November 10, 2021

[Resensi] Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie


Judul:
Kita Pergi Hari Ini

Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Editor: Teguh Afandi

Penerbit: Gramedia Pustaka utama

Terbit: Oktober 2021, cetakan pertama

Tebal: vi + 186 hlm.

ISBN: 9786020657479

***

Mi dan Ma dan Mo tidak pernah melihat kucing seperti Nona Gigi. Tentu saja, mereka sudah pernah melihat kucing biasa. Tapi Nona Gigi adalah Kucing Luar Biasa. Kucing Luar Biasa berarti kucing yang di luar kebiasaan. Nona Gigi adalah Cara Lain yang dinantikan oleh Bapak dan Ibu Mo untuk menjaga Mi, Ma, dan Mo ketika keduanya keluar rumah mencari uang. Sebab di Kota Suara, semua uang yang tersedia di dasar laut sudah diambil oleh para perompak, uang di bawah tanah diambil oleh para perampok, dan uang di ranting pohon diambil oleh pengusaha kayu yang jahat.

Nona Gigi mengajak Mi dan Ma dan Mo dan Fifi dan Fufu- anak kembar Tetangga Baru bertualang mengunjungi tempat-tempat indah. Mereka naik Kereta Air, bertemu Kolonel Jagung, bermain di Sirkus Sendu, dan menyaksikan kemegahan Kota Terapung Kucing Luar Biasa.

Kita pergi hari ini. Ke tempat-tempat indah dalam mimpi-mimpi anak-anak baik-baik.

***

Ada sebuah rumah merah bernomor 17 di Kota Suara yang ribut. Kota yang dipenuhi oleh keluarga yang punya banyak anak sehingga suasananya sangat ribut. Rumah merah bernomor 17 dihuni oleh Bapak dan Ibu Mo, Mi si Sulung yang keren, Ma anak kedua yang rewel, dan Mo anak bungsu yang sulit dimengerti. Bapak dan Ibu Mo adalah keluarga sederhana yang perlu uang tapi tidak bisa meninggalkan mengasuh anak-anak. Sehingga Ibu Mo akhirnya mencari cara lain untuk menyelesaikannya dengan mengirim kancing yang dibawa Pelikan.

Esok harinya muncul seekor kucing betina dewasa yang dipanggil Nona Gigi. Dia mengurus anak Bapak dan Ibu Mo selama pasangan ini mencari uang. Satu hari di seberang rumah Bapak dan Ibu Mo kedatangan tetangga baru yang memiliki anak kecil juga: Fifi si anak kembar laki-laki yang manis dan Fufu si anak kembar perempuan yang keren. 

Pada satu waktu Nona Gigi membawa anak-anak piknik ke tempat asalnya, Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Kota yang ramai dengan penduduk yang bercampur-campur antara beberapa hewan dan manusia. Kota Terapung Kucing Luar Biasa merupakan kota yang indah dan enak. Tapi setelah sehari mereka tinggal disana, anak-anak mendapatkan fakta yang mengerikan mengenai kota ini. Kota ini ternyata dibangun dari memperbudak dan membunuh manusia. Segala yang ada di manusia dimanfaatkan: dagingnya, tulangnya, giginya, bahkan rambutnya.

Ketika sadar kalau Kota Terapung Kucing Luar Biasa menyimpan kisah mengerikan dan menyedihkan, anak-anak merencanakan untuk 'Kita Pergi Hari Ini'. 

Berhasilkah mereka meninggalkan kota yang dibangun?

Langkanya buku-buku karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie membuat nama penulis ini wara-wiri di twitter. Bahkan ada kabar novel Jakarta Sebelum Pagi dijual oleh pembaca dengan harga yang fantastis. Momen ini menjadi pas bagi penerbit untuk menerbitkan karya terbaru penulis. Hasilnya, novel Kita Pergi Hari Ini banyak dibahas sejak pre-order-nya dibuka, sampai sekarang.

Dari rekap ulasan buku di blog ini, saya hanya pernah mengulas buku roman bersampul merah karyanya yang berjudul San Francisco. Buku lainnya yang pernah dibaca itu Jakarta Sebelum Pagi tapi sayang sekali saya belum membuat ulasannya dan kalau sekarang sudah lupa ceritanya. Karya beliau yang terkenal lainnya adalah Di Tanah Lada dan Semua Ikan di Langit.

Novel Kita Pergi Hari Ini boleh disebut sebagai buku anak. Dibagi menjadi empat babak yang punya kesan berbeda-beda: Kota Suara, Perjalanan, Kota Terapung Kucing Luar Biasa, dan Jalur Cahaya. Pada babak Kota Suara dan Perjalanan saya merasakan kenyamanan dan takjub luar biasa membayangkan detail ajaib yang dibuat penulis. Walaupun pada bab Sirkus Sendu saya sedih membayangkan usaha sirkus menguras air mata penonton, sampai-sampai harus menyakiti anggota sirkus dengan mengerikan, bahkan sampai membuat mereka mati.

Lalu pada babak Kota Terapung Kucing Luar Biasa saya terkejut dengan kenyataan yang tidak indah. Banyak sekali rahasia-rahasia kota ini yang mengerikan. Dan saya kasihan dengan nasib yang akan menimpa Mi, Ma, Mo, Fifi dan Fufu nantinya kalau sampai terjebak di kota itu. Dan babak terakhir, Jalur Cahaya, saya merasa lega dengan penyelesaian walaupun pas di ujung cerita masih bertanya-tanya maksud pernyataan Ibu Mo dan Ibu Tetangga Sebelah, 'Sial, hanya berkurang satu' (hal. 182).

Tema cerita novel ini condong ke petualangan dan misteri. Mi, Ma, Mo, Fifi, dan Fufu melakukan perjalanan melewati banyak tempat yang ajaib dan kemudian mereka menemukan fakta yang berbeda dari bayangan otaknya sehingga mereka harus berjuang agar bisa kembali ke Kota Suara. 

