Juni 10, 2021

[Resensi] Ibu Susu - Rio Johan


Judul
: Ibu Susu
Penulis: Rio Johan
Penyunting: Christina M. Udiani
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Terbit: Oktober 2017, cetakan pertama
Tebal: vi + 202 hlm.
ISBN: 9786024246921

Masih ingat betul, saya beli buku Ibu Susu ini ketika acara Gramedia Book Fair di gramedia.com. Waktu itu banyak buku yang diobral murah, buku ini saja hanya dibandrol seharga 6K, dari harga aslinya 60K.

Lantas nggak ada alasan lain selain murah tadi yang bikin saya memilih buku ini, sebab Rio Johan ini entah penulis yang mana, karena saya belum pernah membaca buku karya beliau yang lainnya. Dan kali ini, lewat buku Ibu Susu, saya akhirnya bisa berkenalan dengan beliau.

Pertama yang ingin saya singgung, perkara sampul bukunya yang didominasi warna hitam. Ada gambar seseorang yang tengkurap di ranjang, di lantainya terdapat burung yang terkapar, gelas yang tergeletak, dan seekor ular yang mendesis. Lalu ada juga matahari yang meneteskan sesuatu, yang di dalamnya terdapat seorang bayi. Dugaan saya, tetesan tadi adalah curahan air susu, sedangkan si bayi merupakan salah satu tokoh yang ada di ceritanya. Sedangkan seseorang yang tengkurap itu bisa jadi perempuan Iksa.

Bicara soal sampul, harus saya akui desainnya tidak cukup menarik untuk bikin seseorang yang melihat buku ini akhirnya pengen beli. Ditambah judul bukunya yang pendek, dan kata "Ibu Susu" membuat buku ini tidak istimewa. Mungkin karena kategori sastra, penerbit memang tidak menata buku ini semenggugah akan disasarkan kepada pembaca milenial. Seolah penerbit memang mengkhususkan diri menerbitkan buku untuk pembaca paruh baya.

Ibu Susu mengisahkan seorang Firaun Theb yang didatangi mimpi perkara air susu yang melimpah. Menurutnya mimpi ini ada kaitannya dengan mukjizat kesembuhan calon firaun masa depan, Pangeran Sem, yang tengah sakit. Dan setelah beberapa kali penafsiran dilakukan oleh orang-orang kompeten di kerajaan, akhirnya dilakukan pencarian ibu susu yang ciri-cirinya sesuai penafsiran. Dan pada akhirnya memang ditemukan ibu susu yang memiliki ciri-ciri sama sesuai perhitungan dan ramalan juru wazir. Dilemanya ketika sosok ibu susu yang dicari dan sudah ditemukan, justru memiliki penyakit serius, borokan sekujur badan hingga luka-lukanya kadang meletus, menimbulkan banjir nanah.

Keteguhan hati Firaun Theb demi melihat Pangeran Sem sembuh, dia mengabaikan banyak hal dan menoleransi banyak sisi. Titahnya agar Perempuan Iksa  atau ibu susu mengabdikan diri dengan memberikan air susunya untuk Pangeran Sem, justru harus dibayar dengan tiga permintaan. Firaun Theb tidak berkutik, dan dengan kelapangan hati dia pun mengabulkan dua permintaan Perempuan Iksa. Namun pada permintaan ketiga, Firaun Theb justru menolak dan membuat keputusan yang membuatnya terpuruk.

Bahasa sastra memang kental sekali dalam buku ini. Pun narasinya penuh dengan diksi metafora, hiperbola, yang perlu waktu untuk memahaminya. Ditambah karena settingnya di zaman firaun, istilah-istilah mengenai lokasi, ritual, nama biji-bijian, nama dewa-dewi, sangat asing sekali. Jadi memang otak kita tidak perlu bekerja keras untuk membuat kita merasa ikut di dalam ceritanya. Saya sendiri lebih berprinsip menikmati alur ceritanya.



Cerita Firaun Theb ini memperlihatkan banyak sisi. Ada bagian yang menunjukkan kepada pembaca tentang situasi pemerintahan, dalam buku ini berbentuk kerajaan, yang diisi oleh orang-orang yang baik atau yang buruk tabiatnya. Lalu ada juga bagian yang menggambarkan hubungan orang tua dan anak yang diliputi cinta. Ada sosok ibu yang merasa merana menyaksikan anaknya sakit tidak berdaya, ada juga sosok ayah yang akan melakukan apa pun demi kebaikan anaknya.

