Desember 26, 2017

[Buku] What I Talk About When I Talk About Running - Haruki Murakami




Judul: What I Talk About When I Talk About Running
Penulis: Haruki Murakami
Penerjemah: Ellnovianty Nine Sjarif & A. Fitriyanti
Penyunting: A. Fitriyanti
Penerbit: Penerbit Bentang
Cetakan: Pertama, April 2016
Tebal buku: vi + 198 halaman
ISBN: 9786022910862
Harga: Rp 49.000

“Apakah hal yang kamu lakukan baik atau tidak, keren atau tidak keren sama sekali, pada akhirnya yang memiliki arti bukanlah sesuatu yang bisa dilihat, tetapi yang bisa dirasakan oleh hatimu. Agar mengerti sebuah nilai, kadang-kadang kamu harus melakukan sesuatu yang buang-buang waktu. Namun, bahkan suatu tindakan yang kelihatannya sia-sia, tidak selamanya berakhir demikian.” (Hal. 189)

Ada rasa janggal setelah membaca buku Haruki Murakami ini. Sebab memoar ini berisi pandangan penulis terhadap sesuatu. Di buku ini penulis mengungkapkan buah pikirannya terhadap hobinya: berlari. Sebagai memoar, saya meloncati proses dalam mengenal penulis. Biasanya, orang akan membaca novel-novel karya Haruki Murakami, setelah itu ia akan membaca memoarnya. Karena memoar lebih mengetengahkan lebih banyak sisi pribadi si penulis. Justru yang saya lakukan mengenal penulisnya dahulu, mungkin baru membaca novel-novelnya. Ini kesan yang saya simpulkan dan tentu saja akan berbeda dengan kalian.

Memoar What I Talk About When I Talk About Running berkisah pengalaman Murakami di dunia lari dan dunia kepenulisan. Dia menceritakan banyak pengalaman mengikuti lomba lari dan pikiran-pikirannya terhadap kegiatan berlari. Contohnya, pikirannya tentang ketidakinginannya bangun pagi dan berlari. Siapa pun pasti pernah menemukan perasaan ini setelah melakukan kegiatan dalam kurun waktu tidak sebentar. Murakami penasaran apakah pikiran tersebut muncul juga pada pelari profesional. (Hal. 55)

Pada bagian lain, Murakami juga menceritakan pengalaman ia berlari maraton di Yunani untuk artikel majalah (Hal. 65-76). Ada opsi untuk membuat foto setelah Murakami berlari beberapa jarak dan urusan selesai. Tetapi, Murakami memilih berlari menyelesaikan jarak lintasan maraton sejauh 42.195 km. Diceritakan terperinci bagaimana suhu panas pada saat itu, kondisi jalan yang ramai dan kerap ditemukan bangkai anjing dan kucing, dan perasaan campur aduk ketika Murakami berada di titik sangat lelah (marah, kesal, merutuk).

Namun, cerita pengalaman lari Murakami kemudian dikaitkan pada pengalaman ia sebagai penulis. Saya terkesan pada bagaimana awal mula ia memutuskan untuk menulis novel. Niat yang muncul saat ia menonton baseball dan kemudian ia lanjutkan dengan pengorbanan besar, menutup usaha bar yang pada saat itu dalam kondisi sangat baik. Usia Murakami pada saat itu di ujung 20-an.

Selain pengalaman awal mula menjadi penulis, Murakami berbagi cara-cara menjadi penulis yang baik menurut versinya. Sebab Murakami sadar sekali dirinya bukan penulis yang memiliki bakat alami luar biasa.