Cerita petualangan dan misterinya ramah bagi anak-anak. Disampaikan dengan narasi yang belibet seperti ucapan orang di usia anak-anak. Kadang diulang-ulang, kadang muter-muter. Lebih banyak narasi menunjukan kepolosan dan hasrat ingin tahu. Saya paham kenapa penulis memilih teknik ini, karena ingin mendekatkan pembaca kepada cerita anak-anak, dengan kemasan cerita yang seolah-olah disampaikan oleh anak-anak.

Ibarat dongeng, apa yang ada dan dialami tokoh dalam novel ini begitu ajaib-ajaib. Penggambaran Kota Suara, situasi di kota soal uang yang susah didapat, kucing pengasuh, kereta air, Sirkus Sendu, Kolonel Jagung, dan masih banyak detail cerita lainnya, yang membuat saya harus benar-benar membayangkan imajinasi penulis agar bisa menikmati jalan ceritanya.

Tipis-tipis isu ekonomi dibahas penulis melalui pernyataan soal situasi ekonomi Kota Suara, 'Semua uang yang ada di dasar laut sudah diambil oleh perompak, uang di dalam tanah diambil oleh perampok, dan uang di ranting pohon diambil oleh pengusaha kayu jahat' (hal. 4). Kasus monopoli ekonomi bukan hal baru, dan jika dilakukan dengan serakah tentu akan berefek buruk, yaitu menyulitkan ekonomi masyarakat. Yang miskin makin miskin, yang kaya makin makmur.

Isu lain yang lumayan gede dibahas penulis adalah soal toxic masculinity dari pernyataan, 'Semua anak perempuan adalah benar-benar manis dan semua anak laki-laki adalah benar-benar keren' (hal. 50). Kata manis dalam kalimat tersebut bermakna kurang lebih anggun, sopan, dan feminim. Sedangkan kata Keren bermakna bandel, nakal, dan pemberontak. Jika ada anak yang memiliki sifat kebalikan akan dianggap sebagai anak-anak yang benar-benar aneh.

Penulis membahas hal ini bukan untuk mencari yang benar atau salah. Justru disampaikan jika laki-laki yang manis dan perempuan yang keren punya peran dan kewajiban yang sama. Misalnya ketika Fifi dan Fufu harus menjalankan rencana Kita Pergi Hari Ini, keduanya sepakat harus berani. Bukan menunjuk laki-laki harus keren dan perempuan jadi bersikap manis.

Ada beberapa pesan yang disampaikan penulis dan ini penting dipahami pembaca. Pertama, kita harus sadar jika semua orang pasti pernah salah. Jangan pernah berekspektasi dengan kesempurnaan. Dan berbuat salah itu manusiawi. Dengan menyadari ini kita akan lebih santai menjalani hidup karena tidak dituntut untuk benar terus dan sempurna terus. 'Tidak ada yang tidak mungkin pernah salah' (hal. 43).

Kedua, menangis itu perlu. Kayaknya kita semua sepakat jika menangis itu sah dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Dan kita juga tahu kalau manfaat menangis itu bagus untuk kesehatan mental. Menangis itu seperti men-defragment sebuah folder, proses merapikan kembali emosi yang acak-acak sehingga kita memiliki ruang yang baru untuk emosi yang akan masuk. Akan jauh lebih baik kalau kita men-delete beberapa emosi yang nggak penting. Biar lebih ringkas jiwa kita.

Ketiga, tetap rukun dan harmonis bersaudara. Tidak dipungkiri sih kalau bersaudara itu ngeri-ngeri sedap. Ketika sejalan akan harmonis, ketika berbeda bisa melahirkan ledakan-ledakan. Yang paling penting adalah mengerti dan memahami kalau setiap orang itu berbeda-beda karakternya. Sehingga ketika tabrakan kita akan paham kondisinya dan paling bergumam, 'yah.. dia mah emang orangnya begitu.' Misalnya Ma sebagai anak perempuan yang manis dan satu-satunya di keluarga Bapak dan Ibu Mo lebih banyak tidak akur dengan Mi dan Mo yang keren. Tetapi perbedaan ini tidak membuat Ma membenci Mi dan Mo ataupun sebaliknya.

Dalam novel ini disinggung mengenai tradisi salam menggunakan daun Salam. Saya jadi ingat kalau di daerah saya pun ada tradisi ini. Menyampaikan salam dengan menggunakan daun. Lalu bergeser penggunaannya, dilakukan ketika menyampaikan undangan acara besar misal hajatan kawinan atau sunatan. Terbilang kolot sih, dan sekarang tradisi salam daun ini sudah tidak dipakai sama sekali.

Sindiran halus mengenai perempuan yang butuh kepastian saya temukan di halaman 58. Disitu dijelaskan jika 'Ketidakpastian membuat semua wanita, khususnya yang berupa Anak Perempuan yang Sangat Rewel, menjadi sangat rewel sekali.'

Menarik bukan bukunya? Setelah membaca kisah Mi, Ma, Mo, Fifi dan Fufu, saya memberikan nilai 4 bintang dari 5 bintang. Saya merasa cerita di novel ini bisa disampaikan kepada anak-anak sebagai cerita yang seru tapi tidak disarankan anak-anak membacanya langsung sebab narasinya lumayan belibet.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

November 09, 2021

[Resensi] Semusim, Dan Semusim Lagi - Andina Dwifatma

gambar diunduh dari google play book, diedit

Judul: Semusim, Dan Semusim Lagi

Penulis: Andina Dwifatma

Editor: Hetih Rusli

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: April 2013

Tebal: 232 hlm.

ISBN: 9789792295108

***

Surat Kertas Hijau

Segala kedaraannya tersaji hijau muda. Melayang di lembaran surat musim bunga. Berita dari jauh. Sebelum kapal angkat sauh.

Segala kemontokan menonjol di kata-kata. Menepis dalam kelakar sonder dusta. Harum anak dara. Mengimbau dari seberang benua.

Mari, Dik, tak lama hidup ini. Semusim dan semusim lagi. Burung pun berpulangan.

