Tampilkan postingan dengan label Penerbit Noura Books. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penerbit Noura Books. Tampilkan semua postingan

Juli 26, 2022

[Buku] Rinduku Sederas Hujan Sore Itu - J. S. Khairen


Judul:
Rinduku Sederas Hujan Sore Itu

Penulis: J. S. Khairen

Penyunting: Teguh Afandi & Yuli Pritania

Penerbit: Noura Books

Terbit: Maret 2019, cetakan pertama

Tebal: xii + 266 hlm.

ISBN: 9786023858026


Hujan adalah janji setia langit kepada bumi. Yang pasti datang, tanpa payah menunggu. Kita terjebak di hujan yang sama, namun tak bisa saling bicara. Membuatku terus menunggumu memutar badan dan melempar senyum kepadaku.

Aneka rasa tumpah dari langit. Cemas dan rindu tanpa bisa kucegah. Rasa yang begitu besar, yang melenyapkan rasa lainnya.

Jarak kita tak jauh. Namun tak bisa bertatapan, apalagi berbicara. Rinduku sederas hujan sore itu.

***

Sinopsis

Saya tidak tahu harus menyebut buku 'Rinduku Sederas Hujan Sore Itu' sebagai apa; novel, kumcer atau buku puisi, sebab buku ini berisi 19 cerpen dan 10 puisi dengan ragam tema.

Saya harus akui kalau saya kurang bisa menikmati puisi. Rasanya sudah lama sekali saya tidak membuat puisi padahal jaman SMA dulu saya bisa menghabiskan beberapa buku untuk ditulisi karya puisi amatir. Kepekaan saya untuk menikmati puisi sudah sangat berkurang. Sekarang saya justru lebih menyukai cerpen dan novel sebab dari bacaan ini saya bisa mengikuti alur dan konflik yang disajikan penulis. Jadi puisi dalam novel ini akan saya skip ya!

Dari sekian banyak tema yang dibawakan penulis, yang bisa membuat saya terharu bahkan menangis adalah ketika membaca cerpen yang temanya keluarga: hubungan anak dan orang tua, hubungan suami-istri, atau hubungan kakak-adik.

Seperti pada cerpen Do[s]a, kita akan menemukan konflik antara anak dengan orang tua. Cerpen ini menceritakan bagaimana menjadi anak perempuan yang tinggal dengan ayahnya tetapi tanpa ibu. Orang tua si Aku harus berpisah karena perbedaan agama. Perjalanan 'Aku' dipaparkan dengan runut dari mulai usia anak-anak sampai sudah menikah. Ketiadaan Ibu menjelma kerinduan yang menggunung, yang terbentuk dari perasaan kesal, pengharapan, marah, dan ingin dicintai. Pernyataan penutup cerpen ini bikin terharu, "Kami bersatu dalam rumah ini walau Ayah tak lagi ada. Namun, aku merasakan kehadiran Ayah, setiap detik."- hal. 14

Cinta seorang suami diuji ketika si istri belum bisa memberikan anak yang berumur panjang, ceritanya akan kita temui pada cerpen berjudul Cintaku Lumpur Sepaha. Cerpen ini berhasil membuat hati menghangat meski sebelum mencapai fase itu, kita akan dibuat geram dengan opsi yang akan dipilih si suami. Karena dua kali mempunyai anak dan dua kali harus menguburkannya, seorang suami dibingungkan untuk setia atau menikah lagi demi mendapatkan keturunan. Yang bikin cerpen ini berbobot karena penulis membangun ceritanya utuh, dimulai dari proses perkenalan sampai pasangan suami istri ini bersatu.

"Sampai maut memisahkan, takkan aku memadumu. Tidak harus punya anak, yang penting aku selalu bersamamu.... Tidak di dunia ini, di akhirat nanti pasti akan diberi oleh Sang Mahapasti." -hal.41

Cerita mengenai kehilangan kakak yang dibalut dunia musik dapat dinikmati pada cerpen berjudul Ketukan 1/64. Pembaca akan diajak mengenal lebih dulu kedekatan kakak-adik sebelum pada bagian yang cukup memilukan. Kedekatan sesama saudara sedarah biasanya akan mengoneksikan firasat-firasat dan pada cerpen ini cukup kerasa hal tersebut. Sayangnya, takdir ingin cerita lain sehingga firasat saja tidak bisa membelokkan takdir.

Takdir tragis lagi-lagi akan kita temukan di cerita Mungkin Aku yang Jahanam. Seorang ibu yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan akhirnya melarikan diri. Namun cengkraman suami yang berjubah loreng begitu erat sampai tega memisahkan hubungan anak dan ibu. Bertahun-tahun mencoba untuk baik-baik saja tidak bisa mencegah kewarasannya. Apalagi sejak tahu anaknya justru tidak menghendaki keberadaannya. Makin terguncanglah kewarasannya. 

Selain tema keluarga, kita juga akan menemukan cerita roman yang penuh warna. Untuk cerita Bunga Rinai, yang tampaknya merupakan ide judul buku ini, belum membuat saya tersentuh. Ceritanya sendiri tentang kisah cinta Luthfi dari SMA yang tidak pernah tuntas, dan dia harus menemukan takdir lain setelah bertahun-tahun berpisah yaitu pujaan hatinya mendahului menghadap Tuhan. Dan alurnya ya sebatas bagaimana si cowok melalui kisah cintanya tanpa melibatkan konflik lain. 

Mungkin yang paling masuk ke emosi saya adalah cerita Langsung Tidurkah Engkau, Kekasihku? Di sini kita akan menemukan sosok bajingan dari lelaki yang sudah tunangan tapi secara sembunyi-sembunyi masih sering menggoda perempuan lain. Ketika apes salah kirim pesan, si lelaki menggunakan sahabatnya sebagai alibi. Walau tidak tahu nanti kehidupan pasangan ini akan berakhir apa, saya sih percaya kelakuan begitu enggak akan sembuh. Kapan waktu pasti akan kumat. Sayang aja gitu dengan perempuannya yang kapan waktu akan jadi korban.


***

Resensi

Keragaman tema yang disajikan penulis dalam cerpen-cerpennya membuat kita bisa memetik banyak pelajaran hidup. Tapi memang kekurangan dalam cerpen adalah tidak punya cerita utuh, penggalian karakter, dan pendalaman konflik, sehingga kita hanya bisa menemukan pelajarah hidup yang terbatas pada kapan cerpen dimulai dan kapan cerpen diakhiri.

Pada cerpen Do[s]a kita bisa memaknai mengenai memaafkan dan berdamai dengan keadaan. Sedangkan pada cerpen Mungkin Aku yang Jahanam kita bisa menemukan betapa besarnya cinta seorang ibu.

