[Resensi] Complicated Thing Called Love - Irene Dyah


Judul buku : Complicated Thing Called Love
Penulis : Irene Dyah
Editor : Dini Novita Sari
Desain sampul : Orkha Creative
Foto : Budi Nur Mukmin & Irene Dyah Respati
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2016
Ukuran buku : 256 hlm.; 20 cm
ISBN : 9786020325576

Blurb.
Awalnya, alur cerita ini sedikit membingungkan. Tak jelas mana hulu mana muara. Tapi jangan menyerah. Percayalah, ada titik ketika semua keping puzzle itu bertemu. Seperti cinta.

Kalau Garin Nugroho punya cinta dalam sepotong roti, maka Nabila punya “Cinta (Monyet) dalamsepotong pisang”. Organik. Gadis yang biasanya patuh itu kali ini memilih berontak: tetap pacaran meski dilarang. Bisa ditebak, kisahnya berakhir dan monyet bernama Bayu itu harus diusir.

Lalu hadir Bagas, pria sempurna pilihan ibunda. Semua jadi terlihat mudah bagi Nabila. Sayang, Bayu belum betul-betul pergi dari hatinya. Duh, bagaimana bisa Nabila memilih di antara Bagas si calon suami idaman dan Bayu yang bengal dan bikin deg-degan? Dan kenapa Nabila mesti berguru pada kisah cinta para sahabatnya?

Sebabnya satu: cinta memang repot.

Ide cerita.
Saya memilih Complicated Thing Called Love (CTCL) karya Irene Dyah ini lantaran waktu saya membelinya sedang booming sekali informasinya di sosmed, terutama kalangan pecinta buku. Selain itu, karena CTCL juga salah satu novel berlabel Metropop. Saya kayaknya sudah beberapa kali menyebutkan kalau saya memang jatuh cinta dengan lini ini.

Di novel ini, penulis sengaja memberikan porsi perkenalan di awal-awal buku terhadap tokoh sentral yang terlibat. Selain Nabila, penulis memperkenalkan teman-teman Nabila: Mbak Sora, Mbak Dania,Mbak Aalika dan Mbak Dewi. Semua perkenalan keempat teman Nabila dikemas dengan menceritakan perkenalan, pergolakan, permainan, dengan benang merah, sisi lain cinta.

Membaca intro dari banyak tokoh, sempat membuat saya berpikir akan sangat susah memahami keseluruhan novel. Sudah terbayang saya harus menghafal plot cerita dari kelima tokoh. Pusing-pusing dah! Namun itu tidak terjadi, sebab cerita keseluruhan novel hanya berputar di tokoh Nabila. Keempat temannya menjadi pelengkap penguat dengan konflik yang dialami Nabila.

CTCL bercerita tentang Nabila yang dilamar oleh Bagas, pria pilihan ibunya. Nabila bimbang sebab jauh di dalam hatinya, masih bertengger sosok Bayu, cinta monyetnya. Dan intro keempat temannya seperti menjadi pertimbangan Nabila untuk memutuskan siapa yang akan dipilih. Konfliknya menurut saya sederhana namun penulis berhasil mengemas dengan plot yang sedikit berputar-putar sehingga membuat saya terus penasaran.

Plot. Gaya bercerita. POV.
Penulis menggunakan plot campuran maju-mundur. Kilas baliknya lumayan banyak. Saya menyebutnya plot yang berputar-putar. Keuntungan menggunakan plot ini, pembaca akan dibuat ketagihan dengan banyaknya potongan kisah yang terpenggal-penggal. Mau tidak mau, pembaca mengharuskan mengikuti keseluruhan cerita. Contohnya, Nabila akhirnya menikah dan di bab tersebut penulis tidak menyebutkan siapa mempelai prianya. Bab berikutnya, penulis mundur ke beberapa purnama sebelumnya. Trik yang keren bukan?

Keseruan melahap habis perjalanan cinta Nabila tidak bisa dilepaskan dari bagaimana penulis bercerita. Saya menyukai dengan cara aman penulis membuat cerita dari hal-hal yang dipahaminya. Sehingga setiap diksi kalimat bukan jenis yang sengaja diyakin-yakinkan. Hanya saja di novel ini saya menemukan banyak paragraf panjang yang kadang harus saya lewati sebab teramat panjang. Saya lebih suka paragraf singkat tapi banyak daripada paragraf panjang tapi sedikit. Soalnya selama membaca pikiran saya juga bekerja. Rasanya kalau kepanjangan, akan membuat otak lebih mudah lelah.

Untuk POV-nya, penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga dari beberapa tokoh yang muncul. Semacam penguatan kepada pembaca terhadap keadaan dan perasaan yang dialami tokoh. Dan sukses membuat saya kadang tersenyum, kadang ingin menangis.

Kesuksesan novel juga ditunjang oleh karakter-karakter yang hidup. Nabila, masih muda dan penurut. Sikap penurutnya ini saya duga akibat pengasuhan ibunda yang terlalu terorganisir. Dan efek baiknya, Nabila menjadi lebih teliti dan banyak perhitungan dalam memutuskan sesuatu. Tidak sembrono.

