Tampilkan postingan dengan label ika natassa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ika natassa. Tampilkan semua postingan

9 Mei 2025

Resensi Novel Satine - Ika Natassa

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul: Satine

Penulis: Ika Natassa

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Desember 2024

Tebal: 336 hlm.

ISBN: 9786020679983

Tag: kesepian, jodoh, karir, metropop


Karir bagus, umur sudah kepala tiga, tapi kekasih belum punya. Satine merasa kesepian. Lewat aplikasi jodoh Bespoke ia dipertemukan dengan pria bernama Ash Risjad. Satine butuh teman kencan dan Ash butuh teman ngobrol. Keduanya sepakat untuk berkencan dengan ketentuan tertentu.

Kencan kontrak tetap punya resiko, salah satunya menumbuhkan rasa sayang, dan itu jadi pelanggaran kesepakatan. Sejak pengakuan Ash itu, mereka mengakhiri kontrak kencan tersebut. Bukannya perasaan itu makin memudar, justru makin menyiksa. Asumsi-asumi tumbuh di hidup masing-masing. Dan efek perpisahan itu mengguncang hidup Satine dan Ash secara signifikan.

Perasaan sedih dan gundah yang dihadapi keduanya memberi momen merenung mengenai luka di masa lalu. Mungkin ini waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang belum rampung. Tentang Satine dan kebahagiannya bekerja. Tentang Ash dan kebencian kepada ayahnya yang kasar.

Apakah Satine bisa menemukan kebahagiaan yang sebenarnya? Apakah Ash bisa menerima kenyataan kalau ia memiliki darah ayahnya? Dan takdir apa yang akan digariskan untuk keduanya?

***


Novel Satine jadi novel ketiga yang saya baca dari deretan karya Ika Natassa. Sebelumnya saya sudah membaca novel Critical Eleven dan novel The Architecture of Love

Novel ini membahas nelangsanya jadi orang yang secara umur pada umumnya sudah harus menikah (kepala tiga) tapi pacar aja enggak punya. Digambarkan jadi orang kesepian, kalo nonton sendirian, sibuk dengan pekerjaan sampe lembur, ada momen senang atau sedih tidak bisa berbagi dengan siapa pun. Momen-momen menyedihkan jadi joblo ngenes terasa banget di sini.

Karir bagus, duit banyak, tapi kalo kesepian, enggak membuat kita bahagia. Duit dipakai untuk melarikan diri dari rasa sepi, tapi percayalah, saat menjelang tidur, perasaan sendirian itu mendekap erat dan otak kita akan melayang mempertanyakan kenapa nasib begini amat, keputusan apa yang salah di masa lalu, dan kira-kira apa yang bisa dilakukan untuk merubahnya. Jujur, kesepian itu perasaan yang bisa disangkal di mulut tapi di dalam hati enggak bisa diajak bohong.

Bakal jadi debat panjang kalau diulik kenapa Satine masih lajang di usia 37 tahun padahal karirnya gemilang. Setiap orang punya alasan kenapa belum mempunyai pasangan. Tapi yang bahaya itu kalau alasannya berupa keegoisan kita. Satine bekerja mati-matian untuk mengejar validasi dari ibunya. Lalu, ketika validasi didapat, apa itu merubah situasi. Jawabannya, merubah, tapi tidak keseluruhan. Apa bikin bahagia? Satu sisi iya, sisi lain ia juga kehilangan banyak.

Kemapanan memang bisa dikejar, tapi waktu yang seharusnya dinikmati terbuang percuma. Saat Satine umur 37 tahun, temannya sudah menikah. Mungkin temannya tidak sekaya Satine, tapi saya percaya temannya ini sudah mengalami susah-senang bersama pasangan, pengalaman hidupnya sudah kaya, dan bersama pasangan ia sudah belajar banyak untuk jadi bijaksana.