Untuk gaya menulis Kak J.S. Khairen bagi saya terlalu lugas, tegas, dan lincah. Kesan ini muncul sejak saya membaca novel beliau yang berjudul Kami (Bukan) Sarjana Kertas. Bagi saya, gaya menulis beliau belum nyaman dinikmati sebab saya tidak merasakan kekhasan yang tebal dari gaya Kak Khairen memilih kata dan meramu kalimat untuk media beliau memaparkan kisah. Istilah saya untuk tulisan beliau itu, belum legit, terlalu to the point, padahal beberapa sudut tulisan beliau membutuhkan sentuhan rasa.

Yang saya harapkan dari novel atau cerpen Kak J.S. Khairen adalah beliau membawakan nilai budaya yang kental. Saya bisa menangkap setting yang digunakan beliau dalam beberapa cerpen di buku ini bukan lokasi yang mainstream seperti Jakarta, Bandung, atau Bali. Tapi di luar itu, dan saya menunggu sekali beliau untuk menggali nilai kebudayaan tersebut agar jadi bahan utama dalam cerpen atau novelnya. Benar atau tidak, saya merasakan sedikit rasa persamaan beliau dengan penulis novel Puya Ke Puya, Fasial Oddang (ralat ya jika ternyata Kak JS Khairen sudah punya novel atau cerpen yang nilai budayanya sudah kental, hehe)


Untuk kovernya sendiri sangat bagus. Suasananya begitu sendu nan romantis kala gerimis dengan fokus pandangan ke dua sosok utama, muda-mudi, yang berjalan berpapasan saling membelakangi. Dan menurut saya kover ini paling pas untuk kover novel dibandingkan kover kumcer. Potensial banget mempresentasikan cerita roman yang nggak ceria-ceria amat.

Secara keseluruhan buku ini masih dapat dinikmati. Perbaikannya adalah bisa tidak ya dalam satu buku jangan sampai isinya berbelas cerpen, sebab setelah baca lewat 7 cerpen, saya suka lupa dengan cerita cerpen awalnya. Mungkin bisa ditambahkan detail untuk beberapa cerpen sehingga jumlah katanya menjadi lebih banyak dan ini akan memangkas beberapa judul. Dan untuk buku ini saya memberikan nilai 3/5 bintang.

Sekian ulasan dari saya. Sebelumnya saya mohon maaf untuk Kak J.S. Khairen dan beberapa pihak yang membantu saya mendapatkan novel ini, karena ulasan saya molornya terlalu-terlalu-terlalu lama. Alasan sebabnya bisa saya jabarkan banyak, tetapi saya mengakui intinya adalah saya masih belum bisa berkomitmen secara tegas. Ini jadi pelajaran besar untuk saya ke depannya.

Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa terus membaca buku!

Juni 09, 2022

[Buku] Prelude - Sam Umar


Judul:
Prelude

Penulis: Sam Umar

Penyunting: Dellafirayama, Jason Abdul

Penerbit: Noura Books

Terbit: April 2014, cetakan pertama

Tebal: vi + 270 hlm.

ISBN: 9786021306185

***

Bach Festival - Festival Musik Klasik

Sesuatu memang harus diungkapkan supaya enggak ada rasa sakit...

Ada dua impian Tina. Kuliah musik di Leipzig dan menyaksikan Festival Bach. Satu per satu impiannya terwujud. Dia pun belajar selo dengan Maria Tan, pemain selo profesional idolanya. Dia juga dekat dengan Hans, seniornya yang jago main keyboard.

Dan saat musim panas menjelang, Tina semakin bahagia. Akhirnya... Festival Bach! Tina memilih Prelude dari Cello Suite No. 1 untuk audisi festival. Dan ternyata, karya inilah yang menguak rahasia-rahasia-tentang siapa sebenarnya Maria Tan, juga tentang perasaan Hans yang sesungguhnya...

***

Sinopsis

Novel Prelude ini menceritakan gadis berusia 20 tahun bernama Tina yang tengah kuliah tahun pertama di Universitas Leipzig, Jerman, mendalami musik klasik. Pilihan Leipzig ini karena merupakan pusat musik klasik terutama untuk instrumen selo dan Tina begitu menyukai komponis klasik bernama Johann Sebastian Bach. 

Tina tinggal sendiri di Jerman dan mesti berjauhan dengan ayahnya, Hendra, yang tinggal di Indonesia. Kemana ibunya? Ini bagian misteri yang tidak diketahui Tina sebab jika membahas soal ibunya dengan ayahnya, selalu berujung ayah akan marah. Beruntung, Tina memiliki beberapa teman baik seperti Laura, Hans, Martin, Lukas, dan Nadine. Selain itu Tina juga dekat dengan salah satu dosen perempuan bernama Maria Tan. Kedekatan dia dengan Bu Maria sudah seperti sahabat dan ibu-anak.

Menjelang penyelenggaraan Festival Bach, Tina mendapatkan peluang untuk menjadi peserta festival dengan mengikuti seleksi. Niat ini membuat Tina semakin rajin berlatih mengasah kemampuannya memainkan alat musik selo dengan dibantu Bu Maria. 

Pada saat mendekati hari seleksi, Tina mendapatkan fakta yang membuatnya terkejut mengenai Bu Maria. Selain itu dia juga menemukan kejelasan apa yang terjadi dulu yang menyebabkan ayah dan ibunya berpisah.

Terkuaknya misteri ini mengganggu fokus Tina mengikuti seleksi. Dalam kemerosostan emosi Tina, Hans menjadi satu-satunya teman yang selalu ada untuknya.

Rahasia apa yang terkuak? Dan bagaimana hasil seleksi Tina untuk Festival Bach ini?

***

Resensi

Saya baru tahu kalau novel Prelude ini ternyata salah satu dari Festival Series, series yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Judul lainnya adalah: Do Rio Com Amor karya Ifnur Hikmah dan Yuki No Hana karya Primadonna Angela. Ketiga novel ini mempunyai benang merah cerita mengenai sebuah festival yang ada di sebuah negara.

Tema musik klasik begitu kental dalam buku ini, terutama membahas mengenai komponis Bach. Selain rekam jejak beliau, kita juga akan diberikan pengetahuan mengenai sejarah dari lokasi-lokasi di Jerman yang berhubungan dengan Bach dan juga mengenai keluarga Bach sendiri yang ternyata kebanyakan punya darah musisi.