Mari, Dik, kekal bisa semua ini. Peluk goreskan di tempat ini. Sebelum kapal dirapatkan.

Sitor Situmorang, 1953

Dari sebuah sajak, seorang penulis memindahkan suatu baris dan menjadikannya suatu judul, lantas melanjutkannya dengan kalimat demi kalimat, yang akhirnya terbentuk menjadi roman ini. Saya kira itulah cara yang baik untuk merayakan keberadaan kata, di tengah dunia yang lebih sering tak sadar bahwa kata itu ada, sehingga menyia-nyiakannya. Namun menulis bukanlah satu-satunya cara, karena masih ada cara lain untuk merayakannya, yakni membacanya. —Seno Gumira Ajidarma

***

Saat melihat posting-an penulis di twitter mengenai kover terbaru novel Semusim, dan Semusim Lagi, menggiring saya untuk segera membaca bukunya. Alasan lain karena saya sudah jatuh hati dengan cerita novel beliau sebelumnya yang berjudul Lebih Senyap Dari Bisikan. Tentu buku ini tidak akan saya lewatkan.

Novel Semusim, dan Semusim Lagi menceritakan seorang gadis baru lulus SMA yang bercita-cita menjadi ahli sejarah, mendapatkan surat dari ayahnya yang sakit, yang selama ini tidak dia kenal dan ingat. Dalam surat itu ayahnya meminta untuk bertemu sebelum hal buruk terjadi. Aku berangkat ke kota S untuk memenuhi permintaan ayah sekaligus ingin mengenalnya lebih jauh. Di kota S, Aku dibantu J.J. Henri  mengurus kebutuhan hidup dan dia yang akan mempertemukan Aku dengan ayahnya.

Aku juga dikenalkan dengan putra satu-satunya J.J. Henri yang bernama Muara. Kedekatan Aku dengan Muara membawa mereka pada hubungan yang bukan sekadar teman. Sampai pada satu waktu keduanya berseteru dan berakhir dengan Aku yang menusuk leher Muara sebanyak empat kali. Aku kemudian harus melupakan semua rencana awal hidupnya karena masalah yang timbul sekarang membawa Aku ke penjara dan rumah sakit jiwa.

Sebuah pengalaman seru bisa membaca novel dengan gaya penceritaan yang renyah padahal tema novel ini terbilang berat. Dunia psikologi merupakan unsur yang menonjol sekaligus yang membingungkan saya akan kejelasan alur ceritanya. Bagaimana tidak, saya dibuat bertanya-tanya sebenarnya tokoh Aku memang gila atau pura-pura gila dan kapan dia mulai menjadi gila.

Dari awal, tokoh Aku sudah digambarkan sebagai sosok yang aneh karena selalu mempertanyakan banyak hal dan harus tahu awal mula segalanya, yang itu tidak akan dilakukan oleh remaja pada umumnya. Kepribadian Aku tidak normal dan saya menyimpulkan ini buah dari hubungan dingin dengan ibunya. Tokoh Aku bisa dikatakan sosok yang kurang kasih sayang dari orang tua sehingga pikirannya berkembang tanpa bimbingan dan jadi liar.

Kemunculan Sobron, sosok ikan koi berwarna kuning yang bertingkah seperti manusia menjadi pertanda kalau tokoh Aku mulai gila. Walau interaksi tokoh Aku dan Sobron kelihatan aneh, tapi penulis berhasil mengemas adegan mereka tampak wajar saja. Malah saya jadi mempertanyakan Sobron ini ada atau nggak ada. Sempat juga menduga jangan-jangan novel ini ada unsur fantasinya.

Penggambaran Sobron si manusia ikan mengingatkan saya pada novel series Menjelajah Nusantara karya Okky Madasari terutama yang berjudul Mata dan Manusia Laut. Tokoh rekaan fantasi ala dongeng tapi menarik dan berkarakter. Lalu saya juga membandingkan novel ini dengan novel Bilangan Fu karya Ayu Utami karena keduanya berbobot mempunyai informasi yang jarang dibahas orang dan bisa menambah wawasan pembaca misalnya tentang musik, buku, dan cerita atau sejarah mengenai suatu peristiwa.

Semua tokoh yang muncul di novel ini punya sisi misteri. Tokoh Aku memang punya pribadi yang aneh. Tapi saya tidak menemukan penyebab jelasnya. Ibunya yang seorang dokter bedah pun menyimpan keanehan sebab dia jarang komunikasi dengan anaknya karena alasan yang jarang dipilih orang tua umumnya. Ayahnya pun masih belum jelas sakit apa dan sosoknya bagaimana. Semua karakter memang tidak utuh tapi sangat pas untuk mendukung ceritanya yang penuh misteri.

Usai membaca novel ini saya menyimpulkan jika hubungan keluarga yang baik akan memberikan efek mental yang baik bagi anggotanya. Setiap yang rusak akan tetap ada cacatnya meski diusahakan agar tidak kelihatan. Dan komunikasi itu penting dalam banyak hal untuk mendeteksi masalah sedini mungkin sehingga bisa dicegah jadi masalah besar.

Untuk novel Semusim, dan Semusim Lagi saya memberikan nilai 5 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

November 06, 2021

[Resensi] Midnight Tea - Mooseboo

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Midnight Tea

Penulis: Mooseboo

Editor: Anindya Larasati

Penerbit: Elex Media komputindo

Terbit: April 2021

Tebal: viii + 328 hlm.

ISBN: 9786230024627

***

Manakah yang lebih baik, terjebak dalam kenangan masa lalu atau kehilangan kenangan?

Kenangan pahit dengan seorang pria di masa lalu membuat Lea butuh waktu yang tak sedikit untuk bisa kembali membuka hati. Ketika Djuan, barista di sebuah kafe di kantornya menunjukkan gelagat ingin mendekatinya, Lea bimbang. Namun, pesona Djuan lebih kuat daripada kekhawatirannya. Lea berharap, keberadaan Djuan dapat menghapus kenangan pahitnya.