Bayu yang merupakan cinta monyet Nabila, terkesan seperti pria yang mengidap Peterpan Syndrom. Tidak bisa memikul tanggung jawab besar sebab terlalu banyak ketakutan. Meskipun ada penjelasan mengenai jalan pikirannya itu. Dan tokoh ini merupakan karakter yang saya benci. Alasannya, sebagai pria yang berkharisma bukan berarti bisa seenaknya menyakiti perempuan. Ketidakjelasan arah percintaan yang kemudinya dikendalikan Bayu membuat saya gemes sendiri. Melambungkan hati perempuan sangat ahli, memberi kejelasan atas sikap romantisnya malah tidak sanggup. Aneh.

Bagas adalah pria lainnya. Pilihan ibunda Nabila. Tidak ada cela. Mapan, tampan, dewasa, baik dan perhatian. Jika memang Bagas ini nyata, saya yakin akan banyak perempuan yang berharap bisa bersanding dengannya. Dan kebesaran hatinya terbukti ketika Nabila memilih mundur atas rencana pernikahannya.

Ibunda Nabila juga merupakan sosok penting yang ikut andil memberikan keseruan novel ini. Dia sosok yang realistis, tegas dan terencana. Semua dia lakukan demi memberikan semua hal terbaik kepada anak perempuannya. Dan saya sangat suka dengan karakter beliau.

Porsi keempat sahabat Nabila untuk karaternya, silakan dibaca saja. Kalau dari saya, mereka adalah sosok-sosok perempuan hebat bagi temannya, bagi keluarganya, bagi kehidupan pribadinya.

Bagian favorit.
“... Maafkan Ibu yo, Nduk. Ibu tahu aku terlalu banyak dan terlalu ingin campur tangan dalam kehidupanmu. Karena ibu eman dan sayang betul kepadamu....”Complicated Thing Called Love, hal.200
Sebelum acara pernikahan berlangsung, Nabila dan Ibunya terlibat obrolan intim anak-orangtua. Dan saya merasa terharu dengan hati mulia sang ibu yang ditunjukan dengan memohon maaf terlebih dahulu. Lebih lengkapnya silakan cek halaman 199 – 202.

Petik-petik.
Terlalu banyak pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis. Namun paling berkesan buat saya adalah dalam memilih pasangan gunakan logika. Kemudian cintai pasangan dengan segenap hati. Dalam berrumah tangga ada kalanya menemui kondisi harmonis dan kondisi kritis. Cinta yang besar dan tulus harusnya bisa mengamankannya sehingga kondisi bahtera terkendali.

Final. Rating.
Novel ini cocok untuk yang masih ragu dengan asmaranya. Juga menjadi cermin bagi mereka yang akan menikah. Di sini pembaca akan diberi training pra dan pasca nikah. Akhirnya saya meberikan rating 4 dari 5.

Penulis.
Irene Dyah Respati, nomadic sejak lulus SMA. Besar di Solo, tinggal berpindah ke Jogjakarta, Jakarta, Tokyo, Shizuoka, Bangkok; dan koleksi daerah jajahan itu terus bertambah seiring kesukaannya berkelana bersama keluarga. Punya (terlalu) banyak hobi, tapi hanya sedikit yang konsisten; membaca, menulis, menari, dan kucing-bila itu dapat disebut hobi.

Setelah melepaskan karir sebagai humas perusahaan otomotif terbesar di Indonesia, hingga kini Irene (baca: Airin) adalah ibu rumah tangga purnawaktu dengan 1001 jenis pekerjaan, termasuk penjinak dua bocah menggemaskan, dan menjadi kawan bermain seekor kucing ABG yang takut kesepian.

Novel Irene yang sudah beredar adalah Tiga Cara Mencinta (2014), Dua Cinta Negeri Sakura (2015), Wheels and Heels (2015), Love in Marrakech (2016), dan kumpulan kisah inspiratif Meniti Cahaya (2015). Dia berharap suatu saat bukunya akan difilmkan agar suaminya (yang tidak suka membaca tapi maniak film) bisa menikmati kisah-kisah yang dia tulis.

Jawab ya!
Perlu tidak dalam rumah tangga melakukan honeymoon kedua?

6 komentar:

  1. Ga tau knapa suka gaya nulis kamu bab review, blurbnya bahasanya enak...trik alur maku mundur emang bikin pnasaran ya tp klo dibikin njlimet bisa bahaya, pembaca bingung
    Tp kisah cinta kyk nabila ini kayaknya sering banget dialamin orang ya
    Makanya mungkin akan banyak pembaca yg merasa senasib akan betah namatin kisah di buku ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hegehe. Terima kasih sudah suka.
      Banyak banget yg mengalami hal serupa. Dan novel ini pas buat mereka yg mau memutuskan menikah dan yang sudah menikah. Novel ini bisa jd cermin lah. Soalnya di dalamnya diceritakan banyak sekali kondisi pernikahan yg menurut sy jarang dipaparkan di novel lain

      Hapus
  2. Beberapa hari ini buku ini wira wiri di linimasa, kukira buku terjemahan. Ternyata karya penulis lokal ya. Ini semacam kayak Critical 11-nya Ika Natasya ya kalau lihat model-modelnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walah, saya malah belum punya tuh yang Critical 11.. Jadi nggak bisa membandingkan.

      Hapus
  3. resensinya lengkap :)
    aku setuju yang muter-muter dan cara mbak Irene memancing agar terus membaca dengan membeberkan di awal kalau Nabila akan menikah tapi jawaban ada di bagian akhir :)

    Honeymoon mah nggak cukup sekali dua kali, wakakaka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha. Terima kasih sudah setuju. Waduh.. lebih dr sekali ya honeymoon-nya

      Hapus