Dalam salah satu bagian cerita, disebutkan isu mengenai alat musik digital versus alat musik tradisional. Kehadiran teknologi canggih saat ini menghasilkan produksi musik yang tidak harus berasal dari alat musik aslinya. Dan pertanyaannya, apakah alat musik tradisional akan tergerus oleh keberadaan alat musik digital? Perdebatan Tina dengan mahasiswa lain ini ditengahi oleh Bu Maria dengan kesimpulan, "Secanggih apa pun teknologi tersebut, tetap tak bisa mengalahkan rasa yang dibawakan oleh manusia saat memainkan alat musik. Jadi kita tidak perlu khawatir." (hal. 48).

Kover novel ini sangat bagus karena langsung menyampaikan isi dari cerita di dalamnya. Tema musik novel ini ditonjolkan melalui ilsutrasi alat musik selo yang gambarnya paling besar, dibandingkan gambar alat musik lain (piano, biola, terompet...atau apa ya?)



Walau pada kovernya banyak bentuk hati, namun cerita roman antara Tina dan Hans terasa begitu tipis. Hubungan mereka yang masih malu-malu kucing untuk mengaku kalau saling suka, tidak diulik lebih dalam. Dugaan saya karena penulis ingin fokus membahas ke poin perjuangan Tina menghadapi seleksi dan ke drama keluarga Tina. Meski begitu kita tetap akan menemukan momen mengagumi sosok terkasih, merasa cemburu, dan berusaha mencari perhatian. Dan porsinya cukup untuk bikin kita merasa gemas.

Setelah membaca novel ini saya mendapatkan dua pelajaran hidup dari sosok Tina. Satu, kita harus memperjuangkan mimpi atau cita-cita kita. Selain harus rajin berlatih, kita juga harus disiplin. Awalnya akan terasa berat, tetapi jika dikerjakan, lama-lama akan terbiasa dan insyaallah akan berbuah manis. "Enggak ada pencapaian yang gemilang bila enggak ada pengorbanan." (hal. 72).

Dua, kita harus bisa memaafkan kesalahan. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada manusia yang baik sekali sehingga tidak ada cela. Dan cara berdamai dengan kesalahan itu adalah dengan memaafkan. Ini akan membuat kita melihat orang lain dengan derajat yang baru, tidak selalu melihatnya buruk.

Ada catatan kurang bagus untuk novel ini yang mau tidak mau harus disampaikan juga. Pertama, gaya bahasa yang kaku. Awal saya membaca novel ini sempat tersendat-sendat dan hampir menyerah di tengah jalan. Bahasa yang digunakan tidak lues sehingga ketika memahami ceritanya perlu dilakukan pelan-pelan. Dan saya butuh dua kali membaca novel ini agar bisa lebih memahami ceritanya agar saya bisa membuat ulasan ini. Sekali baca malah bingung.

Kedua, sejarah dan istilah musik klasik terlalu dominan dan cara menyampaikannya begitu naratif sehingga ketika membaca bagian itu cukup bikin bosan. Penulis memang kelihatan sekali melakukan riset yang mendalam, ini dibuktikan dari daftar referensi di bagian belakang buku, tetapi sepertinya lupa kalau kebanyakan pembaca novel ini bukan orang yang paham musik klasik. Contohnya, ketika Tina dan teman-temannya berkunjung ke museum, hampir pembahasan mereka adalah menceritakan sejarah museum dan segala yang ada di dalamnya. Saya lebih suka riset ini dibawa ke dalam plot-nya dan tidak diberikan secara menjejali. 

Ketiga, penempatan ilustrasi isi yang bagus justru dikumpulkan di tengah-tengah buku untuk beberapa adegan pada beberapa bab. Alangkah baiknya jika setiap ilustrasi di tempatkan di bab yang memang ada adegan itu. Hitung-hitung sebagai bantuan untuk pembaca membayangkan adegan yang ada di narasi ceritanya.

Nah, itu adalah kesan saya setelah membaca novel Prelude ini. Terlepas dari kekurangan yang saya sebutkan di atas, novel ini masih layak dibaca untuk yang mau mengenal dunia musik klasik yang asalnya dari Jerman dan berupa alat musik selo. Akhirnya saya memberikan nilai 3/5 bintang


Januari 20, 2022

[Buku] The House at Pooh Corner - A. A. Milne



Judul: The House at Pooh Corner

Penulis: A. A. Milne

Ilustrator: E. H. Shepard

Penerjemah: Berliani Nugrahanti

Penyunting: Suhindrati Shinta & Yuli Pritania

Penyelaras aksara: Nani & Nuraini S.

Penata aksara: cddsc

Desainer sampul: @platypo

Penerbit: Noura Books

Terbit: Januari 2022, cetakan pertama

Tebal: 200 hlm.

ISBN: 9786232422964

***

"Piglet? Apa yang akan kau lakukan kalau rumahmu tertiup angin?" tanya Christopher Robin.

Sebelum Piglet memikirkannya, Pooh telah menjawab pertanyaan itu untuknya. "Dia akan tinggal bersamaku," kata Pooh. "Iya, 'kan, Piglet?"

Piglet meremas cakar Pooh. "Terima kasih, Pooh," katanya. "Dengan senang hati."

***

Sinopsis

Melanjutkan buku pertamanya, Winnie The Pooh, pada buku keduanya ini akan menceritakan kelanjutan petualangan Pooh bersama teman-temannya. Dimulai dari hancurnya rumah Eeyore yang ditiup angin, Pooh dan Piglet dengan kebaikan hatinya membuatkan rumah baru bagi Eeyore.

Ada cerita mengenai permainan Ranting Pooh, yaitu main balapan ranting yang dijatuhkan ke sungai. Pemenangnya adalah yang rantingnya muncul lebih dulu. Ada juga tentang akal-akalan Rabbit untuk membuat Tiger tidak membal dengan membuatnya tersesat di hutan. Tetapi justru si Rabbit sendiri yang tersesat. Dan masih banyak lagi kisah Pooh lainnya dalam buku ini.

Resensi

Buku kedua ini merupakan kumpulan cerita petulangan Pooh yang lainnya. Karena ini merupakan kelanjutan buku pertamanya, beberapa kejadian masih terhubung dengan detail yang pernah di bahas di buku pertamanya. Pada satu judul, Pooh dan Piglet melakukan pencarian Small, lalu mereka terperosok ke dalam lubang. Lubang ini ternyata yang mereka buat juga (ada dibuku pertama), yang awalnya untuk menjebak Heffalump.

Seperti nilai moral yang saya ungkap pada ulasan buku pertamanya, tentang berbuat baik dan saling menolong, pada buku kedua ini makin banyak contohnya. Misalnya Piglet yang membantu Owl dan Pooh  yang terjebak di rumah Owl yang ambruk dihantam angin. Adanya juga Robin yang menolong Pooh dan Piglet yang terperosok ke lubang. Lalu, Pooh dan Piglet juga berhasil menemukan Small. Lainnya, banyak tokoh yang membantu memberikan sarapan untuk Tiger yang kelaparan.