Dan yang paling menohok buat saya, seloyal-loyalnya kita ke perusahaan, ketika kita sudah tidak bermanfaat lagi, kita akan disingkirkan dan diganti dengan karyawan yang baru. Ini hukum alam corporate. Dan kita harus mengakui kalau tanpa kita pun perusahaan akan tetap jalan. Jadi, buat apa kita jadi budak perusahaan sampai membuat kita kehilangan waktu menikmati hidup dan kesehatan. Bekerjalah dengan baik, bekerjalah dengan porsinya.



Novel ini juga menyinggung isu parenting dan kesehatan mental (trauma). Satine jadi sosok yang begitu karena di masa lalunya ada tuntutan dari ibunya untuk sukses. Dan itu jadi alasan utama kenapa Satine bekerja lebih keras. Ditambah hubungan keduanya terlalu dingin, jarang ngobrol, serba sungkan, dan egois karena tidak ada yang memulai, sehingga perjalanan Satine untuk mencapai puncak karirnya terkesan berjuang sendirian.

Lalu isu trauma bisa dipelajari dari tokoh Ash. Mempunyai ayah yang kasar dan pemarah membuat Ash berusaha untuk tidak seperti ayahnya itu. Lalu ada satu momen ia marah dan memukuli rekan kerjanya, Ash merasa gagal dan menganggap dirinya sebagai sosok monster, tidak jauh beda dengan sosok ayahnya. Gara-gara perasaan menjudge diri sendiri seburuk itu, Ash mengambil keputusan dan langkah yang keliru lagi. Jadilah drama jauh-jauhan dengan Satine yang menurut saya agak gimana gitu mengingat Ash itu sudah kepala tiga, harus bisa bijaksana ketika ia keliru langkah harusnya ia fokus membenahi, bukan meratapi.

Dari semua konflik di novel ini, saya diingatkan lagi soal arti pentingnya melakukan komunikasi tulus dan mendalam. Kalau kita ada masalah, ada salah paham, ada sesuatu yang perlu diperjelas, lakukan komunikasi, bukan justru berasumsi dan menebak-nebak. Manusia kebanyakan tidak diberikan kemampuan menebak isi pikiran orang lain jadi jangan mengandalkan 'orang lain harus tahu dan mengerti kita'. Mulailah memulai pembicaraan.

Sisi romansa begitu kental terasa di novel ini. Banyak kejadian biasa yang dikemas jadi momen romantis. Makan nasi padang dini hari bareng gebetan, lihat pameran lukisan di galeri, atau berdua melihat sebaran lampu menyerupai bintang. Dan kejadiannya bukan yang diada-adakan atau dipaksakan oleh penulis sehingga momen tadi terasa pas aja untuk ceritanya.

Secara alur cerita, kita akan dibawa terus maju mengikuti apa yang dialami oleh Satine dan Ash pasca mereka memutuskan mengakhiri kontrak kencan. Beberapa bagian menjelaskan masa lalu tapi porsinya tidak banyak, yah seperti penegasan saja, apa yang terjadi hari ini disebabkan oleh sesuatu atau keputusan di masa lalu.

Sedikit yang tidak nyaman adalah cara penulis membuat narasi terlalu lengkap untuk informasi sederhana. Banyak kalimat pembukaan yang dipakai (kebanyakan di awal paragraf tiap berganti POV). Tentu saja itu informatif tapi bagi saya itu mengurangi momen untuk mendalami alur utamanya. Ini tergantung selera juga sih, saya mungkin tipe yang ketika alur sedang jalan, saya butuh fokus yang intens masuk ke jalan ceritanya. Jangan diganggu dulu dengan narasi-narasi pendukung, saya lebih butuh narasi penggerak utamanya biar emosi yang sudah dibangun tidak buyar seketika.

Kalau untuk diksi tidak ada masalah. Terasa lugas dan cerdas. Banyak narasi bahasa inggris dan saya butuh waktu lebih lama untuk memahami isi paragrafnya. Tapi itu tidak menyurutkan semangat untuk membaca novelnya sampai kelar.