Selain itu ada juga bagian yang memperlihatkan bagian romansa. Ini tergambar jelas ketika Meth, istri Firaun Theb, merasa cemburu ketika permintaan kedua Perempuan Iksa harus dijalankan demi tujuan anaknya sembuh. Kegundahan hati perempuan tampak jelas yang dirasakan Meth, dilema memilih rasa cemburunya atau kesembuhan Pangeran Sem.

Kesan saya setelah membaca buku ini; tidak terhubung dengan ceritanya, tidak mendapatkan nilai dari pesan moralnya, tapi ceritanya dapat diterima dan dapat dinikmati. Ibaratnya, saya seperti menikmati dongeng.

 Sekian tulisan saya, terakhir, selamat membaca buku!

Januari 31, 2021

Rekap Blog Buku Januari 2021


    Terima kasih dan selamat tinggal Januari. Ada banyak momen yang terjadi di bulan ini. Juga merupakan bulan yang menyenangkan untuk membaca buku kembali. 

    Kalau melihat menu Koleksi Buku dan Koleksi E-Buku, saya kadang merasa sedih karena masih banyak buku yang belum terbaca. Tetapi hasrat untuk membeli buku, suka tidak bisa dikendalikan dan selalu saja ada buku yang dibeli setiap bulannya.

    Berikut adalah buku-buku yang masuk ke koleksi saya untuk bulan Januari ini:

1. Reclaim Your Heart - Yasmin Mogahed (e-book, Rp20.698)



2. Muhammad #2: Sang Pengeja Hujan - Tasaro GK (e-book, Rp58.800)


    Kedua buku ini saya beli di google play book karena merasa pulsa axis saya masih banyak. Dan saat melihat-lihat koleksi buku di akun saya, ketemu dua judul ini yang memang sudah pengen saya beli. Buku Reclaim Your Heart sudah beberapa kali masuk keranjang di shopee, tapi selalu kalau beli oleh judul-judul lain. Alasannya karena buku ini non-fiksi, ada keraguan apakah saya bisa membaca dan memahami isinya, atau justru hanya akan jadi koleksi lainnya seperti buku-buku non-fiksi yang sudah-sudah.

    Sedangkan buku series Muhammad #2, memang merupakan series yang niatnya akan saya lengkapi di tahun ini. Buku dari penulis favorit yang tidak akan saya lewatkan kesempatan untuk menggenapi koleksi saya.

3. Interval - Diasya Kurnia (Rp15.000)



4. Basirah - Yetti A. KA (Rp25.000)



5. Sawerigading Datang dari Laut - Faisal Oddang (Rp30.000)



6. Dari Hari Ke Hari - Mahbub Djunaidi (Rp30.000)



    Keempat buku ini saya beli tepat di akhir bulan Januari 2021 karena teringat ada acara Bazar Sejuta Buku Cirebon yang digelar di Gedung Wanita. Sepulang mencari angin sore di Setu Patok, saya menyempatkan diri mampir untuk melihat-lihat. 



    Acara bazar ini sangat sepi. Dan buku koleksi yang digelar juga sangat sedikit. Sepengelihatan saya selama di sana, saya menemukan buku novel dari penerbit Ping!, Mojok, Diva press, Circa, dan penerbit minor lainnya. Untuk buku mizan sangat sedikit. Dan saya rasanya tidak menemukan buku dari penerbit mayor; Gramedia.

    Selain membeli buku, bulan Januari ini juga saya berhasil membaca beberapa buku berikut ini:

1. My Other Half - Cyndi Dianing Ratri

2. Matinya Burung-Burung - Ronny Agustinus

3. Happily Ever After - Winna Efendi

4. Reclaim Your Heart - Yasmin Mogahed

5. Kami (Bukan) Sarjana Kertas - J. S. Khairen

6. Seperti Bianglala, Pada Sebuah Akhir Kita Memulai - Galih Hidayatullah

    Jumlah yang menurut saya sangat banyak untuk permulaan setelah sekian bulan saya kepayahan menyelesaikan satu judul buku saja. Dan semoga saja semangat membaca ini akan terus terpelihara sehingga saya bisa membabat semua tumpukan buku yang menunggu untuk dibaca, lalu diresensi.