Saya lupa menyampaikan pada ulasan buku pertamanya jika dalam buku series Pooh ini kita akan diajak untuk bernyanyi bersama Pooh. Rupanya Pooh ini gemar menciptakan lagu dan menyanyikannya. Sedangkan Piglet akan menjadi pendengar pertama dan setia sebab dialah yang paling dekat dengan Pooh.


Di buku ini dibahas juga mengenai kegiatan Robin yang mulai melakukan aktivitas belajar. Robin digambarkan mengalami pertumbuhan sehingga dia mau tidak mau harus melewati kehidupan normalnya. Dan ini juga menjadi tanda tanya kenapa di bab akhir buku ini ada cerita mengenai perpisahan Robin dengan seluruh teman-teman binatangnya. 

Ungkapan perpisahan ini menjadi penegas seberapa dekat Pooh dan Robin. Robin memilih mengajak Pooh untuk terakhir kalinya berjalan-jalan sambil membicarakan banyak hal. Dan jika boleh menduga-duga, Robin meninggalkan dunia Pooh karena sebenarnya Pooh itu dongeng yang disampaikan penulis untuk anak laki-lakinya, Robin. Saya tidak tahu apakan setelah kedua buku ini masih ada buku lainnya yang menceritakan petualangan Pooh.

Melalui buku ini, kita juga belajar jika setiap ada kebersamaan, akan ada pula perpisahan. Dan sebaik-baik perpisahan adalah setelah kita meninggalkan manfaat dan guna baik untuk yang ditinggalkan.

Sebagai salah satu buku anak klasik yang ceritanya menghangatkan hati, saya memberikan nilai 5 dari 5 bintang. Saya jadi ingat, buku cantik ini pasti akan sangat menyenangkan jika dibaca keponakan. Saya berencana untuk memberikan kedua buku Pooh ini agar bisa memberikan pengalaman membaca kisah yang menarik baginya.

Nah, sekian ulasan dari saya. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!




Januari 18, 2022

[Buku] Winnie The Pooh - A. A. Milne



Judul: Winnie The Pooh

Penulis: A. A. Milne

Ilustrasi: E. H. Shepard

Penerjemah: Berliani Nugrahanti

Penyunting: Suhindrati Shinta & Yuli Pritania

Penyelaras aksara: Nani & Nuraini S.

Penata aksara: cddc

Desainer sampul: @platypo

Penerbit: Noura Books

Terbit: Januari 2022, cetakan pertama

Tebal: 164 hlm.

ISBN: 9786232422957

***

"Kau Beruang Terbaik di Seluruh Dunia," kata Christopher Robin dengan lembut.

"Benarkah?" tanya Pooh penuh harap. Dan, wajahnya seketika berseri-seri.

***

Sinopsis

Novel klasik Winnie The Pooh menceritakan pengalaman-pengalaman seru yang dialami Pooh bersama Piglet, Eeyore, Owl, Rabbit, Kanga, Roo dan Christopher Robin.

Ada pengalaman Pooh memanjat pohon untuk mendapatkan madu pada sarang lebah. Ada pengalaman Pooh yang badannya tersangkut di pintu rumah Rabbit yang lubangnya kecil dan membuatnya mesti melakukan diet agar kurusan supaya bisa keluar dari lubang pintu rumah Rabit. Ada juga pengalaman Pooh menemukan ekor Eeyore yang hilang. Masih banyak petulangan lain Pooh dalam novel ini.

Resensi

Ini adalah pengalaman pertama saya membaca cerita Winnie The Pooh. Secara karakter, beruang madu ini sangat terkenal tapi saya tidak pernah membaca sumber cerita aslinya. Membaca novel anak klasik ini menjadi pengalaman menyenangkan. Selain ceritanya yang ringan, kisah Pooh penuh dengan petulangan. Saya seperti sedang menenggak air mineral dari mata air langsung; jernih, sederhana, apa adanya.

Penceritaan yang dilakukan penulis dalam buku pertama ini menempatkan penulis sebagai pencerita yang sedang menceritakan kisah Pooh kepada anak laki-lakinya, Christopher Robin. Dan anaknya itu menjadi salah satu tokoh yang ada dalam ceritanya. 

Sebagai cerita yang tokohnya lebih banyak binatang, penulis tidak membuang sifat binatang mereka dan tidak memaksakan tokoh-tokohnya seperti manusia. Terutama untuk otak dan pengetahuan mereka, penulis membuat mereka terkesan bodoh. Saya jadi ingat dengan pernyataan yang mengatakan jika perbedaan manusia dan hewan yang utama ada pada akalnya. Dan penulis memakai prinsip ini.

Ada banyak kejadian konyol yang dilakukan tokoh-tokohnya. Pooh dan Piglet pernah menelusuri jejak Woozle di atas salju. Sampai di semak-semak, mereka heboh karena jejak kaki yang ditemukan bertambah. Padahal itu jejak kaki mereka sendiri akibat mereka berputar-putar mengelilingi semak. Ada juga kekonyolan Eeyore yang mencelupkan ekornya ke sungai untuk menyelamatkan Roo yang tercebur. Yang lain menelusuri sungai kemana Roo terseret arus, sedangkan Eeyore masih bertahan di posisi semula, sampai-sampai ekornya kedinginan hingga kebas. Lain waktu, Rabbit merencanakan penculikan Roo dari induknya Kanga, tapi justru berujung mereka jadi berteman.

Untuk menggambarkan karakternya, saya kutip dari perkataan Piglet mengenai teman-temannya. Pooh disebutkan punya otak kecil. Dia Sering mengambil tidakan bodoh, tapi akhirnya dia baik-baik saja. Ada Owl yang sebenarnya dia tidak pintar tapi dia tahu banyak hal. Ada Rabbit yang tidak banyak belajar dari buku tapi dia bisa memikirkan rencana-rencana cerdas. Ada Kanga, tidak cerdas dan pusat perhatiannya hanya untuk Roo, anaknya yang aktif. Ada Eeyore yang sangat merana dan gemar mengeluhkan kekurangan pada banyak hal. Piglet sendiri tipe yang pecundang karena badannya kecil dan gampang menangis. Dan Christopher Robin merupakan satu-satunya karakter manusia yang muncul dalam kisah Pooh ini. Sebagai anak-anak, Robin memiliki banyak ide untuk memecahkan masalah dan kadang menjadi rujukan bagi tokoh lain untuk meminta pendapat.


Pujian tertinggi dari saya untuk desiner sampulnya yang membuat sampul cerita dengan begitu bagus, dominasi warna kuning dan hanya menampilkan karakter Pooh dan judul saja. Kelihatan sangat bersih dan elegan. Pemilihan warna juga sangat memikat pembaca anak-anak.

