Agustus 06, 2019

[Resensi] Melankolia Ninna - Robin Wijaya


Judul: Melankolia Ninna
Penulis: Robin Wijaya
Penyunting: Jia Effendie
Penerbit: PT Falcon
Terbit: Cetakan Pertama, Desember 2016
Tebal: 234 hlm
ISBN: 9786026051417

Saat series Blue Valley ini diluncurkan, saya tertarik untuk memiliki bukunya. Series ini terdiri dari lima buku yang mengisahkan lima rumah di perumahan Blue Valley dan ditulis oleh penulis-penulis terkenal di Indonesia. Gaung series ini pun membuat saya ikut tantangan menulis yang diselenggarakan oleh Mbak Jia Effendi di blognya. Waktu itu saya menulis cerita pendek dengan tajukAku Khilaf, Ibu”. Sayang sekali, saat itu saya belum beruntung.

Dasarnya harus berjodoh dengan series ini, di awal tahun saya akhirnya bisa memborong kelima judul series Blue Valley dalam obralan. Saya sangat bersyukur sekali karena kesempatan untuk membacanya terkabul. Lalu, buku bersampul biru ini menjadi buku pembuka saya berkenalan dengan kisah orang-orang yang tinggal di perumahan Blue Valley.

Buku Melankolia Ninna ini dibuka dengan adegan kepulangan Ninna bersama suaminya, Gamal, dari rumah sakit setelah menjalani operasi pengangkatan rahim. Operasi ini menjadi momen penghilangan harapan bagi Gamal dan Ninna untuk mempunyai anak.

Cerita di buku ini berkutat tentang perasaan suami dan istri yang harus menerima kenyataan mereka tidak akan punya anak. Ninna menjadi perempuan yang paling terluka karena dia sadar betul kehadiran anak merupakan pelengkap sempurna untuk sebuah keluarga. Dia akhirnya merasa tidak percaya diri sebagai istri karena tidak bisa memberikan anak bagi suami dan keluarga besar mereka.

Lain lagi dengan Gamal sebagai suami yang begitu mencintai istrinya, dia mesti menahan luka kehilangan yang dirasakan demi menjaga emosi sang istri. Pembicaraan soal anak selalu dihindarinya. Dan dia berjuang keras untuk memberikan lebih banyak waktu agar istrinya bisa melewati masa berduka.

Bagaimana Gamal dan Ninna melanjutkan pernikahan mereka di tengah konflik pasca operasi pengangkatan rahim? 

Saya menyukai cerita Melankolia Ninna ini karena mengulik kehidupan usia dewasa, pernikahan, dan keluarga. Banyak hal positif yang bisa diambil setelah membacanya. Misalkan, untuk selalu berkomunikasi ketika bersitegang, untuk menjaga ucapan ketika emosi mendominasi, bahkan untuk tetap memegang prinsip menjaga hati pasangan ketika hubungan sedang didera badai.

Diksi yang dipilih penulis tidak bertele-tele sehingga membuat saya nyaman memahami jalan cerita. Bagaimana membangun emosi melalui diski juga sudah sangat baik. Kecuali untuk adegan emosional yang masih belum membuat saya greget ikut tersulut. Sebab di sini saya tidak menemukan adegan fisik atau ucapan sarkas, padahal konflik yang dihadapi suami istri ini sebenarnya sangat bisa membuat naik pitam. Sehingga rasa emosi yang ditimbulkan masih skala standar.

Untuk sisi haru, saya temui di beberapa tempat dalam buku ini. Terutama ketika adegan puncak Gamal dan Ninna di kamar setelah keduanya melihat baby crib dan berlanjut ke kamar. Di kamar, Ninna menunjukkan pakaian bayi yang ia sembunyikan di bawah tumpukan bajunya (hal.165).

“Itu caramu mengenang harapan kita, Nin. Aku enggak mau merebutnya dari kamu.”
“Tapi kamu ingin kita melangkah, kan, Gamal?”
“Kamu yakin kita bisa melupakan semuanya?”
Ninna menggeleng lemah.
“Dan aku juga enggak bisa terus-menerus berpura-pura kuat di depan kamu. Ada kalanya, aku juga merasakan luka yang sama seperti kamu. Bahkan bisa jadi lebih dalam.”