    Sekian update Rekap Blog Buku Januari 2021. Oya, artikel serupa akan saya buat setiap akhir bulan sebagai bentuk laporan bulanan kegiatan membaca dan ngeblog. Terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca.



Januari 27, 2021

[EBook] Seperti Bianglala, Pada Sebuah Akhir Kita Memulai - Galih Hidayatullah

 


Judul: Seperti Bianglala, Pada Sebuah Akhir Kita Memulai

Penulis: Galih Hidayatullah

Penyunting: Fariz Kelima

Penerbit: PT Bukune Kreatif Cipta

Terbit: Mei 2017, cetakan kedua

Tebal: vi + 178 hlm.

ISBN: 9786022202172


    Mengawali tulisan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada penulis dan penerbit ebook ini, karena sudah menyediakan secara gratis ketika awal pandemi kemarin, sebagai teman bacaan ketika pemerintah menggalakan #StayAtHome. Setidaknya dengan gratis, saya bisa menikmati beberapa buku tanpa merogoh kocek.

    Buku dengan tajuk Seperti Bianglala, Pada Sebuah Akhir Kita Memulai, bukan novel. Melainkan kumpulan tulisan pendek yang dikumpulkan penulis dengan tema roman. Kalau kita menilik sampulnya, pantasnya ini adalah novel, begitu juga dugaan saya di awal. Namun setelah membaca bab 'thanks to' yang merupakan pendahuluannya, di situ dikatakan tulisan ini merupakan catatan-catatan saja.

    Tema roman merupakan intisari semua tulisan di buku ini. Kita akan menemukan tulisan-tulisan pendek mengenai banyak keadaan manusia ketika dihadapkan dengan cinta. Ada catatan ketika jatuh cinta, bahkan jatuh cinta yang diam-diam. Ada juga catatan tentang putus cinta, ketika kehilangan. Ada pula catatan tentang rindu. 

    Tulisan yang dibuat penulis tersaji dalam banyak format. Ada yang seperti cerita pendek, ada juga yang seperti sajak, bahkan ada juga yang seperti tulisan jurnal pribadi. Bahkan tulisan per judulnya dibuat dengan unik, karena satu dengan yang lainnya dibuat berbeda, baik font, maupun susunan paragrafnya. Tidak lupa juga di buku ini kita akan melihat ilustrasi-ilustrasi sederhana yang menegaskan pada setiap tulisannya.

    Namun, secara pribadi saya kurang menyukai buku ini. Pertama, tulisannya memiliki tema yang diulang-ulang. Misalnya tulisan mengenai kerinduan, kita akan menemukan lebih dari dua judul yang membahas persoalan kerinduan ini. Atau tulisan mengenai patah hati karena kehilangan kekasih dibuat penulis menjadi beberapa judul. Yang kemudian membuat saya nggak nyaman adalah saya menemukan diksi yang diulang-ulang juga. Misalnya kata 'menganaksungai' yang dipakai penulis sebanyak lima kali untuk menggambarkan 'menangis'. Diksi yang diulang-ulang begini secara otomatis membuat saya merasa membaca kalimat template yang dibuat penulis untuk memperindah tulisannya. 

    Kedua, saya tidak menemukan pendalaman terhadap rasa dari masing-masing tulisan. Ketika berbicara rindu, saya tidak menemukan rasa rindu yang bisa menulari saya. Atau ketika berbicara jatuh cinta, saya tidak ikut merasakan jatuh cinta tadi. Atau ketika berbicara patah hati, saya tidak merasakan simpati. Dugaan saya karena tulisan di sini dibuat pendek, seperti jurnal, bahkan seperti sajak, sehingga rasa tulisan ini begitu personal untuk penulisnya, tetapi bukan untuk dirasakan pembaca. Singkatnya, rasa tulisan di sini belum menggali perasaan pembaca sampai dalam.

