[Resensi] Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie


Judul:
Kita Pergi Hari Ini

Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Editor: Teguh Afandi

Penerbit: Gramedia Pustaka utama

Terbit: Oktober 2021, cetakan pertama

Tebal: vi + 186 hlm.

ISBN: 9786020657479

***

Mi dan Ma dan Mo tidak pernah melihat kucing seperti Nona Gigi. Tentu saja, mereka sudah pernah melihat kucing biasa. Tapi Nona Gigi adalah Kucing Luar Biasa. Kucing Luar Biasa berarti kucing yang di luar kebiasaan. Nona Gigi adalah Cara Lain yang dinantikan oleh Bapak dan Ibu Mo untuk menjaga Mi, Ma, dan Mo ketika keduanya keluar rumah mencari uang. Sebab di Kota Suara, semua uang yang tersedia di dasar laut sudah diambil oleh para perompak, uang di bawah tanah diambil oleh para perampok, dan uang di ranting pohon diambil oleh pengusaha kayu yang jahat.

Nona Gigi mengajak Mi dan Ma dan Mo dan Fifi dan Fufu- anak kembar Tetangga Baru bertualang mengunjungi tempat-tempat indah. Mereka naik Kereta Air, bertemu Kolonel Jagung, bermain di Sirkus Sendu, dan menyaksikan kemegahan Kota Terapung Kucing Luar Biasa.

Kita pergi hari ini. Ke tempat-tempat indah dalam mimpi-mimpi anak-anak baik-baik.

***

Ada sebuah rumah merah bernomor 17 di Kota Suara yang ribut. Kota yang dipenuhi oleh keluarga yang punya banyak anak sehingga suasananya sangat ribut. Rumah merah bernomor 17 dihuni oleh Bapak dan Ibu Mo, Mi si Sulung yang keren, Ma anak kedua yang rewel, dan Mo anak bungsu yang sulit dimengerti. Bapak dan Ibu Mo adalah keluarga sederhana yang perlu uang tapi tidak bisa meninggalkan mengasuh anak-anak. Sehingga Ibu Mo akhirnya mencari cara lain untuk menyelesaikannya dengan mengirim kancing yang dibawa Pelikan.

Esok harinya muncul seekor kucing betina dewasa yang dipanggil Nona Gigi. Dia mengurus anak Bapak dan Ibu Mo selama pasangan ini mencari uang. Satu hari di seberang rumah Bapak dan Ibu Mo kedatangan tetangga baru yang memiliki anak kecil juga: Fifi si anak kembar laki-laki yang manis dan Fufu si anak kembar perempuan yang keren. 

Pada satu waktu Nona Gigi membawa anak-anak piknik ke tempat asalnya, Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Kota yang ramai dengan penduduk yang bercampur-campur antara beberapa hewan dan manusia. Kota Terapung Kucing Luar Biasa merupakan kota yang indah dan enak. Tapi setelah sehari mereka tinggal disana, anak-anak mendapatkan fakta yang mengerikan mengenai kota ini. Kota ini ternyata dibangun dari memperbudak dan membunuh manusia. Segala yang ada di manusia dimanfaatkan: dagingnya, tulangnya, giginya, bahkan rambutnya.

Ketika sadar kalau Kota Terapung Kucing Luar Biasa menyimpan kisah mengerikan dan menyedihkan, anak-anak merencanakan untuk 'Kita Pergi Hari Ini'. 

Berhasilkah mereka meninggalkan kota yang dibangun?

Langkanya buku-buku karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie membuat nama penulis ini wara-wiri di twitter. Bahkan ada kabar novel Jakarta Sebelum Pagi dijual oleh pembaca dengan harga yang fantastis. Momen ini menjadi pas bagi penerbit untuk menerbitkan karya terbaru penulis. Hasilnya, novel Kita Pergi Hari Ini banyak dibahas sejak pre-order-nya dibuka, sampai sekarang.

Dari rekap ulasan buku di blog ini, saya hanya pernah mengulas buku roman bersampul merah karyanya yang berjudul San Francisco. Buku lainnya yang pernah dibaca itu Jakarta Sebelum Pagi tapi sayang sekali saya belum membuat ulasannya dan kalau sekarang sudah lupa ceritanya. Karya beliau yang terkenal lainnya adalah Di Tanah Lada dan Semua Ikan di Langit.

Novel Kita Pergi Hari Ini boleh disebut sebagai buku anak. Dibagi menjadi empat babak yang punya kesan berbeda-beda: Kota Suara, Perjalanan, Kota Terapung Kucing Luar Biasa, dan Jalur Cahaya. Pada babak Kota Suara dan Perjalanan saya merasakan kenyamanan dan takjub luar biasa membayangkan detail ajaib yang dibuat penulis. Walaupun pada bab Sirkus Sendu saya sedih membayangkan usaha sirkus menguras air mata penonton, sampai-sampai harus menyakiti anggota sirkus dengan mengerikan, bahkan sampai membuat mereka mati.