Selain itu, kelebihan buku ini, di dalamnya akan kita temukan ilustrasi-ilustrasi cerita yang menarik dan berwarna. Ini akan membuat pembaca bisa menggambarkan dengan lebih jelas adegan-adegan dan suasana yang coba disampaikan penulis.


Setelah membaca novel ini, kita akan belajar banyak nilai moral. Salah satu yang paling mencolok adalah untuk selalu berbuat baik dan menolong kepada sesama. Karena pada lain waktu, kita akan diposisi meminta bantuan orang lain juga. Kebanyakan karakter di novel ini mengajarkan hal itu. Saking polosnya, beberapa sindiran mengenai kebodohan beberapa karakter tidak menjadi pikiran tokoh lain. Bagi mereka, menghabiskan waktu setiap hari harus dengan menyenangkan.

Maka, saya dengan bangga memberikan nilai 5 dari 5 bintang. Selain memberikan cerita yang membuat nostalgia dengan cerita anak-anak, pembaca akan menemukan momen hangat sepanjang membaca kisah Pooh sebab kesederhanaan ceritanya meresap ke hati dan benak.

Sekian ulasan dari saya. Terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!



Oktober 14, 2021

[Resensi] Perempuan Suamiku - Intan Savitri



Judul: Perempuan Suamiku

Penulis: Intan Savitri

Penyunting: Mursyidah

Penerbit: Noura Publishing

Terbit: September 2017, cetakan pertama

Tebal: xii + 244 hlm.

ISBN: 9786023853410

***

Aku menangis, sebab aku begitu ingin menemui lelaki yang menyimpan tatapan matanya di surga. Sebab aku begitu lelah dengan mata lelaki yang meneliti setiap pori pada kulitku. Sebab aku begitu jenuh dengan tubuhku yang menyimpan magnet sehingga mata-mata itu lekat padanya.

Adakah? Lelaki surga yang menyimpan tatapan matanya? Menukarnya dengan cinta sebab aku seorang mukminah, sebab aku seorang salihah? Dan, bukan karena wajah serta tubuhku yang membuatnya terpikat?

***

Buku ini berisi 24 cerita pendek. Tema yang mendominasi mengenai dinamika persoalan rumah tangga. Ada dua ciri khas dari cerpen-cerpen di buku ini. Pertama, penulis membawa satu poin masalah yang ia jabarkan dalam satu judul, sehingga cerpen yang muncul terbilang pendek. Kedua, cerita pendek yang dibuat dibalut nilai-nilai islami dan ini terasa sekali.

Perempuan Suamiku merupakan salah satu judul cerita pendek di dalamnya. Ini menceritakan mengenai seorang istri yang ditinggal mati suaminya. Belum juga meninggalkan makam, si istri mendapat pengakuan dari seorang perempuan peziarah yang mengaku istri dari mendiang suaminya. Hatinya kacau dan penuh tanda tanya. Namun kesimpulan sekaligus pesannya, ketika si istri tidak bisa memenuhi kebutuhan suaminya, bukan tidak mungkin si suami mencari kebutuhan tersebut di sosok yang lain. Dalam cerita ini, alasan kenapa suaminya menikah diam-diam dan memilih perempuan tersebut masih di koridor yang mewajarkan menurut syariat islam.

Lalu, blurb pada halaman belakang merupakan penggalan dari cerita pendek lainnya yang berjudul Laki-Laki Surga. Tentang perempuan dewasa yang cantik, yang merasa risih dengan kecantikannya karena dia sering menjadi bahan tatapan laki-laki lain. Ketika usia dewasanya menuntut untuk menikah, dia ingin mendapatkan laki-laki yang melihatnya bukan karena cantik. Sampai pada akhirnya dia benar-benar menemukan laki-laki yang menjaga matanya untuk di surga. Ini kiasan saja, untuk paham yang dimaksud 'menjaga mata', saya sarankan kalian membaca langsung buku ini.

Emosi dan perasaan yang disampaikan oleh penulis dalam cerita pendeknya memiliki ragam. Ada perasaan lucu menggemaskan, ada perasaan nelangsa, ada juga perasaan membahagiakan. Ini menyiratkan jika dinamika rumah tangga selalu naik dan turun. berpotensi besar akan bisa mempererat rumah tangga, bisa pula menghancurkan rumah tangga. Dan nilai islam ini yang kemudian menjadi modal utama untuk membuat rumah tangga tetap di jalan yang benar sesuai syariat.



Menurut saya kekurangan buku ini ada tiga. Pertama, buku ini terlalu memuat banyak cerita. Efek satu poin atau masalah dalam satu cerita membuat ceritanya jadi pendek dan jadi banyak. Saya merasa kekenyangan ketika membaca bukunya. Apalagi menjelang cerita ke 12 dan selanjutnya, minat saya menurun.

Kedua, meski dibuat dalam POV yang beragam, saya merasa gaya bercerita penulis tidak berubah dari semua ceritanya. Baik dari narasi maupun pemilihan diksi. Sehingga cerita-ceritanya memiliki rasa yang sama. Ini juga membuat saya merasa sedikit bosan dari paruh keduanya.

Ketiga, pesan yang disampaikan penulis lebih banyak langsung ke poinnya sehingga pembaca merasa digurui. Penulis tidak bermain dengan alur cerita pendeknya sehingga pembaca merasa dikasih cerita dengan intonasi yang datar dan pesan yang lugas.

Secara keseluruhan, membaca buku ini memberikan saya pandangan baru mengenai dinamika dalam rumah tangga. Ada wawasan yang bertambah mengenai nilai islam juga. Jadi saya memberikan nilai 2 bintang dari 5 bintang.

Terakhir dari saya, jangan lupa jaga kesehatan dan terus membaca buku!

Agustus 26, 2020

[EBook] Steal Like an Artist - Austin Kleon


Judul: Steal Like an Artist
Penulis: Austin Kleon
Penerjemah: Rini Nurul Badariah
Penerbit: Noura Books (PT Mizan Publika)
Terbit: Maret 2013
Tebal: 160 hlm.
ISBN: 9786021606810
Harga: Rp59.000

Rasanya seneng bisa menyelesaikan satu ebook lagi yang udah lama jadi PR buat dibaca. YEAYYYY!

Kali ini saya mau bahas mengenai buku yang mengupas tentang kreatifitas dengan judul "Mencuri seperti seorang seniman", dari sudut pandang penulis Austin Kleon.

Pada awal buku saya sudah tertohok dengan kalimat, "Bila orang memberimu saran, mereka justru berbicara dengan diri sendiri di masa lalu." (hal.11). Kenapa?