Di saat itulah, sesosok pria dari masa lalunya kembali hadir. Bukan sekadar kembali, tapi bahkan pria itu menjadi karyawan baru di Fermata Radio, tempat kerja Lea. Tak hanya kekhawatirannya akan cinta yang kembali menghantui Lea, tapi juga sebuah kisah pahit yang belum sepenuhnya tuntas.

***

Novel Midnight Tea mengisahkan Thalea yang seorang creative assistent di perusahaan radio Fermata harus bertemu dengan pria masa lalunya yang bernama Wangsa. Pria ini sekarang menjadi atasan Lea. Hubungan mereka di masa lalu membuat pertemuan mereka menjadi canggung dan keduanya berusaha menutupi cerita masa lalu dengan bersikap profesional di tempat kerja.

Setelah lima tahun menjauh dari hubungan spesial dengan pria, Lea menemukan ketenangan dan gairah cinta ketika dia bertemu dengan chef sekaligus barista di kafe Basque yang bernama Djuanda. Tetapi ketika masa lalu Djuan datang, Lea kembali patah hati.

Novel ini merupakan novel roman yang membawa kisah cinta orang dewasa sehingga kisah percintaan yang disajikan penulis bukan yang menye-menye dan tidak bikin pembaca eneg. Meski demikian, kita masih akan menemukan adegan-adegan yang menurut saya berlebihan ala-ala remaja gitu, tetapi kalau dipikir-pikir itu jadi normal dilakukan oleh orang yang sedang jatuh cinta. Mungkin yang paling mencolok dan menarik adalah soal kedewasaan bagaimana tokoh-tokohnya menyikapi rasa cinta yang muncul bisa menjadi pembelajaran buat pembaca.

Konflik yang dipilih penulis mengenai masa lalu yang datang lagi. Mantan yang dulu menyakiti tiba-tiba muncul dan memberikan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu. Tetapi saya sangat kesal dengan Djuan yang begitu mudahnya memilih masa lalu setelah dia memberi harapan besar untuk Lea. Dia memang menjelaskan alasannya, tapi perhatian dan ucapan manis yang dia kasih ke Lea sebelumnya itu menjadi tidak berarti apa-apa. Masa Djuan tidak bertanggung jawab dengan harapan yang dia tumbuhkan di hati Lea. Dari apa yang terjadi antara Lea dan Djuan kita bisa belajar satu hal, jangan pernah membuka hati kalau belum move on. Lea itu menjadi pihak yang paling nelangsa apalagi ketika adegan dia pulang kerja dan menemukan Djuan dan masa lalunya sedang duduk romantis sambil bercanda. Padahal itu tidak lama setelah Djuan dan Lea bercanda mesra soal kangen-kangenan. Kan bangsat banget si Djuan ini!

Sedangkan masa lalu Lea yang menyakitkan karena Wangsa egois. Wangsa ini sedang ditimpa banyak masalah tapi dia memilih meninggalkan Lea karena tidak ingin membebani atau tidak ingin dibebani masalah lain. Kelirunya hal ini karena Wangsa tidak menghargai Lea sebagai pacar. Bukankah ketika punya pacar kita lebih bisa berbagi rasa baik suka dan duka sehingga kita bisa lebih kuat karena tidak sendirian. Nah, si Wangsa ini justru melihatnya terbalik. Dia tidak mau membebani dan dibebani oleh Lea. Wajar kalau akhirnya Lea begitu membenci dia.

Menurut saya penulis terlalu kepanjangan membentuk pondasi cerita roman untuk tokoh-tokohnya sehingga ketika konflik besar muncul menjelang akhir buku, penulis menyelesaikannya dengan terburu-buru. Konflik Lea dan Djuan berakhir hanya dengan adegan menjelaskan masalah mereka tanpa ada pergulatan dan momen sakit hati yang mendalam. Ditambah Lea begitu mudah memberikan kesempatan kepada masa lalunya saat dia sedang menikmati patah hati. Padahal sebelumnya Lea butuh lima tahunan untuk membuka hati.

Konflik keluarga juga muncul di novel ini. Menyoroti soal hubungan ayah dan anak yang tidak akrab karena kesalahpahaman di masa lalu. Dari konflik ini kita bisa belajar jika komunikasi itu sangat penting dalam hubungan apa pun. Karena dengan berkomunikasi yang baik kita akan lebih memahami masalah yang muncul sehingga penyelesaiannya dapat dicari lebih cepat juga.

Novel ini membalut kisah roman dengan dunia kerja di bidang industri radio. Dan saya begitu menikmati kegiatan orang-orang yang berada di balik meja siaran sebab penulis menjelaskan lebih banyak soal sisi dunia kerja ini. Padahal banyak sekali novel yang kadang mengesampingkan detail pekerjaan sehingga dunia kerja terkesan sebagai tempelan semata. Dan untuk judul novel Midnight Tea ini merupakan judul akun podcast Lea mengenai hal-hal random yang dia alami, yang kemudian dijadikan salah satu program radio.

Lea sebagai tokoh sentral memiliki karakter yang ramah, tulus, cerdas, dan mandiri. Dia itu tipe perempuan yang nggak mau merepotkan orang lain. Sebenarnya Lea juga termasuk perempuan yang bucin, tetapi karena punya masa lalu yang menyakitkan dia menurunkan kadar bucinnya dengan aksi mawas diri. Lalu Wangsa itu tokoh yang egois, kurang romantis, dan kurang peka juga. Sehingga dia kadang menampilkan citra yang salah tempat sehingga bagi beberapa orang akan menilai dia keliru. Sedangkan tokoh Djuan merupakan sosok yang romantis tapi menyebalkan sebab dia tidak bisa memegang ucapannya sendiri. Dia bahkan tidak merasa terluka ketika cara dia justru melukai perasaan orang lain. 

Usai membaca novel ini kita akan diajak untuk lebih bijak memahami masalah jangan sampai menjadi kesalahpahaman. Komunikasi menjadi sangat penting untuk mengurainya sehingga kita bisa tahu masalah itu sumbernya apa dan dari mana.