    Kita pernah mempertahankan sesuatu- cinta, impian, pekerjaan, atau apa saja yang menurut kita kebahagiaan- hingga menafikan luka, rasa sakit, kepedihan, dan kegetiran yang bertubi-tubi menghadang. Hanya karena begitu kukuh meyakini bahwa itu adalah kebahagiaan yang paling benar. Tak peduli lagi pada kebaikan diri sendiri (hal. 17).

    Paragraf di atas merupakan yang mengena di saya karena mengingatkan sekaligus memperingatkan untuk mengejar kebahagiaan tanpa harus mengorbankan kebahagiaan. Yang terlintas pertama kali saat membaca kalimat di atas adalah soal pekerjaan saya. Beberapa bulan ini saya mati-matian mengerjakan pekerjaan yang mendadak banyak, dan kerap saya lupa makan, kurang tidur, bahkan ketika sakit pun saya mencoba untuk tidak merasakannya. Hanya karena keyakinan semua usaha akan berbuah manis. Padahal bisa saja ketika manis itu datang, kondisi kita justru yang ambruk. Buah manis tadi tidak akan bisa dinikmati ketika kita sakit. Kesimpulannya, pengendalian diri, berjuang keras sah-sah saja, tapi bukan berarti menyakiti diri sendiri. Harus tahu batasan diri, karena kita semua masih manusia biasa.

    Setelah membaca buku ini, saya mengakui kalau membuat tulisan pribadi seperti jurnal harian akan sangat membantu menstabilkan emosi. Pun ketika kita berurusan soal cinta-cintaan, yang kapan waktu mood seperti dimain-mainkan, membuat tulisan perlu dilakukan untuk menumpahkan perasaan. Apalagi untuk sebagian pria yang susah mengungkapkan emosi rapuh, sedih, bahkan terpuruk, ke orang lain, dan lebih memilih menelan semuanya, menuliskan perasaan akan membantu mengeluarkan uneg-uneg yang terpendam.

    Sekian tulisan saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku.


[Buku selanjutnya dari penulis Galih Hidayatullah yang akan dibaca adalah buku Untukmu Di Hari Kemarin]



Januari 20, 2021

[EBook] Kami (Bukan) Sarjana Kertas - J. S. Khairen

 


Judul: Kami (Bukan) Sarjana Kertas

Penulis: J. S. Khairen

Penyunting: MB Winata

Penerbit: PT. Bukune Kreatif Cipta

Terbit: Februari 2019

Tebal: x + 362 hlm.

ISBN: 9786022203049

[Terima kasih Bang J. S. Khairen atas ebook legal yang dibagikan gratis pas pandemi mulai parah dan pemerintah menggalakan #StayAtHome, dan akhirnya baru dibaca sekarang-sekarang ini.]

***

    Awalnya pas liat sampul buku ini, saya kira genrenya buku non-fiksi, memotivasi para lulusan kampus untuk nggak jadi 'sarjana kertas'. Diperkuat pula oleh judulnya yang kaku. Kalo fiksi, biasanya punya judul yang lebih puitis, atau satu kata tapi punya makna mendalam. Sedangkan buku ini punya judul mirip-mirip buku pengembangan diri yang sedang hits, yang ada seni-seninya begitu. Tetapi ketika ditilik lebih seksama, ini adalah sebuah novel.

    Novel ini punya cerita sekumpulan mahasiswa di sebuah kampus yang tidak terkenal, yang masing-masing punya perang atau perjuangan sendiri-sendiri. Awalnya kita akan dikenalkan dengan dua tokoh; Ogi dan Randi Jauhari. Dua temen, yang satu niat banget kuliah sedangkan satunya kagak, yang akhirnya kedua pemuda ini punya masa depan tidak terduga. Tokoh lainnya adalah Arko, orang ketiga yang masuk ke pergaulan Ogi dan Ranjau. Berikutnya ada Gala, mahasiswa penuh misteri, yang kerap ditemani bodyguard-nya. Lalu ada tiga perempuan yang mewarnai pertemanan mereka, Catherine, Juwisa dan Sania.

