai pertemanan mereka, Catherine, Juwisa dan Sania.

    Penulis secara mendalam menggali karakter tokoh dengan detail. Dilakukan dengan pelan-pelan, dicampur-aduk dengan permasalahan yang kerap dihadapi para mahasiswa. Misalnya permasalahan soal biaya kuliah, pilihan jurusan, kegiatan ospek, dan banyak masalah umum yang ada di kampus. Dan memang inti dari cerita buku ini adalah bagaimana kita memandang fase kuliah sebagai fase penting untuk merubah kehidupan. 

Apakah kalau nggak kuliah, hidup nggak bisa dirubah? 

    Jawabannya, bisa. Tapi faktanya lebih banyak orang kuliah yang punya kehidupan lebih baik. Setidaknya dengan kuliah memperbesar kemungkinan kita mendapatkan kehidupan yang layak, memperbesar kita mendapatkan posisi pekerjaan. Dan di buku ini secara gamblang disampaikan kalau mewujudkan masa depan tidak semudah ketika kita mengangankannya, atau seperti membalik telapak tangan. Ada jatuh bangun yang harus dilalui, ada air mata yang mesti tumpah, ada geram yang harus dikendalikan, dan ada syukur ketika semesta mempermudah jalannya.

    Pokoknya buku ini paling pas dibaca oleh mahasiswa di sela-sela kuliah. Bagi saya buku ini bisa memberikan sudut pandang baru atas pertanyaan-pertanyaan mahasiswa soal masa depan yang kadang masih sangat buram untuk diterawang. Dan sebagai pembaca kita akan diberikan nilai lain soal hidup, "Hidup selalu penuh cerita. Berusaha terus untuk menjalaninya, kalau mampu, berusahalah untuk menikmatinya."

    Oya, jangan kaget pas awal membaca cerita di buku ini, kita akan dihidangkan detail cerita yang banyak diparodikan. Misal nama kampus 'UDEL', nama merek, atau candaan lainnya. Saya sendiri sempat merasa risih dengan detail yang diparodikan tersebut. Sebab konsentrasi saya pecah ketika mencoba untuk menyelami alur ceritanya akibat membayangkan parodi yang mirip detail aslinya. Tetapi penilaian saya berubah begitu sudah membaca lebih jauh, ternyata penulis menggunakan cara itu untuk membangun fondasi cerita yang khas remaja kuliahan. Guyonan garing, sumbu pendek, sok-sokan arogan, semua itu dibangun untuk dirubah, tokoh-tokohnya kemudian berubah dari pemuda cuma senang-senang menjadi pemuda bertanggung jawab. Kayaknya kalau tidak dibangun demikian, perubahan karakter tokohnya nggak akan kerasa.

    Setelah membaca novel ini saya mendapatkan pelajaran, "Semua orang punya mimpi. Dan mimpi itu akan dipertaruhkan untuk diwujudkan atau dimatikan. Semua kembali ke keadaan realitas kita. Tapi satu hal yang penting, nggak ada yang salah ketika melakukan kesalahan, karena proses itu justru membuat kita benar dan belajar banyak."

    Setelah buku ini, saya bakal lanjut ke cerita berikutnya, Saya (Bukan) Jongos Berdasi. 

    Terakhir dari saya, jaga terus kesehatan dan terus membaca buku!