Selain ide cerita yang menarik, saya juga salut dengan penokohan yang dihadirkan penulis. Terutama Gamal dan Ninna. Gamal adalah pria dewasa yang kalem, tipe perencana, bisa romantis, dan penyayang. Walau ada saatnya dia memutuskan keputusan yang kurang tepat, tapi selalu ada pertimbangan kenapa memilih demikian. Sedangkan Ninna adalah perempuan yang penurut suami, perempuan yang detail, sensitif, bijak, penimbang, dan kuat. Walau ada saatnya dia berubah jadi rapuh tapi itu bisa dimaklumi mengingat keadaan yang sedang dihadapinya.

Keseluruhan cerita dalam buku Melankolia Ninna ini membawa pesan untuk berhati-hati dalam membuat keputusan ketika sudah berumah tangga. Apalagi jika sedang ada masalah. Sebab jika keliru melihat masalah, bukan tidak mungkin akan melahirkan keputusan salah dan terburu-buru yang justru merugikan keluarga. Keputusan dalam berumah tangga bukan keputusan yang sederhana. Sekalinya salah, akan sulit diperbaiki.

Buku ini sangat cocok dibaca oleh siapa pun. Isi ceritanya memiliki banyak pesan untuk banyak situasi dalam ranah rumah tangga atau lingkungan kedewasaan. Akhirnya, untuk kisah konflik antara Gamal, Ninna dan kenyataan menyakitkan, saya memberikan rating 4/5.


*****
Terkadang, kesempatanlah yang membuat kita melakukan hal baik dan buruk. (hal.41)

Dan ketika kita melanggar prinsip yang sudah kita buat sendiri, rasanya kok kayak munafik banget. (hal.69)

Tinggal di mana pun menurut gue, yang terpenting adalah bisa bersosialisasi dengan baik. (hal.73)

Juli 12, 2019

[Wishlist] Bilangan Fu - Ayu Utami

Assalamualaikum!

Sebelum melanjutkan artikel, saya ingin mengungkapkan rasa senang karena bisa membuat tulisan baru di blog ini. Rasanya sudah lama sekali saya tidak menikmati proses menulis artikel dan berujung tulisan setengah selesai.

Perkenalkan artikel dengan label baru, Wishlist. Artikel ini serupa dengan Wishful Wednesday yang dulu digagas oleh ..... Saat ini Wishful Wednesday tengah hiatus. Jadi, khusus untuk blog saya, kemudian label ini diciptakan.


Apa itu Wishlist?

Wishlist merupakan artikel yang membahas tentang buku-buku yang diinginkan. Bentuk buku bisa fisik atau ebook. Tahun terbit pun tidak terbatas. Buku lama boleh, buku baru juga boleh. Bukunya bisa karya penulis dalam negeri dan karya penulis luar negeri. Dan artikel Wishlist ini akan dipublikasikan setiap hari Jumat.

Kover terbaru, versi 2018

Sebagai Wishlist pembuka, saya memilih buku Bilangan Fu karya Ayu Utami. Novel ini memiliki tiga tokoh utama: Sandi Yuda, Parang Jati, dan Marja Manjali. Cerita berkutat tentang agama, budaya, pemanjatan, mitos, dan cerita cinta segitiga.

Saya ingin buku ini untuk koleksi. Dulu saya membacanya dalam format ebook. Itu pun ketika saya berniat ikut lomba resensi buku ini. Tetapi saya menyerah di tengah jalan karena buntu menulis resensinya. Daripada stres, saya memilih mengistirahatkan otak.

Kover lama, versi 2008

Dua tokoh utama laki-laki dalam novel ini, Yuda dan Parang Jati, sangat mengesankan saya. Karakter mereka sangat kuat baik dari gestur badan, jalan pikiran, bahkan pilihan kehidupan mereka. Percakapan keduanya begitu mendalam karena yang dibahas bukan soal obrolan sepele. Ditambah kemunculan Marja sebagai gadis di antara mereka, kisah dalam novel ini menjadi lebih segar berkat sisi roman-nya.