“Sebaliknya jika kamu bisa berfokus secara efektif, kamu akan dapat mengimbangi bakat yang tak menentu atau bahkan yang jumlahnya sedikit.” (Hal. 87-88)

“Jika konsentrasi hanyalah proses menahan napas, daya tahan merupakan seni mengeluarkan napas dengan tenang dan pelan-pelan sekaligus mengisi udara ke dalam paru-paru.” (Hal. 88)

“Keseluruhan proses menulis- duduk di depan meja, memfokuskan pikiran seperti sinar laser, membangun imajinasi dari kekosongan, mengarang cerita, memilih kata yang tepat satu demi satu, mempertahankan seluruh alur tetap berada pada jalur - membutuhkan energi yang jauh lebih banyak, untuk jangka waktu yang lama, dari yang dibayangkan orang kebanyakan.” (Hal. 90)

Sebuah pengalaman berharga karena setelah membaca memoar Murakami ini, saya seperti sudah belajar langsung kepadanya untuk urusan menulis. Ada banyak bagian dari buku yang menginspirasi saya untuk menekuni dunia menulis. Dan saya pun berharap kalian akan menemukan pengalaman yang sama setelah membaca buku ini.

Akhirnya, saya memberi nilai 4/5 untuk buku yang menginspirasi sekaligus meyakinkan saya kembali untuk fokus di dunia menulis.

Catatan:
  • Aku selalu berhenti pada saat aku merasa bisa menulis lebih banyak. Dengan begitu, penulisan selanjutnya secara mengejutkan menjadi lebih lancar. (Hal. 6)
  • Setelah berlari rasanya apa pun yang menjadi inti tubuh ini seperti diperas keluar sehingga terlahir perasaan ringan, dan apa pun yang terjadi, terjadilah. (Hal 9)
  • Apakah hasil tulisan sesuai atau tidak dengan standar yang ditetapkan oleh diri sendiri akan menjadi hal yang lebih penting daripada segalanya dan itu adalah sesuatu yang tidak mudah dijadikan alasan. (Hal. 13)
  • Hal terpenting adalah bagaimana melampaui diri sendiri yang kemarin. (Hal. 14)
  • Aku belajar bahwa tidak mungkin manusia hidup sendiri - sesuatu yang sudah sewajarnya. (Hal. 20)
  • Manusia memiliki nilai di dalam diri mereka dan cara hidup masing-masing, begitu juga aku. (Hal. 24)
  • Kepedihan ataupun sakit hati merupakan hal yang diperlukan dalam hidup. (Hal. 24)
  • Perkara sakit hati adalah harga yang harus dibayar seseorang untuk dapat menjadi mandiri di dunia ini. (Hal. 25)
  • Bagaimana membagi waktu dan tenaga kita untuk melakukan hal-hal sesuai urutan prioritas. Jika tidak bisa menetapkan sistem semacam itu pada suatu masa dalam hidup, kamu akan kurang terfokus dan hidupmu jadi tidak seimbang. (Hal. 45-46)
  • Seberapa pun besarnya niat seseorang, seberapa pun bencinya dia pada kekalahan, jika hal itu merupakan sesuatu yang tidak benar-benar disukai, dia tidak akan bisa bertahan lama meneruskannya. (Hal. 53)
  • Namun, manusia punya kecocokan dan ketidakcocokan masing-masing. (Hal. 54)
  • Dinding pemisah antara kepercayaan diri yang sehat dan harga diri yang berlebihan memang cukup tipis. (Hal. 63)
  • Saat semakin tua, kamu akan belajar untuk bahagia dengan apa yang kamu miliki. Itulah salah satu dari sedikit hal baik dengan menjadi tua. (Hal. 97)
  • Jika sesuatu berarti untuk dilakukan, memberikan semua yang terbaik - atau bahkan melebihi yang terbaik darimu - juga berarti. (Hal. 109)
  • Sekali melanggar peraturan yang kuputuskan sendiri, aku akan melanggar lebih banyak lagi. (Hal. 124)
  • Mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah menerimanya, tanpa terlalu banyak tahu apa yang sebenarnya terjadi. (Hal. 134)

Desember 13, 2017

[Buku] Pencuri Dan Anjing-Anjing - Naguib Mahfouz


Judul: Pencuri dan Anjing-Anjing
Penulis: Naguib Mahfouz
Penerjemah: An. Ismanto
Editor: Tia Setiadi
Penerbit: Basabasi
Cetakan: September 2017
Tebal: 180 hlm.
ISBN: 9786026651136
Harga: Rp 60.000