Lalu pada babak Kota Terapung Kucing Luar Biasa saya terkejut dengan kenyataan yang tidak indah. Banyak sekali rahasia-rahasia kota ini yang mengerikan. Dan saya kasihan dengan nasib yang akan menimpa Mi, Ma, Mo, Fifi dan Fufu nantinya kalau sampai terjebak di kota itu. Dan babak terakhir, Jalur Cahaya, saya merasa lega dengan penyelesaian walaupun pas di ujung cerita masih bertanya-tanya maksud pernyataan Ibu Mo dan Ibu Tetangga Sebelah, 'Sial, hanya berkurang satu' (hal. 182).

Tema cerita novel ini condong ke petualangan dan misteri. Mi, Ma, Mo, Fifi, dan Fufu melakukan perjalanan melewati banyak tempat yang ajaib dan kemudian mereka menemukan fakta yang berbeda dari bayangan otaknya sehingga mereka harus berjuang agar bisa kembali ke Kota Suara. 

Cerita petualangan dan misterinya ramah bagi anak-anak. Disampaikan dengan narasi yang belibet seperti ucapan orang di usia anak-anak. Kadang diulang-ulang, kadang muter-muter. Lebih banyak narasi menunjukan kepolosan dan hasrat ingin tahu. Saya paham kenapa penulis memilih teknik ini, karena ingin mendekatkan pembaca kepada cerita anak-anak, dengan kemasan cerita yang seolah-olah disampaikan oleh anak-anak.

Ibarat dongeng, apa yang ada dan dialami tokoh dalam novel ini begitu ajaib-ajaib. Penggambaran Kota Suara, situasi di kota soal uang yang susah didapat, kucing pengasuh, kereta air, Sirkus Sendu, Kolonel Jagung, dan masih banyak detail cerita lainnya, yang membuat saya harus benar-benar membayangkan imajinasi penulis agar bisa menikmati jalan ceritanya.

Tipis-tipis isu ekonomi dibahas penulis melalui pernyataan soal situasi ekonomi Kota Suara, 'Semua uang yang ada di dasar laut sudah diambil oleh perompak, uang di dalam tanah diambil oleh perampok, dan uang di ranting pohon diambil oleh pengusaha kayu jahat' (hal. 4). Kasus monopoli ekonomi bukan hal baru, dan jika dilakukan dengan serakah tentu akan berefek buruk, yaitu menyulitkan ekonomi masyarakat. Yang miskin makin miskin, yang kaya makin makmur.

Isu lain yang lumayan gede dibahas penulis adalah soal toxic masculinity dari pernyataan, 'Semua anak perempuan adalah benar-benar manis dan semua anak laki-laki adalah benar-benar keren' (hal. 50). Kata manis dalam kalimat tersebut bermakna kurang lebih anggun, sopan, dan feminim. Sedangkan kata Keren bermakna bandel, nakal, dan pemberontak. Jika ada anak yang memiliki sifat kebalikan akan dianggap sebagai anak-anak yang benar-benar aneh.

Penulis membahas hal ini bukan untuk mencari yang benar atau salah. Justru disampaikan jika laki-laki yang manis dan perempuan yang keren punya peran dan kewajiban yang sama. Misalnya ketika Fifi dan Fufu harus menjalankan rencana Kita Pergi Hari Ini, keduanya sepakat harus berani. Bukan menunjuk laki-laki harus keren dan perempuan jadi bersikap manis.

Ada beberapa pesan yang disampaikan penulis dan ini penting dipahami pembaca. Pertama, kita harus sadar jika semua orang pasti pernah salah. Jangan pernah berekspektasi dengan kesempurnaan. Dan berbuat salah itu manusiawi. Dengan menyadari ini kita akan lebih santai menjalani hidup karena tidak dituntut untuk benar terus dan sempurna terus. 'Tidak ada yang tidak mungkin pernah salah' (hal. 43).

Kedua, menangis itu perlu. Kayaknya kita semua sepakat jika menangis itu sah dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Dan kita juga tahu kalau manfaat menangis itu bagus untuk kesehatan mental. Menangis itu seperti men-defragment sebuah folder, proses merapikan kembali emosi yang acak-acak sehingga kita memiliki ruang yang baru untuk emosi yang akan masuk. Akan jauh lebih baik kalau kita men-delete beberapa emosi yang nggak penting. Biar lebih ringkas jiwa kita.