Isi novel ini tidak ringan. Butuh ekstra proses memahami karena beberapa istilah tidak umum buat orang awam. Biar begitu, novel ini punya jalan cerita yang seru, dramatis, dan mengejutkan.

Buku Bilangan Fu merupakan buku pertama dari trilogi. Buku penerusnya adalah Manjali dan Cakrabuana dan Lalita. Saya tidak sabar ingin membaca kelanjutan kisah Yuda, Parang Jati, dan Marja.

Kover bahasa Belanda, versi 2012

Terakhir, semoga saya segera punya buku ini. Selamat hari Jumat! Selamat Wishlist!

Maret 18, 2019

[Resensi] Laki-Laki yang Tak Berhenti Menangis - Rusdi Mathari


Judul: Laki-Laki yang Tak Berhenti Menangis
Penulis: Rusdi Mathari
Penyunting: Syafawi Ahmad Qadzafi
Penerbit: Buku Mojok
Terbit: Cetakan pertama, Januari 2019
Tebal: viii + 115 halaman
ISBN: 9786021318805
Harga: Rp56.000,-

[ Ngebaca ] Setelah sekian lama akhirnya saya bisa menulis resensi buku lagi. Sebenarnya sejak awal tahun ini, saya sempat membaca empat judul buku. Sayangnya, saya kehilangan kemampuan menulis resensinya. Alhasil, blog ini sempat kosong artikel resensi buku, dan saya hanya menyempatkan membuat tulisan curhat receh.

Buku yang tuntas saya baca terakhir ini berupa buku kumpulan cerita. Punya dua puluh tiga cerita yang dikemas ringkas, bahkan menurut saya terlalu ringkas. Memiliki kesamaan tema, pelajaran hidup yang islami. Maka jangan heran jika cerita di dalamnya lebih banyak mengisahkan kisah Nabi Muhammad, kisah para sahabat, bahkan penceritaan kembali kisah yang ditulis di Al-Quran.

Fitnah adalah cerita pembuka yang mencoba mengingatkan pembaca bahaya dari fitnah. Dikisahkan ada seseorang yang mendatangi Abu Nawas untuk meminta maaf karena pernah melakukan fitnah. Abu Nawas mengatakan sebaiknya dilupakan saja dan tidak perlu diungkit, apalagi diumbar. Orang itu bersikap keras kepala. Maka Abu Nawas meminta orang itu untuk mengoyak bantal dan mengeluarkan isinya. Setelah selesai, Abu Nawas kembali meminta orang itu untuk memasukkan lagi isi bantal tadi. Yang terjadi, bantal yang dirusak tadi dapat diperbaiki. Namun tidak akan pernah menjadi seperti semula. Begitu juga dengan kepercayaan. Sekalinya dirusak, tidak akan seperti sedia kala meski sudah dimaafkan.

Cerita lainnya sekaligus bagian yang diambil menjadi judul buku ini adalah cerita Kambing. Mengisahkan Nabi Nuh as. yang hendak menanam pohon, didatangi seekor kambing istimewa. Kambing tadi berkaki lima, bermata tiga, dan mulutnya mencong. Nabi Nuh as. mengatakan jika kambing tadi jelek. Lalu kambing tadi bersuara, "Hai Nuh, rupaku memang jelek, dan menurutmu aku mungkin juga mahluk tidak berguna. Tidak bisa berbuat apa-apa sepertimu, tapi apakah kamu lupa wahai manusia berguna?" Nuh bertanya, "Lupa tentang apa?" Kemudian dijawablah oleh kambing, "Penciptaku dan penciptamu sama."

Mendengar itu Nabi Nuh as. bersimpuh memohon ampunan sambil menangis. Dia menyadari telah bersikap sombong. Merasa paling sempurna dan merasa paling berguna. Dan ada dua versi yang menyebutkan lamanya Nabi Nuh as. bersimpuh, 200 tahun dan 300 tahun.