Novel Pencuri dan Anjing-Anjing ini bercerita tentang Said Mahran yang baru saja keluar dari penjara setelah empat tahun mendekam. Ia dipenjara lantaran pekerjaannya sebagai pencuri. Tetapi yang membuatnya merutuk adalah pengkhianatan yang dilakukan Ilish Sidra (temannya), Nabawiyya (mantan istri), dan Rauf Ilwan (temannya) yang merupakan orang terdekatnya. Dan tujuan utama yang hendak dicapai Said setelah keluar dari penjara adalah membalas dendam kepada mereka semua. Apakah Said berhasil melakukannya?

Kesan yang muncul setelah selesai membaca novel ini adalah novel yang kelam dan penuh renungan. Melalui tokoh utamanya, Said, pembaca disuguhkan alur cerita tentang tidak baiknya punya niat balas dendam. Karakter Said yang diliputi amarah dendam, dan bukannya menyesal terus menjadi sosok yang lebih baik, membuat saya kesal juga selama megikuti jalan ceritanya. Penulis sangat pintar mengantarkan pesan yang ingin disampaikan dengan memakai tokoh yang posisinya bersalah. Dan pesan itu tersampaikan dengan baik.

Selain tokoh Said si pembalas dendam, penulis pun menghadirkan sosok soleh, Syekh Ali al-Junaydi. Ia merupakan guru pada sebuah majelis, tempat dulu ayah Said pernah ikut bergabung. Dari kebijaksanaan beliaulah, pikiran yang bertentangan dengan karakter Said bisa dilihat dan dirasakan.

Untuk gaya bercerita dari terjemahannya, novel ini punya kalimat yang kesastraan. Saya tidak paham apakah ini merupakan gaya bercerita penulis asal Timur Tengah. Tetapi, saya mengakui butuh ketelitian dalam memahami maksud kalimatnya. Sedangkan untuk alurnya, penulis mengusung alur maju dan alur mundur. Di dalam juga akan ditemukan dua jenis huruf dalam cetakan. Tulisan dengan huruf yang miring (Italic) menunjukkan bagian pikiran Said secara langsung. Sedangkan tulisan biasa (normal) menunjukkan narasi dengan Sudut Pandang Ketiga.

Karakter utama di novel ini adalah Said Mahran, yang pendendam, ceroboh, tidak sabaran, dan terlalu percaya diri. Ia benar-benar dibutakan niat balas dendam sehingga cara-cara yang ia lakukan membuatnya semakin dicari polisi. Orang-orang yang ingin dihancurkannya makin aman, dirinya sendiri yang makin terperosok. Syekh Ali al-Junaydi, guru majelis yang bijaksana dan sederhana. Ia kerap menuturkan kalimat-kalimat yang filosofis bermuatan nilai kebaikan. Nur, sosok perempuan malang yang menyukai Said sejak mereka muda dan tetap mau menolongnya setelah semua rencana Said mulai kacau. Sosok yang terus mendampa kehidupan damai dan tentram namun semua itu tidak berpihak kepadanya.

Karakter lainnya seperti Ilish Sidra, Nabawiyya, dan Rauf Ilwan, diceritakan sedikit. Karakter mereka diterangkan secara narasi lewat bagian pikiran Said. Tetapi sangat cukup untuk menuturkan konflik yang dialami Said.

Pesan paling vokal di novel ini adalah larangan keras membalas dendam. Tindakan benar menanggapi kesalahan orang lain adalah dengan memaafkan. Balas dendam justru hanya akan menghadirkan kemalangan lainnya.

Saya pun memberi nilai 3/5. Novel yang berbobot untuk dijadikan bahan merenung. Tapi, tetap saja novel ini bukan buku yang punya cerita mengesankan untuk saya.