    Penulis secara mendalam menggali karakter tokoh dengan detail. Dilakukan dengan pelan-pelan, dicampur-aduk dengan permasalahan yang kerap dihadapi para mahasiswa. Misalnya permasalahan soal biaya kuliah, pilihan jurusan, kegiatan ospek, dan banyak masalah umum yang ada di kampus. Dan memang inti dari cerita buku ini adalah bagaimana kita memandang fase kuliah sebagai fase penting untuk merubah kehidupan. 

Apakah kalau nggak kuliah, hidup nggak bisa dirubah? 

    Jawabannya, bisa. Tapi faktanya lebih banyak orang kuliah yang punya kehidupan lebih baik. Setidaknya dengan kuliah memperbesar kemungkinan kita mendapatkan kehidupan yang layak, memperbesar kita mendapatkan posisi pekerjaan. Dan di buku ini secara gamblang disampaikan kalau mewujudkan masa depan tidak semudah ketika kita mengangankannya, atau seperti membalik telapak tangan. Ada jatuh bangun yang harus dilalui, ada air mata yang mesti tumpah, ada geram yang harus dikendalikan, dan ada syukur ketika semesta mempermudah jalannya.

    Pokoknya buku ini paling pas dibaca oleh mahasiswa di sela-sela kuliah. Bagi saya buku ini bisa memberikan sudut pandang baru atas pertanyaan-pertanyaan mahasiswa soal masa depan yang kadang masih sangat buram untuk diterawang. Dan sebagai pembaca kita akan diberikan nilai lain soal hidup, "Hidup selalu penuh cerita. Berusaha terus untuk menjalaninya, kalau mampu, berusahalah untuk menikmatinya."

    Oya, jangan kaget pas awal membaca cerita di buku ini, kita akan dihidangkan detail cerita yang banyak diparodikan. Misal nama kampus 'UDEL', nama merek, atau candaan lainnya. Saya sendiri sempat merasa risih dengan detail yang diparodikan tersebut. Sebab konsentrasi saya pecah ketika mencoba untuk menyelami alur ceritanya akibat membayangkan parodi yang mirip detail aslinya. Tetapi penilaian saya berubah begitu sudah membaca lebih jauh, ternyata penulis menggunakan cara itu untuk membangun fondasi cerita yang khas remaja kuliahan. Guyonan garing, sumbu pendek, sok-sokan arogan, semua itu dibangun untuk dirubah, tokoh-tokohnya kemudian berubah dari pemuda cuma senang-senang menjadi pemuda bertanggung jawab. Kayaknya kalau tidak dibangun demikian, perubahan karakter tokohnya nggak akan kerasa.

    Setelah membaca novel ini saya mendapatkan pelajaran, "Semua orang punya mimpi. Dan mimpi itu akan dipertaruhkan untuk diwujudkan atau dimatikan. Semua kembali ke keadaan realitas kita. Tapi satu hal yang penting, nggak ada yang salah ketika melakukan kesalahan, karena proses itu justru membuat kita benar dan belajar banyak."

    Setelah buku ini, saya bakal lanjut ke cerita berikutnya, Saya (Bukan) Jongos Berdasi. 

    Terakhir dari saya, jaga terus kesehatan dan terus membaca buku!




Januari 15, 2021

[Wishlist] Belahan Jiwa - Tasaro GK

Ada buku baru dari penulis favorit saya, Tasaro GK, yang judulnya Belahan Jiwa yang diterbitkan Penerbit Qanita. Kovernya mencolok banget karena dominan warna merah. 



Menemukan belahan jiwa adalah kerinduan yang menggayuti setiap jiwa. Kita mendamba agar keberadaannya melengkapi kekosongan dalam diri. Kita menghabiskan pencarian panjang dengan berbagai ujian agar bisa bertemu sang kekasih hati, seseorang yang dalam bayangan akan menjadi belahan jiwa sempurna. Namun, kala kita sudah temukan sosoknya, apakah pencarian ini akan terhenti dalam gemerlap pesta pernikahan?

Pernikahan bagai sebuah lorong panjang untuk menguji seberapa tangguh pasangan kekasih meneguhkan cinta. Kala terjangan masalah mengguncang: kecewa, bosan, kurangnya perhatian, dan keraguan, akankah kita rela mengorbankan segalanya demi belahan jiwa? Hanya waktu yang mampu menyingkap seberapa kuat sebuah cinta hingga kita dengan yakin mengatakan dialah sang Belahan Jiwa.