Cerita lainnya juga memiliki  khas sama, cerita yang islami. Yang memiliki pesan kebaikan untuk kemanusiaan. Seperti dalam cerita Nasrani, kisah di dalamnya memberi pesan untuk saling tolong menolong meski tidak seagama. Bukan mempersulit atau menghina. Kisah ini memaparkan bagaimana Nabi Muhammad memperlakukan tamu umat Nasrani yang hendak melakukan ibadah di mesjid Nabawi. Nabi memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan misa di sayap mesjid lainnya. Begitu juga dalam kisah lain, ketika umat muslim diperangi kaum kafir Quraisy, Nabi memerintahkan umatnya untuk meminta suaka ke Negus di Ethiopia yang merupakan pemeluk agama Nasrani. Dan umat muslim diterima dan diperlakukan dengan sangat baik. Cerita ini mencubit kejadian yang ada di dalam negeri mengenai larangan membangun gereja yang dilakukan umat Islam di salah satu kota. Padahal, tidak ada satu ayat pun atau ajaran Nabi Muhammad yang menganjurkan melarang pembangunan tempat ibadah agama lain. Penulis menganggap peristiwa ini sebagai ironi.

Cerita lainnya yang terdapat dalam buku ini adalah azazil, maut, cathala, agama, gereja, muhammad, perayaan, aladin, kakbah, khidir, pezina, anjing, bidah, tahun baru, ilmu, burung, adab, rasis, minoritas dan membunuh.

Membaca kesemua ceritanya, selain menyadarkan pembaca akan nilai kebaikan yang islami, juga menjadi renungan sudah seberapa baik kita bersikap terhadap sesama. Dan buku ini memberikan pemahaman baru mengenai kemanusiaan yang harus dilandasi nilai kebaikan seperti yang diajarkan agama.

Ibarat air hujan, buku ini membasahi kembali kegersangan hati dan batin saya akibat kontaminasi kemajuan zaman. Saya mengaku semakin autis dengan kehadiran teknologi diujung jari. Sehingga asupan kebajikan ke dalam hati berkurang banyak. Dan buku ini bisa menjadi alternatif untuk menggali, mengingat, dan bahkan membetulkan diri kita yang mulai jauh dari nilai kebaikan agama.

Februari 15, 2019

Pergeseran Yang Entahlah

Dua bulan di tahun 2019 ini saya kena wabah. Yaitu, beli banyak buku tapi nggak dibaca. Nggak tau juga kenapa saya kalap padahal sadar betul kalau intensitas membaca saya sedang jongkok.
Lebih dari sepuluh buku yang saya beli selama dua bulan ini. Dan saya baru bisa menyelesaikan satu judul saja dari beberapa buku yang saya beli tadi. Artinya, saya khilaf. Entah apa yang saya mau dengan buku-buku itu. Tapi tetap saja saya berharap bisa segera membaca kesemua buku yang sudah terlanjur dibayar dan semoga bisa nge-rem buka dompet pas ada PO atau diskon buku.
Nantilah saya bikin postingan buku apa saja yang sudah saya beli.

November 18, 2018

[Resensi] Yorick - Kirana Kejora + Giveaway

"Seorang sahabat tak akan berpikir rumit untuk membantu sahabatnya saat terdera kondisi sulit."

Kalimat yang tertulis di halaman 286 ini langsung bikin saya meneteskan air mata. Cemen banget, bukan? Bukan apa-apa, saya merasa langsung tertohok, teringat kepada perlakuan saya kepada teman-teman saya selama ini, yang bisa dikatakan belum menjadi teman terbaik. Dan novel Yorick ini seolah membedah diri saya untuk berubah menjadi kawan, bahkan sahabat yang paling baik ke depannya.


Judul: Yorick
Penulis: Kirana Kejora
Editor: Key Almira
Desain sampul: Sidiq Yuliana
Penerbit: PT Nevsky Prospektif Indonesia
Terbit: 2018
Tebal buku: 346 hlm.
ISBN: 9786025288302

Novel Yorick adalah novel kedua dari penulis Kirana Kejora yang saya baca. Kesempatan berharga karena saya bisa mengikuti perjalanan sosok Yorick, anak kampung dari daerah Ciamis yang diasuh oleh neneknya, Mak Encum dan kemudian melalui perjuangan berat untuk bisa sukses. Nilai perjuangan ini merupakan nilai paling kental yang dihadirkan kepada pembaca. Mengajarkan arti kerja keras, kesantunan, dan tetap rendah hati. Sebut saja, "From Zero to Hero."