Soalnya baru-baru ini saya memang habis ngomongin adik perempuan saya, kelas XI SMA, mengenai beberapa hal. Misalnya harus serius belajar bahasa inggris sampai bisa, ikut organisasi dan mengembangkan pertemanan, dan jangan jadi mageran.

Jujur saja, rupanya nasehat yang saya kasih merupakan penyesalan dan dari pengalaman saya, yang dulu tidak saya lakukan. Saya kurang bisa bahasa inggris, kurang aktif di organisasi, kurang banyak teman, dan semua itu mempengaruhi keadaan saya sekarang.

Sayangnya, waktu nggak bisa diputar. Jadi, saya harap adik saya tidak merasakan penyesalan serupa. Dan saya berharap dia lebih berkembang jauh dibandingkan saya dan kakak-kakaknya yang lain.

Tetapi, inti dari buku ini lebih menekankan jika, "Semua kreasi berasal dari sesuatu yang pernah ada." (hal.17). Penulis menegaskan jika nggak ada karya yang 100% original. Semua hampir percampuran dari ide yang pernah ada. Saya pun mengaminkan pendapatnya ini. Analoginya adalah ketika kita terlahir, kita nggak membawa jati diri. Justru jati diri muncul setelah proses meniru sepanjang pertumbuhan kita jadi dewasa. Lama-lama terbentuklah jati diri kita. Nah, tugas seniman yang baik adalah memberikan sentuhan kepada ide hasil curian untuk menjadi ide versi kita.


Prinsip soal meniru menurut penulis adalah, "Jika kamu meniru dari satu orang, kamu akan disebut penerus si anu. Sedangkan jika kamu meniru dari seratus orang, kamu akan disebut orisinal. kita punya kekurangan yaitu tidak dapat meniru dengan sempurna. Namun, kegagalan meniru ini bisa menjadi jalan menemukan jati diri sendiri."

Lalu bagaimana proses kreatif ini dimulai?

Mulai belajar. Proses yang gampang diucapkan tapi sulit dilakukan, apalagi supaya konsisten. "Belajar itu mudah. Asal kamu punya keinginan."(hal.30) Related banget dengan apa yang saya alami saat ini.

Saya merasakan susah sekali menyelesaikan tugas kampus. Padahal sudah direncanakan sedemikian rupa, dari waktu hingga alatnya. Tetapi, selalu saja kalah dengan gangguan lain. Misalnya youtube, film baru, musik, dan lainnya. Setelah membaca kalimat ini, saya jadi paham, mungkin keinginan saya belum begitu teguh. Sehingga gampang diganggu dan akhirnya tidak pernah mewujudkan apa yang sudah saya rencanakan.

Dan silakan renungkan kalimat berikut ini:
"Gambar hal yang ingin kamu lihat, mulailah bisnis yang kamu ingin jalankan, mainkan musik yang kamu ingin dengar, tulis buku yang menarik bagimu, buat produk yang kamu ingin pakai-kerjakan apa yang ingin kamu selesaikan." (hal.59).

Semua orang kreatif menemukan ide cemerlangnya dengan melakukan apa yang mereka sukai. Bukan menunggu waktu yang tepat, keadaan yang memungkinkan, bahkan tidak menunggu sampai ide mampir. Dengan melakukan langkah pertama, sering melakukan apa yang kita sukai, kita akan menemukan ide hebat pada prosesnya.

Ada nasehat lain yang kontradiktif dari penulis buku ini yang mengatakan, "Membatasi diri saja." (hal.143). Maksudnya adalah ketika kita sedang mengerjakan karya, beri batasan dari informasi yang melimpah saat ini, terutama dari internet. Godaan untuk mengerjakan karya lainnya menjadi besar dan ini akan membuat karya yang sedang dikerjakan akan ditinggalkan. Masih menurut penulis, "Batasan yang tepat dapat mendatangkan karya terbaik." (hal.144)

Oya, ada juga nasehat buat siapa pun yang ingin jadi penulis, yakni, "Tulislah apa yang kamu sukai, bukan apa yang kamu tahu."

Prinsip ini dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sudah waktunya kita menyisihkan untuk melakukan apa yang kita sukai, dibandingkan melakukan apa yang kita tahu. Kalau Sabtu-Minggu, enak tuh menyempatkan diri membaca buku di kamar sambil ngemil. Dibandingkan ikut jalan-jalan hanya karena nggak enak sama teman. Capek euy, ngikutin maunya orang mulu!

Selain membahas bagaimana menjadi kreatif, penulis juga memberikan masukan yang lebih personal. Misalnya keharusan untuk selalu menerapkan "Bekerja lebih baik dan berbagilah", atau "Berteman di internet harus selalu mengatakan yang baik-baik saja."


Secara keseluruhan dari pembahasan di buku ini, penulis berharap siapa pun yang ingin menjadi kreatif harus tetap menjadi manusia yang beradab, lebih bijak, dan selalu berkarya.

Saya tetap kaget juga begitu selesai membaca buku ini karena saya menemukan hal-hal baru. Padahal ini jadi kali kedua saya menamatkan buku yang terbilang tipis ini. Nggak butuh banyak waktu kok untuk membabat habis semua halaman di dalamnya. Selain ringan, gaya penulisan sederhana, buku ini juga berbobot. Kerenlah pokoknya!

Agustus 23, 2020

[EBook] Man's Search for Meaning - Viktor E. Frankl


Judul: Man's Search for Meaning
Penulis: Viktor E. Frankl
Penerjemah: Haris Priyatna
Penerbit: Noura Books (PT Mizan Publika)
Terbit: Desember 2017
Tebal: 256 hal.
ISBN: 97860238541659786023854455
Harga: Rp61.000

Saya punya ebook buku ini sudah agak lama. Tetapi selalu saja urung dibaca. Padahal saya sempat membaca resensi buku ini, yang secara garis besar buku ini menceritakan tentang ketahanan penulis di kamp konsentrasi ketika Perang Dunia II berlangsung, dan menurut saya sangat menarik. Kemudian ketika akhir-akhir ini saya kesulitan membaca tuntas satu buku, saya memutuskan untuk membaca ebook agar bisa dibaca kapan dan dimana pun. Judul ini pun menjadi pilihan.

Benar saja, akhirnya saya bisa menyelesaikan membaca buku ini, walau butuh semingguan.

Yeayyyyy, pencapaian yang menyenangkan.

Man's Search for Meaning bercerita mengenai penulis yang juga seorang psikiater, yang masuk ke kamp konsentrasi, dimana nasibnya tidak karuan, mungkin mati cepat, atau mati pelan-pelan dipaksa kerja. Selama di kamp, penulis bersama tawanan lainnya, mengalami banyak penyiksaan. Penderitaan dan bayang kematian mengincar setiap hari. Dipukul dan dimaki jadi makanan setiap hari.