Sudut pandang dalam novel ini dibagi dua, bergantian antara Satine dan Ash. Yang membedakan penggunaan kata 'gue' di bagian Ash dan kata 'aku' di bagian Satine. Tapi saya tidak menemukan perbedaan rasa antara kedua bagian itu. Narasinya sama-sama terasa cerdas, sama-sama terasa pilu, dan sama-sama banyak menceritakan buah pikiran masing-masing.

Seandainya semua bagian menggunakan kata 'aku', dan judul bagian Satine atau Ash-nya dihapus, saya pasti kesulitan membedakan yang sedang bercerita itu Santie atau Ash, saking tidak ada gap dalam struktur narasinya. Katanya, narasi tokoh perempuan dan tokoh laki-laki harus memiliki perbedaan agar karakter tokohnya berkesan untuk pembaca. Contohnya kalau versi perempuan boleh banyak mengungkapkan pikirannya, kalau versi laki-laki dibuat lebih banyak narasi aksinya. 

Pendalaman karakter untuk tokoh utamanya sudah sangat baik. Satine Muchlis digambarkan sebagai pekerja keras, kesepian, tertekan dengan tuntutan dari ibunya, dan pejuang validasi. Sedangkan Ash Risjad digambarkan sebagai pria yang menyimpan trauma kekerasan, observer, dan perasa. Sayangnya, saya tidak terkesan dengan kedua tokoh ini. Mungkin karena kurangnya penggambaran kedekatan dengan orang-orang sekitarnya sehingga kebaikan keduanya tidak cukup terasa.

Kesimpulannya, menurut saya, novel ini memberi persepektif tentang pilihan beberapa orang yang mengejar karir sehingga urusan asmara rada kesulitan. Ada alasan kenapa pilihan itu dijalani, ada juga resiko yang timbul dari situasi tersebut. Setelah membaca novel ini, kita patut refleksi, sudah seberapa tepat kita mengambil keputusan, baik tentang asmara, finansial, dan keluarga. Dan pertanyaan berikutnya, sudahkan keputusan itu membahagiakan hidup kita?

Sekian ulasan novel Satine dari saya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



2 November 2023

Resensi Novel The Architecture of love - Ika Natassa


Judul:
The Architecture of Love

Penulis: Ika Natassa

Editor: Rosi L. Simamora

Sampul: Ika Natassa

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Agustus 2023, cetakan kedelapan belas

Tebal: 304 hlm.

ISBN: 978602329260


Semua orang pasti pernah merasa tersesat, literally atau figuratively, dan tidak ada yang membuat Raia merasa lebih salah tempat daripada sebuah pesta tahun baru[kalimat pertama, the architecture of love]

 



Raia Arsjad adalah penulis yang kehabisan ide untuk novel barunya dan memutuskan menemui temannya, Erin, di New York. Dan pada malam tahun baru ia bertemu pertama kali dengan River, kakak Aga, yang sedang menggambar sketsa di ruang gelap. Disusul dengan pertemuan berikutnya, Raia dan River sepakat untuk menjelajahi Kota New York.

Sebagai seorang arsitek, River mempunyai banyak kisah mengenai bangunan-bangunan di NY. Semakin banyak tempat yang mereka datangi, semakin banyak cerita yang diungkapkan, semakin membuat River bingung dengan kedekatan yang terjalin. Rasanya ia ingin melangkah maju ke Raia tapi masa lalunya masih memberatkan.

Ada persamaan antara Raia dan River yaitu sama-sama pernah kehilangan ditinggalkan orang yang dicintai. Dan alasan ini yang membuat keduanya berpikir lebih lama untuk melangkah saling mendekat.





Novel The Architecture of Love ini memiliki tema romantis. Kita akan menemukan kisah percintaan yang mendominasi, tetapi di bagian lain kita juga akan menemukan kisah persahabatan dan kisah keluarga yang walau porsinya sedikit tapi cukup menghangatkan hati. Yang membedakan dari novel lainnya, di novel ini romansanya dikemas bukan dengan tokoh lajang, melainkan dipresentasikan lewat tokoh yang sudah menikah namun karena satu hal harus menjadi single. Karena status tokoh-tokohnya ini kita akan dikasih intip romantika dan konflik yang salah satunya bisa saja muncul ketika kita berumah tangga nanti.