Catatan:
  • Yang sudah terjadi biarlah terjadi, hal semacam itu terjadi setiap hari. Derita bisa menimpa, dan persahabatan lama pun bisa putus. Tetapi hanya tindakan hina yang bisa menghinakan manusia. (hal.18)
  • Apakah kau tak merasa malu meminta disenangi dari Tuhan sementara kau tidak senang dengan-Nya? (hal.31-32)
  • Terpikir olehnya bahwa kebiasaan merupakan akar kemalasan, kelesuan, dan kematian, bahwa kebiasaan menjadi penyebab semua penderitaan, pengkhianatan, kelancangan, dan kesia-siaan seluruh usaha dalam hidupnya. (hal.32)
  • Tetapi kenapa kita mengutuk kecemasan dan rasa takut kita? Pada akhirnya, bukankah dua hal itu tak membuat kita kesulitan memikirkan masa depan? (hal.65)
  • Tragedi susungguhnya adalah bahwa musuh kita sekaligus teman kita. (hal.66)
  • Sebenarnya, agar bisa tetap hidup, kita tak boleh takut pada apa pun. (hal.114)
  • Kalau cinta memang akan menimbulkan masalah, lebih baik menyisih saja. (hal.131)
  • Kesabaran itu suci dan melaluinyalah segala sesuatu diberkati. (hal.164)

Desember 11, 2017

[Buku] Melangkah ke Seberang - Karina Nurherbyanti Herbowo




Judul: Melangkah ke Seberang
Penulis: Karina Nurherbyanti Herbowo
Editor: Afrianty P. Pardede & Andiyani Lo
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Cetakan: September 2017
Tebal: vi + 194 hlm.
ISBN: 9786020445564
Harga: Rp 54.800

Novel Melangkah ke Seberang ini bercerita tentang pengalaman Arya berkunjung ke Indonesia. Ia datang ke Banten bersama sepupunya, Cody. Tujuannya untuk liburan, sekaligus mengenal kerabat yang memang belum pernah Arya kenal. Pasalnya, Arya sudah sejak lahir tinggal di Amerika.


Di Indonesia, Arya bertemu Fatma, anak dari seorang Gubernur. Perkenalan ini membawa pengaruh dalam menilai seseorang, sekaligus membuka pandangan baru baginya. Pengalaman apa saja yang dialami Arya di Indonesia?

Novel Melangkah ke Seberang bisa dikatakan novel yang mengenalkan kembali pembaca pada negara Indonesia. Melalui sudut pandang Karina, pembaca akan disuguhkan sajian politik, agama, kemanusiaan, dan nilai lokal daerah Banten.

Sedari awal, penulis sudah menyuguhkan satu ironi mengenai arti Indonesia bagi warganya. Arya yang keturunan darah Indonesia tidak paham tentang Indonesia dan tidak bisa berbahasa Indonesia. Lain hal dengan sepupunya yang blasteran, Cody justru lebih mengenal Indonesia dan bisa berbahasa Indonesia. Ironi ini efek dari pikiran orang tua Arya yang menganggap pentingnya Arya memahami Amerika daripada Indonesa, untuk bersaing hidup. Sebab orang tua Arya sudah memilih untuk tinggal di Amerika. Tetapi nilai positif orang tua Arya adalah mereka tetap mementingkan pendidikan agama Islam meski mereka hidup di Amerika. Sehingga Arya tumbuh dengan pemahaman agama yang baik, diukur dari tidak pernahnya ia meninggalkan salat.

Menurut saya, konflik utama novel ini bukan terletak pada Arya. Saya melihat konflik paling seru terletak pada kehidupan Ratu Fatma Alifya, yang anak dari seorang Gubernur Banten. Ia merasa kehilangan kehangatan keluarga akibat jabatan yang diemban Papa dan Kakak pertamanya. Ia merasa kehidupannya selalu dinilai dari latar belakang keluarga. Ia juga merasa jadi korban popularitas jabatan tersebut. Penulis membahas konflik itu dengan sangat baik. Pembaca diberikan gambaran bagaimana politik itu kejam. Papa Fatma sebagai orang yang jujur terkena fitnah perihal pembangunan bandara oleh mitra kerjanya. Dan kasus ini berimbas kepada Fatma sebagai anak. Ia bahkan sampai diusir oleh orang tua murid ketika menjadi relawan guru di sekolah SMP tempat ia pernah belajar hanya karena fitnah yang pada saat itu belum muncul kebenarannya.