Untuk novel Midnight Tea ini saya memberikan nilai 3 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



November 05, 2021

[Resensi] Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam - Dian Purnomo

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam

Penulis: Dian Purnomo

Editor: Ruth Priscilia Angelina

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: November 2020

Tebal: 320 hlm.

ISBN: 9786020648453

***

Magi Diela diculik dan dijinakkan seperti binatang. Sirna sudah impiannya membangun Sumba. Kini dia harus melawan orangtua, seisi kampung, dan adat yang ingin merenggut kemerdekaannya sebagai perempuan. Ketika budaya memenjarakan hati Magi yang meronta, dia harus memilih sendiri nerakanya: meninggalkan orangtua dan tanah kelahirannya, menyerahkan diri kepada si mata keranjang, atau mencurangi kematiannya sendiri.

Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam ditulis berdasarkan pengalaman banyak perempuan korban kawin tangkap di Sumba. Tradisi kawin tangkap menggedor hati Dian Purnomo untuk menyuarakan jerit perempuan yang seolah tak terdengar bahkan oleh Tuhan sekalipun.

***

Cerita dimulai dengan menghilangnya Magi Diela, perempuan muda yang bekerja sebagai honorer di kecamatan dan lulusan sebuah kampus di Yogyakarta. Kemudian terdengarlah kabar jika Magi ditangkap oleh Leba Ali, pria setengah baya yang sudah beristri dan dikenal mata keranjang, sebagai perempuan yang mengikuti adat Yappa Mawine atau kawin tangkap. Dangu Toda, pemuda sekaligus teman masa kecil Magi, marah besar ketika hal tersebut terjadi. Sebab tidak pernah dia dengar ada pembicaraan dan perjanjian soal lamaran antara Magi dan Leba Ali. Karena sebelum Yappa Mawine dilakukan, antara pihak laki-laki harus sudah ada kesepakatan dengan keluarga perempuan mengenai lamaran yang berujung pada jumlah belis atau mahar.

Malam itu juga Magi yang tidak sadarkan diri ditaklukan oleh Leba Ali dengan melakukan pemerkosaan sehingga pada umumnya korban kawin tangkap akan menurut dengan proses selanjutnya karena merasa dirinya sudah tidak perawan untuk menolak. Jika sampai menolak adat ini, akan jadi aib bagi keluarga perempuan. Dan Magi yang bersikeras menolak adat kawin tangkap ini akhirnya  menggigit pergelangan tangan hingga dia harus dilarikan ke rumah sakit. Setelah kondisinya lebih baik, Magi nekat meninggalkan kampung halaman demi menghindari kawin tangkap dan kawin paksa yang dilakukan atas kesepakatan ayahnya dan Leba Ali.

Novel Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam merupakan novel drama yang memiliki nilai lokal yang begitu sarat. Dengan membawa latar Pulau Sumba, penulis menceritakan salah satu adat  yang cukup meresahkan karena bertentangan dengan hak-hak perempuan. Yappa Mawine atau kawin tangkap yaitu proses menangkap perempuan oleh pihak laki-laki, dibawa ke rumahnya dan dikawinkan. Pada proses ini yang lebih menyedihkan adalah si perempuan akan ditaklukan dengan cara diperkosa sehingga dia tidak punya pilihan selain meneruskan proses perkawinan selanjutnya. 

Penulis menyoroti dua hal dalam novel ini yang memang perlu perhatian khusus menimbang ini akan membenturkan antara hukum negara dengan hukum adat. Pertama, mengenai kawin tangkap yang menjadi simbol adat yang mengekang perempuan atas pilihan hidupnya. Adat ini membunuh perempuan untuk menjadi dirinya sendiri dan untuk menentukan masa depannya. Perempuan hanya menjadi objek untuk keputusan yang diambil oleh laki-laki tanpa bisa menolak. Posisi Magi dalam kawin tangkap ini tidak bisa menggugat kepada Leba Ali dan ayahnya karena proses ini rupanya sudah didahului oleh kesepakatan mereka. Magi berada pada posisi tidak berdaya.

Magi yang melarikan diri bukan semata-mata lari, tapi dia barengi dengan belajar lebih banyak mengenai kebebasan dan hak-hak perempuan untuk menentukan hidupnya. Kesimpulannya adalah perempuan harus berwawasan luas, harus berdaya dan harus mandiri sehingga dia bisa berkuasa atas dirinya sendiri. 

Kedua, mengenai kejahatan seksual yang dianggap biasa dengan alasan bagian dari adat. Pemerkosaan Magi sebagai bentuk penaklukan laki-laki terhadap perempuan menjadi simbol jika perempuan tidak cukup berharga dan bisa diperlakukan dengan semana-mena. Dan mirisnya, bahkan penegak hukum tidak bisa berkutik jika kasusnya dibenturkan dengan hukum adat. 

Ironisnya, lagi-lagi dalam proses mencari keadilan Magi harus berhadapan dengan penegak hukum yang berkoalisi dengan pelaku sehingga hukum tidak bisa menjeratnya. Uang berkuasa sepenuhnya untuk menghentikan proses hukum yang dicari Magi. Sehingga keberadaan LSM bisa membantu kasus yang susah diteruskan karena terhalang uang suap. Hanya saja saat ini tidak semua LSM memiliki visi dan misi membantu masyarakat. Banyak juga LSM yang nakal, tidak membantu tapi minta dibayar.

Membaca novel yang membahas mengenai adat budaya dari suatu suku selalu menyenangkan karena saya belajar sisi lain dari wajah Indonesia. Dan saya merasa takjub dengan keberadaan adat yang begitu mengikat warga sukunya sehingga adat dianggap segalanya dibandingkan hukum negara. Tapi menurut saya masih lebih banyak adat yang bersifat baik, dalam artian tidak bertentangan dengan HAM, hukum negara, atau pun hukum agama. Sebelumnya saya juga begitu memuji novel yang kategori ini: Pertanyaan Kepada Kenangan karya Faisal Oddang, Satu Kisah yang Tak Terucap karya Guntur Alam, dan Sekaca Cempaka karya Nailiya Nikmah JKF.