Ketiga, tetap rukun dan harmonis bersaudara. Tidak dipungkiri sih kalau bersaudara itu ngeri-ngeri sedap. Ketika sejalan akan harmonis, ketika berbeda bisa melahirkan ledakan-ledakan. Yang paling penting adalah mengerti dan memahami kalau setiap orang itu berbeda-beda karakternya. Sehingga ketika tabrakan kita akan paham kondisinya dan paling bergumam, 'yah.. dia mah emang orangnya begitu.' Misalnya Ma sebagai anak perempuan yang manis dan satu-satunya di keluarga Bapak dan Ibu Mo lebih banyak tidak akur dengan Mi dan Mo yang keren. Tetapi perbedaan ini tidak membuat Ma membenci Mi dan Mo ataupun sebaliknya.

Dalam novel ini disinggung mengenai tradisi salam menggunakan daun Salam. Saya jadi ingat kalau di daerah saya pun ada tradisi ini. Menyampaikan salam dengan menggunakan daun. Lalu bergeser penggunaannya, dilakukan ketika menyampaikan undangan acara besar misal hajatan kawinan atau sunatan. Terbilang kolot sih, dan sekarang tradisi salam daun ini sudah tidak dipakai sama sekali.

Sindiran halus mengenai perempuan yang butuh kepastian saya temukan di halaman 58. Disitu dijelaskan jika 'Ketidakpastian membuat semua wanita, khususnya yang berupa Anak Perempuan yang Sangat Rewel, menjadi sangat rewel sekali.'

Menarik bukan bukunya? Setelah membaca kisah Mi, Ma, Mo, Fifi dan Fufu, saya memberikan nilai 4 bintang dari 5 bintang. Saya merasa cerita di novel ini bisa disampaikan kepada anak-anak sebagai cerita yang seru tapi tidak disarankan anak-anak membacanya langsung sebab narasinya lumayan belibet.

Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!

6 komentar:

  1. Jika keuangan saya membaik, mungkin boleh nih dijajal. Terus terang, saya selalu suka dengan petualangan anak-anak, dan rasanya pasti bikin nostalgia akan masa bocah yang penuh rasa penasaran, memiliki keberanian tanpa takut salah, dan penuh kegembiraan. Lumayan buat eskapisme dari masa dewasa yang kacau ini. XD

    Segitu dicari-carinya, kah? Bahkan ada yang sudi beli mahal? Haha. Saya mungkin beruntung beli Jakarta Sebelum Pagi tak lama sehabis rilis. Tapi saya rasa terlalu ngepop gitu lantaran temanya romansa (walaupun tokohnya tetap enggak biasa, ya). Lalu, saya agak terganggu juga dengan protagonis yang dialognya ala anak JakSel, bahasa campur Indonesia-Inggris. Meski begitu, novel itu dialognya terasa bergizi dan ada obrolan yang membuat saya jadi baca Animal Farm.

    Saya sih lebih merekomen Di Tanah Lada (tema anak kecil korban KDRT yang coba kabur dari rumah) atau Semua Ikan di Langit (bus kota yang bertualang melihat berbagai dunia bersama sosok Beliau--yang saya kira ini Tuhan).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pas kamu komen disini, saya jadi kepikiran kenapa kamu nggak bikin cerita anak-anak saja, siapa tau itu jalur yang pas buat kamu Yog. Hehe. Cerpen anak-anak gitu.

      Iya, buku Kak Ziggy dicari-cari segitunya karena menurut komentar temen-temen di twitter, beliau enggak mencetak ulang buku-bukunya makanya jadi rada langka gitu. Saya baru baca JSP aja jadi nggak bisa bandingin dengan yang lain. Tapi penilaian kamu bener kok, JSP itu roman banget dan diksinya memang kekinian.

      Di Tanag Lada ini banyak dipuji-puji katanya ceritanya bagus. Nantilah saya coba cari-cari kesempatan buat beli bukunya.

      Hapus
  2. Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie memang dabest :D aku juga suka

    BalasHapus
  3. Setelah membaca review ini barulah saya mengerti mengapa cukup banyak DM masuk menawar buku Jakarta Sebelum Pagi yg saya miliki. Kebetulan saya juga mengoleksi buku2 Ziggy, dan berharap bisa koleksi semua bukunya nanti. Saat ini saya malah lebih kepengen punya & baca buku San Fransisco ketimbang Kita Pergi Hari Ini. Wah, malah jadi curhat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang bikin buku Kak Ziggy dicari selain mulai langka, juga biasanya punya cerita-cerita yang mindblowing. Makanya banyak pembaca yang mulai melirik karya-karyanya.

      Berarti saya pernah membaca 3 buku karya beliau: Jakarta Sebelum Pagi, San Fransisco, dan Kita Pergi Hari Ini. Semoga buku beliau yang lainnya juga bisa saya baca :)

      Hapus