Konflik menarik lainnya, Arya mesti memutuskan untuk memilih Brie (pacarnya yang di Amerika) atau Fatma (gadis yang baru ditemuinya di Indonesia). Proses memutuskan ini yang menarik. Sebab Arya sebagai tokoh utama harus bisa bijaksana. Dan penulis mengakhiri konflik ini dengan adil dan elegan.

Gaya bahasa yang digunakan penulis cukup baik. Meski pada beberapa bagian terasa janggal (saya lupa menandai bagian mana yang saya maksud). Tetapi, secara keseluruhan novel ini sangat bisa dinikmati. Melalui plot yang mengusung plot maju dan plot mundur, seluruh bagian cerita saling melengkapi. Walau di awal pembaca akan diberikan banyak tanda tanya, penulis membayar tuntas jawabannya secara bertahap. Berada di akhir buku, cerita berakhir tuntas dan manis.

Tokoh utama di novel ini adalah Ratu Fatma Alifya dan Arya Soeraadiningrat. Keduanya berusia dua puluh tahunan. Ratu Fatma Alifya condong berkarakter ceria, periang, dan berpikir positif. Gonjang-ganjing keluarganya akibat hawa politik masih ditanggapi Fatma dengan santai. Bahkan ketika ia diusir oleh orang tua murid dari sekolah SMP tempat ia membantu mengajar, Fatma tidak bersedih hati. Dalam hitungan waktu ia kembali menjadi Fatma yang periang. Sedangkan Arya Soeraadiningrat memiliki kedewasaan. Bisa jadi karakter ini hasil didik orang tuanya yang mengarahkannya jadi pribadi pekerja keras dan mandiri. Ia juga tipe pria yang bijak dalam memutuskan sesuatu. Dan yang utama, ia pria yang taat beragama. Ketaatan ini membawa pengaruh baik di sisi karakter lainnya sebab ketaatan dalam beragama berarti menerapkan nilai-nilai baik di agama.

Selain mereka, masih ada Cody Hudleston (sepupu Arya), Brie Ann (pacar Arya), Naira (sepupu Arya), Ibu Santi (pengasuh Fatma), Tubagus Ali Samudra (Kakek Fatma), Jhendra (Papa Fatma), dan ada beberapa lainnya lagi.

Memperhatikan kover novelnya, saya merasa terkecoh. Dari judulnya saja, saya kira novel ini akan diisi cerita petualangan mengeksplorasi wisata alam secara detail. Terlebih di kover ada dua sosok pria muda yang berkostum petualang. Namun, eksplorasi wisata alam di novel ini sangat minim. Saya sedikit kecewa. Terlepas dari isi cerita, pemandangan kovernya memikat. Akhir-akhir ini saya memang sedang menggandrungi foto-foto atau gambar yang menampilkan pemandangan alam. Sehingga rasa kecewa tadi cukup terhibur dengan foto kovernya.

Nilai novel Melangkah ke Seberang yang paling melekat di benak saya adalah betapa pentingnya menjadi diri sendiri yang dikokohkan dengan ilmu agama. Saya merasa diingatkan jika selama ini saya tidak memahami nilai-nilai agama yang saya anut. Padahal, pemahaman terhadap agama akan membawa banyak kebaikan.

Saya dengan senang hati memberikan nilai 4/5. Saya sangat menyukai ceritanya hingga saya harus membaca novel ini sampai dua kali.

April 28, 2017

[Buku] Bidadari-Bidadari Surga, Tere Liye


Judul : Bidadari-Bidadari Surga
Penulis : Tere Liye
Desain cover : Eja-creative14
Penerbit : Penerbit Republika
Terbit : Februari 2017, cetakan XXV
Tebal buku : viii + 363 halaman
ISBN : 9789791102261
Harga: Rp47.500 

Ini kali kedua aku membaca buku Bidadari-Bidadari Surga. Seperti keyakinanku, membaca kali berikutnya sebuah buku akan ditemukan hal baru. Dan rasa yang dulu ketika membaca, masih aku temukan pada proses membaca kemarin.