Penulis menjelaskan ada tiga fase yang dialami tawanan. Pertama, tawanan kaget karena perlakuan tentara yang menyiksa mereka. Kebiasaan hidup bebas, menjadi terkontrol oleh orang lain, sambil dihujani pukulan dan makian. Kedua, tawanan mulai bebal, bahkan tidak lagi bisa merasakan emosi. Kondisi ini terbentuk dari penderitaan yang dialami setiap hari, sehingga psikis mereka kehilangan rasa selain penderitaan. Mereka akan kesulitan membedakan emosi sedih, senang, kecewa, gembira, dan emosi lainnya. Fase terakhir, ketiga, tawanan merasakan kebebasan yang hampa. Ketika mereka sudah dibebaskan, tapi mereka tidak bisa bergembira, karena tidak pernah terbayangkan titik bebas itu akan dialami mereka. Kebebasan selama ini hanya jadi mimpi. Teriakan dan pukulan menjadi hal yang mereka kenal, dan ketika itu hilang, mereka merasa kosong.

Yang menarik dari buku ini, selain cerita mengenai pengalaman penulis di kamp, dipaparkan juga buah pikiran penulis mengenai logoterapi (pencarian makna hidup). Pengalaman di kamp menjadi contoh nyata bagaimana logoterapi membantu siapapun memaknai hidup.

Logoterapi mengajarkan bahwa ada tiga jalan yang bisa ditempuh seseorang untuk menemukan makna hidupnya. Jalan pertama melalui karya atau tindakan. Jalan kedua, melalui pengalaman atau dengan mengenal seseorang; dengan kata lain, makna hidup tidak hanya bisa ditemukan di dalam pekerjaan, tetapi di dalam cinta. Jalan ketiga, orang-orang yang menghadapi nasib yang tidak bisa diubah, masih bisa tumbuh melampaui dirinya sendiri, berkembang di luar dirinya sendiri, dan dengan melakukan itu, mereka mengubah dirinya sendiri. (hal. 228-229)

Yang paling berkesan dari membaca buku ini dan paling terhubung dengan saya mengenai kebosanan. Menurut penulis, banyak sekali orang pada saat itu yang datang ke psikiater bukan karena jiwanya yang sakit, melainkan untuk mengeluh oleh kebosanan, yang dianggap sebagai sakit. Ternyata, kebosanan yang dialami banyak orang dikarenakan orang tersebut tidak mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

Saya termasuk ke golongan itu. Setiap Senin ke Sabtu saya bekerja dan menunggu datangnya hari Minggu karena libur kerja. Inginnya istirahat total. Saat hari Minggu berlalu, saya menyesal karena sebenarnya banyak sekali kegiatan/hal yang saya lewatkan. Idealnya, hari Minggu digunakan untuk melakukan yang menyenangkan, bukan dengan rebahan, apalagi melakukan pekerjaan kantor.

Menurut penulis, setiap orang harus mempunyai tujuan setiap harinya. Terlepas dari tujuan itu kadarnya besar atau kecil. Dengan adanya tujuan, kita akan dipaksa bergerak untuk mengerjakan sampai tujuan tercapai.

"Lebih baik merasa lelah setelah beraktifitas, daripada menyesal karena tidak melakukan apa-apa."

Sebenarnya masih banyak pelajaran hidup yang diceritakan penulis. Bahkan relevan dengan kondisi modern saat ini. Buat saya buku ini memiliki nilai besar untuk merubah pola pikir kita mengenai arti hidup. Dan kayaknya bakal saya baca ulang untuk memahami lebih dalam mengenai bagaimana cara memaknai hidup.

Dan saya tidak sabar pengen punya buku keduanya yang bertajuk: The Will of Meaning.

Rupanya membaca buku pengembangan diri membuat kita lebih sadar banyak hal. Ada sisi-sisi lain, mungkin kecil, yang selama ini tidak kita raba, tidak kita sadari, bahkan tidak terlihat, yang sebenarnya sisi itu ikut membentuk kita menjadi pribadi utuh.

Dan perlu diingat, "Mungkin kita tidak bisa menjadi atau berubah seperti yang diceritakan di buku. Tetapi dengan membaca buku pengembangan diri, membuat kita sadar apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan kita, lalu kita bisa berdamai dengan keduanya."

Januari 08, 2018

[Resensi] The Girl on The Train - Paula Hawkins

Judul: The Girl on The Train
Penulis: Paula Hawkins
Penerjemah: Inggrid Nimpoeno
Penyunting: Rina Wulandari
Penerbit: Noura Books
Cetakan: September 2015
Tebal: 440 halaman
ISBN: 9786020989976
Harga: Rp79.000 (via bukabuku.com, sebelum diskon)

Efek dari keterpukauan saya pada novel thriller kedua Paula Hawkins yang Into The Water, saya mencari buku thriller pertamanya ini dan tanpa menunggu lama segera mulai membacanya. Perasaan bagai diterpa ombak besar menghantam benak saya. Lantaran ceritanya yang membuat saya sangat terkesan.

Di novel ini kita akan berkenalan dengan Rachel Watson, seorang janda yang pemabuk. Dia rutin naik kereta komuter pada pagi dan sore. Melintasi jalur yang sama setiap hari. Makanya dia hafal betul dengan dua rumah yang ia lihat dengan penuh perhatian dari kereta. Rumah nomor lima belas dan nomor dua puluh tiga. Rumah nomor lima belas dihuni oleh sepasang suami istri, Jason-Jess. Rachel iri melihat kemesraan mereka yang beberapa kali, bahkan sering, terlihat duduk di beranda rumah. Sedangkan rumah nomor dua puluh tiga adalah bekas rumahnya. Sejak Tom ketahuan selingkuh dan selingkuhannya, Anna, hamil, posisi Rachel sebagai istri Tom berakhir. Tom membawa Anna ke rumah itu. Rachel sendiri menginap di flat Cathy.

Pada Jumat pagi, Rachel melihat Jess di beranda. Namun, dia tidak berduaan dengan Jason. Di belakangnya ada pria lain yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Mereka kemudian berciuman. Rasa iri melihat kemesraan Jason-Jess berubah menjadi marah. Rachel marah terhadap Jess yang kelihatannya berselingkuh di belakang Jason.