Sedangkan untuk sisi kritik sosial yang dibawa penulis mengingatkan saya dengan novel karya Okky Madasari. Dan saya rasa novel dengan kritik sosial akan sangat berguna untuk menyuarakan pendapat, atau minimalnya novel ini dapat menjadi rekaman jika pada satu masa pernah ada kejadian sosial tertentu yang pantas dikritik.

Gaya bercerita penulis mudah dipahami dan diikuti. Ceritanya runut walaupun ada narasi yang menceritakan masa lalu. Bagi saya justru yang butuh adaptasi adalah penggunaan bahasa daerah yang lumayan membingungkan. Sebab pada novel ini lumayan banyak kalimat yang menggunakan bahasa daerahnya.

Yang membuat novel ini hidup berkat karakter Magi Diela yang digambarkan sebagai sosok perempuan berpendidikan yang kuat melawan adat demi mendapatkan haknya sebagai perempuan. Dia juga cerdas menghadapi konfliknya walau untuk melaksanakan rencananya butuh pengorbanan yang besar. Kurangnya di novel ini tidak diceritakan detail bagaimana Magi belajar soal LSM dan ilmu apa saja yang dia praktikan di bidang pertanian ketika dia sedang dalam pelarian. Yang paling menonjol hanya bagaimana Magi melakukan perlawanan kepada ayahnya dan kepada Leba Ali.

Karakter Leba Ali sebagai tokoh rival Magi dalam kemelut adat kawin tangkap. Dia hanya digambarkan sebagai pria paruh baya yang mengedepankan nafsu, ringan tangan, dan terlibat kongkalikong dengan pejabat daerah. Sedangkan Dangu Toda dijelaskan sebagai pemuda teman masa kecil Magi yang memiliki pikiran lebih luas karena dia belajar banyak dari wisatawan yang datang ke Pulau Sumba. Dangu dijadikan pahlawan dalam kasus Magi, sekaligus simbol roman yang harus terhalang adat.

Usai membaca novel ini membuat saya merasa lebih paham kenapa perlu sekali memperlakukan perempuan dengan hormat. Mereka juga manusia yang memiliki hak-hak yang sama dengan pria. Selain itu novel ini juga menekankan untuk kita agar lebih banyak belajar sebab di lapangan terlalu banyak problematika yang hanya bisa diselesaikan jika kita paham. Pada akhirnya benar kata Dangu, adat itu buatan manusia, ada yang bisa diteruskan tapi banyak juga yang bisa ditinggalkan.

Untuk novel yang bikin meringis dan penuh emosi ini saya memberikan nilai 4 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!



November 04, 2021

[Resensi] Mata dan Rahasia Pulau Gapi - Okky Madasari

gambar diunduh dari gramedia.com, diedit

Judul: Mata dan Rahasia Pulau Gapi

Penulis: Okky Madasari

Editor: Dwi Ratih Ramadhany

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: November 2018

Tebal: November 256 hlm.

ISBN: 9786020619385

***

Matara, yang gagal masuk ke sekolah impian, bersama orangtuanya pindah ke Pulau Gapi di wilayah timur laut kepulauan Indonesia. Kepindahan ini tak hanya membawa Matara ke tempat-tempat baru, tapi juga membawanya menyusuri waktu, menjelajahi masa lalu. Mulai dari masa ketika kapal-kapal besar pertama kali mendarat dan menjadikan pulau itu sebagai salah satu pusat dunia, masa ketika ilmuwan besar Wallace menulis surat pada Darwin dari salah satu sudut pulau itu, masa ketika bendera merah-putih telah dikibarkan di seluruh pulau tapi justru membuat pulau itu sepi dan terlupakan. Hingga masa terbaru, ketika Matara dan dua sahabatnya harus menyelamatkan pusaka-pusaka Pulau Gapi.

Mata dan Rahasia Pulau Gapi merupakan buku kedua dari kisah Mata menjelajahi Nusantara, setelah buku pertamanya, Mata di Tanah Melus. Buku selanjutnya: Mata dan Manusia Laut.

***

Ada rasa yang bercampur antara sedih, kecewa, marah, kesal, ketika Matara gagal masuk SMP favorit di Jakarta. Padahal segala usaha sudah dilakukan agar Matara tergolong anak-anak yang cerdas. Di tengah kesedihan itu, papa Matara membawa kabar kalau dia mendapatkan pekerjaan baru di luar Jawa, tepatnya di Kepulauan Maluku. Lebih spesifik di Pulau Gapi.

Di pulau itu Matara bertemu dengan kucing istimewa yang bisa bahasa manusia, Molu. Bersama kucingnya itu, Matara melakukan petualangan hebat di salah satu benteng yang sudah jadi puing-puing, hingga ia bertemu dengan si Laba-laba yang merupakan jelmaan baru dari anjing yang dipelihara Sultan

Kabar buruk tentang benteng yang akan diubah menjadi mall membuat Laba-laba marah. Sehingga dia nekat menyakiti orang yang mengusik benteng dengan gigitannya yang mematikan. Semakin orang-orang proyek berambisi, Laba-laba semakin berusaha menggagalkan. Beruntung dia dibantu oleh Matara dan Molu.

Setelah kemarin saya membaca novel anak ketiga dari series Menjelajahi Nusantara yang berjudul Mata dan Manusia Laut, rasanya kurang lengkap kalau saya meninggalkan novel keduanya ini. Dan saya bersyukur bisa membacanya novel anak ini.

Di novel ini pembaca akan diajak ke Kepulauan Maluku, tepatnya di Pulau Gapi. Dari pulau Gapi kita bisa melihat dua pulau yang berdampingan: Pulau Meitara dan Pulau Tidore. Pemandangan ini bahkan muncul di uang kertas seribu.