Bidadari-Bidadari Surga mengisahkan satu keluarga di Lembah Lahambay. Terdiri dari Mamak (ibu), Laisa, Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Keluarga sederhana setelah ditinggal mati Babak (ayah) dan mengharuskan anggota keluarga yang ada untuk berjuang melanjutkan hidup.

Dalam ungkapan sederhana, keluarga Kak Lais bagai bermetamorfosis. Dari sederhana menjadi istimewa. Perubahan itu disajikan Tere Liye dengan apik. Secara perlahan pembaca dibawa hanyut oleh peristiwa-peristiwa penting yang menjadi sebab istimewa.

Salah satu nilai paling besar yang aku temukan di buku ini adalah arti pengorbanan. Kak Lais memutuskan berhenti sekolah agar adik-adiknya bisa melanjutkan sekolah. Kondisi ekonomi saat itu tidak memungkinkan untuk membiayai semuanya. Pengorbanan itu semakin berarti karena Kak Lais tidak lepas tangan begitu saja. Ia pun galak memastikan adik-adiknya amanah masuk sekolah dan belajar dengan baik. Dan proses itu tidak mudah sebab Wibisana dan Ikanuri kerap membolos tanpa sepengetahuan Kak Lais.

Melalui buku ini juga aku melihat potret arti kerja keras. Ada ungkapan yang mengatakan ‘hasil tidak pernah mengkhianati usaha’ dan semakin jelas maksudnya setelah membaca habis kisah Kak Lais. Ada satu bagian yang mengisahkan usaha Kak Lais menanam strawberry di ladang. Mendobrak kebiasaan umum. Banyak sekali yang meragukan niatan Kak Lais berkebun strawberry. Dan penulis memang tidak membuat cerita Kak Lais dengan kesuksesan yang mujur. Usaha itu harus terbentur kegagalan. Semua tanaman strawberry layu dan mati. Seperti bertaruh, setelah itu Kak Lais lebih berani dan mencoba kembali. Yang harus diingat, usaha keras apa pun harus dibarengi ilmu. Bisa saja usaha keras berakhir kebuntungan bukan keberuntungan karena tidak memakai ilmu.

Sebenarnya masih banyak sekali nilai-nilai kebaikan yang dimunculkan penulis melalui cerita keluarga Kak Lais. Dan cara penulis menyampaikan nilai-nilai itu tidak seperti menggurui. Justru sangat mengena dengan cara yang sederhana karena disampaikan melalui gambaran kejadian sehari-hari. Pembaca jadi lebih mudah mengiyakan apa yang menjadi tujuan penulis.

Sebenarnya yang membuatku mengatakan ‘hal baru’ di awal adalah tentang jumlah SMS yang dikirimkan Mamak. Ada lima nomor tujuan; Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Lalu yang terakhir adalah orang yang sebenarnya menjadi sudut pandang novel ini dan dia bukan orang yang ikut menjadi saksi metamorfosis keluarga Kak Lais. Aku lupa fakta tentang dia ini. Mungkin pada waktu membaca buku ini dahulu, aku terlalu hanyut dengan jalan cerita sehingga mengabaikan bagian itu.

Dan terakhir, buku Bidadari-Bidadari Surga ini aku rekomendasikan untuk dibaca oleh anak-anak. Sangat sah jika orang dewasa membacanya pula. Tetapi seperti yang diungkapkan pada salah satu bagian buku ini, bercerita bisa menjadi salah satu cara untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak-anak. Dan buku ini punya potensi besar untuk melakukannya.