Saya sangat suka dengan jalinan kisah cinta antara Raia dan River di sini karena penulis mengemasnya dengan elegan. Narasi yang digunakan terasa lugas dan tidak bertele-tele, khas Kak Ika sih, persis seperti di novel Critical Eleven. Selama membaca novel ini saya mendapatkan pengalaman baik sebab akhirnya bisa membaca dengan penuh nikmat, tidak terburu-buru, dan bisa lebih memahami narasi yang ditulis Bahasa Inggris. Jujur saja, saya tuh berjarak dengan novel-novel yang Bahasa Inggrisnya kebanyakan. Namun di novel ini saya bisa membaur karena memang sejak awal saya sudah menyiapkan diri jika harus menerjemahkannya di google.

Novel ini punya part yang membuat saya terharu yaitu ketika Raia ngobrol dengan ibunya dan membahas soal apa yang ia alami. Raia ingin tahu apakah ibunya kecewa dengan segala keputusan yang ia ambil dan ada keputusan yang ternyata gagal. Dan ibunya menjawab dengan lugas kalau Raia tidak pernah mengecewakan mereka sebagai orang tua. Selalu dan selalu saja kalau cerita atau film yang membahas hubungan orang tua dan anak selalu bisa membuat saya terenyuh.





Yang menarik lainnya di novel ini adalah dunia kepenulisan yang diungkapkan Kak Ika sangat jelas, bukan sebagai tempelan semata. Tentu saja tidak meragukan, ibaratnya Kak Ika ini sedang membuka pintu dapurnya dan membiarkan pembaca melongok ada apa di dalamnya. Sebenarnya bukan teknik menulis yang dibocorkan melainkan kehidupan apa yang dialami penulis. Dibahas soal fase writing block, pencarian ide, proses promosi buku dan konflik pribadi versus profesi. Menurut saya ini sangat menarik diketahui siapa tahu kita nanti bisa jadi penulis juga, hehehe. Amin.

Setting Kota New York menjadi begitu indah dengan pendeskripsikan yang baik. Berbagai sudut kota dikulik, berbagai tempat ditunjukkan, dan dipadukan dengan narasi situasi seperti musim dan cuaca, membuat kita seperti ikutan berkunjung ke sana. Enak kali ya kalau bisa jalan-jalan ke New York?

Dan kalau membahas karakter, sosok Raia dan River ini terbilang utuh penggambarannya. Mereka ini baik, tulus, yang laki-laki sangat gentle, yang perempuan begitu manis, tapi bagi saya belum cukup mengesankan. Mungkin karena karakter sempurna tadi dibentuk hanya untuk menyokong adegan-adegan romantis sehingga kebaikan tadi terasa dangkal. Berbeda jika diselipkan konflik non-romantis dan penulis menonjolkan karakter baik tadi, pasti akan terasa lebih dalam. Karena seseorang kelihatan baik itu harus untuk berbagai situasi, bukan hanya ketika kasmaran.

Kesimpulannya, novel ini menarik dan menyenangkan, membawa perasaan hangat juga. Saya sangat merekomendasikan untuk membaca kisah Raia dan River di sini sebelum kita ketemu dengan filmnya yang sedang tahap produksi.



Sekian ulasan dari saya, jika ada yang tidak berkenan dengan tulisan ini, semata-mata ini adalah opini saya sebagai yang sudah membaca novelnya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



1 Januari 2017

[Buku] Critical Eleven, Ika Natassa

Judul: Critical Eleven
Penulis: Ika Natassa
Desain sampul: Ika Natassa
Editor: Rosi L. Simamora
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Desember 2015, cetakan kedelapan
Tebal buku: 344 halaman
ISBN: 9786020318929
Harga: Rp79.000

Saya pernah menulis di twitter kalimat ini, ‘Setiap buku membawa pesannya sendiri. Ketika buku hanya dibaca dan diresensi tanpa dirasakan, apa buku merubahmu?’. Saya ingin buku yang saya baca memberikan efek meningkatkan kualitas diri. Bukan sebatas hiburan pas dibaca, selesai baca lupa semuanya. 