Ciri khas Pulau Gapi menurut novel ini adanya Gunung Gamalama dan benteng-benteng peninggalan zaman dulu. Terkait sejarah di Pulau Gapi, atau secara umum di Maluku, akan dituturkan oleh kucing bernama Molu, yang merupakan kucing istimewa karena usianya tidak pernah tua sehingga terbilang dia hewan abadi yang melintasi banyak generasi. Pada perkenalan pertama dengan Matara, Molu menceritakan banyak kisah masa lalu termasuk sejarah yang dia saksikan di Maluku ini.

Sejarah penjajahan yang dialami penduduk Maluku terdiri dari tiga fase: penjajahan Portugis, penjajahan Belanda, dan penjajahan Jepang. Beberapa masa terbilang aman ketika Sultan bisa mengendalikan kekuasaan sehingga penjajah bisa diusir dari tanah Maluku. Tapi setiap pergantian Sultan memiliki perbedaan cara memimpin. Sehingga kondisi Maluku pun berubah-ubah.

Bagian menarik dan dramatis ketika Molu menceritakan kisah hidup orang Portugis bernama Adao yang kemudian dia menikahi perempuan Pulau Gapi bernama Faida. Saat usia senja mereka, Portugis berhasil digulingkan. Banyak yang bersembunyi di benteng. Mereka sudah khawatir akan dibantai oleh pasukan Sultan. Tetapi dengan kebijaksanaan Sultan, mereka dilepaskan dan dipersilakan meninggalkan Kepulauan Maluku sebelum matahari terbenam.

Namun Adao dan Faida tidak turut serta. Mereka merasa Pulau Gapi adalah rumah mereka sehingga mereka ingin mati di pulau ini. Kebijaksanaan Sultan mengampuni mereka dengan syarat berupa pengabdian menjaga pusaka kerajaan di Danau Tolire. Sampai ajal menjelang, pasangan ini kemudian berubah menjadi buaya putih yang menjaga Danau Tolire.

Maluku sering disebut sebagai pulau seribu benteng. Menurut penelusuran saya di beberapa artikel ada beberapa bentang yangs sering disebut yaitu: Benteng Toloko (Portugis), Benteng Oranje (Belanda), Benteng Kalamata (Portugis), dan Benteng Kota Janji (Portugis). Latar benteng yang dipakai dalam novel ini lebih mendekati ke penjelasan Benteng Kota Janji sebab penjelasan mengenai benteng ini disandingkan dengan sejarah pembunuhan Sultan Khairun dan memicu pengusiran orang-orang Portugis pada masa itu. Ini relevan dengan penjelasan Molu ketika menceritakan Sultan yang kepalanya dipenggal saat diundang oleh orang-orang Portugis.

Membaca novel yang dikarang oleh Okky Madasari secara penceritaan memang sudah sangat baik. Poin-poin yang disampaikan cukup padat sehingga mudah dipahami. Apalagi penulis sudah menyesuaikan pemilihan diksi untuk menyampaikan informasi dengan sudut pandang tokoh anak. Sehingga tokoh Matara bukan terbilang anak 12 tahun yang serba tahu.

Dari novel ini kita diajak untuk mengenali sejarah melalui peninggalan pada masa lalu. Salah satunya adalah keberadaan benteng yang merupakan bagian tak terpisahkan dengan sejarah negara ini. Selain itu, penulis juga ingin mengajak kita semua untuk menyadari arti penting sejarah sehingga kita bisa sama-sama menjaga cagar budaya dengan baik. Ini berkaitan dengan konflik dalam novel ini soal mau merubah cagar budaya menjadi bangunan modern.

Untuk petualangan Matara dengan kawan barunya, Molu dan Laba-laba, saya memberikan nilai 3 bintang dari 5 bintang.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

November 03, 2021

Rekap Bookmail Oktober 2021


Halo! Apa kabar?

Alhamdulillah, saya sangat bersyukur karena bulan Oktober 2021 terlewati dengan damai dan lancar.  Saya berhasil membaca buku lumayan banyak, yaitu sebanyak 17 buku. Yeay!!!



Dan berikut ini adalah rekapan bookmail kedua yang saya buat untuk melengkapi rasa syukur karena sudah diberikan kesempatan untuk membeli dan membaca buku.

Nah, kira-kira buku apa saja yang saya dapatkan di bulan Oktober 2021 kemarin, yuk simak bareng-bareng!


1. Supernova #2: Akar - Dee Lestari

2. Supernova #4: Partikel - Dee Lestari

1 paket seharga 70.000

Setelah bulan lalu saya membeli Supernova #1: KPBJ, saya membeli novel kelanjutannya untuk menggenapkan koleksi, dan kedua buku ini saya beli kondisi preloved.


3. Selamat Tinggal - Tere Liye

4. Negeri Para bedebah - Tere Liye

5. Negeri di Ujung Tanduk - Tere Liye

6. Your Name - Shinkai Makoto

Series Negeri Para Bedebah @50.000, Your Name 70.000, Selamat Tinggal 65.000

Awalnya mau beli yang series Negeri Para Bedebah ini saja, tapi pas diliat buku lainnya malah tertarik juga. Alhasil beli 4 buku sekaligus.


7. Selamat Tinggal - Tere Liye (Hadiah)

gratis karena ini hadiah :)

Jadi, pada tanggal 25 September 2021 saya ikut diskusi klub buku Goodreads Indonesia yang membahas novel terbaru Kak Smita Diastri berjudul Resepsi. Dan di acara itu saya terpilih mendapatkan gift. Dan gift-nya adalah buku ini. Seru dan senang kalau ikutan diskusi buku, terus bisa dapat novel pula, hehe.


7. Salt to The Sea - Ruta Sepetys

8. The Silent Patient - Alex Michaelides

Salt to The Sea & The Silent Patient @60.000

Novel Salt to The Sea ini banyak dipuji oleh pembacanya. Saya sudah lama mencari-cari novel ini dengan harga yang wajar. Kalau di ecommerce harganya sudah tidak wajar dan jarang pula stock-nya. Begitu di base buku twitter ada yang jual bundling, saya langsung ambil. Tinggal mencari novel Ruta lainnya yang berjudul Between Shades of Gray.