April 24, 2017

[Buku] Gie Dan Surat-Surat Yang Tersembunyi, Tim Buku TEMPO


Judul : Gie Dan Surat-Surat Yang Tersembunyi
Penulis : Tim Buku TEMPO
Penyunting : Amarzan Loebis, Anton Aprianto, Bagja Hidayat, Redaksi KPG
Tim produski : Djunaedi, Eko Punto Prambudi, Fitra Moerat Sitompul, Rudi Asrori, Tri Watno Widodo
Perancang sampul & tataletak : Landi A. Handwiko
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Terbit : Desember 2016
Tebal buku : x + 107 halaman
ISBN : 9786024242329
Harga : Rp50.000 

Sesuatu yang baru ketika aku memilih bacaan buku biografi yang terkait sejarah. Sebelumnya aku belum pernah membaca jenis buku seperti itu. Pilihan pun jatuh ke sosok Soe Hok Gie. Kerap dipanggil Gie. Awal mula aku mengenal nama Gie dari sebuah film Gie yang pemerannya Nicolas Saputra. Tidak ada bayangan siapa itu Gie ketika menonton filmnya.

Buku Gie Dan Surat-Surat Yang Tersembunyi memberikan aku penggalan-penggalan lain terhadap sosok Gie. Pemuda yang lahir pada tanggal 17 Desember 1942 ini merupakan tokoh terkenal pada peristiwa gerakan mahasiswa 1966. Peristiwa gerakan mahasiswa 1966 itu sendiri adalah masa transisi dari Orde Lama jadi Orde baru.

Melalui sudut pandang Gie, pembaca diperkenalkan dengan situasi negara pada saat itu. Gie merupakan mahasiswa yang suka sekali mengkritik lingkungan bahkan negara. Presiden pada masa itu pun tidak terlewat dari kritikannya.

Lewat buku ini pula, aku baru tahu jika kebiasaan buruk petinggi-petinggi negara yang korupsi sudah muncul sejak masa Presiden Sukarno. Dan PR besar untuk menghapus korupsi di jajaran petinggi negara hingga saat ini belum membuahkan hasil. Atau apakah memang tidak akan pernah berhasil menghapus korupsi dari negara indonesia?

Gie meninggal ketika dirinya sedang mendaki Gunung Semeru pada tanggal 16 Desember 1969. Bagian yang menceritakan kronologis kematian Gie dan salah satu kawannya lumayan membuat saya merasa sedih. Dari awal buku kita sebagai pembaca memang didekatkan dengan sosok Gie. Dari mulai kebiasaan, jalan pikirian, idealisme, hingga sisi Gie lainnya yang belum pernah diungkap. Ketika sampai pada bagian Gie meninggal, aku merasa perjuangannya belum selesai tetapi takdir memaksanya untuk selesai, dan itu getir.

Dengan mengenal Gie pula, aku merasa sosok mahasiswa seperti dia akan jarang dijumpai pada masa sekarang. Mahasiswa yang peduli kepada rakyat dan mau menyentuh bidang negara untuk melakukan perubahan. Sebagian besar mahasiswa saat ini sudah terbuai dengan kondisi nyaman dan aman tanpa perlu berpikir bagaimana membangun negara yang bersih.

Tidak banyak yang bisa saya ungkap untuk menceritakan buku ini. Bingung harus melihat dan mengupas dari sisi mana. Yang pasti, buku Gie Dan Surat-Surat Yang Tersembunyi akan memberikan pengetahuan sejarah baru utamanya pada tahun 1966.



April 19, 2017

[Wishful Wednesday] 24 Jam Bersama Gaspar, Sabda Armandio


Judul : 24 Jam Bersama Gaspar
Penulis : Sabda Armandio
Penerbit : Penerbit Mojok
Terbit : April 2017
Harga : Rp58.000 


Tiga lelaki, tiga perempuan, dan satu motor berencana merampok toko emas. Semua karena sebuah kotak hitam.

*******

Terlalu singkat sinopsis di atas. Dan karena sinopsis yang terdiri dua kalimat tersebut membuat saya penasaran. Ini sebuah novel yang diterbitkan Penerbit Mojok, yang setahu saya selalu menerbitkan buku dengan kualitas bagus. 

Selain itu, novel ini juga menyandang label Pemenang Unggulan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2016. Prestasi yang tidak bisa diremehkan untuk cerita di dalamnya.


[ Untuk kamu yang mau bikin artikel serupa, cek blog PerpusKecil saja ]