Ika Natassa, di Critical Eleven membuka lebar-lebar kehidupan rumah tangga. Diwakili pasangan suami istri Tanya Baskoro dan Aldebaran Risjad, penulis mengingatkan pentingnya memahami tujuan awal menikah untuk mencegah robohnya rumah tangga pas badai datang. Ale dan Tanya adalah pasangan suami istri yang harmonis. Ale bekerja di perusahaan minyak di tengah laut, yang punya jadwal meninggalkan istrinya di Jakarta untuk beberapa waktu, tidak membuat hubungan mereka rusak. Jarak bagi mereka hanya tantangan. Sampai pada satu waktu, keharmonisan pasangan Ale dan Tanya diuji sejak buah hati yang dinanti harus diambil lagi oleh Allah setelah dititipkan sebentar. Ditambah ketololan Ale yang mengucapkan kalimat ‘kemungkinan’ yang langsung menghancurkan perasaan Tanya. Mulai dari saat itu hubungan Ale dan Tanya jadi sedingin kutub.

“Mungkin kalau dulu kamu nggak terlalu sibuk, Aidan masih hidup, Nya.” (hal. 81)

Saya akui tidak ada rumah tangga yang tidak diterpa masalah. Bentuk masalahnya tentu saja berbeda-beda. Bisa soal uang, soal orang ketiga, soal tanggung jawab, atau faktor lain yang ukurannya bisa sepele, sedang, atau berat. Lewat Critical Eleven, penulis mempresentasikan satu contoh masalah rumah tangga yaitu kehilangan buah hati dan kesalahan ucap, dan bagaimana solusi menghadapi masalah tersebut. 

Saya melihat rumus Critical Eleven adalah memperjuangkan dan memaafkan. Ini salah satu solusi masalah rumah tangga yang ditawarkan Ika. Ale mengakui kesalahan mulutnya yang lancang. Ia berusaha dengan segala cara untuk minta maaf dan mengembalikan Tanya pada sosok sebelum kesalahan itu. Usaha keras yang dilakukan Ale kadang diakuinya tidak akan dilakukan oleh pria lain. Ale tidak ingin kehilangan Tanya, ia pun berjuang untuk di sisinya. Misal, tetap membuatkan kopi kesukaan Tanya walau kopi buatannya selalu ditolak tidak diminum. Sedangkan Tanya yang kadung kecewa dan tidak mempercayai Ale, membuka semua masa lalu sejak pertemuan pertama hingga konflik itu muncul. Tujuannya satu, mencari kekuatan dari alasan kenapa ia memilih Ale pada saat dilamar kemudian dipersunting. Proses yang dilakukan Ale dan Tanya mengingatkan kita untuk menguatkan fondasi rumah tangga sebelum membangunnya. Fondasi yang kuat akan menjadi pijakan untuk memperjuangkan dan memaafkan pasangan.

Pola alur yang mengombinasikan masa kini dan masa lalu membuat kisah Ale dan Tanya utuh diceritakan. Tidak ada bolong yang disisakan penulis, mulai dari pertemuan pertama di pesawat, pacaran, menikah, hingga masa setelah menikah. Selain kisah Ale dan Tanya, penulis menggenapkan dengan menyisipkan masa kecil Ale, kisah pertemuan pertama orang tua mereka, cerita persahabatan dan keluarga, juga beberapa momen yang menunjang alur cerita. Ini penting, sebab latar belakang yang lengkap membuat pembaca mengenali karakter dengan lebih jelas. 