9. Sang Belas Kasih - Haidar Bagir

10. Alkimia Cinta - Haidar Bagir

Sang Belas Kasih 59.000, Alkimia Cinta 24.500

Pada waktu itu saya sedang mengalami masalah dan merasa perlu membaca buku agama yang bisa memotivasi. Dan saat melihat akun MizanStore sedang membuka PO ini, maka saya pun langsung membelinya. Buku yang insyaallah akan memberi manfaat untuk siraman rohani.


11. Selimut Debu - Agustinus Wibowo

12. Garis Batas- Agustinus wibowo

13. Jalan Panjang untuk Pulang - Agustinus Wibowo

14. The Poppy War - R. F. Kwang

15. Traveline Past - Luna Torashyngu

Selimut Debu 67.500 Garis Batas 66.500 Jalan Panjang 65.000 The Poppy War 67.500 Traveline Past Gratis karena bonus :)

Keempat buku ini saya beli di acara Gramedia Book Fair dengan diskon 50%, dan ini adalah belanjaan saya di tanggal 5 Oktober 2021. Sedangkan novel Traveline Past merupakan novel bonus. Gramedia kalau sering-sering bikin acara diskon 50% akan bikin menyenangkan untuk pembaca buku, hehe.

16. Relung Rasa Raisa - Lea Agustina Citra

17. Second Sister: Putri Kedua - Cahn Ho-Kei

18. Harga Sebuah Percaya - Tere Liye

19. Pasukan Buzzer - Chang Kang-Myoung

HSP 42.500, Second Sister 92.500, PB 47.500, RRR 39.500

Ini tuh buku yang saya beli di Gramedia Book Fair juga, dengan diskon 50%, tapi pembelanjaan di tanggal 6 Oktober 2021. Saya beli karena minat dengan Second Sister dan Pasukan Buzzer.


20. Temeraire 1: His Majesty's Dragon - Naomi Novic

22. Temeraire 2: Throne of Jade - Naomi Novic

Temeraire #1 42.500, Temeraire #2 50.000

Ini paket kedua belanjaan di Gramedia Book Fair dengan diskon 50% yang saya CO tanggal 6 Oktober 2021. Saya tertarik membaca series ini karena ada gambar naganya, haha.


23. Dibo Bocah Berlidah Panjang - Arif Al-Khotib

24. Komik Pancasila - Immalevav

25. Senja Di Mata Bintang - Dhea Chandra

26. Panggilan Hati - Priya Kumar

Paket Senja & Panggilan 26.900, Paket Dibo & Komik 21.700

Saat Penerbit Baca mengadakan promo buku murah saya langsung beli karena faktor harga. Tanpa melihat itu buku apa. Soalnya saya percaya buku selalu punya manfaat walau sekadar wawasan.


27. Ikigai - Hector Garcia & Francesc Miralles

28. Hygge - Marie Tourell Soderberg

1 Paket seharga 115.974

Saya sudah lama ingin punya buku Ikigai dan baru ketika Penerbit ReneBooks mengadakan promo, barulah saya beli bukunya. Tujuan beli ini karena memang saya ingin memperbaiki kebiasan sehari-hari jadi masih butuh banyak banget panduan walaupun belum tentu semua saya turutkan.


29. Lesap - Veronica Gabriella

30. Friend With Bittersweet love - Pia Devina

31. Satu Hari Bersama Mantan - Ninna Rosmina

Lesap 26.000, FWB 28.000, Satu Hari 34.000

Karena memang lagi promo murah makanya saya beli ketiga buku ini. Apalagi saya jarang banget membaca buku yang diterbitkan Penerbit Falcon. Makanya saya mau coba membaca lagi, siapa tau dari ketiga buku ini ada yang klik dengan selera saya.


32. Animal Farm - George Orwell

33. '1984 - George Orwell

1 Paket 93.100

Sebenarnya saya sudah punya novel Animal Farm tapi setiap kali membaca ebook-nya nggak pernah selesai. Saya nekat untuk membeli fisiknya. Dan benar saja, saya bisa menyelesaikan membaca novel ini.


34. Infinitely Yours - Orizuka

35. Aftertaste - Sefryana Khairil

36. Serenada di Ujung Senja - Millea

37. A Moment To Love You - Robin Wijaya

38. Kiara - Dinni Adhiawaty


1 Paket 60.000


Lagi-lagi bulan Oktober banyak sekali yang menggelar promo murah, termasuk paket buku ini yang asalnya dari Penerbit Kawah Media. Tanpa berpikir lagi saya langsung membeli beberapa judul yang menurut saya menarik.

39. Love Theft - Prisca Primasari

40. Central Park - Guillaume Musso

41. Alex Approximately - Jenn Bennett

1 Paket 55.000

Ini juga paket dari promo murah Penerbit Haru. Jadi saya tidak akan melewatkannya.


42. The Psychology of Money - Morgan Housel

43. Menumis Itu Gampang Menulis Tidak - Mahfud Ikhwan

Psychology 48.000, Menumis 40.000

Ini saya beli lantaran tertarik dengan buku The Psychology of Money dan pas liat deretan buku lainnya, saya tertarik juga dengan buku yang satunya. Alhasil dibeli juga, hehe.


44. Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi - Yusi Avianto Pareanom

Raden 60.000

Ini sebenarnya buku yang dipuji-puji banyak pembaca sehingga ketika ada preloved murah, saya langsung tertarik membelinya.

***

Nah, teman-teman segitu posting-an bookmail untuk bulan Oktober ini. Total ada 44 buku dengan uang sejumlah 1.698.174,- Jumlah yang banyak dan lebih dari cukup untuk jadi bahan bacaan sampai akhir tahun tanpa harus beli lagi. Untuk menebus kekhilafan saya, tampaknya harus rajin baca dan mengeratkan ikat pinggan uang untuk beli buku. Semoga bisa, hehe.

Oke, sekian dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!