Resensi Novel The Architecture of love - Ika Natassa


Judul:
The Architecture of Love

Penulis: Ika Natassa

Editor: Rosi L. Simamora

Sampul: Ika Natassa

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Agustus 2023, cetakan kedelapan belas

Tebal: 304 hlm.

ISBN: 978602329260


Semua orang pasti pernah merasa tersesat, literally atau figuratively, dan tidak ada yang membuat Raia merasa lebih salah tempat daripada sebuah pesta tahun baru[kalimat pertama, the architecture of love]

 



Raia Arsjad adalah penulis yang kehabisan ide untuk novel barunya dan memutuskan menemui temannya, Erin, di New York. Dan pada malam tahun baru ia bertemu pertama kali dengan River, kakak Aga, yang sedang menggambar sketsa di ruang gelap. Disusul dengan pertemuan berikutnya, Raia dan River sepakat untuk menjelajahi Kota New York.

Sebagai seorang arsitek, River mempunyai banyak kisah mengenai bangunan-bangunan di NY. Semakin banyak tempat yang mereka datangi, semakin banyak cerita yang diungkapkan, semakin membuat River bingung dengan kedekatan yang terjalin. Rasanya ia ingin melangkah maju ke Raia tapi masa lalunya masih memberatkan.

Ada persamaan antara Raia dan River yaitu sama-sama pernah kehilangan ditinggalkan orang yang dicintai. Dan alasan ini yang membuat keduanya berpikir lebih lama untuk melangkah saling mendekat.





Novel The Architecture of Love ini memiliki tema romantis. Kita akan menemukan kisah percintaan yang mendominasi, tetapi di bagian lain kita juga akan menemukan kisah persahabatan dan kisah keluarga yang walau porsinya sedikit tapi cukup menghangatkan hati. Yang membedakan dari novel lainnya, di novel ini romansanya dikemas bukan dengan tokoh lajang, melainkan dipresentasikan lewat tokoh yang sudah menikah namun karena satu hal harus menjadi single. Karena status tokoh-tokohnya ini kita akan dikasih intip romantika dan konflik yang salah satunya bisa saja muncul ketika kita berumah tangga nanti.

Saya sangat suka dengan jalinan kisah cinta antara Raia dan River di sini karena penulis mengemasnya dengan elegan. Narasi yang digunakan terasa lugas dan tidak bertele-tele, khas Kak Ika sih, persis seperti di novel Critical Eleven. Selama membaca novel ini saya mendapatkan pengalaman baik sebab akhirnya bisa membaca dengan penuh nikmat, tidak terburu-buru, dan bisa lebih memahami narasi yang ditulis Bahasa Inggris. Jujur saja, saya tuh berjarak dengan novel-novel yang Bahasa Inggrisnya kebanyakan. Namun di novel ini saya bisa membaur karena memang sejak awal saya sudah menyiapkan diri jika harus menerjemahkannya di google.

Novel ini punya part yang membuat saya terharu yaitu ketika Raia ngobrol dengan ibunya dan membahas soal apa yang ia alami. Raia ingin tahu apakah ibunya kecewa dengan segala keputusan yang ia ambil dan ada keputusan yang ternyata gagal. Dan ibunya menjawab dengan lugas kalau Raia tidak pernah mengecewakan mereka sebagai orang tua. Selalu dan selalu saja kalau cerita atau film yang membahas hubungan orang tua dan anak selalu bisa membuat saya terenyuh.





Yang menarik lainnya di novel ini adalah dunia kepenulisan yang diungkapkan Kak Ika sangat jelas, bukan sebagai tempelan semata. Tentu saja tidak meragukan, ibaratnya Kak Ika ini sedang membuka pintu dapurnya dan membiarkan pembaca melongok ada apa di dalamnya. Sebenarnya bukan teknik menulis yang dibocorkan melainkan kehidupan apa yang dialami penulis. Dibahas soal fase writing block, pencarian ide, proses promosi buku dan konflik pribadi versus profesi. Menurut saya ini sangat menarik diketahui siapa tahu kita nanti bisa jadi penulis juga, hehehe. Amin.

Setting Kota New York menjadi begitu indah dengan pendeskripsikan yang baik. Berbagai sudut kota dikulik, berbagai tempat ditunjukkan, dan dipadukan dengan narasi situasi seperti musim dan cuaca, membuat kita seperti ikutan berkunjung ke sana. Enak kali ya kalau bisa jalan-jalan ke New York?

Dan kalau membahas karakter, sosok Raia dan River ini terbilang utuh penggambarannya. Mereka ini baik, tulus, yang laki-laki sangat gentle, yang perempuan begitu manis, tapi bagi saya belum cukup mengesankan. Mungkin karena karakter sempurna tadi dibentuk hanya untuk menyokong adegan-adegan romantis sehingga kebaikan tadi terasa dangkal. Berbeda jika diselipkan konflik non-romantis dan penulis menonjolkan karakter baik tadi, pasti akan terasa lebih dalam. Karena seseorang kelihatan baik itu harus untuk berbagai situasi, bukan hanya ketika kasmaran.

Kesimpulannya, novel ini menarik dan menyenangkan, membawa perasaan hangat juga. Saya sangat merekomendasikan untuk membaca kisah Raia dan River di sini sebelum kita ketemu dengan filmnya yang sedang tahap produksi.



Sekian ulasan dari saya, jika ada yang tidak berkenan dengan tulisan ini, semata-mata ini adalah opini saya sebagai yang sudah membaca novelnya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



2 komentar:

  1. Wah ini novel yang akan dibuat filmnya ya, ga sabar mau liat Putri Marino dan Nicholas Saputra main bareng :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dua orang yang rekam jejaknya bagus di perfilman. Apalagi Putri Marino, duh biasanya dramatisnya dapet banget. Sama enggak sabarnya pengen liat hasil film bakal bagaimana, hehe

      Hapus