Perjuangan Yorick sebagai anak yang tidak dianggap di keluarga besarnya, menapaki takdir hidupnya dengan penuh kegetiran. Bagaimana tidak getir, di usia anak-anak, dia mesti mengalah sama kehidupan yang serba kekurangan. Dan menjejak usia tanggung, hidup Yorick tak kalah miris, dia harus terlempar ke jalanan, berkali-kali, berusaha dan bertahan hidup, hingga jalanan dan alam menjadi sekolah yang sesungguhnya bagi Yorick.

Bukan cuma kisah metamorfosis sosok Yorick yang biasa menjadi luar biasa, novel ini menyisipkan kisah roman. Yorick sebagai manusia biasa yang pernah kehilangan sosok guru (neneknya) dan berujung menyisakan ruang sepi, ia pun melirik sosok perempuan yang berharap bisa mengisi kekosongan hatinya yang di sisi lain. Sebut saja nama Tia dan Nevia. Karena roman ini sekadar sisipan, saya merasa kurang terpuaskan oleh Yorick dalam menghadapi masalah hati. Yorick tidak memiliki akhir kisah cinta yang jelas dan itu membuat saya penasaran. Sebaik sosok Yorick, sebenarnya pertimbangan apa yang ia punya soal memilih pasangan hidupnya. Ada alasan apa yang ia pegang ketika membuat keputusan perkara romantisme, yang jelas akan sangat berbeda alasannya ketika ia menghadapi perkara kerjaan IT-nya.

Ijinkan saya menilai secara objektif untuk garis besar kisah Yorick ini. Saya merasa kisah nenek dan cucu ini merupakan pilihan tepat ketika kebanyakan novel saat ini berbicara romantisme antara pria dan wanita, muda atau dewasa.  Namun saya menangkap kehambaran peran nenek untuk 3/4 kisah Yorick selanjutnya. Seolah posisi nenek hanya nostalgia dengan ucapan-ucapan bijaknya. Tapi tidak punya pertalian yang kukuh terhadap perjuangan Yorick selanjutnya. Yang kemudian saya rasakan bahwa sebenarnya novel ini hanya berhasil menghadirkan konsep besar tentang liku-liku menggapai kesuksesan yang dibumbui kisah persahabatan.

Kisah persahabatan Yorick dengan beberapa temannya (Pak Kin, Iyan, Rotten, Tejo, dan Azis) tampak dominan dan saya bersyukur bisa mendapatkan kisah yang seperti ini. Dan sisi persahabatan ini yang justru membuat saya terharu (meneteskan air mata), bukan tentang hubungan Yorick dan neneknya. Persahabatan solid baik dalam kemunduran maupun kemajuan. Kehadiran sahabat dalam keadaan suka dan dukanya menjadi ukuran siapa saja yang memang layak disematkan sebutan 'sahabat terbaik'. Novel ini bakal saya rekomendasikan untuk siapa pun yang memang harus tahu gambaran paling ideal dalam membangun 'persahabatan'. Hubungan tanpa asas manfaat, apalagi harus ada khianat.

Berita gembira kalau novel ini akan difilmkan dan prosesnya sedang dilakoni. Sebab sepanjang membaca novel ini saya merasa kesulitan menyematkan dalam benak saya sosok Yorick anak-anak dan dewasa sesuai foto yang ada di kover novelnya, dengan adegan-adegan novelnya yang terbilang sangat dinamis karena novel Yorick ini merangkum perjalanan Yorick sejak dia kecil, remaja, hingga tumbuh jadi pria dewasa. Jadi tidak sabar untuk menonton filmnya demi membandingkan seberapa greget Yorick di novel dan di film, hehehe.

***


ADA GIVEAWAY!!!