Membicarakan karakter yang muncul di novel ini, penulis mempersiapkan mereka dengan lengkap dan hidup. Tanya dan Ale merupakan sosok cemerlang dengan pembawaan karakter yang unggul, paras yang menawan, juga karir yang bagus. Untuk Tanya Baskoro sendiri saya tidak melihat cela. Ia sosok perempuan yang cerdas dan istri yang berbakti. Kedewasaannya terbukti ketika ia mempertanyakan kepercayaannya pada Ale, ia tidak gegabah memutuskan berpisah. Ia terus berusaha merekonsiliasi hatinya dari berbagai sisi. Sehingga sampailah ia pada kekuatan terakhir yang dimiliki untuk melanjutkan atau menyudahi. Sedangkan pada diri Aldebaran Risjad, memiliki karakter pria dewasa yang bertanggung jawab untuk segala urusan. Bahkan sejak ia dan Tanya masih pacaran. Ada yang pernah meninggalkan bioskop ketika jam solat tiba? Ale orangnya. Ada yang pernah memikirkan kalau rumah adalah elemen penting sebelum berumah tangga? Ale orangnya. Dia dikuriani sifat yang agung. Bahkan bagi Ale, menolong orang lain itu keutamaan. Sehingga ia tidak pernah menolak permintaan tolong dari ayahnya, ibunya atau adik-adiknya.


Emosi yang dibangun penulis mengejutkan pada beberapa titik, misalnya, ketika Haris dan Tanya merencanakan ulang tahun Ale. Drama yang seharusnya mengejutkan dan berakhir di salah satu restoran, justru menjadi titik puncak ketakutan Ale kehilangan Tanya. Setelah rasa khawatir yang memuncak, penulis membuat adegan pelukan yang mengharu biru. Pelukan kerinduan, pelukan takut kehilangan, pelukan cinta sang suami kepada sang istri.

Critical Eleven menjadi sebuah bacaan yang menginspirasi. Memberikan sebuah gambaran seharusnya menjadi calon suami dan menjadi calon istri. Cinta memang memegang peran penting dalam rumah tangga. Namun banyaknya elemen pendukung yang menyokong, jika satu elemen saja lemah, rumah tangga mudah digoyang oleh angin sepoi-sepoi. Mempersiapkan maksimal untuk mengambil peran suami/istri, menjadi pilihan mutlak. Tidak ada kompromi. Bukan perkara setelah berdua jadi pasangan suami istri, melainkan di garis start harus sudah siap, sehingga pada perjalanan rumah tangga pasangan akan mudah beradaptasi untuk masalah berdua, bukan masalah yang muncul karena ego pribadi masing-masing.

Buku ini menjadi pilihan untuk mengintip contoh rumah tangga dan permasalahan yang muncul. Buku ini membuka mata para calon pasangan untuk bersiap-siap menjelang masa manis dan pahit dalam rumah tangga. Dan tidak sedikit pun buku ini memberi kesan menakut-nakuti berumah tangga. Justru sangat manis menunjukkan indahnya berumah tangga.


Kabar bahagia, buku ini sedang digarap jadi film. Di film nanti karakter Ale akan diperankan oleh Reza Rahardian, sedangkan Tanya akan diperankan oleh Adinia Wirasti. Pemilihan peran yang matang tentunya. Siapa sih yang tidak kenal aktor Reza Rahardian? Beliau ini terbilang aktor mahir yang sukses dalam memerankan karakter yang dituntut. Setahu saya, Reza sangat maksimal dalam berperan. Saya juga menyukai Adinia Wirasti untuk berperan sebagai Tanya. Saya mengetahui kiprahnya di dunia perfilman sejak ia main di film Tentang Dia bersama Sigi Wimala. Acting Adinia selalu memukau dengan sisi naturalnya. Harapan saya, Reza dan Adinia akan menjadi pasangan di film ini yang mengesankan bagi pembaca novel Critical Eleven. Sebab, kami pembaca novelnya sudah mendalami ceritanya dan memiliki banyak bayangan setiap adegannya.

Saya juga membayangkan film Critical Eleven akan memiliki soundtrack yang menghangatkan dan berkesan. Saya berharap Melly Goeslaw diajak menggarap musiknya, sedangkan penyanyi terpilih adalah Agnes Monica dan Tulus. Kolaborasi yang bakal keren dan akan diingat penonton.