Secangkir Teh Tawar

Engkau dan aku baru saja memulai sebuah obrolan panjang begitu kita membuka halaman pertama buku ini. Seperti meletakkan secangkir teh tawar di pinggir meja, dan menikmati pagi santai tanpa berpikiran lima atau sepuluh menit lagi kita harus mengerjakan macam-macam hal.

Aku akan melupakan komputer, IG story, kemacetan jalan, dan kolega yang menyebalkan. Engkau tinggalkan sejenak drama Korea-mu, buku masakanmu, apa pun yang menjadi rutinitasmu.

Hal paling penting, aku berharap engkau semakin rileks ketika tahu, aku akan mendengarkan setiap teorimu tanpa mendebat ini dan itu. Engkau tahu, itu tak pernah mudah bagiku. Lima belas tahun ini, engkau lebih banyak mendengarkan. Kali ini, aku akan berusaha menikmati ketika menjadi seorang pendengar.

Aku berjanji kepadamu untuk tidak menyela, tetapi engkau harus terus-menerus mengingatkanku akan janjiku itu. Aku pelupa, engkau tahu? Persisnya, aku memang banyak bicara. Lima belas tahun memang bukan waktu yang terlalu lama, tetapi sama sekali bukan rentang waktu yang sebentar. Kita hampir tidak pernah betul-betul duduk berhadapan dan berusaha memecahkan persoalan.

Semua mengalir begitu saja. Itu terjadi karena engkau memang lebih banyak mengalah. Sedangkan, aku akan menemukan kesalahanku sendiri dan berusaha memperbaikinya atau setidaknya engkau memang sangat ahli mengingatkanku dengan cara yang aku inginkan.

Setiap pertanyaan kemudian bertemu dengan jawaban.

Itu tidak ideal. Namun, itu yang mempertahankan rumah tangga kita hampir tanpa guncangan, bukan?

Kita bahkan perlu mulut orang lain untuk menemukan kebenaran yang sudah kita ketahui. Kita tahu, setiap pemberi solusi, mampu memberikan tips-tips yang baik ketika berada di luar sebuah masalah. Seseorang yang canggih memberi solusi problem pernikahan tidak bisa kita ukur seberapa harmonis rumah tangganya sendiri.

Kita kadang hanya cukup tahu, dia tak pernah mengecewakan ketika memberi masukan-masukan tentang pernikahan. Setidaknya, terkesan begitu bagi seseorang yang membutuhkan teman bicara saat dia merasa biduk rumah tangganya terasa tak lagi bertenaga. Sedikit membosankan.

Kita mungkin akan mencari seorang penceramah agama, motivator, atau konsultan pernikahan demi mendapat nasihat, masukan-masukan praktis, dan sedikit menertawakan diri sendiri, barangkali. Problem rumah tangga tentu saja sangat beragam. Ketika hal itu terus-menerus memberondong, lalu kita tak sanggup lagi berpikir bagaimana menyelesaikannya, segalanya terasa melelahkan.

Namun, tahukah engkau, bahwa segala jenis nasihat itu pada akhirnya akan mengembalikan jalan keluar persoalan kepada kita sendiri. Mereka hanya membantu kita untuk membuka diri, jujur kepada diri sendiri. Mengoreksi kekurangan, lalu berusaha memperbaikinya.

Aku ingin tahu, apakah ada yang aku lewatkan selama belasan tahun ini? Rutinitas bertahun-tahun ini, barangkali memunculkan keajegan yang mengurangi sebagian besar keasyikan kita dalam menikmati kehidupan rumah tangga.

***

Yang membuat saya memfavoritkan Bang Tasaro ini, karena ide tulisannya menarik dan dieksekusi dengan tulisan yang mendalam. Sejauh ini buku beliau yang sudah saya baca ada dua judul: Sewindu dan Kinanthi. Keduanya meninggalkan kesan sangat baik, terutama pada bagaimana penulis menyampaikan kisahnya. Sehingga sampai saat ini saya sedang proses mengumpulkan karyanya yang segera bakal saya baca.