1. Follow akun Instagram/Twitter @yorick.id , @kiranakejora , @adinseglesious (IG) , @adindilla (Twitter)

2. Bantu sebar link giveaway ini ya, boleh via Instagram atau Twitter!

3. Tuliskan nama dan akun kamu (Instagram/Twitter) di kolom komentar di bawah

4. Periode giveaway ini adalah 18 s/d 20 November 2018. Pemenang akan diumumkan pada tanggal 21 November 2018 (pemenang diundi ya!)

5. Untuk 1 pemenang utama berhak mendapatkan 1 buah novel Yorick. Dan ada 5 pemenang lainnya yang berhak mendapatkan voucher diskon 20% yang bisa digunakan saat pembelian novel Yorick di website www.yorick.id (kamu akan mendapatkan kode unik untuk pembelian di sana, sekaligus kode itu akan diundi untuk kesempatan jalan-jalan ke Rusia bersama penulis novel Yorick, Kak Kirana Kejora. Mau? Mau? Mau?)


Hayoo... Ikutan yuk giveaway ini, siapa tahu kamu yang beruntung!

UPDATE PEMENANG!

Sebelum saya mengumumkan pemenang, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada peserta yang sudah ikut serta meramaikan giveaway ini. Jumlah peserta tidak banyak tetapi Alhamdulillah giveawaynya berjalan lancar dan tepat waktu.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Mbak Delisa yang sudah memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadi host giveaway novel Yorick ini. Juga terima kasih kepada Mbak Kirana Kejora sebagai penulis novel Yorick yang sudah memperkenalkan saya kepada sosok yang pantang menyerah.

Nah, tinggal saya umumkan pemenangnya. Berikut ini pemenang di giveaway novel Yorick:


Yeay! Yeay! Yeay!
Selamat untuk para pemenang!

[Silakan kirim data diri kalian ke email hapudincreative@gmail.com dengan judul Konfirmasi Pemenang Yorick. Formatnya Nama, Alamat, dan Nomor Ponsel, untuk pengiriman hadiah.]

Sekali lagi selamat kepada para pemenang dan nantikan giveaway selanjutnya...


Oktober 10, 2018

Maju Tak Gentar! Ngeblog di Ponsel

Saya lupa udah berapa lama ngeblog gak pake laptop. Beberapa postingan terbaru itu dibikinnya di ponsel, kemudian diedit dan dipublikasikan di blogger lewat komputer kantor. Rada keteteran sih, cuma untuk sekarang ini belum memprioritaskan buat beli laptop dulu. Soalnya masih banyak pos yang harus didahulukan.

Pokoknya komputer kantor sangat ngebantu buat eksekusi postingan :)


Aslinya sulit banget mengimprovisasi tulisan pas ngedraft di ponsel. Layar yang terbatas dan tuts yang kecil bikin ngerjain artikel butuh niat yang gede banget. Kadang gemes banget pas lagi ngetiknya. Buat ngehapus kalimat yang salah atau paragraf yang kurang menarik saja mesti sabar karena ngehapusnya huruf demi huruf.

Oya, tulisan ini dibuat semata-mata untuk jadi pengingat kalau saya pernah mengatakan, "Saya baik-baik aja", kalau-kalau di masa depan saya mengeluh gara-gara mesti ngeblog via ponsel. Tapi tetep sih berdoa semoga segera kebeli laptop barunya, hehehe.


 Kondisi:
 1. Saya pakai ponsel Evercoss type M53 (layar 5.34 Inch, kamera belakang 8MP)
 2. Saya menggunakan aplikasi Blogger untuk ngedraft artikel.

Biarpun saya pakai ponsel, semoga kegiatan ngeblog saya nggak terganggu. Walau kenyataannya udah kerasa banget ada penurunan ngeposting artikel. Bahkan banyak artikel setengah jadi yang dihapus gara-gara alasan, "Ribet ah ngeditnya. Mending bikin baru lagi."

Nah lho, sampe segitunya.

Meski kondisinya begitu, ini malah menantang saya untuk aktif ngeblog lagi. Ibarat masak air, udah matang banget, meluap-luap bergulak. Tentu saja sisi penyajian artikel bakal jadi PR besar dengan keadaan yang terbatas begini. Improvisasi dan kreatifnya harus pelan-pelan dan gak boleh nyerah uji coba sampe bisa dan terbiasa.