Pada Minggu pagi, Rachel mendapati dirinya yang kacau. Selain masih menyisakan mabuk semalam, ia juga mendapati luka di belakang kepalanya. Ada sesuatu yang aneh sebab ia lupa dengan kejadian semalam. Pada Senin malam berikutnya, Rachel mendapatkan kabar di Yahoo jika Jess menghilang. Nama asli Jason-Jess yang ia karang akhirnya diketahuinya, Scott Hipwell-Megan Hipwell. Dari sinilah misteri bergulir. Kemana Megan pergi? Apakah hubungan luka di kepala Rachel dengan menghilangnya Megan?

Paula Hawkins kembali mengangkat tokoh sentral perempuan. Kali ini tiga orang; Rachel, Megan, dan Anna. Seperti novel Into The Water, penulisan tiap bab-nya serupa, menggunakan sudut pandang ketiga dari salah satu tokoh sentral tadi. Kesamaan lainnya, tokoh perempuan di novel Hawkins selalu memiliki masalah kehidupan kompleks dan mendalam. Rachel digambarkan jadi janda yang ditinggalkan karena suaminya selingkuh hingga selingkuhannya hamil. Rachel terpuruk menjadi pemabuk dan imbasnya ia dipecat dari pekerjaannya. Megan terlena dengan permainan selingkuh hingga masalahanya tambah runyam.Selain itu dia juga masih terjebak masa lalunya yang kelam. Sedangkan Anna menjadi perempuan yang merasa benar dengan menjadi selingkuhan. Dalihnya, karena sama-sama jatuh cinta ia tak berdaya mengambil pilihan lain walau pilihannya menyakiti perempuan lain.
Hawkins terlalu cerdas membuat misteri di bukunya untuk diikuti. Dengan memberikan kejadian akhir di awal, lalu cerita digiring ke asal mula kejadian itu secara perlahan-lahan, detail, dan lengkap. Selain alur maju, Hawkins juga kuat menarasikan kejadian lampaunya.

Yang paling mencolok dari keseruan novel Hawkins adalah bagaimana dia menciptakan tokoh dengan karakter yang bulat dan penuh jiwa. Sehingga kita akan mudah mengimajinasikan tokoh-tokohnya dan memahami apa yang dilihat, dirasakan, bahkan disentuh si karakter. Bahkan kunci misteri dari bukunya dapat Hawkins samarkan melalui karakter tokoh yang terlalu terasa nyata. Saya bahkan menyimpulkan karakter jahat di novel Hawkins tergolong psikopat.

Nilai kehidupan yang dibawa Hawkins juga mengena. Pada novel ini dia menggaungkan pentingnya untuk jujur dan berani mengungkapkan (pikiran dan perasaan) dalam segala bentuk hubungan. Sebab, modal kejujuran dan keberanian mengungkapkan akan membawa alur hidup yang terkendali. Jika dalam perjalanan hidup ditemukan rintangan. Modal tadi cukup ampuh jadi pegangan.

Saya memberikan nilai 5/5 sebab saya mendapatkan lebih banyak (hiburan, pelajaran, perasaan deg-degan) setelah selesai membaca buku ini.

Januari 05, 2018

[Resensi] Into The Water - Paula Hawkins



Judul: Into The Water
Penulis: Paula Hawkins
Penerjemah: Inggrid Nimpoeno
Penerbit: Noura Books
Cetakan: Pertama, September 2017
Tebal buku: 480 halaman
ISBN: 9786023853366
Harga: Rp89.000 

Novel yang menarik itu yang bisa menghanyutkan pembaca. Perasaan deg-degan, penasaran kejadian berikutnya, dan bagaimana akhir kisahnya, membuat pembaca terus membuka halaman buku. Paket perasaan ini saya temukan di buku thriller kedua Paula Hawkins. Saya puas sekali bisa berkenalan dengan penduduk di Beckford dan sungainya yang penuh misteri.

Penulis mengajak kita ke Beckford, pemukiman yang masih sejuk, asri, tenang, dan damai bersama Jules Abbott. Kedatangan Jules kesana untuk mengurus kematian kakaknya, Nel Abbott. Tubuh Nel ditemukan tewas di Sungai Penenggelaman. Polisi menduga ia jatuh dari tebing, entah bunuh diri atau dijatuhkan seseorang. Inspektur Detektif Sean Townsend dan Sersan Erin Morgan menyelidiki kasus tersebut. Penelusuran merambat lebar pada kasus kematian sebelumnya; Katie Whittaker dan Lauren Slater. Ada banyak rahasia pada kasus kematian perempuan-perempuan di sungai itu dan melibatkan penduduk di Beckford.

Saya begitu tercengang mengikuti kisah Jules di Backford. Tidak menduga jika empat keluarga saling terhubung atas kematian-kematian yang terjadi di Sungai Penenggelaman. Semua orang menyimpan rahasia. Pepatah yang mengatakan ‘serapat-rapatnya menyimpan bangkai, akan tercium pula baunya’ berlaku di sana. Rahasia yang disimpan rapi akhirnya terkuak. Dan satu rahasia terbongkar, membongkar rahasia lainnya.

Suasana di Beckford yang damai berbeda dengan yang sebenarnya terjadi. Ada perselingkuhan, percintaan tak pantas, pembunuhan, bunuh diri, menutupi kebenaran, dan pemerkosaan. Semua kejahatan itu menghubungkan setiap orang bagai benang kusut. Sulit diurai tetapi harus diurai. Dan Hawkins berhasil meramu jalan cerita jadi tidak tertebak.


Di balik kekelaman Beckford, kita juga akan menemukan nilai kebaikan. Seperti kekentalan persahabatan Katie dan Lena yang patut ditiru. Keduanya saling membantu ketika ada masalah. Keduanya juga memegang janji yang dibuat. Selain itu, kita juga bisa meniru Jules yang akhirnya membuka hati dan belajar menerima Lena sebagai anak setelah kesalahpahaman antara Jules, Nel, dan Lena terselesaikan.

Novel Into The Water sangat menegangkan. Berkat terjemahan yang baik, saya bisa menyelesaikan cerita Jules dengan lancar. Awalnya memang pusing mengingat siapa-siapa karakter yang ada sebab setiap bab selalu berubah sudut pandang. Walau sudah ditulis pada bab itu sudut pandang siapa yang bercerita, saya beberapa kali harus membuka bab sebelumnya untuk memastikan karakter A itu siapanya karakter B dan karakter C. Namun sejalan proses membaca, akhirnya saya hafal posisi karakter-karakter yang muncul.

Saya memberikan nilai 5/5 untuk novel ini dan merekomendasikannya bagi pembaca yang suka cerita misteri. Tentunya, saya pun harus membaca buku thriller pertama Paula Hawkins yang The Girl on The Train, untuk membuktikan kedua kali jika Hawkins memang jempolan membuat cerita misteri.

Kengerian yang dimunculkan oleh pikiran selalu jauh lebih buruk daripada yang sebenarnya.