Untuk sang sutradara, saya ingin adegan puncaknya dikemas sangat, sangat, sangat maksimal. Ada 2 adegan yang saya nantikan bakal muncul di film Critical Eleven. Pertama, adegan ketika Ale khawatir Tanya akan meninggalkannya di kejutan ulang tahun, dan begitu menemukan Tanya, ia berlari mendekap Tanya dengan sangat erat, tidak ingin Tanya pergi. Kedua, adegan mengharukan ketika Tanya datang ke makam Aidan untuk pertama kalinya dan menangis sesenggukan. Juga adegan Ale yang menangis di kamar Aidan setelah lama ia tidak memasuki kamar itu sejak Aidan pergi. Ale menangis dengan tangan memegang pinggiran boks bayi dan menggugu.

Film ini akan menjadi contoh kisah cinta yang dewasa, cinta yang bertanggung jawab, cinta yang rela menyeimbangkan antara peran suami dan istri. Bikin penonton melihat pada dirinya dan berkata, "Aku akan menikah dengan persiapan maksimal demi pasanganku, demi keluarga baruku." Jadi makin tidak sabar menunggu filmnya rilis.

Rating novel dari saya: 4/5


Catatan:
  • Berani menjalin hubungan berarti menyerahkan sebagian kendali atas perasaan kita kepada orang lain. (hal.8)
  • Toko buku itu bukti nyata bahwa keragaman selera bisa kumpul di bawah satu atap tanpa harus saling mencela. (hal.13)
  • Kadang hidup lebih menyenangkan saat kita tidak punya ekspektasi apa-apa. (hal.14)
  • Waktu adalah satu-satunya hal di dunia ini yang terukur dengan skala sama bagi semua orang, tapi memiliki nilai berbeda bagi setiap orang. (hal.17)
  • Sebagai laki-laki, tugas utama kita adalah mengambil pilihan terbaik untuk diri kita sendiri dan orang-orang yang dekat dan tergantung pada kita. (hal.30)
  • Hidup memang tidak pernah sedrama di film, tapi hidup juga tidak pernah segampang di film. (hal.40)
  • Kata orang, saat kita berbohong satu kali, sebenarnya kita berbohong dua kali. Bohong yang kita ceritakan ke orang, dan bohong yang kita ceritakan ke diri kita sendiri. (hal.57)
  • Ada banyak hal dalam hidup ini yang mungkin tidak akan dimengerti orang-orang yang belum mengalami sendiri. (hal.93)
  • Kata orang, waktu akan menyembuhkan semua luka, namun duka tidak semudah itu bisa terobati oleh waktu. Dalam hal berurusan dengan duka, waktu justru sering menjadi penjahat kejam yang menyiksa tanpa ampun, ketika kita terus menemukan dan menyadari hal baru yang kita rindukan dari seseorang yang telah pergi itu, setiap hari, setiap jam, setiap menit. (hal.95)
  • Berpasarah kepada-Nya karena Dia tidak akan member cobaan lebih daripada yang bisa kutanggung. (hal.97)
  • Anak kecil terkadang memang lebih santai menghadapi perpisahan, ya. (hal.107)
  • Apakah sosok seseorang itu bagi kita tergolong pahlawan atau penjahat tergantung dari seberapa besar kita mau berkompromi dengan nilai-nilai yang dia anut. (hal.112)
  • Ujian keimanan seorang laki-laki itu bukan waktu dia digoda oleh uang, perempuan, atau kekuasaan seperti banyak yang dikatakan orang-orang. Ujian keimanan itu sesungguhnya adalah ketika yang paling berharga dalam hidup laki-laki itu direnggut begitu saja, tanpa sebab apa-apa, tanpa penjelasan apa-apa, kecuali karena itu sudah takdirnya. (hal.121)
  • Kisah cinta paling indah sebenarnya adalah yang ditulis Tuhan sendiri dan nyata di sekeliling kita. (hal.207)


[ gambar film diunduh dari twitter Ika Natassa / @ikanatassa ]
[ gambar lainnya milik pribadi yang diedit ]