Karya Bang Tasaro yang sudah saya punya adalah Muhammad #1; Lelaki Penggenggam Hujan, Muhammad #2; Para Pengeja Hujan, Al-Masih; Putra Sang Perawan, dan Patah Hati di Tanah Suci.

Kenapa belum dibaca bukunya?

Sebab buku beliau itu tebal-tebal. Sampai dengan akhir tahun kemarin saya diserang reading slump, sehingga kesusahan menyelesaikan bacaan yang jumlah halamannya banyak. Dan sekarang ini saya sedang membiasakan lagi membaca, tentu saja dengan pilihan bacaan yang kategori ringan. Jika sudah panas mesinnya, bakal saya gas-keun membabat koleksi buku yang sudah bertengger manis minta diulas.

Nah, itu dia wishlist saya untuk minggu ini. Semoga saja saya bisa segera berkesempatan untuk punya dan membaca bukunya. Terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku.



Januari 14, 2021

[EBook] Reclaim Your Heart - Yasmin Mogahed


Judul: Reclaim Your Heart

Penulis: Yasmin Mogahed

Penerjemah: Nadya Andwiani

Penerbit: Penerbit Zaman

Terbit: 2014, cetakan pertama

Tebal: 297 hlm.

ISBN: 9786021687383

    Saya sudah lama menginginkan punya buku ini sebab saya menaruh ekspektasi isi bukunya akan membawa perubahan, baik di hati atau di mindset saya. Tetapi semesta menunda sekian lama sampai akhirnya baru-baru ini saya membeli ebook-nya di google play book.

    Butuh dua hari untuk menyelesaikan bacaan ini. Dan benar saja, ada banyak hikmah yang saya petik dari isi bukunya. Baik tentang ibadah, atau pun tentang cara pandang melihat kehidupan sehari-hari.

    Ada tujuh pengelompokan pembahasan di buku ini: keterikatan, cinta, penderitaan, hubungan dengan sang pencipta, status perempuan, umat, dan puisi. Semua pembahasan berdasar pondasi nilai islam sehingga akan ditemukan banyak terjemahan ayat Al-Quran yang relevan. Cara penulis menyampaikan pembahasannya pun tidak terkesan mendesak, memaksa, atau menggurui. Bagi saya justru terkesan seperti mengingatkan.

    Pada pembahasan 'keterikatan' penulis mengajak kita untuk melepaskan ketergantungan kita terhadap dunia; harta, manusia, dan bentuk duniawi lainnya. Sebab dunia ini hanya sarana, dan jika bergantung padanya, maka siap-siap saja kita akan mendapatkan kecewa. Dunia ini titipan, dan kapan waktu pasti akan diambil lagi. Jika kita terikat dengan dunia, kehilangan sarana akan membuat kita terpuruk dan sedih. Sedangkan Allah tidak ingin hambanya mengalami hal itu. Makanya penulis mengingatkan kembali kepada kita untuk, "Letakan dunia di tangan, dan letakan Tuhan di hati." Jangan terbalik!

    Lalu, penulis juga membahas mengenai hubungan suami istri yang ideal. Ada prinsip yang mesti dipegang oleh pasangan, "Suami ingin dihormati, istri ingin disayangi." Dalam mengaplikasikannya tidak ada kata menuntut harus siapa yang lebih dulu. Sebab prinsip ini seperti lingkaran, harus dilakukan secara berbarengan.

    Penulis juga membahas tentang keburukan feminisme. Allah menciptakan manusia dengan kekhasan antara laki-laki dan perempuan. Dan tidak ada konsep perempuan harus mengejar standar laki-laki, sebab ketentuan ini sudah ditegaskan Allah, ada pembeda antara perempuan dan laki-laki.

    Reclaim Your Heart mengajak kita untuk kembali ke Allah, seperti kembalinya kita ke titik nol. Kita diajak untuk mengosongkan bejana. Jika sudah kosong, silakan isi dengan tahta Allah, bukan dunia. Maka segala urusan akan terasa lebih mudah karena kita akan sadar segalanya ada campur tangan Allah di baliknya.

    Saya yakin buku ini akan saya baca lagi, sebab pada proses bacaan pertama ini masih banyak yang belum terserap dengan murni. Tetapi saya mengakui jika buku ini membawa pengaruh yang baik. 

    Sekian ulasan saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku.